Yen Tak Sawang Sorote Mripatmu
(Jika kulihat sorot matamu)
-diambil dari lirik lagu berjudul "Konco Mesra" ciptaan R. Husin Albana, dan dipopulerkan oleh penyanyi Nella Kharisma-
***
Jakarta
Tama
Ia memang menginstruksikan secara khusus, agar acara ramah tamah diselenggarakan di Dapur Mitoha. Selain tempatnya yang berjarak lumayan dekat dari kantor. Tak sampai menghabiskan waktu di perjalanan, karena dilanda kemacetan panjang.
Juga agar ia bisa turut berkontribusi memajukan Dapur Mitoha. Sebab suksesnya penyelenggaraan acara ramah tamah nanti, bisa menjadi iklan gratis bagi para rekanan.
Tapi ia lupa menginformasikan pada anak buah, jika musik favoritnya berjenis cadas. Bukan yang lain.
Pop modern atau band kekinian, masih okelah. Ia masih bisa menikmati.
Tapi ternyata, bintang tamu yang didatangkan justru penyanyi dangdut. Sedang hits memang. Memiliki ciri khas penampilan atraktif -sebutan halus dari 'mengundang mata lelaki'- dan suara menggoda. Yaitu Duo lebah madu.
"Selamat datang dan selamat bergabung untuk Bapak Komandan kita yang baru ... Bapak Winata Yuda ...." sambut Duo lebah madu begitu ia memasuki ruangan convention hall.
"Wiratama Yuda!" teriak seorang anak buahnya dari sisi kanan panggung. Berusaha memperbaiki penyebutan namanya yang salah kaprah.
See? Mengingat nama empunya acara saja kurang becus. Padahal ini adalah modal utama, gerbang pertama dari respek dan ketertarikan.
"Oh ... sori ...." satu dari Duo lebah madu yang berpenampilan paling atraktif, kini terkikik di atas panggung. Seraya mengerling ke arahnya.
"Saya salah ya, Pak Komandan. Maafkan saya ya, Pak. Jangan tembak saya, Pak. Aww ...."
Ia hanya tertawa sumbang. Sembari menyalami beberapa pejabat Kepolisian Sektor, di bawah wilayah tugasnya yang baru.
"Oke ... saya ulang sekali lagi ...." Duo lebah madu kembali bercuap-cuap di atas panggung.
"Selamat datang dan selamat bergabung untuk Bapak ...."
Sekilas ketika ia melihat ke arah panggung, Duo lebah madu sedang memperhatikan gerak mulut seorang anak buahnya.
"Kombes ... polisi ... Wira ... Tama ... Yuda ...."
Ia kembali tertawa sumbang. Sebab sang artis benar-benar tak memiliki pengetahuan tentang klien yang harus dijamunya kali ini. Mereka bahkan sama sekali tak mengenal medan.
"Okey, Pak Kombes Wiratama Yuda ... spesial kami persembahkan lagu terasyik untuk anda ...."
"Tarik, Maaang ...."
Kemudian mengalunlah intro musik dangdut remix yang sedang hits. Sebab sering terdengar diputar di tempat-tempat hiburan yang akan digrebek olehnya. Disusul nyanyian enerjik penuh godaan, yang dilantunkan oleh Duo lebah madu.
Ia duduk di meja utama. Diapit oleh sejumlah pimpinan Kepolisian sektor di wilayahnya. Juga dua orang Kabag. Saling berbincang sambil mendengarkan hiburan yang ditampilkan.
Penampilan Duo lebah madu sempat terhenti sejenak. Ketika ia tampil memberikan sambutan. Disusul sepatah dua patah kata dari perwakilan pimpinan Kepolisian sektor. Dan perkenalan secara resmi, antara dirinya dengan jajaran pejabat berwenang di wilayah tugasnya yang baru.
Setelah itu, acara ramah tamah yang sesungguhnya barulah dimulai. Seluruh hadirin membaur menjadi satu. Saling berbincang dan tertawa satu sama lain. Membicarakan hal yang cukup penting. Atau sekedar melempar candaan.
Sementara itu di atas panggung, penampilan yang dipersembahkan oleh Duo lebah madu kian memikat. Beberapa orang bahkan mulai tergoda, untuk ikut bergoyang dengan naik ke atas panggung.
"Pak Komandan ... nggak mau gabung sama kami berdua di sini, Pak ...." seru salah seorang personel Duo lebah madu, yang pakaiannya tak mampu mengakomodir apapun.
"Iya, Pak .... Ayo, dong, Pak .... Temani kami di atas panggung ...." timpal rekannya.
Ia hanya tertawa.
