Bab 17. The Longest Ride (2)

The Longest Ride

(Perjalanan panjang)

***

Jakarta

Tama

Dengan hanya berbekal dua travel bag berisi barang pribadinya -karena memang tak memiliki banyak barang, yang harus dibawa dari Surabaya ke Jakarta- ia menemukan sosok Cakra di antara sekumpulan para penjemput, di terminal 3 domestik.

"Mas?" Cakra berjalan menghampiri.

"Lagi libur?" tanyanya heran. Ketika Cakra meraih tangan untuk menyalaminya. Tadi ia pikir akan dijemput oleh Pak Cipto.

"Libur, Mas," Cakra mengangguk.

Lalu dengan gerakan cepat, Cakra mulai membantunya menaikkan travel bag ke dalam bagasi.

Dari bandara, mereka langsung meluncur ke rumah dinas yang diperuntukkan baginya. Di mana beberapa orang petugas, langsung menyambut kedatangannya. Termasuk membantu Cakra menurunkan travel bag dari dalam bagasi.

"Selamat pagi," ucap salah seorang dari mereka. "Selamat datang di Jakarta."

"Perkenalkan, nama saya Devano. Bertugas sebagai sekretaris pribadi komandan."

Ia mengangguk, "Panggil Pak saja."

Seraya menepuk bahu petugas berusia muda itu. Kemudian beranjak menemui Papa, Mama, Anja, Aran, dan dua orang yang baru pertama kali dilihatnya. Yang kesemuanya tengah menunggu di ruang depan.

"Hello ... Pakde Tama ...." Anja mempermainkan tangan Aran agar melambai ke arahnya. Bayi berpipi bulat itu bahkan terkekeh-kekeh melihat ke arahnya.

Tapi ia hanya tersenyum singkat. Berjalan melewati Anja dan Aran. Setelah sebelumnya sempat mencubit pipi Anja, sekaligus mengusap kepala bayi berambut lebat itu.

"Bayi," gumamnya sambil lalu. Beranjak menghampiri Mama yang tersenyum menyambutnya.

"Ih, i'm not a baby anymore (aku bukan bayi lagi), Pakde!" protes Anja tak setuju. "Sebentar lagi usiaku mau satu tahun ... yeay ...."

Diikuti gelak tawa bayi berwajah tampan itu.

Tapi ia hanya menyeringai. Karena tengah mencium tangan Mama. Lalu memeluk tubuh jalan surganya itu dengan penuh hikmat.

"Kinan sama Reka baik-baik aja?" bisik Mama di telinganya. Seolah khawatir bisa terdengar oleh yang lain.

Ia mengangguk, "Baik, Ma ...."

Kemudian Mama mengusap punggungnya berkali-kali dengan mata berkaca.

"Sabar, ya," bisik Mama tepat di telinganya. Meski hampir tak terdengar.

Ia kembali mengangguk. Lalu balas mengusap punggung Mama dengan perlahan. Sebagai pernyataan jika perasaannya telah baik-baik saja.

Saat ia masih berpelukan dengan Mama, seseorang tiba-tiba menepuk bahunya.

"Lancar?" gumam Papa dengan suara berat.

Ia mengangguk, "Lancar, Pa."

Papa berusaha tersenyum, meski gagal. Kemudian kembali menepuk bahunya.

"Tama ... mereka berdua yang akan menemani kamu di rumah ini," ucap Mama, seraya menunjuk pada dua orang berwajah asing. Yang sedang tersenyum dan mengangguk ke arahnya.

"Daripada kamu nyari orang sendiri ...." lanjut Mama. "Itu juga butuh waktu."

"Padahal kamu harus ada yang ngurus."

"Jadi ... Mama carikan orang yang sudah kenal baik."

Sebentar lagi ia akan menginjak usia 40 tahun. Di mana slogannya adalah life begins at forty. Alias hidup yang sebenarnya baru akan dimulai.

Tapi Mama, bahkan masih memperhatikan detail terkecil kebutuhan pribadinya. Definisi nyata dari kasih ibu sepanjang jalan. Atau seorang anak tetaplah anak bagi orangtua? Walau sedewasa apapun usianya.

Once a son, always a son (seorang anak laki-laki, tetaplah anak laki-laki).

"Namanya Agus sama Yuni," terang Mama kemudian. "Teh Yuni ini saudara jauhnya Bi Enok. Sama-sama dari Cihideung."

