Bab 2. "Adek Cantek Boh Hate Abang"

"Adek Cantek Boh Hate Abang"

(Adik cantik kesayangan Abang -bahasa Aceh-)

***

Jakarta, dini hari

Pocut

Apakah sekarang ia sedang bermimpi?

Kemungkinan besar. Sebab ia melihat bang Is menyantap makan siang di dapur.

"Abang?" panggilnya sekedar memastikan.

Pria rupawan itu mendongak seraya melempar senyum. Namun tak mengucapkan sepatah kata pun, sama seperti pertemuan mereka sebelumnya.

Entahlah, akhir-akhir ini bang Is kerap datang berkunjung meski mereka tak pernah berbicara. Hanya saling menatap dan melempar senyum. Meski begitu, kehadiran bang Is sudah menjadi momen paling berharga baginya.

Kali ini ia tak ingin membuang kesempatan. Seraya mengembuskan napas meneguhkan hati, ia memberanikan diri mengambil duduk di hadapan pria yang sedang melahap nasi putih dengan lauk favorit, kuah asam keu-eung.

Ia memperhatikan bagaimana jemari kokoh itu menyendok nasi beserta lauk, lalu melahapnya dengan gerakan cepat. Ciri khas bang Is jika sedang makan. Seperti hendak menunjukkan sikap bahwa waktu tak boleh terbuang percuma. Bahwa kehidupan hanyalah secepat mengedipkan kelopak mata.

"Abang mau tambah?" tawarnya demi melihat isi piring sudah hampir kosong.

Bang Is tersenyum mengangguk.

Ia bersegera mengambil piring lalu beranjak ke sisi dapur yang bersisian dengan dinding kamar mamak, tempat di mana sebuah meja kecil menyimpan magic com.

"Nasi banyak atau sedikit?" tanyanya ingin tahu.

Namun tak terdengar jawaban.

Ia pun berinisiatif menyendokkan satu centong nasi ke dalam piring, lalu beralih ke depan kompor mengambil sepotong ikan tongkol dari atas wajan, dan menyiramnya dengan kuah asam keu-eung.

"Abang lapar?" tanyanya begitu meletakkan piring berisi nasi dan lauk ke atas meja.

Pria itu menyambut dengan penuh suka cita. Melahap makanan dari dalam piring tanpa ragu. Sementara ia kembali terpaku memandangi cara suami tercintanya makan. Cepat, tangkas, cekatan, tak ada leha-leha, apalagi bermalas-malasan.

"Loen rindu keu gata (aku merindukanmu) ...." bisiknya tanpa sadar dengan air mata berlinang.

Ia benar-benar merindukan keberadaan bang Is di sisi. Amat sangat merindu.

Ingatannya lantas melayang pada kebersamaan terakhir mereka sebelum berbulan-bulan kemudian bang Is dinyatakan meninggal tertembak perompak. Mereka sekeluarga piknik ke Ragunan, masuk melalui pintu utara, dan langsung disuguhi pemandangan indah berupa taman kandang burung Pelikan. Lengkap dengan sekumpulan burung Pelikan yang berjajar cantik seolah menyambut kedatangan mereka.

Sasa bertepuk tangan dengan riang. Bang Is lantas meraih Sasa dan mengangkat putri bungsu mereka tinggi-tinggi agar bisa melihat burung Pelikan lain yang bersembunyi di taman.

Dari burung Pelikan, mereka beralih melihat sekumpulan orang utan, melewati kandang buaya muara, mengunjungi beruang madu, kemudian mengamati berbagai jenis burung.

"Canciiiik ...." seru Sasa dengan mata takjub ketika mereka melewati burung merak yang sedang meregang memamerkan bulu.

"Sasa suka?" tanya Icad antusias. "Nanti Abang buatin gambar burung merak yang bulunya indah, khusus buat Sasa."

"Aku mau!" Umay mengangkat tangan kanan tak mau kalah. "Aku juga mau digambarin sama Abang!"

"Antre, ya," jawab Icad tak acuh. "Aku mau gambarin buat Sasa dulu."

"Nggak apa-apa antre juga." Umay tetap gembira. "Yang penting aku digambarin buaya yang tadi, sama beruang madu, burung beo, sama ...."