"Kalau Komandannya ganteng begini sih ... kita mau ya Beb, lama-lama di sini ...." seloroh personel Duo lebah madu, yang rambutnya berwarna pirang seperti kemoceng.
"Maaf maaf nih ya, Pak ... jangan tersinggung lho, Pak. Saya hanya menyampaikan isi hati berdasarkan pandangan mata .... hahaha ... asyeeeek ....." sambung si rambut kemoceng sembari terkikik-kikik sendiri.
"Iya dong, Say ...." jawab rekannya cepat. "Apalagi di belakang barusan ... ada bisik-bisik ... kalau Pak Komandan lagi nyari pendamping hidup ...."
Ledakan tawa langsung membahana menyelimuti seantero ruangan convention hall.
"Saya daftar boleh ya, Pak ...." rengek si penampilan atraktif dengan manja. "Kalau boleh tahu ... syaratnya apa aja nih, Pak?"
"SKCK saya ada lho, Pak!" sahut si rambut kemoceng seolah tak mau kalah. "SIM juga lengkap ... kira-kira ada syarat lain nggak ya, Pak?"
Ia berkali-kali tertawa sumbang. Karena semua orang yang duduk melingkari meja, jelas sedang menertawakannya dengan sepenuh hati.
Ia berada dalam posisi yang sama sekali tak berwibawa. Menjadi bulan-bulanan sebab status yang kini disandangnya.
Duda.
"Apa harus saya jemput langsung ke kursi Bapak nih?" seloroh si rambut kemoceng, yang tengah bersiap untuk menuruni panggung.
Ia spontan melambaikan tangan tanda menyerah sekaligus menolak, "Yang lain aja. Yang lain aja ...."
"Masih banyak stok di sini ...." ia mencoba berseloroh pada para anak buahnya. Yang kebanyakan memasang wajah berbinar, demi melihat penampilan mengundang Duo lebah madu.
Akhirnya, Duo lebah madu berhasil menyeret dua orang sekaligus ke atas panggung. Entah siapa, ia sendiri lupa nama mereka. Yang pasti masih berdarah muda.
"Van!" ia memanggil Devano yang duduk di belakangnya.
"Ya, Pak?" Devano langsung mendekat.
Sekilas ia menangkap aura pias di wajah Devano. Sepertinya pemuda itu masih merasa tak enak hati padanya. Karena kurang koordinasi dalam menentukan bintang tamu.
----
"Maaf, Pak," ucap Devano cepat, ketika pada kesempatan pertama ia mengernyit. Begitu melihat bintang tamu yang diundang.
"Pimpinan terdahulu paling suka musik dangdut," kilah Devano. "Saya pikir ... Bapak juga sama."
Ia tertawa.
"Tidak akan saya ulangi, Pak," janji Devano sungguh-sungguh. "Kami baru tahu jenis musik yang Bapak sukai di menit terakhir. Sudah terlanjur mengundang Duo lebah madu. Tak bisa dibatalkan."
Ia masih tertawa, "It's okay ...."
"Di kesempatan berikut ... saya undang Gayatri atau The Crash ...." janji Devano dengan penuh keyakinan.
"Atau artis siapapun yang Bapak inginkan," sambung Devano berusaha menegaskan.
------
"Saya keluar sebentar," bisiknya pada Devano. "Tolong kamu dampingi para tamu."
Devano mengangguk, "Siap, Pak."
Ia keluar dari convention hall, bertepatan dengan mengalunnya lagu pop yang sedang hits. Namun di remix hingga musiknya terdengar lebih menantang. Dengan para penikmat yang mulai berhamburan naik ke atas panggung.
"Pak?"
Beberapa orang yang ia lewati menganggukkan kepala. Ia pun balas mengangguk. Berjalan cepat menuju ruang yang tak asing lagi baginya. Yaitu ruangan direktur.
Di mana Tante Iren telah menyambut kedatangannya.
"Wah, Tama ... makin seger aja nih ...." seloroh Tante Iren seraya menepuk bahunya. "Siap dengan petualangan baru?"
Ia hanya terbahak. Lebih memilih untuk mendudukkan diri di sofa tamu.
"Sibuk, Om?" sapanya pada Om Raka. Yang terlihat mengerutkan dahi di belakang meja.
"Sibuk terus dia ...." Tante Iren yang menjawab. "Lagi semangat kerja. Ada mood booster baru."
Om Raka langsung tergelak mendengar penuturan Tante Iren. Sementara ia meringis tak mengerti.
"Ada gebetan baru nih, Om?" tanyanya sepintas lalu.
"Bukan gebetan lagi ... tapi target terkini!" terang Tante Iren seraya tertawa.