Ia mengangguk ke arah pasangan tersebut.

"Titip anak saya ya ...." Mama memungkasi sesi perkenalan dengan senyum merekah.

Membuatnya hampir tertawa sumbang. Karena Mama bahkan menitipkannya pada orang lain. Seakan di usia yang sematang ini, ia tak becus mengurus diri sendiri.

Setelah berbincang sebentar dengan semua yang ada di rumah. Termasuk petugas yang menunggu di luar. Ia pun mulai berbenah.

"Mas ...." Anja memandangnya dengan wajah mengerut. "Rumahnya kok dingin begini? Kayak nggak berpenghuni."

Tapi ia tak menjawab. Sebab tengah sibuk memindahkan setumpuk pakaian, dari travel bag ke dalam lemari.

"Suasananya nggak enak banget," Anja bergumam. Tapi masih bisa terdengar oleh telinganya.

"Harusnya di sini dikasih lukisan nih ...." Anja mengarahkan kedua tangan seolah sedang mengukur dinding. "Biar nggak terkesan cold and dark (dingin dan gelap)."

"Terus ...." Anja beranjak ke sisi lain kamar tidurnya. "Di sini ... bisa dikasih sesuatu yang menyegarkan."

Ia hanya menggelengkan kepala. Sama sekali tak menghiraukan Anja.

"Foto-foto Mas mana?" tanya Anja sambil menatapnya curiga. "Biar aku sama Cakra yang pasang."

Ia menggeleng, "Nggak punya foto."

"Nggak punya foto gimana?" Anja merengut. "Masa nggak punya foto sama sekali?"

Namun ia tetap melanjutkan menata isi lemari. Tak berniat memedulikan gerutuan Anja.

"Lukisan aja ya, Mas? Mau?" tawar Anja dengan wajah sumringah. "Nanti aku minta Icad buat lukisin Mas. Pasti keren tuh. Mau pilih foto ya ...."

"Siapa?" kedua tangan yang sedang sibuk merapikan isi lemari, tiba-tiba terhenti dengan sendirinya.

"Icad ...." kini Anja telah berdiri di sampingnya. Turut membantu merapikan tumpukan baju yang masih berantakan. "Keponakannya Abang. Anaknya Kak Pocut."

Tanpa sadar ia menelan saliva.

"Gambarnya Icad bagus banget lho, Mas," lanjut Anja lagi. Sama sekali tak menghiraukan keterpanaannya.

"Mas mau foto mana yang digambar sama Icad? Yang pakai seragam? Atau pakai jas?"

 -------

Pagi ini, ia mengikuti upacara sertijab (serah terima jabatan) di sebuah balai pertemuan yang terletak di bilangan Senayan. Sejumlah pejabat utama secara resmi akhirnya berganti.

Saat acara ramah tamah, ia benar-benar menjadi pusat perhatian. Sebab sebagian besar peserta sertijab, yang kebanyakan adalah teman seangkatan ketika di Akpol dulu, meledeknya habis-habisan.

"Wah, Tama! Nyonya mana ... nyonya?"

"Si Tama masih didampingi Papa sama Mama ... kayak anak sekolahan aja lu, Tam."

"Bini kinclong lu mana ... nggak diajak?"

"Duda buaru nih!" seloroh yang lain kian memperjelas. "Ayo ... kita cariin jodoh buat komandan yang satu ini. Siapa punya stok?"

"Fit and proper testnya mesti ngelewatin kita-kita ya, Tam. Hahahaha!"

"Perlu dibikin panselnas (panitia seleksi nasional) nggak? Kita siaplah jadi volunteernya. Hahahaha!"

Ia hanya bisa tertawa sumbang. Sama sekali tak berkutik saat menjadi bulan-bulanan rekan-rekannya.

Begitu acara ramah tamah selesai, ia segera meluncur ke kantornya yang baru di bilangan Slipi.

"Saya mohon doa restu dari rekan-rekan semua," ucapnya saat upacara sambutan di kantor kepolisian resor metro.

"Semoga dalam mengemban amanah dan tanggung jawab yang baru ini, saya diberi kesehatan, keselamatan, dan juga kesuksesan ... dalam melaksanakan tugas-tugas."

Upacara sambutan berlangsung sederhana. Dilanjutkan dengan mengelilingi seluruh ruangan dan bagian yang ada di kepolisian resor metro. Serta berkenalan dengan jajaran petugas di sana.

