💞 Agar menjadi perhatian 💞
Bab ini setengahnya menceritakan tentang bagaimana proses autopsi dilakukan.
Bisa dilewati saja dan langsung membaca part Icad di bagian paling bawah, bagi readers tersayang yang merasa kurang nyaman dengan penjelasan proses autopsi ataupun penyebutan nama organ tubuh tertentu.
Happy reading 🤗
***
Enigma
(Teka-teki, tidak jelas -tentang ucapan-, misterius --arti menurut KBBI--)
***
Surabaya
Tama
Kekisruhan di depan ruang autopsi kian memanas.
Sekelompok orang di belakang Fidelis dan sejumlah petugas mulai saling dorong. Sementara Heru masih berupaya untuk mendinginkan suasana.
Ia dengan kepala yang terasa semakin berat juga pening, lebih memilih untuk pergi menjauh dari arena keributan. Bertepatan dengan munculnya Erik secara tiba-tiba.
"Mas!" Erik memberitahunya sejumlah informasi krusial.
Ia mengangguk mengerti. Kemudian bergegas meninggalkan kericuhan. Menyusuri selasar dengan setengah berlari. Lalu memutar arah melewati ruang isolasi. Dan kembali memasuki ruang pemulasaraan jenazah melalui pintu belakang.
Saat berlari itu pula, terdapat sebuah panggilan masuk ke dalam nomor ponsel dinasnya.
Metro 1 Calling
"Siap, Pak! Dimengerti!" jawabnya cepat. Sambil mengetuk pintu ruang autopsi.
----------
"Today I don't feel like doing anything
I just wanna lay in my bed"
(Bruno Mars, The Lazy Song)
Suara musik enerjik langsung menyambutnya begitu memasuki ruangan autopsi. Berbanding terbalik dengan suasana dingin dan asing yang menyergap. Termasuk bau formalin yang menusuk tajam.
Seorang dokter spesialis forensik dengan dibantu oleh asisten, terlihat tengah melakukan autopsi terhadap jenazah Om Jusuf.
Ia pun berjalan mendekati Rajas, yang sedang berdiri termangu di salah satu sisi. Berada cukup jauh dari meja autopsi.
"Here we go (kita mulai) ...." gumam Rajas begitu menyadari kemunculannya.
Ia menepuk bahu Rajas. Lalu bergerak ke depan agar bisa melihat dengan lebih jelas.
"Pak?" Sigit yang ditugaskan untuk mengawasi langsung jalannya proses autopsi, menganggukkan kepala begitu melihatnya.
Ia hanya mengangkat tangan kanan.
Rupanya proses pembedahan sudah berjalan setengahnya. Jenazah Om Jusuf telah disayat mulai dari kedua sisi bahu, area dada, perut, hingga ke daerah tulang pinggul.
Kulit dan jaringan di bawahnya juga telah dipisahkan. Sehingga tulang rusuk dan ruangan di daerah abdomen terlihat jelas.
Kini dokter forensik tengah berusaha melepas tulang rusuk untuk membuka akses. Sehingga dapat memperlihatkan organ leher dan dada.
Tidak banyak darah yang mengalir saat prosedur berlangsung. Sebab, jantung sudah tidak lagi memompa darah.
Begitu tulang rusuk di depan terlepas. Dokter kemudian memeriksa organ-organ di dalamnya melalui mata telanjang. Sementara Sigit telah siap mendokumentasikan.
Setelah asisten mencatat semua hal sesuai dengan yang diperintahkan oleh dokter, tahap selanjutnya adalah mengambil organ-organ tersebut.
Dokter mengambil organ trakea, kelenjar tiroid dan paratiroid, esofagus, jantung, aorta toraks, juga paru-paru.
Usai seluruh organ-organ tersebut diambil, dokter mulai mengambil organ lain di bawahnya. Yaitu usus, hati beserta empedu, pankreas, limpa, ginjal dan kelenjar adrenal, ureter, kantung kemih, aorta abnominal, dan organ reproduksi.
