Bab 15. Sooner or Later

Sooner or Later

(Cepat atau lambat)

***

Surabaya

Tama

Ia kembali disibukkan oleh pekerjaan. Tenggelam dalam rutinitas sebagai penegak hukum. Bersama tim dan jajarannya, berusaha mengungkap berbagai kasus terbaru yang cukup menyita perhatian masyarakat.

Terlebih data di lapangan menunjukkan, adanya eskalasi peningkatan, untuk kasus kejahatan tertentu di wilayah yang menjadi tanggung jawabnya.

Semua itu berhasil menjadikan waktu seminggu seolah hanya sekejap mata. Tanpa terasa sudah kembali bertemu dengan weekend. Yang untuk saat ini menjadi waktu paling spesial bagi dirinya.

Ya. Sebab usai berpisah dengan Kinan, ia memperoleh jadwal khusus bersama Reka di tiap weekend. Menyenangkan bukan?

Ia bahkan selalu meminta Yu Adah, untuk membersihkan kamar Reka. Berharap suatu saat Reka mau menempatinya.

Iya lagi. Jika saat ini dirinya masih tinggal di rumah mereka. Meski proses balik nama di atas kuasa sudah dilakukan. Sebab rumah ini sejatinya telah menjadi hak milik Reka.

"Mas silakan tempati rumah itu," ucap Kinan saat malam itu ia mengembalikan Kinan pada ibunya.

"Sayang kalau dibiarkan kosong. Nanti malah rusak."

"Repot lagi untuk biaya perbaikan."

Ia mengangguk.

Ya, tentu saja. Kinan pasti enggan untuk menempati rumah mereka. Sebab sudah terlanjur nyaman berada di rumah sendiri.

Sementara sampai saat ini, ia masih belum bisa memikirkan tempat tinggal selain rumah mereka.

"Beri aku waktu," gumamnya. "Kalau dapat rumah kontrakan baru atau apartemen, aku langsung pindah."

Kinan diam, sama sekali tak bereaksi. Hanya memberinya tatapan, yang diselimuti rasa penuh penyesalan.

Dan untuk mempersiapkan pertemuannya dengan Reka, ia telah berusaha menghubungi Dara. Menanyakan semua hal yang ingin diketahuinya. Sekaligus meminta saran tentang apa yang harus dilakukan. Agar hubungan rumitnya dengan Reka bisa berangsur membaik.

"Anak bisa saja merasa kehilangan, marah, bingung, cemas, dan sederet emosi negatif lainnya akibat dari perpisahan kedua orangtua," ujar Dara melalui sambungan ponsel.

"Anak juga mungkin sering bertanya-tanya, walau tak pernah terucap. Tentang mengapa perpisahan bisa terjadi?"

"Apakah karena kesalahannya, hingga membuat orangtua berpisah?"

"Dan rasa bersalah ini bisa menumpuk, lalu mengendap. Akhirnya memancing stres, memancing perilaku di luar nalar, atau masalah kesehatan lainnya."

"Tapi yang paling parah bisa sampai depresi."

Ia hanya bisa menghela napas panjang mendengar penuturan Dara.

"Reka bahkan mengalami kebingungan sejak balita," gumamnya getir. "Can i fixed this (bisakah aku memperbaikinya)?"

"Harus bisa," jawab Dara cepat.

"Harus?" ia tertawa sumbang. "Berarti hampir nggak mungkin dong?"

"Yang dibutuhkan anak dari orangtua sebenarnya sederhana," sambung Dara.

"Apa?"

"Kehadiran orangtuanya."

Ia mengernyit.

"Bukan hanya tentang kehadiran secara fisik. Tapi kehadiran emosional."

Ia semakin mengernyit.

"Bagaimana orangtua meluangkan waktu untuk sekedar mengobrol."

"Bagaimana orangtua menunjukkan jika cinta dan kasih sayang itu benar-benar tanpa syarat."

"Kita bisa menunjukkannya melalui sikap, perbuatan, dan tauladan."

"Agar anak tahu, orangtua bisa menjadi rumah bagi mereka."