"Saya mau ngobrol-ngobrol dulu sama Kabag (kepala bagian) dan Kasi (kepala seksi)," jawabnya ketika Devano bertanya. Apakah ia sudah siap untuk pergi ke tempat acara ramah tamah.

Kemarin Devano sudah menginformasikan, seluruh kegiatan yang akan dilakukan pada hari ini. Salah satunya adalah acara ramah tamah. Dengan jajaran pejabat di kepolisian resor metro.

"Yang lain suruh langsung ke sana," lanjutnya. Sebelum memulai obrolan ringan bersama Kabag dan Kasi di ruangannya.

"Nanti kita nyusul ...."

***

Pocut

Ia tak pernah bekerja di kantor sebelumnya.

Ia bahkan sama sekali belum pernah bekerja jauh dari rumah. Di tempat asing. Dengan seabrek tugas yang menggunung. Benar-benar terasa berat bagi orang seusianya.

Yang terbiasa berdiam diri di rumah. Tak pernah mengetahui dunia luar. Hanya berkutat antara urusan sumur, kasur, dapur.

"Hari pertama ... kita penyesuaian dulu ya, Bu," ujar Luky, staf HRD yang ditugaskan oleh Pak Raka untuk mendampinginya.

"Sudah terbiasa menggunakan komputer dan laptop kan?"

Sejak lulus dari sekolah kejuruan dan menikah, ia praktis tak pernah menyentuh benda bernama komputer ataupun laptop. Ia hanya pernah sesekali memindahkan laptop Agam, dari ruang tamu ke kamar. Jika adik iparnya itu lupa untuk membereskan usai mengerjakan tugas sekolah.

Atau membantu Agam mengambilkan laptop dari tempat service, yang kiosnya kebetulan berada tak jauh dari keude.

Jadi, jika sekarang Luky memintanya untuk mengetik surat di komputer. Bisa dipastikan akan memakan waktu yang sangat lama.

"Ibu nggak biasa ngetik di komputer ya?" tebak Luky ketika melihatnya gugup saat mengoperasikan komputer.

Akhirnya Luky memberikan tugas lain, yang tak berhubungan dengan komputer. Seperti mengecek surat masuk dan keluar. Mengarsipkannya secara manual. Mengecek bukti-bukti pengeluaran kantor dan mencocokkannya dengan buku besar. Menyusun bukti pengeluaran di dalam satu file. Dan masih banyak lagi.

"Gimana hari pertama?" tanya Pak Raka ketika mengantarkannya pulang. Padahal ia sudah menolak, namun Pak Raka tetap memaksa.

"Mumpung saya bisa," begitu jawab Pak Raka, ketika ia bersikeras untuk pulang naik bus.

"Mumpung saya lagi stay di sini," lanjut Pak Raka dengan nada suara yang terdengar terlalu tenang.

"Si Luky ngasih banyak kerjaan?" tanya Pak Raka lagi.

Ia menghela napas sebelum menjawab, "Mungkin bisa dipertimbangkan lagi, Pak."

"Saya ... sepertinya kurang cocok untuk bekerja kantoran."

"Saya biasa masak dan ...."

"Hei! Pak Raka menggeleng. "Baru hari pertama. Kok pesimis begitu? Optimis dong. Semangat!"

"Tapi memang kenyataannya, Pak," ia tentu harus mengakui Jika tak memiliki kemampuan mumpuni. Meski hanya untuk mengerjakan tugas seorang staf administrasi.

Rantika yang lulusan diploma 3, jelas lebih memiliki kemampuan dibandingkan dengan dirinya. Ia yakin sekali jika akhirnya Rantika yang terpilih. Bukan dirinya.

Namun Pak Raka justru tersenyum seraya menoleh ke arahnya, "Saya ingin tahu ... apa besok kamu juga akan ngomong begini?"

Hari kedua, ia masih terlalu lambat. Sama sekali belum terbiasa. Tapi ia sudah bisa mengoperasikan komputer sendiri. Meski rasa takut salah masih menghantui.

"Bu, kerjanya yang semangat ya," bisik Luky ketika mengajarinya mengetik di MS Word.

"Kalau ibu berhenti di tengah jalan, nanti saya yang kena."

"Kena gimana?" tanyanya tak mengerti.

