Bab 18. Meurumpok Deungon Gata Lom

Meurumpok Deungon Gata Lom

(Berjumpa denganmu lagi -bahasa Aceh-)

***

Jakarta

Pocut

"Saya tahu ... kamu nggak akan membuat semua jadi mudah."

Ia harus bersusah payah menelan ludah saat mendengar keluhan Pak Raka.

"Sangat menantang ...." kali ini gumaman Pak Raka hampir luput dari pendengarannya.

"Saya harap ...." ia kembali menelan ludah. "Ini tidak berpengaruh terhadap kerjasama ant ...."

"Enggak lah," Pak Raka tertawa. "Klausul tentang kerjasama dengan Bu Cut Rosyida sudah dibuatkan perjanjiannya. Nggak ada hubungannya dengan ini."

Ia mengangguk sembari mengembuskan napas lega.

Penghasilan Mamak dari jalinan kerjasama dengan Selera Persada jelas lebih dari cukup. Perbandingannya hampir 1 : 3. Bisa diibaratkan jika angka 1 adalah laba yang dihasilkan keude mereka dalam sehari. Sementara Selera Persada bisa memberi mereka angka 3, bahkan tanpa harus melakukan apapun. Murni berasal dari resep racikan Mamak yang khas.

"Saya bukan orang yang suka memohon," ujar Pak Raka kemudian. "Tapi ini jelas perkecualian ...."

"Jadi ... dengan segenap kerendahan hati ... saya meminta secara khusus kepada kamu ... untuk bersedia menjadi sekpri saya ...."

"Untuk jangka waktu kurang lebih selama ... satu bulan."

"Sampai open recruitment bulan depan."

"Bersamaan dengan rencana pembukaan outlet baru di beberapa mall."

"Karena kalau sekarang saya rekrut orang baru ... waktunya nanggung. Nggak match sama program HRD.

"Jadi ... biar sekalian."

"Gimana?" Pak Raka mengerling ke arahnya. Membuat kepalanya spontan tertunduk dengan segera.

"Nanti bulan depan ... begitu saya dapat sekpri baru, kamu bisa langsung resign."

"Saya lagi memohon nih ...." Pak Raka tertawa kecil.

"Skill bisa dipelajari dan diasah," imbuh Pak Raka cepat. Ketika ia hendak menyuarakan sanggahan.

"Tugasnya nggak berat kok," lanjut Pak Raka lagi. "Kamu cukup mengatur jadwal saya setiap hari, menerima dan mencatat panggilan telepon yang ditujukan untuk saya, mengetik surat, menerima tamu ...."

Ia menelan ludah dengan cepat.

"Apalagi ya?" Pak Raka justru balik bertanya. "Udah ... begitu aja tugasnya. Gampang kan?"

Selama ini, Pak Raka sudah banyak membantu dirinya juga Mamak. Dengan sabar membimbing mereka, yang tak tahu menahu tentang bagaimana cara menjalin kerja sama dengan pihak lain secara profesional. Menjadi mengerti dan paham.

Memfasilitasi mereka yang tak pernah berpengalaman, dalam memasarkan cita rasa ke khalayak yang lebih luas. Kini menjadi tahu dan bisa.

"Ruangan yang berbeda ...." sambung Pak Raka karena ia tak kunjung menjawab.

"Pintu yang terbuka lebar. Apalagi?" Pak Raka memandangnya seraya mengerutkan dahi.

"Oh ya ...." Pak Raka mendadak seperti teringat sesuatu. "Saya nggak akan antar kamu pulang ... kalau itu bikin kamu jadi berat untuk menerima tawaran saya."

"Biar saya suruh Hadi buat antar jemput kamu ...."

Ia mulai kesulitan untuk menelan ludah. Lehernya bahkan terasa tercekik.

"Biar orang-orang kantor nggak gosipin kamu. Begitu kan?"

Kali ini lehernya benar-benar merasa tercekik.

Dulu, Bang Is selalu menggodanya. Jika ia adalah jenis orang yang tak memiliki pendirian, tak bisa menolak permintaan orang lain, sekaligus peragu.