"Wah ...." ia menggelengkan kepala. Lalu ikut berseloroh. "Kemajuan nih ... udah mau membuka hati."
"Siapa dulu dong ... mood boosternya ...." tawa Tante Iren semakin keras. "Hati laki manapun juga bakalan langsung terbuka dengan sendirinya."
Om Raka kembali tergelak. Kali ini sambil mengangkat gagang telepon, "Cut! Tolong cari PKS (perjanjian kerja sama) dengan ...."
"Antar ke ruangan saya ... sekarang!"
Ia sempat terhenyak mendengar ucapan Om Raka di telepon. Namun langsung mengabaikannya. Sebab apa yang dipikirkannya jelas hal yang mustahil.
"Wah ... high quality nih pastinya," ia memilih untuk kembali berseloroh. "Sampai bisa bikin Papanya Shaina tertarik."
"Kamu kenal sama orangnya kok, Tam," Tante Iren melihat ke arahnya mencoba memberi tahu.
"Iyakah?" ia mulai mengernyit. "Siapa?"
"Perawat? Pramugari? Pegawai Bank? Yang mana?" tanyanya ingin tahu.
"Tama hapal banget sama selera Omnya, hahahaha ...." lagi-lagi Tante Iren tertawa.
Ia pun balas tertawa.
Bersamaan dengan suara pintu yang diketuk.
"Masuk!" seru Om Raka mempersilakan.
"Yang pasti bukan ketiganya," Tante Iren menggeleng.
"Oya? New comer dong?" matanya membulat karena semakin penasaran. "Bukan mahasiswi kan, Om?"
Tawa Tante Iren semakin keras. Begitupun dirinya.
"Ini filenya, Pak."
Namun telinganya justru menangkap gelombang suara lembut yang cukup familiar.
Detik itu juga, kepalanya sontak menoleh ke arah sumber suara. Seolah ada yang mengomandoi.
Dan kenyataan yang terpampang di depan mata ... ternyata cukup mengejutkan.
"Lho, kok di sini?" tanpa sadar ia bahkan langsung berdiri. Begitu menangkap sesosok ramping yang mengenakan kerudung warna pastel, tengah berjalan pelan menuju meja Om Raka.
Yang benar saja.
Bagaimana Pocut bisa ada di sini?
"Kok ... bisa?" tanyanya seperti orang bo doh. Dengan kepala dipenuhi pertanyaan yang cukup membingungkan.
"Bisalah," seloroh Om Raka santai. "Sini, Cut."
Ia memperhatikan Pocut yang mengangguk dengan ekspresi gugup. Berjalan melewatinya dengan tanpa menoleh sedikitpun.
"Eh, serius ini!" ia langsung beranjak mengekori langkah Pocut. "Kok bisa ... nyampai ke sini?"
"Kamu ...." kini ia telah berdiri di samping Pocut. Menatap wajah tegang itu dengan kening berkerut.
"Kerja diaaa ...." jawab Om Raka cepat. "Kenapa kaget begitu sih, Tam?"
"Surprisingly ...." seloroh Tante Iren seraya tertawa kecil.
"Kerja?" ia masih menatap Pocut dengan wajah bingung. "Di sini?"
"Sejak kapan?"
"Udah lama?"
"Baruuu ...." Om Raka kembali menjawab. "Sekpriku dia. Keren kan ... Pocut bisa jadi sekpri?"
"Sekpri? Sekertaris pribadi?" ia terheran-heran dengan nada suaranya yang mendadak berubah tak menyenangkan. Cukup terdengar asing di telinganya sendiri.
"Seriously (serius)?" ia masih menatap Pocut yang berdiri dengan canggung.
Semua terasa sangat aneh dan tak menyenangkan.
Namun ledakan tawa Om Raka dan Tante Iren. Juga candaan yang dilontarkan oleh Om Raka. Justru membuatnya kian bertambah bingung.
Ia masih memperhatikan Pocut, yang terlihat sangat tak nyaman. Tengah berusaha meletakkan sejumlah file ke atas meja Om Raka. Kemudian mengangguk ke arahnya dengan gugup.
--------
Pocut hanya sebentar di ruangan Direktur. Sebatas menyerahkan file yang diminta oleh Om Raka.
"Nanti tolong ini dibuatkan ...." kini Om Raka tengah memberikan instruksi pada Pocut. Yang berdiri tepat di sisi meja. Memperhatikan seluruh ucapan Om Raka. Sesekali diselingi anggukan dan ucapan,
"Baik, Pak."
Sementara ia hanya bisa terlolong di seberang meja. Tanpa bisa melakukan apapun.
Oh, very well shit (sangat baik, sialan)!