"Ogah, ah!" tolak Icad cepat. "Kamu bukannya nyuruh orang ngegambar tapi ngerjain! Itu sih minta digambarin sekebun binatang namanya!" Icad menolak mentah-mentah.

"Ah, Abang pilih kasih! Nggak adil!" Umay kesal dan berkacak pinggang.

"Umay gambarin juga dong, Bang," gumam bang Is berusaha meredam gejolak adik-kakak.

"Umay juga." Bang Is melihat ke arah Umay yang merengut, tak terima mendapat penolakan dari sang kakak. "Minta gambarnya jangan banyak-banyak. Secukupnya saja."

"Tuh!" Icad bersorak kegirangan sambil menunjuk muka Umay.

"Ya udah!" Umay akhirnya menyerah. "Gambarin aku burung elang aja."

Ia dan bang Is tergelak bersama.

Dari kandang burung, mereka melewati kandang harimau putih yang berhasil menghipnotis Icad dan Umay. Dua putranya itu terkesima melihat betapa gagah seekor harimau putih berjalan dari satu sisi kandang ke sisi lain. Kemudian mereka beralih memperhatikan harimau Sumatera, lalu singa.

"Hauuuummm!" Tiba-tiba Umay mengagetkan Sasa.

"Hiiiyy! Abang kakal (nakal)!" jerit Sasa marah. Diikuti jeweran Icad ke telinga Umay.

Setelahnya ada gajah Sumatera.

"Sasa sayang, mau naik gajah?" tawar Bang Is.

Sasa dengan menggeleng kuat-kuat, "Atuuut (takut) ...."

Jadilah yang berkesempatan menaiki Gajah hanya Icad dan Umay.

"Pegangan, May!" Bang Is meneriaki Umay yang tergelak-gelak di atas punggung gajah entah sedang menertawakan apa. Sementara Icad diam membisu lengkap dengan ekspresi wajah kaku dan tegang.

Dari kandang gajah, mereka melihat jerapah, mengelilingi kawasan pusat primata, melihat gorilla, lutung, kera, monyet.

Namun karena anak-anak mulai kelelahan, mereka memutuskan beristirahat di sekitar patung primata, menggelar tikar sambil menikmati makan siang yang dibawa dari rumah.

Ketika hendak membereskan sisa makanan, bang Is bergumam seraya mengerling. "Biar aku yang bereskan."

Ia hanya menggeleng tertawa. Tetap melanjutkan kegiatan memisahkan sampah dan wadah yang hendak dibawa pulang.

"Adek cantek boh hate Abang (adik cantik kesayangan Abang) ... tolong belikan Abang kopi saja," sambung Bang Is sembari mengambil alih membereskan sampah di atas tikar.

"Rasanya harus di doping sama kopi, nih. Setelah seharian menggendong anak gadis keliling Ragunan," kalimat yang diucapkan bang Is membuatnya tertawa.

Tapi tidak kali ini, karena ia justru memandangi bang Is yang telah selesai makan dengan air mata berlinang. Ia hampir kembali mengucapkan kata rindu. Ketika pria tampan itu tiba-tiba berucap pelan, "Adek cantek boh hate Abang ... tolong buatkan Abang kopi."

Isak tangisnya tak terbendung lagi. Ia bahkan tersedu sedan dengan hebatnya.

"Aku mau buatkan Abang kopi setiap hari," bisiknya dengan suara bergetar.

"Sampai kita sama-sama tua," imbuhnya di sela isakan.

"Sampai anak-anak tumbuh besar. Sampai aku jadi nenek-nenek. Sampai lututku tak kuat lagi untuk berjalan. Sampai mataku rabun dan susah untuk melihat wajah tampan Abang. Sampai aku pikun dan lupa pada diriku sendiri. Aku akan tetap ingat untuk membuatkan Abang kopi setiap hari. Tapi kenapa justru Abang pergi lebih dulu?" Tangisnya semakin menjadi tak terkendali.

Ia telah mengikhlaskan kepergian bang Is dengan cara yang cukup tragis. Namun seandainya boleh meminta, ia ingin memiliki waktu lebih lama lagi bisa hidup bersama bang Is. Tak terpisahkan jarak dan waktu demi menyambung hidup, walau hanya dalam mimpi.

Dari pandangannya yang terbatas sebab tertutup deraian air mata, ia bisa mengetahui bang Is mengulurkan tangan kanan dan mulai menyentuh wajahnya. Namun yang terasa bukan belaian lembut, justru tepukan ringan di lengan.