Benar-benar kombinasi sifat lemah yang tak menyenangkan. Bahkan ujung-ujungnya, lebih sering merepotkan diri sendiri.

Dan saat ini, ia semakin membuktikan tentang kebenaran dari ucapan Bang Is dahulu. Karena ia tak lagi bisa menolak permintaan Pak Raka.

Ia jelas tak memiliki kemampuan untuk menjadi seorang sekpri. Ia hanya seorang ibu rumah tangga yang tak berpengalaman, tak tahu apa-apa, dan tak memiliki keahlian khusus.

Ia sudah berusaha menolak. Tapi ternyata Pak Raka memohon. Dan di titik inilah ia merasa tak mampu untuk terus berkata "tidak".

"Tolong doakan aku, Mak ...." ucapnya malam ini dengan berat hati.

"Kenapa lagi?" Mamak memandanginya dengan penuh selidik. "Ada masalah di tempat kerja?"

Ia mencoba tersenyum dan menggeleng.

"Doakan aku ... selama sebulan ini, bisa bekerja dengan baik," gumamnya seraya mengembuskan napas panjang.

"Dan semoga bulan depan ... saat aku kembali ke keude, sudah tak ada lagi kejadian seperti kemarin ...."

"Sudah tak ada lagi orang yang datang ke rumah mencari aku," sambungnya dengan hari gundah.

Tapi Mamak masih memandanginya dengan penuh selidik, "Kerjanya jadi sebulan? Nggak tiga bulan?"

"Atau ini pekerjaan yang berbeda?"

Dan ia hanya bisa membalas tatapan Mamak dengan ekspresi gugup.

 -------

Dengan penuh rasa bimbang dan keraguan sebab tak bisa menolak, ia akhirnya menerima permintaan dari Pak Raka.

Hanya sebulan ... hanya sebulan, batinnya berulangkali. Berusaha menenangkan diri sendiri.

"Bu!" seru Luky dengan wajah sumringah. Ketika pagi ini ia datang paling awal di kantor. "Akhirnya ibu resmi bekerja di sini."

Ia hanya tersenyum malu.

"Saya seneng sekali, Bu," ujar Luky sungguh-sungguh. "Akhirnya Pak Raka nemuin pawangnya."

Telinganya mendadak awas. Dan matanya berubah waspada, "Pawang gimana maksudnya?"

Luky mengu lum senyum terlebih dahulu sebelum berucap, "Ibu belum tahu ya ... gimana seremnya Pak Raka kalau di kantor."

Ia semakin mengernyit tak mengerti, "Serem gimana?"

"Ibu juga pasti belum tahu ya ... kalau sekpri Pak Raka yang terakhir, minta resign di minggu pertama kerja."

Kedua bola matanya langsung membulat sempurna.

"Nggak ada toleransi untuk kesalahan sekecil apapun," lanjut Luky dengan wajah serius. "Sekali kita melakukan kesalahan ...."

Ia menunggu kalimat lanjutan Luky dengan wajah cemas.

"Habis kita, Bu," Luky menggelengkan kepala dengan mimik ngeri.

"Tapi kayaknya ... kalau ke ibu beda sih ...." seloroh Luky cepat.

"Beda gimana?" keningnya kembali mengerut.

"Yaaa ... beda aja ... cara ngomong Pak Raka ke ibu tuh ... kayak ada sparksnya gitu ...." Luky mengangkat bahu seraya melempar senyum.

Dan ia membuktikannya, di hari pertama resmi bekerja menjadi sekretaris pribadi.

"Pocut! Ke ruangan saya!" seru Pak Raka melalui sambungan telepon ekstensi.

Dengan tergopoh-gopoh ia segera pergi menuju ke ruangan Pak Raka. Di mana Pak Raka terlihat sedang memarahi dua orang pegawai sekaligus.

"Pocut! Tolong ketikkan surat ini," Pak Raka menyerahkan selembar kertas yang penuh coretan.

"Print rangkap tiga. Kirim soft filenya ke email saya dan Bu Iren," imbuh Pak Raka cepat. "Tahu alamat email saya kan?"

Ia mengangguk.

Di mejanya, terdapat satu buku khusus berisi daftar nama pegawai setingkat kapten ke atas. Beserta nomor ponsel dan alamat emailnya. Dan yang berada di urutan paling atas adalah nama Pak Raka serta Bu Iren.

