Bab 6. Seven Deadly Sins

Seven Deadly Sins

(Tujuh dosa paling mematikan)

***

Surabaya

Tama

Sebenarnya ia masih ingin menenggelamkan diri lebih lama di dalam bathtub. Agar kepala yang sedari tadi terasa bergolak mendidih, bisa berangsur menjadi dingin.

Tapi ketukan membabi buta Yu Adah di pintu kamar mandi, memaksanya untuk segera bangkit.

"Lapo (kenapa), Mas? Pean gak popo ta (anda nggak kenapa-napa kan)?" sambut Yu Adah dengan wajah cemas, begitu melihatnya keluar dari kamar mandi.

"Aku mau krungu suara banter. Kayak ono sing pecah (saya tadi mendengar suara keras, seperti ada yang pecah)," sambung Yu Adah sambil memanjangkan leher, berusaha untuk melihat ke dalam kamar mandi. Namun ia sudah keburu menutup pintunya.

Membuat Yu Adah yang sedang memegang sapu, memandangnya curiga.

Tapi ia bergeming. Tak mengucapkan sepatah katapun. Hanya berdehem pelan. Lalu berjalan melewati Yu Adah yang terbengong-bengong.

Dan sebelum masuk ke dalam kamar. Ia mendadak teringat sesuatu, "Ojok mlebu jedhing sek (jangan masuk ke kamar mandi dulu)!"

Sebab ia meninggalkan kamar mandi dengan begitu saja. Dalam keadaan kacau balau. Masih dipenuhi oleh bekas pecahan kaca wastafel. Yang berserakan di atas lantai.

Ia berniat akan membersihkan sendiri. Kekacauan yang baru saja diperbuat. Meski waktunya entah kapan.

"Iyo (baik), Mas."

Ia masih bisa mendengar jawaban patuh Yu Adah. Sebelum menutup pintu kamar. Lalu menguncinya.

 -----------

"Aku bakalan nggak mole suwe (saya bakalan lama nggak pulang ke rumah)," pesannya pada Yu Adah, yang saat ini sedang mencuci piring di dapur.

"Lapo (kenapa) loh, Mas?"

Tapi ia tak menjawab. Lebih memilih untuk mengecek barang yang hendak dibawa.

Setelah yakin semuanya lengkap, termasuk revolver andalan. Ia kembali berkata pada Yu Adah.

"Kemungkinan Kinan mau datang ke sini ...." ia menghela napas sebentar.

"Mau ambil barang atau apa," ia kembali menghela napas.

Sementara Yu Adah yang sudah selesai mencuci piring, mulai berjalan mendekatinya.

"Suruh masuk aja," sambungnya. "Sekalian tolong ingetin Kinan ... jangan sampai ada barang yang ketinggalan."

Yu Adah menatapnya dengan kening mengkerut. Wanita bertubuh tambun itu bisa dipastikan memiliki banyak pertanyaan berbalut rasa keingintahuan.

Tapi sikap sopan santun rupanya berhasil menahan Yu Adah, untuk tetap mengkerut. Tanpa melontarkan pertanyaan apapun. Yang kemungkinan besar bisa membuatnya kembali diselimuti amarah.

Yu Adah justru berjalan ke arah meja makan sembari mengangguk, "Nggeh (baik), Mas Tama. Mengke kulo sanjang teng Mba Kinan (nanti saya sampaikan ke Mba Kinan)."

"Sarapan sek (sarapan dulu), Mas," lanjut Yu Adah, seraya menunjuk piring di atas meja makan.

"Mau Edi tuku sego krawu. Aku titip pisan (tadi Edi -anak Yu Adah- beli nasi krawu. Saya sekalian titip)."

Sejujurnya ia tak merasa lapar. Bahkan tak memiliki nafsu makan sama sekali. Tapi demi mengingat, jika ia baru tidur selama kurang dari satu jam. Kemudian setelah ini, bisa dipastikan akan langsung disibukkan dengan proses penyidikan kasus kematian Om Jusuf.

Maka fisik dan psikis yang lelah, ditambah tidak sarapan pagi, jelas akan menjadi perpaduan yang buruk. Membuatnya memutuskan untuk menuruti saran Yu Adah. Dengan mengambil duduk di meja makan.

"Niki (ini) ... kale ote-ote, senengane Mas Tama (sama bakwan, kesukaan Mas Tama)," sambung Yu Adah, yang terang-terangan tersenyum senang. Begitu melihatnya mulai mengambil piring yang berisi sebungkus nasi krawu.

Dan sebelum membuka bungkusan nasi krawu, ia lebih dulu mencomot sebuah ote-ote, lalu melahapnya.

"Suwon (makasih), Yu."

 ---------

Setelah menyelesaikan laporan pada Metro 1 (Kapolda). Ia segera memimpin koordinasi antara tim dari Mapolda dan Polrestabes. Memberikan tugas dan arahan, serta pesan khusus dari Metro 1. Sebab kasus Om Jusuf dipastikan akan menjadi berita nasional.