Ia sudah berulangkali mengikuti proses autopsi. Termasuk mayat yang telah terkubur selama berhari-hari dan hampir membusuk. Juga mayat yang hangus akibat kebakaran. Maupun mayat yang hancur akibat pembunuhan dan mutilasi.
Tapi melihat seorang yang dikenal cukup baik seperti Om Jusuf diautopsi, membuat perutnya bergolak tak karuan. Ditambah kepala pening dan mata mengantuk. Menjadi perpaduan buruk yang menyebalkan.
Sementara suara Bruno Mars dengan iringan musik menghentak, masih terdengar memenuhi seluruh sudut ruangan.
Ia segera menelan saliva dengan cepat. Berusaha keras memperhatikan dokter, yang kini tengah memeriksa sampel organ dengan menggunakan mikroskop.
"Pak Tama!" dokter forensik beralih dari mikroskop dan melihat ke arahnya.
"Saya membutuhkan waktu yang lebih lama."
---------
Fidelis yang juga mengklaim sebagai perwakilan resmi pihak keluarga korban, hanya memberi waktu 24 jam untuk menyelesaikan proses autopsi. Dan bersikeras membawa jenazah Om Jusuf, untuk diterbangkan ke Jakarta pada esok hari.
Rajas tak bisa berbuat banyak. Sebab bukti dan dukungan bagi Fidelis, lebih kuat di mata hukum dibandingkan dengan posisi Rajas.
Jadilah mereka menyelesaikan proses autopsi secara maraton.
----------
Ini adalah hari kelima dari waktu terbunuhnya Om Jusuf. Namun titik terang belum berhasil diperoleh.
Berbelitnya keterangan yang diberikan oleh Cundamanik. Serta hasil pemeriksaan urine yang menyatakan, jika Cundamanik tengah berada dalam pengaruh narkoba saat kejadian. Menimbulkan banyak dugaan, tentang kronologi terbunuhnya Om Jusuf yang sebenarnya.
Dan dalam pemeriksaan hari ini, kesaksian Cundamanik justru kian berbelit. Bahkan setiap kali diperiksa, selalu muncul jawaban baru dari mulut Cundamanik. Yang jauh berbeda, tidak konsisten, dan bertentangan dengan keterangan sebelumnya.
"Kalau jawaban kamu terus berubah dan tidak pernah jelas, pemeriksaan ini nggak akan pernah selesai!" gertaknya pada Cundamanik.
"Kamu mau ... diperiksa penyidik selama satu bulan?" kali ini ia sedikit mengancam.
"Atau mau saya pakaikan alat pelacak kebohongan?" ia benar-benar telah hilang kesabaran.
Detik itu juga, Cundamanik langsung ambruk dan dilarikan ke Rumah Sakit.
"Klien kami kelelahan dan mengalami stres," begitu alasan yang diberikan oleh pengacara Cundamanik. Ketika keesokan hari, Cundamanik tidak hadir dalam pemeriksaan lanjutan.
Untuk meyakinkannya, pengacara Cundamanik bahkan melampirkan sepucuk surat keterangan dari seorang psikiater. Yang menegaskan kondisi psikis Cundamanik dalam istilah medis.
Namun pemeriksaan tetap berjalan. Meski itu artinya, mereka harus mendatangi Rumah Sakit, tempat Cundamanik mendapat perawatan.
---------
"Versi pertama menurut pengakuan Cundamanik," terang Erik, saat ia meminta tim untuk memberikan laporan. Sebelum terbang ke Jakarta mendampingi Metro 1.
"Saksi terbang dari Jakarta ke Surabaya, dua hari sebelum kejadian."
"Bersama dengan tim dan manajernya. Untuk melakukan show di beberapa tempat."
"Sementara korban baru mendarat di Surabaya, beberapa jam sebelum waktu kematian."
"Mereka menghadiri private party di sebuah hotel berbintang sekitar jam delapan malam."
"Satu jam kemudian, mereka meninggalkan pesta yang belum usai. Menuju ke sebuah bar di pusat perbelanjaan yang terletak tepat di bawah apartemen."