"Membuat mereka tak perlu khawatir dan takut untuk menjadi diri sendiri."

"Dan anak menjadi tahu, bahwa seburuk apapun keadaan, orangtua tetap memiliki cinta dan kasih sayang yang sama. Tak berkurang sedikitpun."

Ia kembali menarik napas panjang. Kalimat yang diucapkan oleh Dara bagai serentetan peluru tajam. Yang dengan tanpa ampun mengoyak keseluruhan dirinya.

"Reka mungkin masih bingung dalam mengambil sikap, Mas," lanjut Dara.

"Dia sendiri sedang merasa kewalahan dengan hormon pubertas. Ditambah perpisahan orangtua."

"Respons paling mudah ya ... marah."

Ia mengangguk mengerti.

Dan saat ini, ia tengah menunggu Reka, yang sedang berlatih bersama klub renangnya.

"Reka udah nggak tertarik sama sepakbola sejak cedera," terang Kinan beberapa waktu lalu. "Sekarang lagi seneng berenang."

Ia segera bangkit dari duduk. Lalu berjalan mendekat ke pagar pembatas. Agar bisa melihat Reka dengan lebih baik. Yang kini tengah bersiap melakukan start, untuk 50M gaya bebas.

"Raffi!"

"Filio!"

"Arsya!"

Pekik beberapa orang yang duduk di bangku penonton. Sebagian besar adalah para orangtua yang sedang menunggu. Termasuk anak-anak seusia SMP sesama anggota klub. Yang duduk berbaris di pinggir kolam.

"AYO REKA!" ia ikut berteriak.

Bertepatan dengan bunyi bel.

BYUR!

Enam anak usia SMP sudah melakukan start terbaiknya. Disusul dengan teriakan para penonton.

"Habisin Filio!" pekik anak-anak di pinggir kolam.

"Habisin!"

"Habisin!"

Dan ia hanya bisa mendesis. Ketika Reka harus finish di tempat kedua dari belakang.

"Reka, 40,11 detik," pelatih meneriakkan catatan waktu yang diraih oleh Reka.

Ia pun langsung menuliskannya di dalam ponsel.

Reka. : 40,11 detik

Finish 1 : 32,23 detik

Ada selisih waktu hampir delapan detik. Cukup jauh.

Tapi jika dilihat dari semangat yang ditunjukkan Reka. Ia yakin, suatu saat putranya itu bisa melampaui catatan waktu terbaik di klub ini.

"Jalan ke mana kita?" tanyanya riang. Begitu Reka muncul dari arah ruang ganti. Sembari mencangklong back pack berwarna hitam.

Tapi Reka tak menggubris pertanyaannya. Justru sibuk sendiri berpamitan dengan beberapa orang teman-temannya.

"Iku (itu) ayahmu ta?"

Lagi-lagi Reka tak menjawab pertanyaan teman-temannya.

Membuatnya berinisiatif untuk melempar senyum, pada semua orang yang mereka lewati seraya melambaikan tangan, "Iyo, iki ayahe Reka (iya, ini ayahnya Reka)."

Beberapa teman Reka terutama anak perempuan, langsung saling berbisik sambil sesekali cekikikan. Tapi sembari terus melihat ke arahnya. Sementara Reka memasang wajah murung dan berjalan cepat meninggalkan dirinya.

"Reka! Tunggu!"

"Kenapa Ayah masuk ke dalam?" gerutu Reka saat mereka telah berada di tempat parkir.

Ia mengernyit tak mengerti.

"Besok tunggu di parkiran aja!" sambung Reka yang semakin bersungut-sungut.

Ia hanya bisa menghela napas panjang. Lebih memilih untuk menekan remote mobil. Daripada harus meladeni kekesalan Reka. Sepertinya, ini akan menjadi hari Sabtu yang teramat panjang.

"Ada ide kita mau ke mana?" ia telah menyalakan mesin kendaraan.

Tapi Reka tak menjawab. Sebab tengah sibuk dengan ponselnya.