Ia sempat menyambangi Cundamanik, yang kini sudah berada di ruangan penyidik di lantai tiga. Telah didampingi oleh dua orang petugas wanita. Sedang dibujuk agar mau makan.

Namun Cundamanik bergeming. Sama sekali tak menghiraukan ucapan petugas. Hanya duduk diam dengan mata menerawang kosong. Sepertinya gadis belia itu masih shock. Belum bisa diajak berkomunikasi secara normal.

Dari Cundamanik ia beralih menemui Erik. Memberikan beberapa perintah khusus. Kemudian barulah ia meluncur menuju TKP. Bergabung dengan tim identifikasi, yang tengah menyisir keseluruhan ruangan. Berusaha mengumpulkan sekecil apapun informasi dan barang bukti tambahan.

"Pak?" sapa setiap petugas yang berpapasan dengannya.

Ia hanya mengangguk. Sebab tengah berkonsentrasi memperhatikan detail terkecil, yang diharapkan bisa menjadi petunjuk. Barangkali mampu membawanya pada titik terang.

Ia pun berusaha menempatkan diri. Membayangkan, seolah tengah berada di antara Om Jusuf dan Cundamanik. Memikirkan berbagai kemungkinan alur, yang bisa saja terjadi.

Sementara di sekelilingnya, beberapa petugas berompi dengan tulisan Bidlabfor Polda (Bidang laboratorium forensik kepolisian daerah) di bagian punggung, tengah berusaha mengamankan sidik jari, yang menempel di handle pintu, sisi-sisi pintu, meja, kursi, lantai, dan juga keran.

Kini ia sudah beralih ke pantry, memeriksa bekas ceceran bubuk putih. Yang menurut Cahyo termasuk ke dalam sejenis methamphetamine. Sambil memperhatikan keadaan pantry secara keseluruhan. Berupaya mencari petunjuk yang tersembunyi.

Ketika tiba-tiba terdengar suara keributan di depan pintu masuk.

Ia baru hendak bertanya. Namun urung. Begitu melihat jika ternyata, sosok Rajas yang baru saja menerobos masuk ke dalam ruangan.

Ia mengangkat tangan dan mengangguk, pada tiga orang petugas yang berusaha menghalangi Rajas.

"Dia tamu saya."

Membuat para petugas segera melepaskan cekalan pada lengan Rajas. Lalu mengangguk patuh, "Siap, Pak."

 ----------

Ia dan Rajas kini tengah berdiri di balkon apartemen. Mengisap rokok sambil memperhatikan pemandangan kota Surabaya. Dari atas ketinggian gedung berlantai 52. Sekaligus memandangi jembatan Suramadu. Yang menjadi view utama dari tempat mereka berdiri.

Namun meski mereka berdiri bersebelahan. Ia sangat yakin. Jika isi pikiran dan apa yang sedang mereka berdua rasakan, jauh berbeda.

Rajas pastinya sedang merasakan kesedihan akibat kematian tragis Om Jusuf. Sekaligus memikirkan berbagai kemungkinan. Tentang skenario hilangnya nyawa Om Jusuf. Dan siapa orang yang paling bertanggung jawab di balik tragedi ini.

Sementara dirinya, pikiran terpecah antara keadaan terakhir pantry dan petunjuk yang cukup tersembunyi. Serta ruang tamu unit sebelah. Di mana Kinan hanya mengenakan bathrobe. Sementara Om Pram menunjuk mukanya dengan pandangan sengit.

Damned (sialan)!

Mengapa beban dan masalah, seolah menyambanginya silih berganti tiada henti. Tanpa jeda. Membuatnya benar-benar merasakan penat yang sangat.

"Seven deadly sins (tujuh dosa paling mematikan)," gumam Rajas seraya menggelengkan kepala.

Membuat bayangan Kinan yang hanya mengenakan bathrobe, buyar dalam sekejap.

"Pride (kesombongan), greed (ketamakan), envy (iri hati), anger (kemarahan), lust (hawa nafsu), gluttony (kerakusan), sloth (kemalasan)," sambung Rajas dengan kepala terus menggeleng.

Ia terbatuk sebab tenggorokan yang terasa kering.

"Mama meninggal karena anger (kemarahan)," Rajas masih saja bergumam.

"Papa karena rakus," imbuh Rajas.

"Dan kakek karena pride (kesombongan) and greed (ketamakan)."

Ia semakin mengisap rokok dalam-dalam. Lalu mengeluarkannya melalui hidung. Hingga udara di sekitar mereka berubah pekat.

Namun itu tak berlangsung lama. Karena angin telah lebih dulu menerbangkan asap ke segala penjuru.

"Ares bahkan hampir mati akibat kemalasan," imbuh Rajas seraya tertawa getir.

Membuatnya kembali mengisap rokok dalam-dalam.

"And then (lalu) Om Yus ...." Rajas melihat ke arahnya setengah bertanya. "Lust (hawa nafsu)?"