"Makasih banyak, Cut," seruan Om Raka berhasil membuyarkan otak kagetnya.
Disusul anggukan kepala Pocut ke arahnya untuk yang kedua kali. Sebelum akhirnya beranjak pergi. Lalu menghilang di balik pintu kaca.
"Dia ... mood booster Om Raka?" tanyanya tanpa bisa menahan diri.
Om Raka hanya tersenyum simpul. Sementara Tante Iren mengacungkan jempol.
"Gimana selera Om mu sekarang, Tam? Udah lebih baik kan?" selorohan Tante Iren membuatnya mendesis sebal.
"Varian yang berbeda ...." lanjut Tante Iren lagi. "Tantangan yang berbeda pula."
Ia kembali mendudukkan diri dengan kepala berdenyut. Lalu bertanya dengan sedikit kesal, "Om ... udah ngomong ke dia?"
Di luar dugaan, Om Raka justru tergelak. Pun dengan Tante Iren.
"Belum lah ...." Om Raka menyeringai. "Slow but sure (pelan tapi pasti). Bikin Pocut mau kerja di sini aja mesti jungkir balik dulu."
"Kali ini penuh perjuangan dia, Tam ...." Tante Iren masih tertawa. "Lain daripada yang lain ...."
Ia segera pamit dari ruangan Direktur. Sebab entah mengapa, moodnya mendadak memburuk. Semangatnya turun drastis ke dasar jurang. Dan pikiran yang beberapa waktu terakhir mulai benderang, kini kembali ruwet.
Namun ketika ia tengah berjalan menuju convention hall, tanpa sengaja matanya menangkap sesosok familiar sedang berada di ujung selasar. Kemudian menghilang di balik sebuah pintu.
Dengan langkah panjang dan cepat, ia berusaha menyusul sosok familiar tersebut.
"Pak! Pak Tama!" seru seseorang di depan pintu convention hall memanggil-manggil namanya.
Tapi ia tak memedulikan. Hanya mengangkat tangan kanan sekilas. Ia bahkan tak berusaha untuk menoleh. Sebab tengah bergegas menuju ujung selasar.
Pantry
Begitu huruf yang tertulis di atas pintu tujuannya.
Dengan satu gerakan cepat, didorongnya pintu kaca tersebut. Sapuan pandangannya langsung mendapati sosok yang dicari. Tengah sibuk menyeduh minuman di depan dispenser.
"Lagi bikin kopi atau teh?" sapanya tanpa berpikir.
Membuat orang yang diajak bicara, langsung menghentikan kegiatan yang sedang dilakukan. Namun tak segera menoleh ke arahnya. Pocut tetap memunggunginya.
"Kamu ... bukannya nggak minum kopi?" tanyanya lagi. Saat matanya tak sengaja menangkap bungkusan kopi sachet di tangan kiri Pocut.
Tapi pertanyaannya justru membuat Pocut terkejut. Hingga tanpa sadar, hampir menjatuhkan gelas yang sedang dipegang.
"Aduh!" Pocut terdengar mengaduh. Sebab air di dalam cangkir tumpah mengenai tangan.
Ia langsung bergerak maju, berusaha untuk mendekat. Ingin menolong Pocut yang baru saja tersiram air panas.
Tok! Tok! Tok!
Tinggal dua langkah lagi, ia bisa meraih Pocut. Yang kini sedang meringis, sambil meniup-niup punggung tangan bekas tersiram air panas.
"Pak Tama! Ada kunjungan dari Pak Dandim (komandan kodim)!"
Suara Devano langsung menyurutkan langkahnya.
"Ditunggu di convention hall sekarang juga."
Dan dari pintu ruangan yang terbuka lebar, sayup-sayup terdengar suara nyanyian enerjik yang berasal dari Duo lebah madu.
"Yen tak sawang sorote mripatmu
(Jika kulihat sorot matamu)
Jane ku ngerti ono ati sliramu
(Sebenarnya aku tahu dirimu ada rasa padaku)
Nanging onone mung sewates konco
(Tapi yang ada hanya sebatas teman)
Podo ra wanine ngungkapke tresno"
(Sama-sama tak berani mengungkapkan suka)
-Nella Kharisma, Konco Mesra-
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
dyul
Duren tapinya mas...
cuman cara jadi dudanya yg ngenes, 1 korps tau istrinya selingkuh, cmn pake bathtrob doang, jatuhin martabat banget
2024-12-27
0
dyul
gebetan saya tante iren..... kata mas tama..... ampun dah🤣🤣🤣🤣
2024-12-27
0
Lily
bukan cuma papa shaina, papa reka juga tertarik lho
2025-01-03
1