Tapi Luky hanya menatapnya sembari meringis.

"Kamu kena marah sama Pak Raka ... begitu?" tebaknya meski ragu.

Dan Luky pun kembali meringis. Kali ini semakin lebar.

Hari ketiga, ia salah mengarsipkan surat perjanjian kerja sama dengan salah satu supplier. Alhasil, ketika terjadi gagal bayar dan sang supplier menagih di luar waktu yang telah disepakati. Seluruh penghuni ruangan administrasi dan keuangan, sibuk mencari surat perjanjian yang terselip.

"Saya minta maaf ...." ujarnya dengan penuh penyesalan. Merasa tak enak karena sudah merepotkan banyak orang.

Tapi Pak Raka, seperti biasa, hanya tersenyum. "Salah itu wajar. Mesin saja bisa salah."

"Namanya juga masa percobaan. Jangan gampang menyerah dong."

Hari keempat, semua orang di ruangan administrasi dan keuangan, memberinya tatapan masam. Kecuali Luky tentu saja. Luky menjadi satu-satunya orang yang ramah, tetap ramah, dan selalu ramah padanya.

"Nggak mungkinlah saya berani sama Bu Cut ...." ucap Luky sungguh-sungguh.

Tapi ia justru ingin tertawa melihat ekspresi wajah serius Luky. Pemuda berusia seperempat abad itu, memiliki jenis wajah yang jenaka. Jadi, jika Luky memasang tampang serius, malah terlihat lucu.

"Nanti saya bisa di ...." Luky mempraktekkan cara menggorok leher sendiri. "Sama bos."

Ia menggelengkan kepala, "Jangan begitu. Saya memang nggak bisa kerja. Tegur saja kalau saya melakukan kesalahan. Jangan ragu."

"Jangan sampai saya merepotkan banyak orang karena kekurangilmuan saya."

"Canda, Bu ... canda, Bu ...." sergah Luky cepat seraya mengacungkan dua jari membentuk tanda v, victory.

"Maaf ya, Bu. Jangan diambil hati," ujar Luky lagi. "Dan jangan laporin saya ke Pak Raka."

"Saya nggak mau dipotong gaji," lanjut Luky dengan wajah memelas. "Tiga bulan lagi saya mau nikah, Bu."

"Perlu modal banyak."

Ia mengerutkan dahi, "Kamu sampai dipotong gaji gara-gara saya?"

"Enggak, Bu ...." Luky terkekeh. "Enggak ... canda elah, Bu."

"Tapi kalau yang mau nikahnya serius, eheheheheeh ...."

Ia kembali menggelengkan kepala.

Hari kelima, semua orang di ruangan administrasi dan keuangan, membuang muka dan tak menyapanya. Termasuk Rantika. Kecuali Luky tentu saja.

"Ibu tahu nggak ... kenapa mereka pasang wajah asem?" tanya Luky ketika sedang mengajarinya membuat laporan keuangan sederhana di Excel.

Ia tersenyum dan menggeleng dalam satu waktu.

"Habis ibu cakep sih," bisik Luky sambil menengok ke kanan dan ke kiri. Seperti orang yang takut ketahuan.

"Mana deket lagi sama Pak bos," lanjut Luky.

"Luky!" ia seperti sedang menegur Icad yang berbicara tanpa filter.

"Saya nggak deket sama Pak Raka. Saya cuma pegawai dalam masa percobaan. Saya sama dengan yang lain."

Tapi Luky hanya menyeringai.

Lima hari kerja. Dan ia belum bisa melakukan banyak hal. Masih harus dibantu oleh Luky. Belum mahir mengoperasikan komputer ataupun laptop. Dan sederet ketidakbecusannya yang lain.

Jadi ketika Bu Iren memanggilnya ke ruangan. Lalu menyodorkan surat kontrak untuk tiga bulan ke depan. Ia hanya bisa terbengong-bengong.

"Maaf, Bu," ia menelan ludah berkali-kali. "Apa nggak salah?"

"Seharusnya Rantika yang lolos. Bukan saya."

Bu Iren tersenyum, "Rantika baru aja tanda tangan kontrak sebelum Mba."

Ia semakin melongo, "Jadi ... kami berdua sama-sama diterima, Bu?"

Bu Iren mengangguk, " Ini ... tanda tangan di sini ya."