"Cut? Cut?"

Ia masih terisak, sangat berharap itu adalah suara bang Is yang memanggilnya. Tapi bang Is tak pernah memanggilnya dengan sebutan Cut. Bang Is selalu menyapanya dengan nama dara ceudah (gadis cantik) atau ade cantik boh hate abang, jika sedang ada maunya.

"Pocut? Pocut?"

Suara orang memanggil dan tepukan halus di lengan kembali mengusik. Dalam sekejap berhasil mengembalikan kesadarannya.

"Mak?" Ia terkejut mendapati wajah mamak yang memandanginya dengan tatapan cemas.

"Kau bermimpi?" tanya mamak dengan kening berkerut.

Ia buru-buru mengusap air mata yang meleleh kemudian bangkit.

"Sudah jam berapa?" tanyanya dengan suara serak berusaha mengalihkan perhatian mamak.

Mamak masih tertegun menatapnya, namun sejurus kemudian tersenyum tipis. "Sudah hampir Subuh."

"Aku kesiangan?" keluhnya sambil beringsut turun dari tempat tidur.

Tapi mamak justru menepuk bahunya lembut. "Tak apa sekali-kali bangun kesiangan. Kau sedang tidak sholat ini."

***

Ia sedang mengacau kuah sie itiek (kuah bebek) di atas panci ketika Sasa berteriak dari dalam kamar mandi.

"Maaaa! Handuknya mana?"

"Sebentar, nak," jawabnya yang sedang mencicipi rasa.

"Dingiiiin, Maaa!" teriak Sasa tak sabar.

Setelah yakin telah memperoleh rasa yang diinginkan, ia segera mematikan kompor bergegas mengambil handuk dan menghampiri Sasa.

"Nanti simpan handuk di dalam kamar mandi saja, Ma," pinta Sasa setengah menggerutu.

"Nanti jatuh lagi," ujarnya mencoba mengingatkan.

Sasa sempat beberapa kali terpeleset ketika hendak mengambil handuk dari atas gantungan. Atau handuk yang terjatuh ke lantai kamar mandi sebab posisi gantungan cukup tinggi, lumayan menyulitkan bagi Sasa yang bertubuh mungil.

"Buat gantungan baru, Ma," rengek Sasa.

Ia mengangguk. "Iya. Nanti Mama beli gantungan baru di toko bang Ahmad."

"Eh ...." Tiba-tiba Sasa seperti teringat sesuatu. "Tunggu Yah bit ke sini aja deh, Ma."

"Kenapa?" tanyanya tak mengerti. Sementara tangan terus bergerak menyelimuti tubuh Sasa dengan handuk.

"Mama kan dulu pernah, buat gantungan baru di kamar kita, tapi gagal," sungut Sasa.

Ia tertawa sambil membimbing bahu Sasa keluar dari kamar mandi.

"Mama nggak jago." Sasa menggelengkan kepala. "Aku mau nunggu Yah bit ke sini biar gantungannya nggak gagal lagi."

Ia kembali tertawa.

"Yah bit masih lama ke sininya." Ia menggeleng tak setuju. "Yah bit sekarang tinggalnya jauh, di Bandung."

Tapi Sasa tetap menggelengkan kepala. "Sasa sabar kok, nunggu Yah bit datang."

Ia mendesis tak percaya. Ketika melewati ruang tamu, dilihatnya Icad sedang asyik menggambar di atas meja. Sedangkan Umay tengah memelototi layar televisi.

"Umay!" gelengnya tak setuju. "Masih pagi sudah nonton TV!"

"Lagi seru, Ma," jawab Umay tanpa menoleh dengan tangan kanan menunjuk layar televisi.

Sebelum masuk ke kamar, ia sempat melirik layar televisi yang tengah menayangkan acara ....

"Anda masih bersama kami di Buru Sergap!" Menjadi kalimat yang diucapkan oleh pembaca berita di layar televisi.

"Nonton acara anak-anak, Umay!" serunya dari dalam kamar.

Tapi tak seorangpun yang menjawab seruannya.

"Aku mau nonton Cloud Bread, Abang!" teriak Sasa, yang kini sedang mengeringkan tubuh dengan handuk.