"Habis latihan pasti cape," kini ia sudah mengarahkan kemudi keluar dari tempat parkir. "Mau makan apa?"

"Terserah!" jawab Reka ketus. Tanpa mengalihkan pandangan dari layar ponsel.

Ia mengangguk mengerti.

Jauh sebelum berangkat menjemput Reka, ia telah mengafirmasi diri mengikuti saran dari Dara. Jika ia harus tetap tenang, sabar, dan jangan sampai terpancing dengan tingkah Reka.

Untuk memecah kesunyian, ia pun mulai memutar audio di dalam mobil. Berusaha mencari frekuensi radio yang easy listening.

Senyumnya langsung terkembang, begitu mendengar nada yang cukup familiar.

Well, I won't give up on us

Even if the skies get rough

I'm giving you all my love

I'm still looking up

And when you're needing your space

To do some navigating

I'll be here patiently waiting

To see what you find

(Jason Mraz, I won't give up)

Dan karena Reka tetap diam seribu bahasa. Ia akhirnya memutuskan, untuk mengarahkan kemudi menuju restoran cepat saji favorit Reka di masa kecil. Yang berada tak jauh dari rumah Kinan. Menjadi destinasi sempurna sebagai tempat kongkow bersama ABG di hari Sabtu.

"Nggak ada pilihan lain apa?" Reka mengernyit ketika ia membelokkan kemudi memasuki halaman depan restoran.

"Lho ...." ia tertawa. "Ini kan restoran favorit kamu waktu kecil."

Reka melihat ke arahnya dengan sengit, "Aku bukan anak kecil lagi."

Ia yang baru saja selesai parkir mengernyit, "Oke ... kamu mau kita makan di mana?"

Tapi Reka justru membuang muka. Kemudian melepas seat belt dengan kasar. Dan langsung membuka pintu. Hanya untuk membantingnya sejurus kemudian.

***

Reka

Ia benar-benar tak tahu apa yang harus dilakukan.

Karena saat ini, keinginannya hanya satu. Yaitu melampiaskan amarah pada sosok pria yang dipanggil ayah.

Meski tak pernah terucap, ia bukannya tak tahu, jika bunda sering menangis sendirian di malam hari.

Ia bahkan pernah tak sengaja menemukan, tempat penyimpanan obat milik bunda. Yang ketika nama obatnya di searching di internet, jawaban yang keluar adalah sejenis anti depresan berdosis tinggi.

Apa sebenarnya yang sedang terjadi?

Ia benar-benar tak bisa memahami.

Bunda yang terlihat tegar, namun ia tahu pasti teramat rapuh. Dan ayah yang jarang bahkan hampir tak pernah pulang ke rumah, dengan dalih disibukkan oleh pekerjaan.

Detik itu juga, rasa bencinya terhadap ayah mulai menumpuk. Bahkan semakin hari kian berlipat ganda.

Ia tak lagi bisa mengingat, kapan kali terakhir bermain dan bercanda bersama ayah. Seperti yang sering dilakukan oleh teman-temannya.

Ayah memang memberinya kartu sakti. Yang bisa membeli apapun barang keinginannya.

Ayah juga sesekali mengirim pesan chat, meski hanya untuk bertanya kabar. Atau menelepon, yang tak pernah ia angkat.

"Apa kita hanya duduk di sini seperti orang asing?"

Suara berat ayah kini mampir di telinganya. Membuyarkan lamunan yang membuatnya bersungut kesal.

"Ayah ingin kita berteman."

Ia mengalihkan pandangan dari piring makanan miliknya. Mencoba menantang mata ayah yang terlihat memohon.

"Aku nggak berteman dengan bapak-bapak," jawabnya ketus. Kembali melahap makanan di hadapannya.

Ayah tertawa, "Kalau sahabat ... gimana?"

Ia mendecak kesal. Tapi tetap melanjutkan makan. Berusaha mengacuhkan tawaran yang terdengar aneh.

"Ayah kirim nomor ponsel dinas ke kamu ya," gumam ayahnya seraya memegang ponsel.