"Memesan semangkuk sup jamur dan segelas red wine."
"Lalu naik ke apartemen."
"Berbincang sampai tengah malam."
"Dan saksi lupa sampai jam berapa."
"Tapi sebelum pergi tidur, korban mengeluh lapar."
"Kemudian saksi membuat roti panggang dengan ditaburi gula halus."
"Namun bubuk putih yang diakui sebagai gula halus, setelah diperiksa ternyata positif meth (sabu)."
"Setelah itu saksi pergi ke dalam kamar. Melakukan ritual wanita."
"Begitu kembali ke ruang tengah, saksi sudah mendapati korban terkulai di atas meja. Tak sadarkan diri. Dengan hidung dan mulut mengeluarkan buih."
"Tapi saksi tidak langsung menelepon polisi."
"Saksi justru menghubungi manajernya. Yang diakui sudah kembali ke Jakarta sehari sebelumnya."
"Satu jam kemudian, barulah sang manajer menghubungi polisi."
"Ada missed waktu selama satu jam. Dari ditemukannya korban sudah tak sadarkan diri dan waktu melaporkan pada polisi."
"Seolah saksi dan manajer sedang mempersiapkan sesuatu."
"Dan missed yang kedua, perkiraan waktu kematian adalah tiga sampai empat jam sebelum korban ditemukan oleh petugas."
"Ini tentu bertolak belakang dengan rentang waktu satu jam sebelumnya."
"Tapi keterangan versi pertama ini, sesuai dengan kesaksian dari pihak security apartemen. Yang melihat saksi dan korban, bersama-sama naik ke unit mereka di rentang waktu antara pukul sepuluh sampai sebelas malam."
"Termasuk dari rekaman kamera CCTV."
"Lalu versi kedua ...." Erik masih melanjutkan laporannya.
"Ada bukti pemesanan tiket pesawat, jika saksi datang ke Surabaya dari Jakarta, hanya beberapa jam sebelum kejadian."
"Dan nama mereka berdua, tidak ada di dalam daftar tamu private party ...."
***
Jakarta
Icad
Sore ini rumah dalam keadaan sepi. Sebab hanya ada dirinya dan Umay.
Nenek seperti biasa masih di keude. Dan Mama sebenarnya sudah pulang ke rumah sejak siang tadi. Tapi sesudah Ashar, Mama pamit pergi ke rumah Bu RT bersama ibu-ibu yang lain. Untuk mengikuti arisan PKK. Sekaligus sosialisasi dari pegawai kelurahan, tentang program bantuan bagi keluarga pra sejahtera.
Sementara Sasa, sedari tadi asyik bermain petak umpet bersama teman-temannya, di pekarangan kosong depan rumah.
"Pemirsa ... anda masih bersama kami di Breaking News."
Begitu suara keras yang berasal dari layar televisi.
"Kecilin, May!" serunya ke arah Umay. Yang tengah asyik menonton TV, sambil memakan kue pemberian seorang tamu pria, yang berkunjung ke rumah mereka dua hari lalu.
Tapi seperti yang sudah sudah, Umay sama sekali tak menghiraukan orang lain jika sedang duduk di depan TV. Dunia seolah hanya berisi Umay dan pesawat televisi.
"Pemirsa .... setelah kemarin presiden dan wakil presiden, datang melayat ke rumah duka San Diego Suites. Untuk memberi penghormatan terakhir kepada konglomerat Jusuf Parawihardja."
"Maka pagi tadi, sejumlah Menteri dan pejabat lainnya, terlihat menghadiri upacara pemakaman konglomerat Jusuf Parawihardja."
"Kecilin, May!" ia kembali berseru.
Tapi Umay justru bertanya, "Konglomerat itu apa, Bang?"
Ia hanya mencibir, "Kata Mama, jangan nonton acara orangtua!"
"Orang paling kaya ya, Bang?" Umay kembali bertanya.
Ia hanya mendesis tak peduli.
Dan Umay kembali terpaku di depan layar televisi.