Sementara ia tengah berusaha mengambil baju seragam Sasa di dalam lemari.

Tapi tetap tak ada sahutan dari arah ruang tamu.

"Cepetan, Ma, pakai bajunya!" rengek Sasa dengan terburu-buru. "Aku mau nonton Hongshi sama Hongbi."

Ia mengangguk. Lalu membantu Sasa untuk mengenakan baju.

"Ma?"

"Ya?"

"Nanti sore ... aku pergi ke ulang tahun Raline, pakai baju yang dikasih sama Om ganteng ya, Ma?"

Ia menghentikan kegiatan sejenak dari mengancingkan baju seragam Sasa.

"Baju princessnya baguuuus ...." mata Sasa mengerjap dengan gembira. "Sasa sukaaaa bangeeeet ...."

Ia menelan ludah sebanyak dua kali. Lalu menghela napas panjang.

"Pakai baju lebaran yang dibelikan sama Nenek juga bangus, Sa," tawarnya mencoba peruntungan.

Tapi Sasa menggelengkan kepala keras-keras. Lalu berbisik di telinga kanannya, "Kalau baju yang dibelikan Nenek ... sama dengan baju punya Zhie, Ma."

Lalu Sasa mengerutkan kening, "Aku mau pakai baju princess yang dari om."

Ia mengembuskan napas panjang. "Ya sudah ... kita lihat nanti, ya."

"Tapi kalau kata Mama sih, bagusan baju lebaran Sasa," gumamnya seraya berusaha memasang wajah seantusias mungkin.

"Mama pasti salah lihat!" protes Sasa. "Orang bagusan baju yang dibelikan sama om kok."

"Sasa!" ia tiba-tiba merasa pening. "Tolong jangan bilang om-om terus, Sa. Kepala Mama jadi pusing."

Sasa menatapnya tak mengerti, "Kenapa kepala Mama pusing kalau dengar nama om?"

"Apa om nakalin Mama?" tanya Sasa penuh selidik.

"Aduh!" gumamnya tanpa sadar.

"Ya ... pokoknya Mama nggak suka dengar Sasa menyebut-nyebut nama om terus," ujarnya masih di luar kesadaran.

"Kenapa Mama nggak suka?" Sasa kembali bertanya dengan kening yang semakin mengkerut.

Oh ya ampun, ia benar-benar lupa jika Sasa memiliki rasa keingintahuan yang tinggi. Ini jelas blunder terburuk yang dilakukannya di hadapan Sasa.

"Kan omnya baik sama Sasa ...." Sasa masih menatapnya dengan penuh selidik. "Baik juga sama Mama. Waktu itu kan kita ...."

"Sssstttt!" ia buru-buru menghentikan kalimat Sasa.

"Udah, Sa." Ia memijit kening yang mendadak benar-benar terasa pusing. "Mama jadi pusing beneran ini."

"Berarti tadi ... Mama pusing bohongan dong?" tebak Sasa dengan mata membulat.

"Hhhhhh!" Ia mengusapkan telapak tangan guna menyapu wajah dengan gemas.

"Sudah," ucapnya dengan nada tegas. "Sekarang Sasa tunggu di luar. Mama ambilkan sarapan dulu."

"Berarti boleh ya, Maaa ... Sasa pakai baju princess yang dikasih sama om?"

Ia menatap Sasa tak percaya, "Terserahlah Sasa ...."

"Yeeeee!" Sasa melompat kegirangan. Lalu berlari keluar kamar.

"Abang! Nanti sore Sasa mau pergi ke ulang tahun Raline pakai baju princess lho!"

Ia mengembuskan napas panjang mendengar seruan gembira Sasa. Sebab kepalanya mendadak berdenyut tak karuan.

Membuatnya buru-buru meraih handuk. Agar tak terhanyut dalam perasaan kesal, terhadap orang yang disebut om oleh Sasa.

Ketika menyibak korden kamar, dilihatnya Sasa sedang tertawa-tawa dengan Icad. Sementara Umay masih memelototi layar televisi.

"Umay! Sudah sarapan belum?" hardiknya. Merasa kurang suka jika pagi-pagi televisi sudah menyala.

Tapi Umay tak menjawab. Karena sedang terpaku di depan layar televisi.

Membuatnya penasaran dengan apa yang membuat Umay bergeming dari hardikannya.