"Hanya orang-orang tertentu yang tahu nomor ponsel dinas ayah," lanjut ayah lagi.

"Dan sekarang kamu tahu ...." ayah pasti sedang menatapnya. Tapi ia justru kian menundukkan kepala.

"Itu artinya ... kamu spesial di mata ayah," sambung ayah. "Sangat spesial."

Namun kalimat terakhir yang diucapkan ayah, justru membuatnya ingin muntah.

Lagipula ia telah berjanji dalam hati. Tak pernah ada jalan yang mudah untuk ayah. Sebagai akibat dari mengacuhkan bunda juga dirinya. Menepikan mereka berdua selama bertahun-tahun. Melewatkan begitu banyak momen penting yang takkan bisa terulang lagi.

"Kamu bisa nelepon ayah sepanjang waktu selama 24 jam," ayah kembali berucap.

Tapi ia tetap acuh. Sama sekali tak memberikan jawaban atau reaksi apapun.

***

Tama

Weekend pertama, kedua, dan seterusnya. Semua berlalu tanpa perkembangan berarti.

Reka tetap memasang wajah kecut, dingin, dan tak banyak bicara.

Reka juga selalu menjawab pertanyaannya dengan nada ketus. Dan hanya berupa potongan kalimat singkat.

"Iya."

"Enggak."

"Nggak tahu."

Reka pernah mengatakan kalimat yang lumayan panjang. Tapi itu saat meminta izin untuk kemping di sebuah bukit bersama teman-temannya.

"Bunda bilang harus minta izin ke ayah," gumam Reka dengan wajah kesal.

Itu artinya, jika Kinan tak menyuruh Reka untuk meminta izin padanya, maka takkan ada kalimat panjang yang dilontarkan padanya.

"Sabar ...." begitu kata Dara ketika ia hampir menyerah.

Jujur saja, ia lebih suka berhadapan dengan residivis berbahaya daripada harus meraih hati putranya sendiri. Sebab semua terasa begitu sulit seolah tanpa harapan.

"Yang penting Mas sudah hadir secara fisik. Meski hanya seminggu sekali."

"Kenyamanan itu butuh proses."

Membuatnya kembali melampiaskan kegamangan pada tugas dan pekerjaan. Terlebih kasus kematian Om Jusuf masih menjadi sorotan nasional. Media seolah berlomba mengorek informasi dari berbagai penjuru. Menerbitkan berita yang dijamin laris seperti kacang goreng, sebab kasus ini menyangkut pesohor negeri.

Tapi ia harus tetap mematuhi perintah. Dengan mengeluarkan SP3 dan mempetieskan kasus Om Jusuf.

Cundamanik yang masih berstatus sebagai saksi mau tak mau harus dilepaskan.

Dan dengan disponsori oleh Rajas, artis belia itu memutuskan untuk menenangkan diri sementara waktu ke Stockholm, Swedia.

"Gua yakin bisa ungkap pelakunya," gumam Rajas. "Asalkan Cundamanik gua pegang."

Ia jelas tak lagi bisa membantu. Perintah sudah diputuskan dan harus dilaksanakan.

"You doing well (kau melakukannya dengan baik)," Rajas menepuk bahunya dengan penuh pengertian.

Tapi ia tahu, terhitung detik ini juga, ia telah memiliki satu hutang besar kepada Rajas. Yang entah kapan bisa ditunaikan.

Ia hanya bisa berharap, kisah kelam antara Papa dan Hamzah Ishak, tak terulang padanya.

Pasti akan sangat menakutkan.

Entah ... apakah kelak ia bisa menghadapinya atau malah tumbang?

Media tentu tak tinggal diam dengan keputusan sepihak yang diumumkan. Banyak kalangan bahkan merasa tak puas. Namanya sebagai seorang Dirreskrimum jelas sedang dipertaruhkan.

Tapi terkadang, jalan keluar justru datang dari arah yang tak terduga.

Tanpa ada desas desus mendahului sebelumnya, Metro 1 memanggilnya. Menyampaikan perihal keputusan yang telah ditetapkan melalui telegram. Tentang perombakan jabatan di korps mereka.