Ia hanya menyipitkan mata. Tak menjawab apapun. Lebih memilih untuk memandangi jembatan Suramadu di kejauhan. Dengan kepala pening yang semakin menjadi.

 -----------

Rajas mengklaim, jika dirinya adalah perwakilan resmi dari pihak keluarga korban. Rajas bahkan membawa surat kuasa, yang ditandatangani oleh nama-nama tersohor dari klan Parawihardja. Mendesak pihak kepolisian, untuk segera melakukan tindakan autopsi terhadap korban.

"Lakukan dengan cepat," Rajas menatapnya tajam. Lebih seperti perintah. "Sebelum mereka membawa paksa Om Yus."

"Mereka tak akan mengijinkan autopsi," gumam Rajas dengan mata berkilat. "Aku tahu pasti."

Ia masih belum paham, tentang siapa yang dimaksud dengan sebutan 'mereka'. Dan mengapa Rajas mendadak berubah menjadi kaku. Sekaligus memaksa, agar diikutsertakan dalam proses autopsi.

"Aku harus melihat langsung ... apa yang sebenarnya dialami oleh Om Yus," gumam Rajas, lebih seperti geraman amarah.

Dan kemunculan tiba-tiba sejumlah orang di Rumah Sakit, ketika proses autopsi masih berlangsung. Di mana salah satu di antara mereka terdapat sosok Fidelis Parawihardja. Putra dari pemegang tampuk tertinggi klan Parawihardja, Junus Parawihardja. Mulai menjelaskan tentang keadaan yang sebenarnya sedang terjadi. Intrik khas old money family (keluarga kaya lama).

"Kami sudah menjalankan semuanya sesuai dengan prosedur ...." ia berusaha menenangkan Fidelis dan beberapa orang lainnya. Yang memaksa untuk menerobos masuk ke dalam ruang autopsi.

"Proses sudah berlangsung sejak satu jam yang lalu," ia masih menjelaskan. "Dan proses autopsi awal hanya memakan waktu satu sampai dua jam."

"Jika di tahap ini, tim ahli forensik sudah berhasil menemukan penyebab kematian, autopsi akan segera diakhiri," sambungnya setengah berjanji.

Karena Fidelis terus memaksa bahkan mengancam, jika autopsi seharusnya dilakukan di Rumah Sakit tertentu. Yang ditunjuk secara resmi oleh keluarga besar Parawihardja di Jakarta.

Ia masih beradu argumen dengan Fidelis. Ketika Heru (Kabid humas polda : Kepala bidang hubungan masyarakat) yang baru selesai memberikan pernyataan di hadapan para awak media. Muncul dan membantunya memberi penjelasan pada Fidelis.

"Kita ikuti dulu prosedurnya ...." Heru mencoba memberi penjelasan secara prosedural.

Sedangkan ia sudah tak berminat untuk ikut beradu argumen. Sebab kepalanya sudah bertambah pening berkali lipat.

Pikirannya kini hanya satu, yaitu meminta obat pada dokter. Agar pening di kepalanya bisa sedikit berkurang. Karena berbagai masalah pelik, dipastikan telah menunggunya di depan sana.

***

Kinanti

Sudah empat hari berlalu. Sejak Mas Tama memergokinya, tengah berada di dalam apartemen bersama dengan Mas Pram.

Selama itu pula, ia tak pernah bertemu ataupun berkomunikasi dengan Mas Tama. Meskipun selama tiga hari berturut-turut, ia dan Mas Pram rutin mendatangi ruangan penyidik Mapolda. Guna memberikan keterangan sebagai saksi.

Ia memang tak berusaha menghubungi Mas Tama. Dan Mas Tama juga tak pernah mencoba untuk menghubunginya.

Sepertinya mereka berdua sama-sama masih memerlukan waktu. Untuk berdamai dengan diri masing-masing. Usai kejadian mengejutkan yang penuh dengan kesalahpahaman tempo hari.

Entahlah.

Sebenarnya petunjuk sudah ia peroleh sejak jauh-jauh hari. Salah satu yang paling kuat adalah saat ia bercakap-cakap dengan Reka.

Tapi pada waktu itu, ia belum sepenuhnya memahami. Jika apa yang dirasakan merupakan sebuah petunjuk. Petunjuk bahwa perpisahan dengan Mas Tama, adalah jalan yang terbaik.

"Reka kangen nggak sama ayah?" tanyanya suatu ketika pada Reka.

Ia tahu pasti, sejak mereka tak lagi tinggal bersama. Menjauh pulalah hubungan antara Reka dengan sang ayah.

Meski Mas Tama tak pernah alpa memberikan nafkah. Namun ketiadaan kehadiran secara fisik, telah membuat banyak hal berubah drastis.

"Memangnya Reka masih punya ayah?" tutur Reka di luar dugaan. Dingin dan asing. Bahkan tanpa melihat ke arahnya.

Ia hanya bisa mengembuskan napas panjang. Demi mendengar jawaban yang terlontar dari anak usia 12 tahun itu.