"Pemirsa, berikut kami tayangkan rekaman ekslusif, detik-detik penggrebekan dua tempat perjudian terbesar yang berada di Surabaya," urai pembaca berita.

"Semalam .... Tim dari Polda Jatim, yang dipimpin langsung oleh Dirreskrimum (direktur reserse kriminal umum) Kombes Pol Wiratama Yuda. Berhasil melakukan penggrebekan, di dua tempat perjudian terbesar, yang sempat meresahkan warga Surabaya."

"Bang! Abang!" pekik Umay dengan penuh semangat. "Keren, Bang! Kayak di film film!"

Ia masih memperhatikan layar televisi. Yang kini tengah menayangkan, sesosok pria berkaos polo warna navy, tengah membentak seorang pria yang berwajah ketakutan.

"Kamu siapa! Pengelola apa pemilik!"

"Bukan, Bang. Bukan."

Disusul teriakan pria lain, yang berada di sekeliling sosok berkaos navy. Dengan pistol teracung ke atas.

"Diam! Jangan bergerak!"

"Ada berapa orang di sini?"

"Jawab! Heh!"

"Ampun, Bang .... Ampun ...."

Dengan gambar latar belakang, beberapa orang berperawakan tegap, tengah menggelandang puluhan pria yang tertangkap basah sedang berjudi. Juga beberapa wanita berpakaian se ro nok.

"Wiiih! Keren banget ...."

Dan gumaman kagum Umay, akhirnya berhasil mengembalikan kesadarannya.

"Umay!" hardiknya yang semakin merasa kesal. "Matikan TV! Waktunya sarapan!"

"Yaaah ...." Umay merajuk tak setuju. "Lagi seru ini, Ma."

"Pemirsa ... berikut kami sampaikan wawancara langsung reporter kami, dengan Dirreskrimum Polda Jatim. Tentang penggrebekan dua tempat perjudian terbesar beromzet milyaran rupiah."

"Pak Wiratama Yuda ... bagaimana tanggapan anda tentang operasi penggrebekan yang anda pimpin?"

"Abang!" pekik Umay dengan suara keras. "Itu ... itu ... orang itu ...." Umay menunjuk layar televisi dengan mata melotot.

"Ya, dapat kami sampaikan bahwa ...." pria berkaos navy di layar televisi mulai menjawab pertanyaan reporter.

"Orang itu bukannya O ...."

Klik!

Ia mematikan televisi melalui sumbernya langsung. Dengan menekan tombol power.

"Waktunya sarapan!" ujarnya sambil memelototi Umay. Yang hingga kini masih memasang wajah takjub. Meski layar televisi telah mati.

"Orang tadi ... pak polisi yang tadi ...." desis Umay dengan nada kagum yang tak bisa ditutupi.

"Itu Om yang ada di rumah Dekgam bukan, Bang?" tanya Umay ke arah Icad. Yang hanya mengangkat bahu.

"Tahu," jawab Icad tak peduli.

Membuatnya lagi-lagi harus mengembuskan napas panjang dengan berat.

"Iya! Bener! Pak polisi yang di TV tadi sama dengan om-om yang ada di rumah Dekgam!!" seru Umay masih dengan mata berbinar.

"Aku tahu ... aku tahu .... Umay tak pernah salah!"