Ketika ia menyelesaikan tugas mengetik surat yang dimaksud. Kemudian menyerahkannya pada Pak Raka. Dua orang pegawai yang tadi, masih berada di dalam ruangan Pak Raka. Sedangkan yang empunya ruangan, terlihat belum menuntaskan amarah.

"Ini pelajaran berharga!"

Saat ini Pak Raka terlihat jauh berbeda jika dibandingkan biasanya. Aura meledak-ledak penuh emosional terlihat jelas terpancar di wajah Pak Raka.

"Bagaimana cara menghandle complain pelanggan!"

"Keberadaan mereka itu sumber penghidupan kita!"

"Hal sesederhana ini harusnya sudah sangat dipahami oleh kalian berdua, sebagai manager outlet dan corporate secretary!"

"Saya sengaja memilih pegawai dari lulusan top tier university! Tapi kinerja kalian ternyata tak mencerminkan hal itu! Buruk! Sangat buruk!"

Begitu ia kembali ke ruang administrasi keuangan, hampir seluruh pegawai tengah berkumpul di salah satu meja. Sedang saling berbisik membahas masalah, yang membuat Pak Raka mengamuk siang ini.

"Bu Cut!" seru Luky seraya melambaikan tangan ke arahnya.

Luky adalah staf HRD. Ruangannya berada di sebelah. Tapi Luky seolah memiliki kemampuan khusus untuk membelah diri. Sebab pemuda berparas jenaka itu, hampir selalu terlihat di setiap titik keramaian kantor.

"Gabung sini! Jangan sendirian aja!"

Ia tersenyum mengangguk. Tapi tetap tak beranjak dari tempat duduk.

Menggosipkan orang lain jelas bukan hobinya. Terlebih hampir seluruh pegawai yang berada di ruang administrasi keuangan, bersikap acuh padanya. Seolah ia tak berada di sana. Sebagian lagi bahkan terang-terangan memasang wajah masam terhadapnya.

Jadi, lebih aman baginya untuk berdiam diri tak ikut bergabung. Meski itu bisa diartikan sebagai legitimasi, jika ia memang dikucilkan oleh lingkungan.

Hanya sebulan ... hanya sebulan, bisiknya dalam hati untuk menghibur diri.

"Lho, kok sendirian aja, Cut?" teguran dari seseorang berhasil mengejutkannya.

Saat ini sedang jam istirahat. Sebagian besar pegawai tengah berkumpul untuk makan siang bersama. Kecuali dirinya tentu saja.

"Wah ... kalian nggak fair nih," seru Pak Raka, orang yang baru saja menegurnya. Kepada orang-orang, yang sedang duduk berkumpul menyantap makan siang.

"Orang baru malah dicuekin," Pak Raka menggelengkan kepala. "Bukannya dirangkul."

"Enggak, Pak," sanggah Nadia, sang staf accounting mewakili teman-temannya. "Kita enggak nyuekin Bu Cut kok ...."

"Udah diajak tadi," tambah Nadia lagi. "Tapi Bu Cut nya nggak mau ...."

"Bener?" Pak Raka mengernyit. Terlihat tak percaya mendengar penuturan Nadia.

"Betul, Pak," ia segera menyela. "Tadi sudah diajak. Tapi saya mau menyelesaikan ini dulu."

Pak Raka beralih melihat ke arahnya, "Ngerjain apaan lagi jam istirahat? Mending temenin saya makan siang."

Hanya sebulan ... hanya sebulan, ia kembali membisiki diri sendiri. Berusaha menguatkan hati karena suasana yang serba tak mengenakkan.

Mulai dari Pak Raka, yang terang-terangan memberi perhatian lebih. Hingga rekan seruangan, yang kian hari kian memasang wajah masam padanya. Termasuk selentingan gosip tentang dirinya, yang mulai beredar di kantor.

"Bu ...." ujar Luky siang ini. Saat sebagian besar orang di ruangan, sedang turun ke bawah untuk jajan bakso.