"Reka nggak boleh begitu," ia mendudukkan diri di samping Reka. Menyandarkan punggung ke dinding kamar dengan perasaan lelah luar biasa.

"Reka masih punya ayah," sambungnya cepat. "Ayah Reka orang yang baik, bertanggungjawab, sa ...."

"Ngasih Reka kartu ATM yang unlimited, bukan berarti udah jadi ayah kan, Bun?" Reka balik bertanya sambil menoleh ke arahnya.

"Nelepon seminggu sekali cuma untuk bertanya basa-basi ... semua orang juga bisa kan? Nggak harus jadi ayah dulu?" Reka masih menatapnya tanpa ekspresi.

Ia kembali menghembuskan napas panjang.

Ia jelas memiliki andil besar dalam membentuk sikap acuh Reka terhadap Mas Tama. Terlebih kesibukannya dalam pekerjaan, kini nyata menjadi boomerang.

Ia tentu tak boleh mengulang sejarah kelam yang sama. Bagaimana ia dulu (bahkan hingga saat ini) begitu membenci sosok bapak.

Reka tak boleh membenci Mas Tama.

Selain karena sejatinya Mas Tama adalah seorang pria yang baik. Mas Tama juga merupakan sosok ayah yang baik. Walau pada kenyataannya, Mas Tama tak selalu bisa bersikap hangat. Tapi secara umum, Mas Tama adalah representasi figur ayah yang bertanggung jawab.

"Sekarang Bunda kasih tahu," ia menatap Reka sungguh-sungguh. "Reka harus ingat baik-baik."

"Ayah sayang banget sama Reka. Begitu juga Bunda ...." ia menelan ludah sebentar, berusaha menahan kaca yang mulai mengaburkan pandangan.

"Sayang banget sama Reka," sambungnya cepat.

"Tapi ada keadaan ... yang membuat Ayah dan Bunda ... harus seperti ini."

"Ayah punya istri lagi?" cibir Reka setengah tertawa. Namun terdengar begitu sumbang di telinganya. Sangat tak mengenakkan.

"Reka!" hardiknya tak setuju.

"Ada beberapa temen Reka di sekolah, yang ayahnya nggak pernah pulang ke rumah," Reka membalas pandangannya dengan tatapan yang tak kalah tajam.

"Itu karena ayahnya kawin lagi. Punya istri baru. Punya ke ...."

"Reka!" ia segera memotong ucapan Reka. "Ayah Reka nggak seperti itu. Ayah Reka orang baik. Ayah sibuk kerja dan nggak pernah pulang. Itu yang terjadi."

Reka hanya mengendikkan bahu.

"Inget kata Bunda tadi!" ia menatap Reka tajam. "Ayah sama Bunda sayang sama Reka."

Jadi hari ini, hari kelima usai kejadian mengejutkan di apartemen. Ia memberanikan diri untuk mendatangi rumah Mas Tama.

Ia menggeleng.

Bukan rumah Mas Tama. Tapi seharusnya rumah mereka. Dirinya, Mas Tama, juga Reka.

Seharusnya.

"Lho, Mas Tama wes pirang dino iki durung muleh, Mba (lho, Mas Tama sudah berhari-hari nggak pulang ke rumah, Mba)," sambut Yu Adah. Ketika ia memeriksa seluruh ruangan di dalam rumah. Dan menanyakan tentang kabar Mas Tama.

"Terakhir telung dino opo petang dino wingi (terakhir tiga atau empat hari yang lalu)," sambung Yu Adah.

"Pamit nang aku, nek kate nggak mole nang umah (pamit ke saya, kalau nggak akan pulang ke rumah)," imbuh Yu Adah lagi.

Ia mengangguk mengerti.

Pasti kasus terbunuhnya seorang konglomerat di unit apartemen sebelah, membuat Mas Tama harus bekerja keras untuk segera menuntaskan penyidikan.

"Aku nang kamar sek (saya ke kamar dulu), Yu," ujarnya sambil membuka handle pintu kamar.

"Monggo (silakan), Mba."

Ia masih sempat mendengar suara Yu Adah mempersilakannya. Sebelum menutup pintu kamar rapat-rapat. Sebab air mata keburu berlompatan keluar.

-------------- 

Ia menyusut air mata, yang sesekali masih berjatuhan. Sembari mengedarkan pandangan, mengelilingi seluruh sudut kamar. Yang kesemuanya tak berubah. Masih tetap sama seperti kali terakhir ia datang ke sini. Dan sama persis dengan desain yang diinginkannya pada waktu itu.

Penataan ruangan, model furniture, termasuk warna korden, sprei, selimut. Semuanya sama. Tak ada yang berubah.

Ia seperti sedang berada di rumahnya sendiri.

Rumah yang dengan sadar telah disia-siakan.

Ia kembali menyusut mata dan hidung. Lalu melangkah, sembari ujung telunjuknya menelusuri setiap benda yang terlewati.

Dinding dengan motif wallpaper kesukaannya. Kemudian melewati pintu kamar mandi. Yang ketika dibuka, udara yang tercium terasa kering namun sedikit lembab.