"Meski kita masih keluarga. Tapi untuk urusan bisnis ... tetap bisnis," seloroh Bu Iren.

Ia tersenyum malu. Meraih kertas kontrak kerja di hadapannya dengan tangan gemetar.

"Apakabar Cakra?" tanya Bu Iren. Ketika ia sedang mengambil pulpen untuk menandatangani surat kontrak.

"Alhamdulillah ... terakhir kami jumpa ... baik, Bu," ia tersenyum. Mulai bersiap untuk membubuhkan tanda tangan.

"Titip salam untuk Cakra ya."

Ia mendongak.

"Saya kagum sama dia," gumam Bu Iren. "Pemuda yang pantang menyerah."

Ia tersenyum, "In syaAllah, Bu. Nanti saya sampaikan kalau ketemu."

Kemudian kembali berkonsentrasi pada lembaran surat kontrak, yang tersimpan di atas meja.

Namun sebelum tangannya bergerak membubuhkan tanda tangan, matanya sempat menangkap sebaris tulisan yang cukup mencolok. Yaitu,

Diterima bekerja sebagai ... sekretaris pribadi Direktur Utama.

Ia memandang Bu Iren dengan tangan gemetaran, "Maaf, Bu. Saya ... nggak bisa ...."

 -------

Pak Raka menatapnya tak percaya, "Kenapa kamu nggak mau tanda tangan surat kontrak?"

Ia menelan ludah dengan gugup, "Maaf, Pak ... jika saya lancang."

"Tapi ... Bapak bilang, saya akan menggantikan staf administrasi yang se ...."

"Iya," Pak Raka menyela ucapannya. "Awalnya begitu."

"Tapi ternyata ... saya juga sedang butuh sekretaris pribadi. Jadi ... kenapa enggak?"

"Kamu jelas orang yang bisa saya percaya."

"Atau gajinya kurang?"

Ia menggeleng, "Bukan begitu, Pak."

"Saya tidak memiliki kemampuan menjadi seorang sekretaris pribadi."

"Kemampuan bisa diasah, Pocut," sergah Pak Raka. "Ingat nggak kata-kata saya?"

"Skill itu bisa dipelajari."

Ia kembali menelan ludah, "Maaf, tapi saya nggak mungkin bekerja di temp ...."

Pak Raka mengembuskan napas panjang, "Oke ... saya paham."

"Kamu khawatir akan timbul fitnah karena posisi saya ... dan status kamu sebagai ...." Pak Raka tak melanjutkan kalimat.

"Kita buat aturan sendiri ... gimana?" tawar Pak Raka kemudian.

Ia mengernyit tak mengerti.

"Kita nggak akan berada di satu ruangan," sambung Pak Raka dengan nada bicara yang sudah lebih tenang.

"Nanti meja kamu tetap berada di ruang administrasi keuangan."

"Saya minta orang buat nyambungin telepon khusus ke ruangan saya di meja kamu."

"Dan kalau saya manggil kamu ke ruangan saya ... pintu akan saya biarkan terbuka lebar."

"Gimana?" tanya Pak Raka dengan penuh harap.

***

Keterangan :

The Longest Ride adalah sebuah novel terjemahan dari novel asli Amerika Serikat karya Nicholas Sparks. Kemudian diadaptasi ke dalam film dengan judul yang sama. Dibintangi oleh Scott Eastwood.

Terpopuler

Comments

may

may

Hai mas devano, banyakin stok sabarnya yaaa🤭

2024-11-20

1

Lia Kiftia Usman

Lia Kiftia Usman

gitu deh...😁

2024-12-17

0

himawatidewi satyawira

himawatidewi satyawira

ajudan paket lengkap tama..merangkap konsultan gratis ttng cintrong, t4 curhat tak sadar tama jg yng nampung omelan tama