"Saya bukannya kurang ajar ya, Bu ...." seloroh Luky dengan wajah malu-malu. "Cuma penasaran aja. Hehehe ...."

"Kenapa?" tanyanya sambil tertawa.

Menghadapi Luky selalu memancingnya untuk tertawa. Padahal usia Luky jauh di atas Agam. Tapi gaya dan kepribadian Luky masih seperti anak sekolah.

"Ibu calon istrinya Pak Raka, ya?"

"Astaghfirullahal'adzim!"

"Bu! Jangan bikin saya kaget dong! Masa langsung nyebut sih? Emangnya saya musibah?" gerutu Luky. Karena ia mengucapkan istighfar dengan nada yang cukup tinggi.

Ia kembali beristighfar, lalu mengembuskan napas panjang.

"Bukan, Luky. Saya bukan calon istri siapapun. Apalagi Pak Raka," jawabnya dengan hati setengah mendongkol.

"Suami saya cuma satu, tapi sudah meninggal dunia," imbuhnya dengan suara bergetar. "Dan saya nggak ada rencana untuk menikah lagi."

Luky hanya melongo mendengar penjelasannya, "Padahal cocok lho, Bu. Sama Pak Raka."

"Pak Raka yang meledak-ledak ... sama ibu yang lembut, adem kek ubin mesjid ...."

"Luky!" di saat seperti ini, ia selalu merasa, jika Luky adalah Icad yang sedang berbicara sembarangan.

Ia tentu tak ingin gosip yang beredar di kantor semakin bertambah parah. Selain tak sesuai dengan kenyataan. Juga bisa menghambat pekerjaan. Karena pergerakannya yang lambat dalam mengerjakan tugas, menjadi semakin lambat karena takut salah.

"Cut! Tolong cari PKS (perjanjian kerja sama) dengan ...." ucap Pak Raka melalui sambungan telepon ekstensi. Seraya menyebutkan sejumlah nama perusahaan rekanan.

"Antar ke ruangan saya ... sekarang!"

"Baik, Pak."

Sejak pagi, ia telah disibukkan oleh tugas yang menumpuk. Ia bahkan tak sempat memakan bekal makan siang yang dibawa dari rumah. Sebab saking banyaknya dokumen yang harus diketik kemudian dikirimkan.

Dan panggilan Pak Raka kali ini, menjadi kesempatan pertamanya, untuk beranjak sejenak dari depan layar komputer.

Sambil membawa setumpuk file yang diminta oleh Pak Raka, ia berjalan keluar ruangan. Melewati pintu ruang HRD, kemudian ruang rapat. Lalu menyusuri selasar yang membelah tepat di depan convention hall.

Ruangan khusus berkapasitas besar, yang sering disewa oleh sejumlah instansi. Untuk menyelenggarakan event tertentu, rapat kerja dan hal sejenis lainnya.

Namun ada yang berbeda kali ini. Di depan pintu convention hall, terlihat beberapa pria berseragam cokelat sedang mengobrol sambil tertawa.

Sementara dari arah pintu convention hall yang terbuka lebar. Terdengar alunan musik dangdut yang sedang hits.

"Ayo goyangnya mana, Pak ...."

"Mari ...."

Suara serak-serak basah khas biduan dangdut terdengar jelas mampir di telinganya.

Membuatnya berusaha untuk segera mempercepat langkah. Melewati sekumpulan pria berseragam cokelat, menuju ruangan direktur yang berada di seberang.

Ia mengetuk pintu kaca terlebih dahulu sebanyak dua kali.

"Masuk!" suara Pak Raka terdengar mempersilakannya.

Dengan sekuat tenaga, didorongnya pintu kaca yang lumayan berat itu. Lalu melangkah masuk ke dalam ruangan.

Tapi ternyata Pak Raka tidak sendirian. Ada Bu Iren yang tengah duduk di sofa tamu. Sedang tertawa-tawa dengan seseorang, yang posisi duduknya memunggungi pintu masuk. Hingga ia tak bisa melihat wajahnya dengan jelas.

"Ini filenya, Pak," ucapnya sambil berjalan mendekat ke meja Pak Raka.

Detik itu juga, orang yang sedang tertawa-tawa dengan Bu Iren menoleh ke arahnya.