Tanda alami jika kamar mandi tersebut, tak pernah digunakan dalam jangka waktu yang cukup lama. Membuatnya kembali menutup pintu kamar mandi.

Meneruskan dengan menyentuh lemari built in, yang di dalamnya masih dipenuhi oleh beberapa baju dan barang pribadi miliknya.

Kemudian meja rias.

Namun ia mendadak tertegun saat berdiri di depan meja rias.

Demi mendapati sebuah benda berkilauan yang tersimpan di atasnya.

Yaitu cincin pernikahan, yang biasa dikenakan oleh Mas Tama.

Detik itu juga, air matanya kembali berjatuhan.

 -----------

"Mas Tama nggak ngomong opo-opo (Mas Tama nggak pesan apa-apa), Yu?" tanyanya begitu keluar dari kamar Mas Tama. Sambil membawa travel bag, yang berisi baju dan barang-barang miliknya.

"Oh ... anu ... itu, Mba," Yu Adah mendadak terlihat gugup.

"Mas Tama pesen ... nek Mbak Kinan ojok sampe onok sing keri (Mas Tama pesan ... kalau Mba Kinan jangan sampai ada yang ketinggalan)."

Ia mengembuskan napas panjang sebelum mengangguk lemah.

"Mek pesen iku tok (cuma itu pesannya)?" sebab ia masih berharap, Mas Tama memberinya pesan yang lain. Yang lebih spesial.

Yu Adah mengangguk berkali-kali, "Pun Mbak. Mek iku tok pesene Mas Tama (sudah, Mba. Cuma itu saja pesannya Mas Tama)."

Ia kembali mengangguk.

Sepertinya hati mereka benar-benar telah terpisahkan. Tak ada satupun hal yang bisa kembali mengaitkan mereka berdua.

Namun sebelum benar-benar pergi, ia teringat akan sesuatu.

"Mas Tama nggak tau gawe jedhing sing nang njero ta (Mas Tama nggak pernah pakai kamar mandi yang di dalam ya), Yu?" tanyanya ingin tahu.

"Lapo (kenapa), Mba? Opo ono kecoro (apa ada kecoa)?" Yu Adah justru balik bertanya.

Ia menggeleng, "Nggak anok kecoa. Tapi udarane lembab, koyo nggak tau digawe (nggak ada kecoa. Tapi udaranya lembab, seperti nggak pernah dipakai)."

"Lha yo, Mas tama ancen biasa gawe jedhing jobo (Oh iya, Mas Tama memang selalu pakai kamar mandi yang di luar)," Yu Adah tersenyum lebar.

"Nggak ero lapo'o (nggak tahu kenapa)," Yu Adah menggelengkan kepala.

Membuatnya penasaran untuk membuka pintu kamar mandi, yang tepat berada di hadapannya.

"Eh, Mba!" pekik Yu Adah panik. "Mas Tama bilang, ojok mlebu nang jedh (jangan masuk ke kamar man) ...."

Tapi ia sudah lebih dulu membuka pintu kamar mandi. Dan terkesiap begitu melihat, ada banyak pecahan kaca yang berserakan di atas lantai.

"Ya ampun Gusti ... Mas Tama ... kok amburadul ngene. Ono opo iki (Ya ampun Gusti ... Mas Tama ... lha kok berantakan. begini ... kenapa ini)?" Yu Adah kembali memekik begitu melihat keadaan di dalam kamar mandi.

"Owalah ... Mas ... Mas ....." Yu Adah masih menggeleng kebingungan.

"Pantes ... wektu iku aku krungu suara banter. Tibakno pancen ono sing pecah (Pantesan ... waktu itu saya denger suara keras. Ternyata memang ada yang pecah)."

"Mas Tama ... Mas Tama .... Lapo kok dadi koyo ngene iki (kenapa kok jadi begini ini) ...."

Yu Adah masih terus berkomentar, sembari menggelengkan kepala tak percaya.

Sementara ia merasa, jika seseorang sedang menusuk- nusuk dadanya berulangkali. Dengan tanpa ampun. Hingga terasa amat pedih dan sesak.

Maafkan aku, Mas.

Maafkan aku.

***

Keterangan :

Seven deadly sins : dosa-dosa yang mengakibatkan dosa lain dan kebiasaan buruk yang lain.

Sebagai contohnya seseorang yang membiarkan dirinya terus dikuasai kemarahan, suatu saat dapat melakukan balas dendam dengan membunuh. Seseorang yang dikuasai ketamakan dapat melakukan korupsi (mencuri) jika ada kesempatan. Membunuh dan mencuri merupakan dosa akibat dari dosa lain, yaitu dosa-dosa pokok (Wikipedia).

Nasi krawu. : adalah kuliner khas Gresik, yang banyak ditemui di Surabaya. Cirinya adalah nasi yang pulen dan disajikan dengan daun pisang. Lauknya dapat berupa sayatan daging sapi, semur daging, jeroan sapi, sambal petis dan serundeng. Sambal terasi yang disajikan bersama dengan nasi krawu memiliki rasa pedas yang khas (Wikipedia).