"Ada sejumlah perwira tinggi dan perwira menengah yang dimutasi dalam jabatan baru."

Ia menjadi salah satu dari sekian perwira menengah yang dimutasi.

Ke satu tempat yang bahkan tak pernah dibayangkannya.

Jakarta.

"Ini mungkin pertemuan rutin terakhir kita," ucapnya dengan berat hati pada Reka. Yang seperti biasa, tetap tenggelam di hadapan layar ponsel. Sama sekali tak menghiraukannya.

Alih-alih hubungan mereka berdua menunjukkan kemajuan. Yang ada malah bagai menegakkan benang basah.

Dan sekarang, mereka kembali harus terpisahkan jarak, ruang, dan waktu. Membuat segalanya terasa semakin sulit.

"Kita masih bisa melakukan banyak hal bersama," ia mengikuti saran dari Dara.

"Ayah janji ... akan datang ke Surabaya sebulan sekali."

Reka mendongak ke arahnya.

"Dua minggu sekali?" ia mencoba tersenyum.

Namun Reka justru kembali tenggelam di depan gadgetnya. Sama sekali tak bereaksi seperti yang diinginkannya.

"Atau Reka yang liburan ke Jakarta ...." ia kembali menawarkan opsi.

"Nanti ayah ajak ke tempat-tempat terb ...." namun kalimatnya terpotong di udara karena Reka menyela.

"Kapan selesainya?"

"Apa?" ia mengernyit tak mengerti.

"Kapan pulang? Ini udah lebih dari waktu yang biasanya," sungut Reka. "Kemarin jam segini aku udah di rumah."

Ia menghela napas panjang, kemudian mengembuskannya perlahan. Benar-benar perlahan. Sebab ia sedikit mengalami kesulitan untuk memilih. Antara menutup luka yang kembali menganga atau menunjukkan dominasi sebagai seorang ayah.

Setelah aura hening yang tak seberapa lama. Ia akhirnya berhasil menemukan kalimat yang sepertinya cukup tepat,

"Oke, Reka ... ayah tunggu di Jakarta."

***

Terpopuler

Comments

dyul

dyul

emakmu.... yg ngejauhin
si paling mederita

2024-12-27

0

Fitri Handayani

Fitri Handayani

padahal Kinan yang menciptakan jarak dari reka dan mas Tama .

2024-08-25

0

Fitri Handayani

Fitri Handayani

sumpah kebanyangin berada di posisi reka itu berat banget . jadi sampai nangis kasihan sama reka