Adiknya yang satu ini, memang paling hobi menonton televisi. Dan menjadi satu-satunya orang di rumah ini, yang betah menonton TV selama berjam-jam lamanya.
Entah apa yang menarik, dari kotak berbentuk tabung, yang seukuran kardus mie instant itu.
Ya. Televisi di rumah mereka adalah barang produksi lama. Sebab, hampir tak ada lagi tetangga di sekitar mereka, yang memiliki TV jenis tabung. Semua sudah beralih pada televisi layar datar. Yang terlihat sangat keren dan juga canggih.
Umay pernah merengek pada mama, minta dibelikan TV yang baru. Tapi kata mama, TV bukanlah kebutuhan penting. Sebab masih banyak kebutuhan lain yang lebih utama.
"May! Kecilin!" kali ini ia berteriak lebih keras.
Namun Umay bergeming. Dengan mata berkonsentrasi penuh ke layar televisi.
"Salah satu pendiri PARA Group, Jusuf Parawihardja. Yang meninggal secara misterius di Surabaya. Dan kasusnya kini masih ditangani oleh pihak berwajib. Tadi pagi dimakamkan di pemakaman keluarga, yang berlokasi di Karawang, Jawa Barat."
"Prosesi pemakaman Jusuf Parawihardja, pemilik perusahaan konglomerasi PARA Group, dimulai pada pukul 10.00 WIB."
"Upacara pemakaman berlangsung khidmat dan tenang, dengan dimulai kebaktian yang dipimpin oleh Pendeta Gilbert Monova."
"Ribuan tamu pelayat, termasuk anggota keluarga, karyawan PARA Group, dan sejumlah pejabat tinggi negara, terlihat memenuhi tenda pemakaman yang bernuansa putih dan cukup megah, di kawasan peristirahatan terakhir keluarga Parawihardja."
Ia melempar pensil ke arah Umay dengan kesal.
"Aduh!" sungut Umay sambil mengelus kepala, yang baru saja terkena lemparan pensilnya.
Umay menengok ke arahnya dengan muka bersungut. Ia pun sudah siap untuk kembali melempar penghapus. Tapi urung, karena terdengar suara ketukan di pintu ruang tamu.
"Permisi!"
Disusul pekikan girang Sasa, "OM? Ke sini nyari Sasa ya, Om?"
***
Pocut
Ia sedang berjalan pulang dari rumah Bu RT bersama dengan beberapa orang tetangga. Ketika hampir semua orang yang mereka lewati di sepanjang gang menuju ke rumah, tersenyum ke arahnya sambil berkata,
"Cut! Ada tamu noh di rumah lu!"
"Kedemenan baru ye, Cut? Cakep banget."
"Keren tamunya, Cut."
"Mama Sasa ... ada Pak Polisi ke rumah Sasa."
Ia langsung terkesiap.
"Siapa, Cut?" tanya orang-orang di sekelilingnya.
"Laki yang demen sama elu lagi?"
"Laki yang mau ngelamar elu lagi?"
Tapi ia hanya menggelengkan kepala sambil meringis bingung.
"Nggak tahu. Tamu salah alamat mungkin," ia menjawab sekenanya. Namun dengan hati bertanya-tanya. Meski tak ingin menebak apapun.
Dan baru kali ini ia merasa, perjalanan pulang dengan berjalan kaki dari rumah Bu RT, terasa sangat panjang dan mengkhawatirkan.
Terlebih begitu sampai di depan rumah, telinganya mendengar suara tawa renyah Sasa dan celetukan riang Umay. Serta sepasang sepatu dinas berwarna hitam mengilap, yang tersimpan tepat di depan pintu. Membuatnya ingin berbalik pergi saat itu juga.
***
Keterangan :
Penjelasan proses autopsi dikutip dari Hellosehat.com sama klikdokter.com.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Lily
jangan suudzon dulu cut, itu anak buahnya bukan pak Tama nya🙃
2024-12-14
0
dyul
yaelah.... pocut.....
2024-12-26
0
dyul
sasa....
2024-12-26
0