Autopsi : pemeriksaan tubuh mayat dengan jalan pembedahan untuk mengetahui penyebab kematian, penyakit, dan sebagainya; bedah mayat; (KBBI).

Terpopuler

Comments

💐Tari Nyonya Sibuea💐

💐Tari Nyonya Sibuea💐

ya gmn mau dkt sm ayah na,org sengaja dijauhkn pulk tmpt tinggalnya. sbgai ibu jg nggk berusaha mmbrikn penjelasan klu dia sngaj mnjauh dari ayahnya,krn lbh mementingkan karier na sndiri tp sbgaia manusia dia salah si playing victim 😠😠

2025-01-10

1

YuWie

YuWie

akibat ibu yg egois..ehhh anak jadi benci ayahnya. Kenapa setelah kinan menjual keseduhannya seperti gak ada yg simpati ya..kecuali pram sepertinya 😄

2025-02-01

0

dyul

dyul

sok sedih sok nangis....
udah seneng sama si pramuka, sok ngerasa bersalah... si tama sibuk, karena berusaha gak marah sama kamu dia nyibukin diri....
korbannya si reka... sampai benci ayahnya sendiri

2024-12-26

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Turn Back Crime
2 Bab 2. "Adek Cantek Boh Hate Abang"
3 Bab 3. When A Blind Man Cries
4 Bab 4. Killing Me Softly
5 Bab 5. Dangerous Liaisons
6 Bab 6. Seven Deadly Sins
7 Bab 7. "Aneuk Mameh, Bek Moe"
8 Bab 8. Enigma
9 Bab 9. Kau di Sana, Aku di Sini
10 Bab 10. What You See, What I Feel
11 Bab 11. Have Nothing to Say
12 Bab 12. Cukup Sampai di Sini
13 Bab 13. Show Me The Meaning of Being Lonely
14 Bab 14. Same Shit, Different Way
15 Bab 15. Sooner or Later
16 Bab 16. The Longest Ride
17 Bab 17. The Longest Ride (2)
18 Bab 18. Meurumpok Deungon Gata Lom
19 Bab 19. Yen Tak Sawang Sorote Mripatmu
20 Bab 20. The Man Who Can't be Moved
21 Bab 21. "Dapatkah Aku Memeluknya?"
22 Bab 22. I'm My Father's Son
23 Bab 23. Pria Berkaos Biru Gelap
24 Bab 24. Peu Haba Deungon Hate?
25 Bab 25. I'm Not Afraid
26 Bab 26. A Brave Boy
27 Bab 27. Everything Goes Fine
28 Bab 28. Hate Loen Han Get-Get Mantong
29 Bab 29. Take Me Home, I'm Fallin'
30 Bab 30. Bila Waktu Tlah Memanggil
31 Bab 31. Gone Too Soon
32 Bab 32. Loen, Gata, Jih
33 Bab 33. Han Teupu Haroh Peugah Peu
34 Bab 34. You Can't Always Get What You Want
35 Bab 35. The Love I Never Knew
36 Bab 36. Sorry, I Let You Down
37 Bab 37. Ka Seb, Sampoe Hinoe
38 Bab 38. Just Beginning
39 Bab 39. Right Here Waiting
40 Bab 40. Pelukan Tak Terduga
41 Bab 41. Neubrie Loen Wate
42 Bab 42. Unconditional Love
43 Bab 43. Rho Le Ie Mata Meunyo Tingat Masa Nyan
44 Bab 44. Kami, yang Diragukan Negara dan Warga
45 Bab 45. A Man Who Runs to God
46 Bab 46. Found You Without Looking
47 Bab 47. When Everything Goes Wrong, You Make It Right
48 Bab 48. Bah Loen Peupah Hatee Nyo Dilee
49 Bab 49. I'll Give You All
50 Bab 50. Satu Nama Tetap di Hati
51 Bab 51. Suci Sekeping Hati
52 Mohon Maaf Lahir Batin