2024-04-13

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Turn Back Crime
2 Bab 2. "Adek Cantek Boh Hate Abang"
3 Bab 3. When A Blind Man Cries
4 Bab 4. Killing Me Softly
5 Bab 5. Dangerous Liaisons
6 Bab 6. Seven Deadly Sins
7 Bab 7. "Aneuk Mameh, Bek Moe"
8 Bab 8. Enigma
9 Bab 9. Kau di Sana, Aku di Sini
10 Bab 10. What You See, What I Feel
11 Bab 11. Have Nothing to Say
12 Bab 12. Cukup Sampai di Sini
13 Bab 13. Show Me The Meaning of Being Lonely
14 Bab 14. Same Shit, Different Way
15 Bab 15. Sooner or Later
16 Bab 16. The Longest Ride
17 Bab 17. The Longest Ride (2)
18 Bab 18. Meurumpok Deungon Gata Lom
19 Bab 19. Yen Tak Sawang Sorote Mripatmu
20 Bab 20. The Man Who Can't be Moved
21 Bab 21. "Dapatkah Aku Memeluknya?"
22 Bab 22. I'm My Father's Son
23 Bab 23. Pria Berkaos Biru Gelap
24 Bab 24. Peu Haba Deungon Hate?
25 Bab 25. I'm Not Afraid
26 Bab 26. A Brave Boy
27 Bab 27. Everything Goes Fine
28 Bab 28. Hate Loen Han Get-Get Mantong
29 Bab 29. Take Me Home, I'm Fallin'
30 Bab 30. Bila Waktu Tlah Memanggil
31 Bab 31. Gone Too Soon
32 Bab 32. Loen, Gata, Jih
33 Bab 33. Han Teupu Haroh Peugah Peu
34 Bab 34. You Can't Always Get What You Want
35 Bab 35. The Love I Never Knew
36 Bab 36. Sorry, I Let You Down
37 Bab 37. Ka Seb, Sampoe Hinoe
38 Bab 38. Just Beginning
39 Bab 39. Right Here Waiting
40 Bab 40. Pelukan Tak Terduga
41 Bab 41. Neubrie Loen Wate
42 Bab 42. Unconditional Love
43 Bab 43. Rho Le Ie Mata Meunyo Tingat Masa Nyan
44 Bab 44. Kami, yang Diragukan Negara dan Warga
45 Bab 45. A Man Who Runs to God
46 Bab 46. Found You Without Looking
47 Bab 47. When Everything Goes Wrong, You Make It Right
48 Bab 48. Bah Loen Peupah Hatee Nyo Dilee
49 Bab 49. I'll Give You All
50 Bab 50. Satu Nama Tetap di Hati
51 Bab 51. Suci Sekeping Hati
52 Mohon Maaf Lahir Batin
53 Bab 52. Bialah Angin Nan Tau Rindu
54 Bab 53. Adalah Engkau
55 Bab 54. "Pria Pemberani yang Pandai Bersiasat"
56 Bab 55. No Man Ever Steps in The Same River Twice
57 Bab 56. Uroe Raya, Uroe Bagia
58 Bab 57. Aku Wanita Biasa
59 Bab 58. Tak Ada Harga Semahal Cinta
60 Bab 59. Dua Benteng Tangguh
61 Bab 60. How Can I Not Love You
62 Bab 61. Pretty Woman, The Kind I Like to Meet
63 Bab 62. Selamat Uroe Lahee, Beu Meubahgia Sabee
64 Bab 63. I Don't Like You : I Like You
65 Bab 64. Di Persimpangan Dilema
66 Bab 65. Welcome to My Life
67 Bab 66. No One Understand
68 Bab 67. One Fine Day
69 Bab 68. Never Leave You, Really Love You
70 Bab 69. Hape Laho Do Ho Among, Tumadingkon Hami On
71 Bab 70. "Keep Your Head Up!"
72 Bab 71. Mengurai Benang Kusut
73 Bab 72. Bagai Getah Dibawa ke Semak
74 Bab 73. Step by Step, Everything Will be Fine
75 Bab 74. Only Time Will Tell and Heal
76 Bab 75. The Last Man Standing
77 Bab 76. Pinangan 300 Mayam
78 Bab 77. "Terimakasih Sudah Menerimaku"
79 Bab 78. We're Such A Happy Family
80 Bab 79. We're Such A Happy Family (2)
81 Bab 80. Coz You're The One
82 Bab 81. Menyusun Kepingan Puzzle
83 Bab 82. Tanpamu Jiwaku Takkan Utuh
84 Bab 83. Memang Kau Bukan Yang Pertama Bagiku
85 Bab 84. Kaleuh Suedeh Teuka Bahgia
86 Bab 85. When Somebody Loved Me
87 Bab 86. Meusandeng Ngoen Gata : Begin Again
88 Bab 87. Memilikimu Sepanjang Malam
89 Bab 88. Memilikimu Selamanya
90 Bab 89. Bagai Anak Ayam Kehilangan Induknya
91 Bab 90. Wanna Take Forever Tonight
92 Bab 91. Alright, Wifey
93 Bab 92. Don't Wanna Close My Eyes
94 Bab 93. Merayakan Cinta
95 Bab 94. Semburat Merah di Pipi
96 Bab 95. Without You, There'd be No Sun in My Sky
97 Bab 96. There Would be No Love in My Life
98 Bab 97. Your Words Don't Define Who I Am
99 Bab 98. Tanpamu Apa Artinya, Tanpamu Serasa Hampa
100 Bab 99. Tanpamu Apa Artinya, Tanpamu Serasa Hampa (2)
101 Bab 100. Walau Di Mana Berada, Ingatku Dalam Doamu
102 Bab 101. Walau Di Mana Berada, Ingatku Dalam Doamu (2)
103 Bab 102. Jangan Berhenti Mencintaiku
104 Bab 103. Arti Kehadiranmu, Kasih
105 Bab 104. Kau Adalah Hidupku, Lengkapi Diriku
106 Bab 105. Into The Night
107 Bab 106. Too Good To Be True
108 Bab 107. Somewhere Between The Night
109 Bab 108. Rangkaian Sajak Terindah
110 Bab 109. Gelayut Mendung di Tepi Jurang
111 Bab 110. Hitam Pekat Luka
112 Bab 111. Di Dasar Jurang
113 Bab 112. 1. Hari Di Mana Janji Tertunaikan
114 Bab 112. 2. Hari Di Mana Janji Tertunaikan
115 Renjana Senja Kala (END)
116 Extra 1 : Dibuang Sayang
117 Extra 2 : Dibuang Sayang
118 Extra 3 : Välkommen till Halmstad
119 Extra 4 : Matahari di Langit Timur (1)
120 THE LAST : Matahari di Langit Timur (2)
Episodes