Dan ia merasa, jika saat ini sedang mendapatkan mimpi buruk. Mimpi buruk yang sangat mengejutkan.

"Lho, kok di sini?"

Ia bahkan hampir tak bisa bernapas. Begitu menyadari, jika pria yang sedang berbincang dengan Bu Iren adalah kakak ipar Agam. Kakak pertama Anjani.

Ya, tentu saja ia masih bisa mengingat nama pria tersebut. Hanya sedang tak ingin menyebutkannya.

"Kok ... bisa?"

Tama bahkan beranjak dari duduk. Dan memperhatikannya lekat-lekat seperti sedang melihat hantu.

"Bisalah," seloroh Pak Raka. "Sini, Cut."

Ia mengangguk dengan gugup. Lalu berjalan melewati Tama, yang setengah ternganga demi melihat kemunculannya.

"Eh, serius ini!" suara Tama terdengar bergerak hingga berada tepat di balik punggungnya. "Kok bisa nyampai ke sini?"

"Kamu ...." kini Tama telah berdiri di sampingnya. Menatapnya dengan kening berkerut.

"Kerja diaaa ...." jawab Pak Raka cepat. "Kenapa kaget begitu sih, Tam?"

"Surprisingly ...." seloroh Bu Iren.

"Kerja?" Tama masih menatapnya dengan wajah bingung. "Di sini?"

"Sejak kapan?"

"Udah lama?"

"Baruuu ...." jawab Pak Raka lagi. "Sekpriku dia. Keren kan ... Pocut bisa jadi sekpri?"

"Sekpri? Sekertaris pribadi?" suara Tama terdengar tak menyenangkan di telinganya.

"Seriously (serius)?" kini tatapan mata Tama juga terlihat tak menyenangkan.

Semua serba tak menyenangkan.

Namun ledakan tawa Pak Raka dan Bu Iren langsung mengejutkannya. Memberi kesadaran, jika ia sedang tak bermimpi buruk. Melainkan tengah berdiri di atas bara api, yang sebentar lagi akan membakar dan menghanguskannya.

Ia masih berdiri dengan canggung. Diikuti oleh tatapan Tama yang masih merasa kebingungan.

Sementara Pak Raka justru mencandai, sekaligus meledeki ketidaktahuan Tama.

Untuk menghalau perasaan tak nyaman, ia memutuskan untuk mengulurkan tangan yang mendadak gemetaran. Berusaha meletakkan file, yang tadi diminta oleh Pak Raka ke atas meja.

***

Keterangan :

Top tier university. : universitas terbaik

Terpopuler

Comments

dyul

dyul

kak pocut sebenernya dari pertama udah tertarik, cmn dia tau diri, jadinya gemeter🤣🤣🤣🤣