***

Terpopuler

Comments

dyul

dyul

pocut ada ser..... tapi ya gitu....
merasa gak ctk, tdk sepadan
ah.... pocut

2024-12-26

0

YuWie

YuWie

kenapa pocut malah salting..hmmm

2025-02-01

0

kusrini 09

kusrini 09

mewek 😭😭😭

2024-09-18

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Turn Back Crime
2 Bab 2. "Adek Cantek Boh Hate Abang"
3 Bab 3. When A Blind Man Cries
4 Bab 4. Killing Me Softly
5 Bab 5. Dangerous Liaisons
6 Bab 6. Seven Deadly Sins
7 Bab 7. "Aneuk Mameh, Bek Moe"
8 Bab 8. Enigma
9 Bab 9. Kau di Sana, Aku di Sini
10 Bab 10. What You See, What I Feel
11 Bab 11. Have Nothing to Say
12 Bab 12. Cukup Sampai di Sini
13 Bab 13. Show Me The Meaning of Being Lonely
14 Bab 14. Same Shit, Different Way
15 Bab 15. Sooner or Later
16 Bab 16. The Longest Ride
17 Bab 17. The Longest Ride (2)
18 Bab 18. Meurumpok Deungon Gata Lom
19 Bab 19. Yen Tak Sawang Sorote Mripatmu
20 Bab 20. The Man Who Can't be Moved
21 Bab 21. "Dapatkah Aku Memeluknya?"
22 Bab 22. I'm My Father's Son
23 Bab 23. Pria Berkaos Biru Gelap
24 Bab 24. Peu Haba Deungon Hate?
25 Bab 25. I'm Not Afraid
26 Bab 26. A Brave Boy
27 Bab 27. Everything Goes Fine
28 Bab 28. Hate Loen Han Get-Get Mantong
29 Bab 29. Take Me Home, I'm Fallin'
30 Bab 30. Bila Waktu Tlah Memanggil
31 Bab 31. Gone Too Soon
32 Bab 32. Loen, Gata, Jih
33 Bab 33. Han Teupu Haroh Peugah Peu
34 Bab 34. You Can't Always Get What You Want
35 Bab 35. The Love I Never Knew
36 Bab 36. Sorry, I Let You Down
37 Bab 37. Ka Seb, Sampoe Hinoe
38 Bab 38. Just Beginning
39 Bab 39. Right Here Waiting
40 Bab 40. Pelukan Tak Terduga
41 Bab 41. Neubrie Loen Wate
42 Bab 42. Unconditional Love
43 Bab 43. Rho Le Ie Mata Meunyo Tingat Masa Nyan
44 Bab 44. Kami, yang Diragukan Negara dan Warga
45 Bab 45. A Man Who Runs to God
46 Bab 46. Found You Without Looking
47 Bab 47. When Everything Goes Wrong, You Make It Right
48 Bab 48. Bah Loen Peupah Hatee Nyo Dilee
49 Bab 49. I'll Give You All
50 Bab 50. Satu Nama Tetap di Hati
51 Bab 51. Suci Sekeping Hati
52 Mohon Maaf Lahir Batin
53 Bab 52. Bialah Angin Nan Tau Rindu
54 Bab 53. Adalah Engkau
55 Bab 54. "Pria Pemberani yang Pandai Bersiasat"
56 Bab 55. No Man Ever Steps in The Same River Twice
57 Bab 56. Uroe Raya, Uroe Bagia
58 Bab 57. Aku Wanita Biasa
59 Bab 58. Tak Ada Harga Semahal Cinta
60 Bab 59. Dua Benteng Tangguh
61 Bab 60. How Can I Not Love You