53 Bab 52. Bialah Angin Nan Tau Rindu
54 Bab 53. Adalah Engkau
55 Bab 54. "Pria Pemberani yang Pandai Bersiasat"
56 Bab 55. No Man Ever Steps in The Same River Twice
57 Bab 56. Uroe Raya, Uroe Bagia
58 Bab 57. Aku Wanita Biasa
59 Bab 58. Tak Ada Harga Semahal Cinta
60 Bab 59. Dua Benteng Tangguh
61 Bab 60. How Can I Not Love You
62 Bab 61. Pretty Woman, The Kind I Like to Meet
63 Bab 62. Selamat Uroe Lahee, Beu Meubahgia Sabee
64 Bab 63. I Don't Like You : I Like You
65 Bab 64. Di Persimpangan Dilema
66 Bab 65. Welcome to My Life
67 Bab 66. No One Understand
68 Bab 67. One Fine Day
69 Bab 68. Never Leave You, Really Love You
70 Bab 69. Hape Laho Do Ho Among, Tumadingkon Hami On
71 Bab 70. "Keep Your Head Up!"
72 Bab 71. Mengurai Benang Kusut
73 Bab 72. Bagai Getah Dibawa ke Semak
74 Bab 73. Step by Step, Everything Will be Fine
75 Bab 74. Only Time Will Tell and Heal
76 Bab 75. The Last Man Standing
77 Bab 76. Pinangan 300 Mayam
78 Bab 77. "Terimakasih Sudah Menerimaku"
79 Bab 78. We're Such A Happy Family
80 Bab 79. We're Such A Happy Family (2)
81 Bab 80. Coz You're The One
82 Bab 81. Menyusun Kepingan Puzzle
83 Bab 82. Tanpamu Jiwaku Takkan Utuh
84 Bab 83. Memang Kau Bukan Yang Pertama Bagiku
85 Bab 84. Kaleuh Suedeh Teuka Bahgia
86 Bab 85. When Somebody Loved Me
87 Bab 86. Meusandeng Ngoen Gata : Begin Again
88 Bab 87. Memilikimu Sepanjang Malam
89 Bab 88. Memilikimu Selamanya
90 Bab 89. Bagai Anak Ayam Kehilangan Induknya
91 Bab 90. Wanna Take Forever Tonight
92 Bab 91. Alright, Wifey
93 Bab 92. Don't Wanna Close My Eyes
94 Bab 93. Merayakan Cinta
95 Bab 94. Semburat Merah di Pipi
96 Bab 95. Without You, There'd be No Sun in My Sky
97 Bab 96. There Would be No Love in My Life
98 Bab 97. Your Words Don't Define Who I Am
99 Bab 98. Tanpamu Apa Artinya, Tanpamu Serasa Hampa
100 Bab 99. Tanpamu Apa Artinya, Tanpamu Serasa Hampa (2)
101 Bab 100. Walau Di Mana Berada, Ingatku Dalam Doamu
102 Bab 101. Walau Di Mana Berada, Ingatku Dalam Doamu (2)
103 Bab 102. Jangan Berhenti Mencintaiku
104 Bab 103. Arti Kehadiranmu, Kasih
105 Bab 104. Kau Adalah Hidupku, Lengkapi Diriku
106 Bab 105. Into The Night
107 Bab 106. Too Good To Be True
108 Bab 107. Somewhere Between The Night
109 Bab 108. Rangkaian Sajak Terindah
110 Bab 109. Gelayut Mendung di Tepi Jurang
111 Bab 110. Hitam Pekat Luka
112 Bab 111. Di Dasar Jurang
113 Bab 112. 1. Hari Di Mana Janji Tertunaikan
114 Bab 112. 2. Hari Di Mana Janji Tertunaikan
115 Renjana Senja Kala (END)
116 Extra 1 : Dibuang Sayang
117 Extra 2 : Dibuang Sayang
118 Extra 3 : Välkommen till Halmstad
119 Extra 4 : Matahari di Langit Timur (1)
120 THE LAST : Matahari di Langit Timur (2)
Episodes