2024-12-27

0

YuWie

YuWie

seriuosly..iya lah. Pocut insecure sama kamu tam2 ma

2025-02-01

0

dyul

dyul

hahaha.... mas tama kaget, saingan udah terdepan🤣🤣🤣

2024-12-27

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Turn Back Crime
2 Bab 2. "Adek Cantek Boh Hate Abang"
3 Bab 3. When A Blind Man Cries
4 Bab 4. Killing Me Softly
5 Bab 5. Dangerous Liaisons
6 Bab 6. Seven Deadly Sins
7 Bab 7. "Aneuk Mameh, Bek Moe"
8 Bab 8. Enigma
9 Bab 9. Kau di Sana, Aku di Sini
10 Bab 10. What You See, What I Feel
11 Bab 11. Have Nothing to Say
12 Bab 12. Cukup Sampai di Sini
13 Bab 13. Show Me The Meaning of Being Lonely
14 Bab 14. Same Shit, Different Way
15 Bab 15. Sooner or Later
16 Bab 16. The Longest Ride
17 Bab 17. The Longest Ride (2)
18 Bab 18. Meurumpok Deungon Gata Lom
19 Bab 19. Yen Tak Sawang Sorote Mripatmu
20 Bab 20. The Man Who Can't be Moved
21 Bab 21. "Dapatkah Aku Memeluknya?"
22 Bab 22. I'm My Father's Son
23 Bab 23. Pria Berkaos Biru Gelap
24 Bab 24. Peu Haba Deungon Hate?
25 Bab 25. I'm Not Afraid
26 Bab 26. A Brave Boy
27 Bab 27. Everything Goes Fine
28 Bab 28. Hate Loen Han Get-Get Mantong
29 Bab 29. Take Me Home, I'm Fallin'
30 Bab 30. Bila Waktu Tlah Memanggil
31 Bab 31. Gone Too Soon
32 Bab 32. Loen, Gata, Jih
33 Bab 33. Han Teupu Haroh Peugah Peu
34 Bab 34. You Can't Always Get What You Want
35 Bab 35. The Love I Never Knew
36 Bab 36. Sorry, I Let You Down
37 Bab 37. Ka Seb, Sampoe Hinoe
38 Bab 38. Just Beginning
39 Bab 39. Right Here Waiting
40 Bab 40. Pelukan Tak Terduga
41 Bab 41. Neubrie Loen Wate
42 Bab 42. Unconditional Love
43 Bab 43. Rho Le Ie Mata Meunyo Tingat Masa Nyan
44 Bab 44. Kami, yang Diragukan Negara dan Warga
45 Bab 45. A Man Who Runs to God
46 Bab 46. Found You Without Looking
47 Bab 47. When Everything Goes Wrong, You Make It Right
48 Bab 48. Bah Loen Peupah Hatee Nyo Dilee
49 Bab 49. I'll Give You All
50 Bab 50. Satu Nama Tetap di Hati
51 Bab 51. Suci Sekeping Hati
52 Mohon Maaf Lahir Batin
53 Bab 52. Bialah Angin Nan Tau Rindu
54 Bab 53. Adalah Engkau
55 Bab 54. "Pria Pemberani yang Pandai Bersiasat"
56 Bab 55. No Man Ever Steps in The Same River Twice
57 Bab 56. Uroe Raya, Uroe Bagia
58 Bab 57. Aku Wanita Biasa
59 Bab 58. Tak Ada Harga Semahal Cinta
60 Bab 59. Dua Benteng Tangguh
61 Bab 60. How Can I Not Love You