2024-08-25

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Turn Back Crime
2 Bab 2. "Adek Cantek Boh Hate Abang"
3 Bab 3. When A Blind Man Cries
4 Bab 4. Killing Me Softly
5 Bab 5. Dangerous Liaisons
6 Bab 6. Seven Deadly Sins
7 Bab 7. "Aneuk Mameh, Bek Moe"
8 Bab 8. Enigma
9 Bab 9. Kau di Sana, Aku di Sini
10 Bab 10. What You See, What I Feel
11 Bab 11. Have Nothing to Say
12 Bab 12. Cukup Sampai di Sini
13 Bab 13. Show Me The Meaning of Being Lonely
14 Bab 14. Same Shit, Different Way
15 Bab 15. Sooner or Later
16 Bab 16. The Longest Ride
17 Bab 17. The Longest Ride (2)
18 Bab 18. Meurumpok Deungon Gata Lom
19 Bab 19. Yen Tak Sawang Sorote Mripatmu
20 Bab 20. The Man Who Can't be Moved
21 Bab 21. "Dapatkah Aku Memeluknya?"
22 Bab 22. I'm My Father's Son
23 Bab 23. Pria Berkaos Biru Gelap
24 Bab 24. Peu Haba Deungon Hate?
25 Bab 25. I'm Not Afraid
26 Bab 26. A Brave Boy
27 Bab 27. Everything Goes Fine
28 Bab 28. Hate Loen Han Get-Get Mantong
29 Bab 29. Take Me Home, I'm Fallin'
30 Bab 30. Bila Waktu Tlah Memanggil
31 Bab 31. Gone Too Soon
32 Bab 32. Loen, Gata, Jih
33 Bab 33. Han Teupu Haroh Peugah Peu
34 Bab 34. You Can't Always Get What You Want
35 Bab 35. The Love I Never Knew
36 Bab 36. Sorry, I Let You Down
37 Bab 37. Ka Seb, Sampoe Hinoe
38 Bab 38. Just Beginning
39 Bab 39. Right Here Waiting
40 Bab 40. Pelukan Tak Terduga
41 Bab 41. Neubrie Loen Wate
42 Bab 42. Unconditional Love
43 Bab 43. Rho Le Ie Mata Meunyo Tingat Masa Nyan
44 Bab 44. Kami, yang Diragukan Negara dan Warga
45 Bab 45. A Man Who Runs to God
46 Bab 46. Found You Without Looking
47 Bab 47. When Everything Goes Wrong, You Make It Right
48 Bab 48. Bah Loen Peupah Hatee Nyo Dilee
49 Bab 49. I'll Give You All
50 Bab 50. Satu Nama Tetap di Hati
51 Bab 51. Suci Sekeping Hati
52 Mohon Maaf Lahir Batin
53 Bab 52. Bialah Angin Nan Tau Rindu
54 Bab 53. Adalah Engkau
55 Bab 54. "Pria Pemberani yang Pandai Bersiasat"
56 Bab 55. No Man Ever Steps in The Same River Twice
57 Bab 56. Uroe Raya, Uroe Bagia
58 Bab 57. Aku Wanita Biasa
59 Bab 58. Tak Ada Harga Semahal Cinta
60 Bab 59. Dua Benteng Tangguh
61 Bab 60. How Can I Not Love You
62 Bab 61. Pretty Woman, The Kind I Like to Meet
63 Bab 62. Selamat Uroe Lahee, Beu Meubahgia Sabee
64 Bab 63. I Don't Like You : I Like You
65 Bab 64. Di Persimpangan Dilema
66 Bab 65. Welcome to My Life
67 Bab 66. No One Understand
68 Bab 67. One Fine Day
69 Bab 68. Never Leave You, Really Love You
70 Bab 69. Hape Laho Do Ho Among, Tumadingkon Hami On
71 Bab 70. "Keep Your Head Up!"
72 Bab 71. Mengurai Benang Kusut
73 Bab 72. Bagai Getah Dibawa ke Semak
74 Bab 73. Step by Step, Everything Will be Fine
75 Bab 74. Only Time Will Tell and Heal
76 Bab 75. The Last Man Standing
77 Bab 76. Pinangan 300 Mayam
78 Bab 77. "Terimakasih Sudah Menerimaku"
79 Bab 78. We're Such A Happy Family
80 Bab 79. We're Such A Happy Family (2)
81 Bab 80. Coz You're The One
82 Bab 81. Menyusun Kepingan Puzzle
83 Bab 82. Tanpamu Jiwaku Takkan Utuh
84 Bab 83. Memang Kau Bukan Yang Pertama Bagiku
85 Bab 84. Kaleuh Suedeh Teuka Bahgia
86 Bab 85. When Somebody Loved Me
87 Bab 86. Meusandeng Ngoen Gata : Begin Again
88 Bab 87. Memilikimu Sepanjang Malam
89 Bab 88. Memilikimu Selamanya
90 Bab 89. Bagai Anak Ayam Kehilangan Induknya
91 Bab 90. Wanna Take Forever Tonight
92 Bab 91. Alright, Wifey
93 Bab 92. Don't Wanna Close My Eyes
94 Bab 93. Merayakan Cinta
95 Bab 94. Semburat Merah di Pipi
96 Bab 95. Without You, There'd be No Sun in My Sky
97 Bab 96. There Would be No Love in My Life
98 Bab 97. Your Words Don't Define Who I Am
99 Bab 98. Tanpamu Apa Artinya, Tanpamu Serasa Hampa
100 Bab 99. Tanpamu Apa Artinya, Tanpamu Serasa Hampa (2)
101 Bab 100. Walau Di Mana Berada, Ingatku Dalam Doamu
102 Bab 101. Walau Di Mana Berada, Ingatku Dalam Doamu (2)
103 Bab 102. Jangan Berhenti Mencintaiku
104 Bab 103. Arti Kehadiranmu, Kasih
105 Bab 104. Kau Adalah Hidupku, Lengkapi Diriku
106 Bab 105. Into The Night
107 Bab 106. Too Good To Be True
108 Bab 107. Somewhere Between The Night
109 Bab 108. Rangkaian Sajak Terindah
110 Bab 109. Gelayut Mendung di Tepi Jurang
111 Bab 110. Hitam Pekat Luka
112 Bab 111. Di Dasar Jurang
113 Bab 112. 1. Hari Di Mana Janji Tertunaikan
114 Bab 112. 2. Hari Di Mana Janji Tertunaikan
115 Renjana Senja Kala (END)
116 Extra 1 : Dibuang Sayang
117 Extra 2 : Dibuang Sayang
118 Extra 3 : Välkommen till Halmstad
119 Extra 4 : Matahari di Langit Timur (1)
120 THE LAST : Matahari di Langit Timur (2)
Episodes

