Seminggu sudah berlalu, hubungan Alfian dan Dinda belum menunjukkan kemajuan, Dinda masih keberatan jika Alfian tidur dikamarnya, alasannya belum terbiasa.
Jadi setelah makan malam, Alfian berkunjung ke kamar Dinda satu jam atau lebih hanya untuk ngobrol.
Setelah dari kamar Dinda, Alfian lebih banyak menghabiskan malamnya di ruang kerjanya, setelah mengantuk, baru masuk kedalam kamar dan berbaring di sebelah Dewi.
Ekhem.
Dewi berdehem pelan.
" Belum tidur ? "
Alfian berbalik miring ke arah Dewi yang sudah menghadap ke arahnya.
" Kenapa tidak tidur di kamar Dinda ? "
Alfian tidak menjawab tanya Dewi, ia menatap lekat lekat wajah Dewi, wajah wanita yang sangat di cintai-nya dulu, yang sudah memberikannya satu orang putra.
Perempuan yang mandiri, walaupun Alfian memiliki uang yang lebih dari cukup, nafkah yang di berikan Alfian juga tidak kurang, tetapi Dewi tetap setia pada profesinya sebagai guru, yang merupakan cita citanya dari kecil.
Tetapi cinta yang ada pada keduanya semakin terasa hambar sejak Dewi tidak lagi bisa melayani kebutuhan Alfian.
Walaupun demikian Alfian tetap berusaha untuk tetap setia.
" Hati kamu pasti sakit Wi, jadi jangan menyarankan sesuatu yang membuat kamu terluka "
" Sudah sampai di sini, luka atau tidak, sudah tidak ada gunanya, dia istrimu juga, Pa.
Aku harus belajar ikhlas berbagi dirimu dengan perempuan lain.
Urusan rumah ini, seperti biasa, biar aku yang menanganinya.
Tetapi untuk kebutuhan Papa yang itu, biarlah Dinda yang memenuhinya "
Alfian terus menatap wajah Dewi, berusaha mencari rasa sakit lewat mata Dewi, tetapi Dewi terlalu pintar menyembunyikan perasaannya.
" Tidurlah bersamanya, Pa ! "
Dewi mencoba tersenyum.
" Dia sudah tidur dan kamarnya juga sudah di kunci, biarlah aku tidur di sini bersamamu "
Dewi hanya bisa mengangguk, lalu kembali membalikkan punggungnya, begitu juga dengan Alfian.
...*****...
" Hai Ma ? Tumben jam segini sudah keluar dari kamar, gak bangkong lagi ? "
Saka yang mulai menggerak gerakkan otot ototnya melakukan pemanasan sebelum berlari lari di sekitar halaman rumah menegur Dinda yang masih setia dengan pakaian kebesarannya, piyama hello Kitty.
Bisa dipastikan dia belum mandi, rambutnya digelung cepol keatas sedikit asal, natural, tapi tetap manis.
Dinda tidak menanggapi panggilan ' Mama ' yang baru keluar dari mulut Saka, ia hanya melengos.
" Mau lari pagi bareng anakmu yang ganteng ini, Mama " Sarkas Saka tergelak lalu meninggalkan Dinda yang sedang melotot sewot.
Aaarrggghh, kenapa kamu menyebalkan, Sa ? Mana makin ganteng lagi, minta cerai boleh gak ya ? Kembali ke Saka, eh.
Dinda memukul kepalanya pelan.
Ingat Din, kau mau jadi Istri kedua demi membalas pengkhianatan Saka, tapi kenapa Saka anak pria tua itu ?
Dinda rasanya kepengen nangis bombay, semua yang direncanakannya ambyar sebelum terlaksana.
Dinda berjalan arah ke balkon yang tepat menghadap ke halaman, dia bisa melihat Saka yang sedang berlari.
Kalau setiap hari seperti itu, bukan dendam membara yang ingin dilampiaskannya tetapi justru cinta yang ada di dalam dada kian berkembang.
Dinda mencoba memejamkan matanya, mengingat penolakan yang sudah berjalan selama seminggu ini terhadap Alfian, Dinda sadar lambat laut Alfian tidak bisa lagi menunggu.
Dari awal Dewi menawarinya sebagai istri kedua, Dinda tahu untuk apa.
Dinda tidak memikirkan dengan benar benar, yang ada di dalam pikirannya hanya adegan Saka yang sedang berciuman dengan Nonik di teras rumah Nonik.
Hati Dinda sakit sekali.