62 Bab 61. Pretty Woman, The Kind I Like to Meet
63 Bab 62. Selamat Uroe Lahee, Beu Meubahgia Sabee
64 Bab 63. I Don't Like You : I Like You
65 Bab 64. Di Persimpangan Dilema
66 Bab 65. Welcome to My Life
67 Bab 66. No One Understand
68 Bab 67. One Fine Day
69 Bab 68. Never Leave You, Really Love You
70 Bab 69. Hape Laho Do Ho Among, Tumadingkon Hami On
71 Bab 70. "Keep Your Head Up!"
72 Bab 71. Mengurai Benang Kusut
73 Bab 72. Bagai Getah Dibawa ke Semak
74 Bab 73. Step by Step, Everything Will be Fine
75 Bab 74. Only Time Will Tell and Heal
76 Bab 75. The Last Man Standing
77 Bab 76. Pinangan 300 Mayam
78 Bab 77. "Terimakasih Sudah Menerimaku"
79 Bab 78. We're Such A Happy Family
80 Bab 79. We're Such A Happy Family (2)
81 Bab 80. Coz You're The One
82 Bab 81. Menyusun Kepingan Puzzle
83 Bab 82. Tanpamu Jiwaku Takkan Utuh
84 Bab 83. Memang Kau Bukan Yang Pertama Bagiku
85 Bab 84. Kaleuh Suedeh Teuka Bahgia
86 Bab 85. When Somebody Loved Me
87 Bab 86. Meusandeng Ngoen Gata : Begin Again
88 Bab 87. Memilikimu Sepanjang Malam
89 Bab 88. Memilikimu Selamanya
90 Bab 89. Bagai Anak Ayam Kehilangan Induknya
91 Bab 90. Wanna Take Forever Tonight
92 Bab 91. Alright, Wifey
93 Bab 92. Don't Wanna Close My Eyes
94 Bab 93. Merayakan Cinta
95 Bab 94. Semburat Merah di Pipi
96 Bab 95. Without You, There'd be No Sun in My Sky
97 Bab 96. There Would be No Love in My Life
98 Bab 97. Your Words Don't Define Who I Am
99 Bab 98. Tanpamu Apa Artinya, Tanpamu Serasa Hampa
100 Bab 99. Tanpamu Apa Artinya, Tanpamu Serasa Hampa (2)
101 Bab 100. Walau Di Mana Berada, Ingatku Dalam Doamu
102 Bab 101. Walau Di Mana Berada, Ingatku Dalam Doamu (2)
103 Bab 102. Jangan Berhenti Mencintaiku
104 Bab 103. Arti Kehadiranmu, Kasih
105 Bab 104. Kau Adalah Hidupku, Lengkapi Diriku
106 Bab 105. Into The Night
107 Bab 106. Too Good To Be True
108 Bab 107. Somewhere Between The Night
109 Bab 108. Rangkaian Sajak Terindah
110 Bab 109. Gelayut Mendung di Tepi Jurang
111 Bab 110. Hitam Pekat Luka
112 Bab 111. Di Dasar Jurang
113 Bab 112. 1. Hari Di Mana Janji Tertunaikan
114 Bab 112. 2. Hari Di Mana Janji Tertunaikan
115 Renjana Senja Kala (END)
116 Extra 1 : Dibuang Sayang
117 Extra 2 : Dibuang Sayang
118 Extra 3 : Välkommen till Halmstad
119 Extra 4 : Matahari di Langit Timur (1)
120 THE LAST : Matahari di Langit Timur (2)
Episodes