Updated 120 Episodes

1
Bab 1. Turn Back Crime
2
Bab 2. "Adek Cantek Boh Hate Abang"
3
Bab 3. When A Blind Man Cries
4
Bab 4. Killing Me Softly
5
Bab 5. Dangerous Liaisons
6
Bab 6. Seven Deadly Sins
7
Bab 7. "Aneuk Mameh, Bek Moe"
8
Bab 8. Enigma
9
Bab 9. Kau di Sana, Aku di Sini
10
Bab 10. What You See, What I Feel
11
Bab 11. Have Nothing to Say
12
Bab 12. Cukup Sampai di Sini
13
Bab 13. Show Me The Meaning of Being Lonely
14
Bab 14. Same Shit, Different Way
15
Bab 15. Sooner or Later
16
Bab 16. The Longest Ride
17
Bab 17. The Longest Ride (2)
18
Bab 18. Meurumpok Deungon Gata Lom
19
Bab 19. Yen Tak Sawang Sorote Mripatmu
20
Bab 20. The Man Who Can't be Moved
21
Bab 21. "Dapatkah Aku Memeluknya?"
22
Bab 22. I'm My Father's Son
23
Bab 23. Pria Berkaos Biru Gelap
24
Bab 24. Peu Haba Deungon Hate?
25
Bab 25. I'm Not Afraid
26
Bab 26. A Brave Boy
27
Bab 27. Everything Goes Fine
28
Bab 28. Hate Loen Han Get-Get Mantong
29
Bab 29. Take Me Home, I'm Fallin'
30
Bab 30. Bila Waktu Tlah Memanggil
31
Bab 31. Gone Too Soon
32
Bab 32. Loen, Gata, Jih
33
Bab 33. Han Teupu Haroh Peugah Peu
34
Bab 34. You Can't Always Get What You Want
35
Bab 35. The Love I Never Knew
36
Bab 36. Sorry, I Let You Down
37
Bab 37. Ka Seb, Sampoe Hinoe
38
Bab 38. Just Beginning
39
Bab 39. Right Here Waiting
40
Bab 40. Pelukan Tak Terduga
41
Bab 41. Neubrie Loen Wate
42
Bab 42. Unconditional Love
43
Bab 43. Rho Le Ie Mata Meunyo Tingat Masa Nyan
44
Bab 44. Kami, yang Diragukan Negara dan Warga
45
Bab 45. A Man Who Runs to God
46
Bab 46. Found You Without Looking
47
Bab 47. When Everything Goes Wrong, You Make It Right
48
Bab 48. Bah Loen Peupah Hatee Nyo Dilee
49
Bab 49. I'll Give You All
50
Bab 50. Satu Nama Tetap di Hati
51
Bab 51. Suci Sekeping Hati
52
Mohon Maaf Lahir Batin
53
Bab 52. Bialah Angin Nan Tau Rindu
54
Bab 53. Adalah Engkau
55
Bab 54. "Pria Pemberani yang Pandai Bersiasat"
56
Bab 55. No Man Ever Steps in The Same River Twice
57
Bab 56. Uroe Raya, Uroe Bagia
58
Bab 57. Aku Wanita Biasa
59
Bab 58. Tak Ada Harga Semahal Cinta
60
Bab 59. Dua Benteng Tangguh
61
Bab 60. How Can I Not Love You
62
Bab 61. Pretty Woman, The Kind I Like to Meet
63
Bab 62. Selamat Uroe Lahee, Beu Meubahgia Sabee
64
Bab 63. I Don't Like You : I Like You