Dan sekarang, membayangkan dia menyerahkan diri seutuhnya pada Alfian, pria berumur yang sudah menjadi suaminya, Dinda tidak rela
Walaupun Alfian gagah dan tampan, karena dia mempunyai uang, apalagi dia tidak pernah memakai tenaganya untuk berkebun misalnya.
Tentu saja kulit dan fisiknya terawat baik, tapi tetap saja usianya lebih tua dua kali lipat dengan Dinda.
Jika dibandingkan dengan Saka, ah .....Dinda tentu saja memilih Saka yang menjadi cinta pertamanya, tapi sayang....Saka sudah menyakitinya.
Ketika Dinda berbalik ingin kembali ke kamar, ternyata Alfian berdiri persis dibelakangnya, memakai setelan pakaian olahraga, bawahan celana trening dan kaus oblong presbody berlengan pendek, memperlihatkan otot otot Alfian yang masih terjaga karena olahraga yang rutin dilakukannya di ruang gym pribadi yang terletak di sebelah ruang kerjanya, badannya sudah terlihat basah oleh keringat.
Dinda menelan salivanya.
Gila, ternyata badan pak tua ini gak beda jauh dengan badan Saka yang terlihat one, two ...
Dinda masih menghitung berapa kotak roti tawar eh roti sobek di balik kaus tipis yang melekat pada kulitnya yang basah berkeringat.
Alfian berdehem, menyandarkan lamunan Dinda.
Alfian memiringkan kepalanya meneliti penampilan Dinda yang sudah keluar dari kamarnya tetapi belum mandi, seminggu setelah pernikahan mereka, biasanya Dinda keluar kamar kalau sudah mandi dan rapi, tidak untuk hari ini.
" Berapa banyak baju seperti ini yang kamu punya ? " Tunjuk Alfian pada piyama yang Dinda kenakan.
" Kenapa ? Bagus ya ? " Dinda cengengesan lalu menutup mulutnya karena belum sikat gigi.
Ih, Dinda jorok.
Alfian berdecak.
" Tiga paman, 'kan warnanya beda beda, kelihatannya memang seperti tidak berganti, kalau beli di grosiran memang begitu Paman, gak boleh beli satu, minimal beli tiga, harganya jauh lebih murah dari pada beli pada pedagang eceran ".
Dinda promosi.
" Ganti dan beli baju tidur yang terlihat...."
Alfian tidak jadi meneruskan ucapannya.
Kalau minta tolong agar Dewi menemaninya berbelanja, Alfian terkesan jahat sekali.
Jika Alfian yang menemaninya ke Mal ? Ntar seperti kejadian di showroom mobil lagi, atau yang lebih ekstrim, orang akan mengira Alfian Sugar Daddy.
" Yang terlihat apa Paman ? "
Dinda ikut ikutan memiringkan kepalanya mendongak menatap Alfian yang sedang berpikir.
" Kamu cari sendiri di internet, baju tidur yang cocok yang dipakai untuk perempuan yang sudah bersuami, bukan seperti ini, itu juga kalau kamu ingat kamu sudah punya suami "
Sarkas Alfian melangkah meninggalkan Dinda untuk mandi ke dalam kamarnya bersama Dewi.
" Memang kenapa dengan baju ini ? Kan bagus " Dinda mengamati penampilannya sendiri.
" Eh, tadi kalau tidak salah, disuruh membeli baju, duitnya mana ? "
Dinda kembali masuk ke dalam kamarnya dengan bibir yang mengerucut ke depan.
Alfian yang berdiri di bawah pancuran air shower baru teringat jika dia belum ada memberikan uang untuk Dinda.
Alfian tertawa sendiri.
Siapa suruh kau belum memenuhi kewajibanmu, jangan salahkan aku juga yang lupa dengan kewajiban ku.
Kau terlalu banyak alasan, jangan sampai aku memaksa ya ?
Alfian menggeleng gelengkan kepalanya, mengusir niat buruk yang sudah melintas didalam otaknya yang kotor.
Jika itu terjadi dan Dinda mengadukan kepada Dewi, mau ditaruh dimana mukanya.
Kerena selama seminggu ini, cara Dinda bersikap kepada Dewi masih seperti Dewi itu wali kelasnya bukan madu-nya.
...******...
...🌸🌸🌸🌸🌸🌸...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Just Rara
ceriain aja dindanya atau gak pisah rmh ajalah,biar gak sama2 sakit
2022-02-23
0
Fatonah
hadehhh.. si om gimna sih
2021-09-28
0
Ge
Dari awal baca bingun trus.. judulnya “Om Sam” tpi knpa tokoh utama pria adl Om Alfian? Binun.. sinopsis n crtanya beda.. ini mlah ttg madu memadu.. lieur ah
2021-07-02
4