Updated 120 Episodes

1
Bab 1. Turn Back Crime
2
Bab 2. "Adek Cantek Boh Hate Abang"
3
Bab 3. When A Blind Man Cries
4
Bab 4. Killing Me Softly
5
Bab 5. Dangerous Liaisons
6
Bab 6. Seven Deadly Sins
7
Bab 7. "Aneuk Mameh, Bek Moe"
8
Bab 8. Enigma
9
Bab 9. Kau di Sana, Aku di Sini
10
Bab 10. What You See, What I Feel
11
Bab 11. Have Nothing to Say
12
Bab 12. Cukup Sampai di Sini
13
Bab 13. Show Me The Meaning of Being Lonely
14
Bab 14. Same Shit, Different Way
15
Bab 15. Sooner or Later
16
Bab 16. The Longest Ride
17
Bab 17. The Longest Ride (2)
18
Bab 18. Meurumpok Deungon Gata Lom
19
Bab 19. Yen Tak Sawang Sorote Mripatmu
20
Bab 20. The Man Who Can't be Moved
21
Bab 21. "Dapatkah Aku Memeluknya?"
22
Bab 22. I'm My Father's Son
23
Bab 23. Pria Berkaos Biru Gelap
24
Bab 24. Peu Haba Deungon Hate?
25
Bab 25. I'm Not Afraid
26
Bab 26. A Brave Boy
27
Bab 27. Everything Goes Fine
28
Bab 28. Hate Loen Han Get-Get Mantong
29
Bab 29. Take Me Home, I'm Fallin'
30
Bab 30. Bila Waktu Tlah Memanggil
31
Bab 31. Gone Too Soon
32
Bab 32. Loen, Gata, Jih
33
Bab 33. Han Teupu Haroh Peugah Peu
34
Bab 34. You Can't Always Get What You Want
35
Bab 35. The Love I Never Knew
36
Bab 36. Sorry, I Let You Down
37
Bab 37. Ka Seb, Sampoe Hinoe
38
Bab 38. Just Beginning
39
Bab 39. Right Here Waiting
40
Bab 40. Pelukan Tak Terduga
41
Bab 41. Neubrie Loen Wate
42
Bab 42. Unconditional Love
43
Bab 43. Rho Le Ie Mata Meunyo Tingat Masa Nyan
44
Bab 44. Kami, yang Diragukan Negara dan Warga
45
Bab 45. A Man Who Runs to God
46
Bab 46. Found You Without Looking
47
Bab 47. When Everything Goes Wrong, You Make It Right
48
Bab 48. Bah Loen Peupah Hatee Nyo Dilee
49
Bab 49. I'll Give You All
50
Bab 50. Satu Nama Tetap di Hati
51
Bab 51. Suci Sekeping Hati
52
Mohon Maaf Lahir Batin
53
Bab 52. Bialah Angin Nan Tau Rindu
54
Bab 53. Adalah Engkau
55
Bab 54. "Pria Pemberani yang Pandai Bersiasat"
56
Bab 55. No Man Ever Steps in The Same River Twice
57
Bab 56. Uroe Raya, Uroe Bagia
58
Bab 57. Aku Wanita Biasa
59
Bab 58. Tak Ada Harga Semahal Cinta
60
Bab 59. Dua Benteng Tangguh
61
Bab 60. How Can I Not Love You
62
Bab 61. Pretty Woman, The Kind I Like to Meet
63
Bab 62. Selamat Uroe Lahee, Beu Meubahgia Sabee
64
Bab 63. I Don't Like You : I Like You