65
Bab 64. Di Persimpangan Dilema
66
Bab 65. Welcome to My Life
67
Bab 66. No One Understand
68
Bab 67. One Fine Day
69
Bab 68. Never Leave You, Really Love You
70
Bab 69. Hape Laho Do Ho Among, Tumadingkon Hami On
71
Bab 70. "Keep Your Head Up!"
72
Bab 71. Mengurai Benang Kusut
73
Bab 72. Bagai Getah Dibawa ke Semak
74
Bab 73. Step by Step, Everything Will be Fine
75
Bab 74. Only Time Will Tell and Heal
76
Bab 75. The Last Man Standing
77
Bab 76. Pinangan 300 Mayam
78
Bab 77. "Terimakasih Sudah Menerimaku"
79
Bab 78. We're Such A Happy Family
80
Bab 79. We're Such A Happy Family (2)
81
Bab 80. Coz You're The One
82
Bab 81. Menyusun Kepingan Puzzle
83
Bab 82. Tanpamu Jiwaku Takkan Utuh
84
Bab 83. Memang Kau Bukan Yang Pertama Bagiku
85
Bab 84. Kaleuh Suedeh Teuka Bahgia
86
Bab 85. When Somebody Loved Me
87
Bab 86. Meusandeng Ngoen Gata : Begin Again
88
Bab 87. Memilikimu Sepanjang Malam
89
Bab 88. Memilikimu Selamanya
90
Bab 89. Bagai Anak Ayam Kehilangan Induknya
91
Bab 90. Wanna Take Forever Tonight
92
Bab 91. Alright, Wifey
93
Bab 92. Don't Wanna Close My Eyes
94
Bab 93. Merayakan Cinta
95
Bab 94. Semburat Merah di Pipi
96
Bab 95. Without You, There'd be No Sun in My Sky
97
Bab 96. There Would be No Love in My Life
98
Bab 97. Your Words Don't Define Who I Am
99
Bab 98. Tanpamu Apa Artinya, Tanpamu Serasa Hampa
100
Bab 99. Tanpamu Apa Artinya, Tanpamu Serasa Hampa (2)
101
Bab 100. Walau Di Mana Berada, Ingatku Dalam Doamu
102
Bab 101. Walau Di Mana Berada, Ingatku Dalam Doamu (2)
103
Bab 102. Jangan Berhenti Mencintaiku
104
Bab 103. Arti Kehadiranmu, Kasih
105
Bab 104. Kau Adalah Hidupku, Lengkapi Diriku
106
Bab 105. Into The Night
107
Bab 106. Too Good To Be True
108
Bab 107. Somewhere Between The Night
109
Bab 108. Rangkaian Sajak Terindah
110
Bab 109. Gelayut Mendung di Tepi Jurang
111
Bab 110. Hitam Pekat Luka
112
Bab 111. Di Dasar Jurang
113
Bab 112. 1. Hari Di Mana Janji Tertunaikan
114
Bab 112. 2. Hari Di Mana Janji Tertunaikan
115
Renjana Senja Kala (END)
116
Extra 1 : Dibuang Sayang
117
Extra 2 : Dibuang Sayang
118
Extra 3 : Välkommen till Halmstad
119
Extra 4 : Matahari di Langit Timur (1)
120
THE LAST : Matahari di Langit Timur (2)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!