Updated 120 Episodes

1
Bab 1. Turn Back Crime
2
Bab 2. "Adek Cantek Boh Hate Abang"
3
Bab 3. When A Blind Man Cries
4
Bab 4. Killing Me Softly
5
Bab 5. Dangerous Liaisons
6
Bab 6. Seven Deadly Sins
7
Bab 7. "Aneuk Mameh, Bek Moe"
8
Bab 8. Enigma
9
Bab 9. Kau di Sana, Aku di Sini
10
Bab 10. What You See, What I Feel
11
Bab 11. Have Nothing to Say
12
Bab 12. Cukup Sampai di Sini
13
Bab 13. Show Me The Meaning of Being Lonely
14
Bab 14. Same Shit, Different Way
15
Bab 15. Sooner or Later
16
Bab 16. The Longest Ride
17
Bab 17. The Longest Ride (2)
18
Bab 18. Meurumpok Deungon Gata Lom
19
Bab 19. Yen Tak Sawang Sorote Mripatmu
20
Bab 20. The Man Who Can't be Moved
21
Bab 21. "Dapatkah Aku Memeluknya?"
22
Bab 22. I'm My Father's Son
23
Bab 23. Pria Berkaos Biru Gelap
24
Bab 24. Peu Haba Deungon Hate?
25
Bab 25. I'm Not Afraid
26
Bab 26. A Brave Boy
27
Bab 27. Everything Goes Fine
28
Bab 28. Hate Loen Han Get-Get Mantong
29
Bab 29. Take Me Home, I'm Fallin'
30
Bab 30. Bila Waktu Tlah Memanggil
31
Bab 31. Gone Too Soon
32
Bab 32. Loen, Gata, Jih
33
Bab 33. Han Teupu Haroh Peugah Peu
34
Bab 34. You Can't Always Get What You Want
35
Bab 35. The Love I Never Knew
36
Bab 36. Sorry, I Let You Down
37
Bab 37. Ka Seb, Sampoe Hinoe
38
Bab 38. Just Beginning
39
Bab 39. Right Here Waiting
40
Bab 40. Pelukan Tak Terduga
41
Bab 41. Neubrie Loen Wate
42
Bab 42. Unconditional Love
43
Bab 43. Rho Le Ie Mata Meunyo Tingat Masa Nyan
44
Bab 44. Kami, yang Diragukan Negara dan Warga
45
Bab 45. A Man Who Runs to God
46
Bab 46. Found You Without Looking
47
Bab 47. When Everything Goes Wrong, You Make It Right
48
Bab 48. Bah Loen Peupah Hatee Nyo Dilee
49
Bab 49. I'll Give You All
50
Bab 50. Satu Nama Tetap di Hati
51
Bab 51. Suci Sekeping Hati
52
Mohon Maaf Lahir Batin
53
Bab 52. Bialah Angin Nan Tau Rindu
54
Bab 53. Adalah Engkau
55
Bab 54. "Pria Pemberani yang Pandai Bersiasat"
56
Bab 55. No Man Ever Steps in The Same River Twice
57
Bab 56. Uroe Raya, Uroe Bagia
58
Bab 57. Aku Wanita Biasa
59
Bab 58. Tak Ada Harga Semahal Cinta
60
Bab 59. Dua Benteng Tangguh
61
Bab 60. How Can I Not Love You
62
Bab 61. Pretty Woman, The Kind I Like to Meet
63
Bab 62. Selamat Uroe Lahee, Beu Meubahgia Sabee
64
Bab 63. I Don't Like You : I Like You
65
Bab 64. Di Persimpangan Dilema
66
Bab 65. Welcome to My Life
67
Bab 66. No One Understand
68
Bab 67. One Fine Day
69
Bab 68. Never Leave You, Really Love You
70
Bab 69. Hape Laho Do Ho Among, Tumadingkon Hami On
71
Bab 70. "Keep Your Head Up!"
72
Bab 71. Mengurai Benang Kusut
73
Bab 72. Bagai Getah Dibawa ke Semak
74
Bab 73. Step by Step, Everything Will be Fine
75
Bab 74. Only Time Will Tell and Heal
76
Bab 75. The Last Man Standing
77
Bab 76. Pinangan 300 Mayam
78
Bab 77. "Terimakasih Sudah Menerimaku"
79
Bab 78. We're Such A Happy Family
80
Bab 79. We're Such A Happy Family (2)
81
Bab 80. Coz You're The One
82
Bab 81. Menyusun Kepingan Puzzle
83
Bab 82. Tanpamu Jiwaku Takkan Utuh
84
Bab 83. Memang Kau Bukan Yang Pertama Bagiku
85
Bab 84. Kaleuh Suedeh Teuka Bahgia
86
Bab 85. When Somebody Loved Me
87
Bab 86. Meusandeng Ngoen Gata : Begin Again
88
Bab 87. Memilikimu Sepanjang Malam
89
Bab 88. Memilikimu Selamanya
90
Bab 89. Bagai Anak Ayam Kehilangan Induknya
91
Bab 90. Wanna Take Forever Tonight
92
Bab 91. Alright, Wifey
93
Bab 92. Don't Wanna Close My Eyes
94
Bab 93. Merayakan Cinta
95
Bab 94. Semburat Merah di Pipi
96
Bab 95. Without You, There'd be No Sun in My Sky
97
Bab 96. There Would be No Love in My Life
98
Bab 97. Your Words Don't Define Who I Am
99
Bab 98. Tanpamu Apa Artinya, Tanpamu Serasa Hampa
100
Bab 99. Tanpamu Apa Artinya, Tanpamu Serasa Hampa (2)
101
Bab 100. Walau Di Mana Berada, Ingatku Dalam Doamu
102
Bab 101. Walau Di Mana Berada, Ingatku Dalam Doamu (2)
103
Bab 102. Jangan Berhenti Mencintaiku
104
Bab 103. Arti Kehadiranmu, Kasih
105
Bab 104. Kau Adalah Hidupku, Lengkapi Diriku
106
Bab 105. Into The Night
107
Bab 106. Too Good To Be True
108
Bab 107. Somewhere Between The Night
109
Bab 108. Rangkaian Sajak Terindah
110
Bab 109. Gelayut Mendung di Tepi Jurang
111
Bab 110. Hitam Pekat Luka
112
Bab 111. Di Dasar Jurang
113
Bab 112. 1. Hari Di Mana Janji Tertunaikan
114
Bab 112. 2. Hari Di Mana Janji Tertunaikan
115
Renjana Senja Kala (END)
116
Extra 1 : Dibuang Sayang
117
Extra 2 : Dibuang Sayang
118
Extra 3 : Välkommen till Halmstad
119
Extra 4 : Matahari di Langit Timur (1)
120
THE LAST : Matahari di Langit Timur (2)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!