62 Bab 61. Pretty Woman, The Kind I Like to Meet
63 Bab 62. Selamat Uroe Lahee, Beu Meubahgia Sabee
64 Bab 63. I Don't Like You : I Like You
65 Bab 64. Di Persimpangan Dilema
66 Bab 65. Welcome to My Life
67 Bab 66. No One Understand
68 Bab 67. One Fine Day
69 Bab 68. Never Leave You, Really Love You
70 Bab 69. Hape Laho Do Ho Among, Tumadingkon Hami On
71 Bab 70. "Keep Your Head Up!"
72 Bab 71. Mengurai Benang Kusut
73 Bab 72. Bagai Getah Dibawa ke Semak
74 Bab 73. Step by Step, Everything Will be Fine
75 Bab 74. Only Time Will Tell and Heal
76 Bab 75. The Last Man Standing
77 Bab 76. Pinangan 300 Mayam
78 Bab 77. "Terimakasih Sudah Menerimaku"
79 Bab 78. We're Such A Happy Family
80 Bab 79. We're Such A Happy Family (2)
81 Bab 80. Coz You're The One
82 Bab 81. Menyusun Kepingan Puzzle
83 Bab 82. Tanpamu Jiwaku Takkan Utuh
84 Bab 83. Memang Kau Bukan Yang Pertama Bagiku
85 Bab 84. Kaleuh Suedeh Teuka Bahgia
86 Bab 85. When Somebody Loved Me
87 Bab 86. Meusandeng Ngoen Gata : Begin Again
88 Bab 87. Memilikimu Sepanjang Malam
89 Bab 88. Memilikimu Selamanya
90 Bab 89. Bagai Anak Ayam Kehilangan Induknya
91 Bab 90. Wanna Take Forever Tonight
92 Bab 91. Alright, Wifey
93 Bab 92. Don't Wanna Close My Eyes
94 Bab 93. Merayakan Cinta
95 Bab 94. Semburat Merah di Pipi
96 Bab 95. Without You, There'd be No Sun in My Sky
97 Bab 96. There Would be No Love in My Life
98 Bab 97. Your Words Don't Define Who I Am
99 Bab 98. Tanpamu Apa Artinya, Tanpamu Serasa Hampa
100 Bab 99. Tanpamu Apa Artinya, Tanpamu Serasa Hampa (2)
101 Bab 100. Walau Di Mana Berada, Ingatku Dalam Doamu
102 Bab 101. Walau Di Mana Berada, Ingatku Dalam Doamu (2)
103 Bab 102. Jangan Berhenti Mencintaiku
104 Bab 103. Arti Kehadiranmu, Kasih
105 Bab 104. Kau Adalah Hidupku, Lengkapi Diriku
106 Bab 105. Into The Night
107 Bab 106. Too Good To Be True
108 Bab 107. Somewhere Between The Night
109 Bab 108. Rangkaian Sajak Terindah
110 Bab 109. Gelayut Mendung di Tepi Jurang
111 Bab 110. Hitam Pekat Luka
112 Bab 111. Di Dasar Jurang
113 Bab 112. 1. Hari Di Mana Janji Tertunaikan
114 Bab 112. 2. Hari Di Mana Janji Tertunaikan
115 Renjana Senja Kala (END)
116 Extra 1 : Dibuang Sayang
117 Extra 2 : Dibuang Sayang
118 Extra 3 : Välkommen till Halmstad
119 Extra 4 : Matahari di Langit Timur (1)
120 THE LAST : Matahari di Langit Timur (2)
Episodes