65
Bab 64. Di Persimpangan Dilema
66
Bab 65. Welcome to My Life
67
Bab 66. No One Understand
68
Bab 67. One Fine Day
69
Bab 68. Never Leave You, Really Love You
70
Bab 69. Hape Laho Do Ho Among, Tumadingkon Hami On
71
Bab 70. "Keep Your Head Up!"
72
Bab 71. Mengurai Benang Kusut
73
Bab 72. Bagai Getah Dibawa ke Semak
74
Bab 73. Step by Step, Everything Will be Fine
75
Bab 74. Only Time Will Tell and Heal
76
Bab 75. The Last Man Standing
77
Bab 76. Pinangan 300 Mayam
78
Bab 77. "Terimakasih Sudah Menerimaku"
79
Bab 78. We're Such A Happy Family
80
Bab 79. We're Such A Happy Family (2)
81
Bab 80. Coz You're The One
82
Bab 81. Menyusun Kepingan Puzzle
83
Bab 82. Tanpamu Jiwaku Takkan Utuh
84
Bab 83. Memang Kau Bukan Yang Pertama Bagiku
85
Bab 84. Kaleuh Suedeh Teuka Bahgia
86
Bab 85. When Somebody Loved Me
87
Bab 86. Meusandeng Ngoen Gata : Begin Again
88
Bab 87. Memilikimu Sepanjang Malam
89
Bab 88. Memilikimu Selamanya
90
Bab 89. Bagai Anak Ayam Kehilangan Induknya
91
Bab 90. Wanna Take Forever Tonight
92
Bab 91. Alright, Wifey
93
Bab 92. Don't Wanna Close My Eyes
94
Bab 93. Merayakan Cinta
95
Bab 94. Semburat Merah di Pipi
96
Bab 95. Without You, There'd be No Sun in My Sky
97
Bab 96. There Would be No Love in My Life
98
Bab 97. Your Words Don't Define Who I Am
99
Bab 98. Tanpamu Apa Artinya, Tanpamu Serasa Hampa
100
Bab 99. Tanpamu Apa Artinya, Tanpamu Serasa Hampa (2)
101
Bab 100. Walau Di Mana Berada, Ingatku Dalam Doamu
102
Bab 101. Walau Di Mana Berada, Ingatku Dalam Doamu (2)
103
Bab 102. Jangan Berhenti Mencintaiku
104
Bab 103. Arti Kehadiranmu, Kasih
105
Bab 104. Kau Adalah Hidupku, Lengkapi Diriku
106
Bab 105. Into The Night
107
Bab 106. Too Good To Be True
108
Bab 107. Somewhere Between The Night
109
Bab 108. Rangkaian Sajak Terindah
110
Bab 109. Gelayut Mendung di Tepi Jurang
111
Bab 110. Hitam Pekat Luka
112
Bab 111. Di Dasar Jurang
113
Bab 112. 1. Hari Di Mana Janji Tertunaikan
114
Bab 112. 2. Hari Di Mana Janji Tertunaikan
115
Renjana Senja Kala (END)
116
Extra 1 : Dibuang Sayang
117
Extra 2 : Dibuang Sayang
118
Extra 3 : Välkommen till Halmstad
119
Extra 4 : Matahari di Langit Timur (1)
120
THE LAST : Matahari di Langit Timur (2)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!