Updated 120 Episodes

1
Bab 1. Turn Back Crime
2
Bab 2. "Adek Cantek Boh Hate Abang"
3
Bab 3. When A Blind Man Cries
4
Bab 4. Killing Me Softly
5
Bab 5. Dangerous Liaisons
6
Bab 6. Seven Deadly Sins
7
Bab 7. "Aneuk Mameh, Bek Moe"
8
Bab 8. Enigma
9
Bab 9. Kau di Sana, Aku di Sini
10
Bab 10. What You See, What I Feel
11
Bab 11. Have Nothing to Say
12
Bab 12. Cukup Sampai di Sini
13
Bab 13. Show Me The Meaning of Being Lonely
14
Bab 14. Same Shit, Different Way
15
Bab 15. Sooner or Later
16
Bab 16. The Longest Ride
17
Bab 17. The Longest Ride (2)
18
Bab 18. Meurumpok Deungon Gata Lom
19
Bab 19. Yen Tak Sawang Sorote Mripatmu
20
Bab 20. The Man Who Can't be Moved
21
Bab 21. "Dapatkah Aku Memeluknya?"
22
Bab 22. I'm My Father's Son
23
Bab 23. Pria Berkaos Biru Gelap
24
Bab 24. Peu Haba Deungon Hate?
25
Bab 25. I'm Not Afraid
26
Bab 26. A Brave Boy
27
Bab 27. Everything Goes Fine
28
Bab 28. Hate Loen Han Get-Get Mantong
29
Bab 29. Take Me Home, I'm Fallin'
30
Bab 30. Bila Waktu Tlah Memanggil
31
Bab 31. Gone Too Soon
32
Bab 32. Loen, Gata, Jih
33
Bab 33. Han Teupu Haroh Peugah Peu
34
Bab 34. You Can't Always Get What You Want
35
Bab 35. The Love I Never Knew
36
Bab 36. Sorry, I Let You Down
37
Bab 37. Ka Seb, Sampoe Hinoe
38
Bab 38. Just Beginning
39
Bab 39. Right Here Waiting
40
Bab 40. Pelukan Tak Terduga
41
Bab 41. Neubrie Loen Wate
42
Bab 42. Unconditional Love
43
Bab 43. Rho Le Ie Mata Meunyo Tingat Masa Nyan
44
Bab 44. Kami, yang Diragukan Negara dan Warga
45
Bab 45. A Man Who Runs to God
46
Bab 46. Found You Without Looking
47
Bab 47. When Everything Goes Wrong, You Make It Right
48
Bab 48. Bah Loen Peupah Hatee Nyo Dilee
49
Bab 49. I'll Give You All
50
Bab 50. Satu Nama Tetap di Hati
51
Bab 51. Suci Sekeping Hati
52
Mohon Maaf Lahir Batin
53
Bab 52. Bialah Angin Nan Tau Rindu
54
Bab 53. Adalah Engkau
55
Bab 54. "Pria Pemberani yang Pandai Bersiasat"
56
Bab 55. No Man Ever Steps in The Same River Twice
57
Bab 56. Uroe Raya, Uroe Bagia
58
Bab 57. Aku Wanita Biasa
59
Bab 58. Tak Ada Harga Semahal Cinta
60
Bab 59. Dua Benteng Tangguh
61
Bab 60. How Can I Not Love You
62
Bab 61. Pretty Woman, The Kind I Like to Meet
63
Bab 62. Selamat Uroe Lahee, Beu Meubahgia Sabee
64
Bab 63. I Don't Like You : I Like You
65
Bab 64. Di Persimpangan Dilema
66
Bab 65. Welcome to My Life
67
Bab 66. No One Understand
68
Bab 67. One Fine Day
69
Bab 68. Never Leave You, Really Love You
70
Bab 69. Hape Laho Do Ho Among, Tumadingkon Hami On
71
Bab 70. "Keep Your Head Up!"
72
Bab 71. Mengurai Benang Kusut
73
Bab 72. Bagai Getah Dibawa ke Semak
74
Bab 73. Step by Step, Everything Will be Fine
75
Bab 74. Only Time Will Tell and Heal
76
Bab 75. The Last Man Standing
77
Bab 76. Pinangan 300 Mayam
78
Bab 77. "Terimakasih Sudah Menerimaku"
79
Bab 78. We're Such A Happy Family
80
Bab 79. We're Such A Happy Family (2)
81
Bab 80. Coz You're The One
82
Bab 81. Menyusun Kepingan Puzzle
83
Bab 82. Tanpamu Jiwaku Takkan Utuh
84
Bab 83. Memang Kau Bukan Yang Pertama Bagiku
85
Bab 84. Kaleuh Suedeh Teuka Bahgia
86
Bab 85. When Somebody Loved Me
87
Bab 86. Meusandeng Ngoen Gata : Begin Again
88
Bab 87. Memilikimu Sepanjang Malam
89
Bab 88. Memilikimu Selamanya
90
Bab 89. Bagai Anak Ayam Kehilangan Induknya
91
Bab 90. Wanna Take Forever Tonight
92
Bab 91. Alright, Wifey
93
Bab 92. Don't Wanna Close My Eyes
94
Bab 93. Merayakan Cinta
95
Bab 94. Semburat Merah di Pipi
96
Bab 95. Without You, There'd be No Sun in My Sky
97
Bab 96. There Would be No Love in My Life
98
Bab 97. Your Words Don't Define Who I Am
99
Bab 98. Tanpamu Apa Artinya, Tanpamu Serasa Hampa
100
Bab 99. Tanpamu Apa Artinya, Tanpamu Serasa Hampa (2)
101
Bab 100. Walau Di Mana Berada, Ingatku Dalam Doamu
102
Bab 101. Walau Di Mana Berada, Ingatku Dalam Doamu (2)
103
Bab 102. Jangan Berhenti Mencintaiku
104
Bab 103. Arti Kehadiranmu, Kasih
105
Bab 104. Kau Adalah Hidupku, Lengkapi Diriku
106
Bab 105. Into The Night
107
Bab 106. Too Good To Be True
108
Bab 107. Somewhere Between The Night
109
Bab 108. Rangkaian Sajak Terindah
110
Bab 109. Gelayut Mendung di Tepi Jurang
111
Bab 110. Hitam Pekat Luka
112
Bab 111. Di Dasar Jurang
113
Bab 112. 1. Hari Di Mana Janji Tertunaikan
114
Bab 112. 2. Hari Di Mana Janji Tertunaikan
115
Renjana Senja Kala (END)
116
Extra 1 : Dibuang Sayang
117
Extra 2 : Dibuang Sayang
118
Extra 3 : Välkommen till Halmstad
119
Extra 4 : Matahari di Langit Timur (1)
120
THE LAST : Matahari di Langit Timur (2)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!