Updated 120 Episodes

1
Bab 1. Turn Back Crime
2
Bab 2. "Adek Cantek Boh Hate Abang"
3
Bab 3. When A Blind Man Cries
4
Bab 4. Killing Me Softly
5
Bab 5. Dangerous Liaisons
6
Bab 6. Seven Deadly Sins
7
Bab 7. "Aneuk Mameh, Bek Moe"
8
Bab 8. Enigma
9
Bab 9. Kau di Sana, Aku di Sini
10
Bab 10. What You See, What I Feel
11
Bab 11. Have Nothing to Say
12
Bab 12. Cukup Sampai di Sini
13
Bab 13. Show Me The Meaning of Being Lonely
14
Bab 14. Same Shit, Different Way
15
Bab 15. Sooner or Later
16
Bab 16. The Longest Ride
17
Bab 17. The Longest Ride (2)
18
Bab 18. Meurumpok Deungon Gata Lom
19
Bab 19. Yen Tak Sawang Sorote Mripatmu
20
Bab 20. The Man Who Can't be Moved
21
Bab 21. "Dapatkah Aku Memeluknya?"
22
Bab 22. I'm My Father's Son
23
Bab 23. Pria Berkaos Biru Gelap
24
Bab 24. Peu Haba Deungon Hate?
25
Bab 25. I'm Not Afraid
26
Bab 26. A Brave Boy
27
Bab 27. Everything Goes Fine
28
Bab 28. Hate Loen Han Get-Get Mantong
29
Bab 29. Take Me Home, I'm Fallin'
30
Bab 30. Bila Waktu Tlah Memanggil
31
Bab 31. Gone Too Soon
32
Bab 32. Loen, Gata, Jih
33
Bab 33. Han Teupu Haroh Peugah Peu
34
Bab 34. You Can't Always Get What You Want
35
Bab 35. The Love I Never Knew
36
Bab 36. Sorry, I Let You Down
37
Bab 37. Ka Seb, Sampoe Hinoe
38
Bab 38. Just Beginning
39
Bab 39. Right Here Waiting
40
Bab 40. Pelukan Tak Terduga
41
Bab 41. Neubrie Loen Wate
42
Bab 42. Unconditional Love
43
Bab 43. Rho Le Ie Mata Meunyo Tingat Masa Nyan
44
Bab 44. Kami, yang Diragukan Negara dan Warga
45
Bab 45. A Man Who Runs to God
46
Bab 46. Found You Without Looking
47
Bab 47. When Everything Goes Wrong, You Make It Right
48
Bab 48. Bah Loen Peupah Hatee Nyo Dilee
49
Bab 49. I'll Give You All
50
Bab 50. Satu Nama Tetap di Hati
51
Bab 51. Suci Sekeping Hati
52
Mohon Maaf Lahir Batin
53
Bab 52. Bialah Angin Nan Tau Rindu
54
Bab 53. Adalah Engkau
55
Bab 54. "Pria Pemberani yang Pandai Bersiasat"
56
Bab 55. No Man Ever Steps in The Same River Twice
57
Bab 56. Uroe Raya, Uroe Bagia
58
Bab 57. Aku Wanita Biasa
59
Bab 58. Tak Ada Harga Semahal Cinta
60
Bab 59. Dua Benteng Tangguh
61
Bab 60. How Can I Not Love You
62
Bab 61. Pretty Woman, The Kind I Like to Meet
63
Bab 62. Selamat Uroe Lahee, Beu Meubahgia Sabee
64
Bab 63. I Don't Like You : I Like You
65
Bab 64. Di Persimpangan Dilema
66
Bab 65. Welcome to My Life
67
Bab 66. No One Understand
68
Bab 67. One Fine Day
69
Bab 68. Never Leave You, Really Love You
70
Bab 69. Hape Laho Do Ho Among, Tumadingkon Hami On
71
Bab 70. "Keep Your Head Up!"
72
Bab 71. Mengurai Benang Kusut
73
Bab 72. Bagai Getah Dibawa ke Semak
74
Bab 73. Step by Step, Everything Will be Fine
75
Bab 74. Only Time Will Tell and Heal
76
Bab 75. The Last Man Standing
77
Bab 76. Pinangan 300 Mayam
78
Bab 77. "Terimakasih Sudah Menerimaku"
79
Bab 78. We're Such A Happy Family
80
Bab 79. We're Such A Happy Family (2)
81
Bab 80. Coz You're The One
82
Bab 81. Menyusun Kepingan Puzzle
83
Bab 82. Tanpamu Jiwaku Takkan Utuh
84
Bab 83. Memang Kau Bukan Yang Pertama Bagiku
85
Bab 84. Kaleuh Suedeh Teuka Bahgia
86
Bab 85. When Somebody Loved Me
87
Bab 86. Meusandeng Ngoen Gata : Begin Again
88
Bab 87. Memilikimu Sepanjang Malam
89
Bab 88. Memilikimu Selamanya
90
Bab 89. Bagai Anak Ayam Kehilangan Induknya
91
Bab 90. Wanna Take Forever Tonight
92
Bab 91. Alright, Wifey
93
Bab 92. Don't Wanna Close My Eyes
94
Bab 93. Merayakan Cinta
95
Bab 94. Semburat Merah di Pipi
96
Bab 95. Without You, There'd be No Sun in My Sky
97
Bab 96. There Would be No Love in My Life
98
Bab 97. Your Words Don't Define Who I Am
99
Bab 98. Tanpamu Apa Artinya, Tanpamu Serasa Hampa
100
Bab 99. Tanpamu Apa Artinya, Tanpamu Serasa Hampa (2)
101
Bab 100. Walau Di Mana Berada, Ingatku Dalam Doamu
102
Bab 101. Walau Di Mana Berada, Ingatku Dalam Doamu (2)
103
Bab 102. Jangan Berhenti Mencintaiku
104
Bab 103. Arti Kehadiranmu, Kasih
105
Bab 104. Kau Adalah Hidupku, Lengkapi Diriku
106
Bab 105. Into The Night
107
Bab 106. Too Good To Be True
108
Bab 107. Somewhere Between The Night
109
Bab 108. Rangkaian Sajak Terindah
110
Bab 109. Gelayut Mendung di Tepi Jurang
111
Bab 110. Hitam Pekat Luka
112
Bab 111. Di Dasar Jurang
113
Bab 112. 1. Hari Di Mana Janji Tertunaikan
114
Bab 112. 2. Hari Di Mana Janji Tertunaikan
115
Renjana Senja Kala (END)
116
Extra 1 : Dibuang Sayang
117
Extra 2 : Dibuang Sayang
118
Extra 3 : Välkommen till Halmstad
119
Extra 4 : Matahari di Langit Timur (1)
120
THE LAST : Matahari di Langit Timur (2)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!