Bab 7. "Aneuk Mameh, Bek Moe"

"Aneuk Mameh, Bek Moe"

(Anak manis, jangan menangis -bahasa Aceh-)

***

Jakarta

Icad

Siang jelang sore ini ia baru pulang dari sekolah. Dan mendapati pintu rumah dalam keadaan terbuka lebar. Sementara beberapa alas kaki ukuran dewasa, tersimpan tepat di depan pintu. Pertanda jika rumahnya sedang kedatangan tamu.

Setelah mengucap salam, ia mengangguk pada para tamu. Lalu menghampiri nenek untuk mencium tangan.

"Wah, ini anaknya Cut, ya?" seru salah seorang tamu, yang merupakan wanita paruh baya.

"Iya," Nenek tersenyum mengangguk. "Yang sulung."

"Masih SMP sudah cakep begini?" seloroh tamu wanita tersebut. "Sini, Tong ... sini ... salam dulu sama Encang."

Ia sempat melihat ke arah Nenek. Sebelum akhirnya menghampiri tamu wanita tersebut untuk mencium tangan. Termasuk seorang kakek dan seorang pria lain yang juga duduk di ruang tamu.

"Siapa namanya, Tong? Kelas berapa?" tanya tamu wanita tersebut penuh semangat.

Ia menjawab seperlunya. Lalu mengangguk ke arah nenek. Meminta pengertian agar memperbolehkannya masuk ke dalam. Sebab perut kosongnya sedari tadi sudah protes minta diisi.

"Baru kelas tujuh sudah setinggi eni? Mana cakep banget lagi ...."

"Persis siapa Mak? Persis Cut apa almarhum lakinya?"

"Banyak orang bilang mirip Yah bitnya."

"Yah bit ntuh si Agam, Mak? Nyang udah kawin sama anak pejabat?"

Tanpa mengganti seragam sekolah, ia segera menuju ke dapur. Mengambil piring dan memenuhinya dengan nasi juga lauk.

Namun ketika tengah menarik kursi untuk duduk. Dari arah belakang rumah terdengar suara berbisik. Seperti orang sedang bertengkar, namun dengan penuh kehati-hatian. Seketika berhasil memancing rasa ingin tahunya. Dan mengabaikan rasa lapar yang sejak tadi membayangi.

Sambil membawa piring, ia bergegas menuju ke belakang rumah. Ingin tahu, kira-kira siapa orang yang begitu kurang kerjaan. Sampai harus berbisik-bisik di tempat yang kotor dan sempit, seperti pekarangan kecil di belakang rumahnya.

"Lagi pada ngapain?" tanyanya heran. Demi melihat Mama, Umay, dan Sasa, sama-sama tengah duduk di bawah tiang jemuran.

Mama sedang mengulek bumbu di atas ceprek. Sementara Umay dan Sasa tengah beradu mulut. Biasalah, dua adiknya itu tak pernah tidak bertengkar.

"Sssttt!" Umay langsung bangkit dan mengulurkan tangan guna membekap mulutnya.

"Apaan, May!" namun ia buru-buru menghindar. Sebelum Umay berhasil menyentuh wajahnya.

"Jangan berisik!" Umay memelototinya. "Nanti ketahuan!"

"Ketahuan sama siapa?" tanyanya tetap tak mengerti.

"Ketahuan sama tamunya lah!" sergah Umay namun dengan setengah berbisik.

"Abang tahu nggak, kalau nenek nenek sama kakek kakek yang ada di ruang yang tamu itu, lagi ngelamar Mama buat dijadiin menantu?" sambung Umay dengan gaya sok tahu yang menyebalkan.

"Haish!" ia tertawa tak percaya. "Dasar bocil (bocah cilik) ...."

"Ih, Abang nggak percayaan!" Umay menggerutu.

Ia masih tertawa meledek. Sambil matanya berusaha mencari-cari bangku kecil. Yang biasa dipakai Mama untuk duduk, saat memasak ataupun mencuci pakaian.

Ia akhirnya berhasil menemukan satu bangku tersisa. Yang letaknya sedikit tersembunyi di bawah tumpukan ember. Bersamaan dengan Sasa yang kedapatan merengek-rengek.

"Ma ... ayo, Ma .... Nanti keburu sore. Nanti Sasa telat datang ke ulang tahunnya Raline," rengek Sasa. Sambil mempermainkan ujung jilbab Mama.

Memelintirnya, lalu dilepaskan. Dipelintir lagi ujung jilbab Mama, kemudian Sasa melepaskannya. Begitu terus sampai membuat orang yang melihat merasa kesal sendiri.

"Iya ...." Mama tersenyum. "Tunggu tamunya pulang," bujuk Mama. "Sebentar lagi juga pulang ...."

"Nggak sabaran amat sih!" sungut Umay ke arah Sasa.

"Pokoknya Sasa nggak mau telat datang ke rumahnya Raline!" Sasa balas memelototi Umay.

"Nggak akan telat ...." Umay mengibaskan tangan. "Percaya sama Abang."

Tapi Sasa terus saja bergumam-gumam pelan. Namun sambil mengubah pola cara merajuk. Tak lagi memelintir ujung jilbab Mama. Kali ini Sasa beralih menarik-narik rok Mama.

"Mereka siapa, Ma?" tanyanya dengan mulut penuh mengunyah nasi dan lauk.

"Tamu nenek," jawab Mama sambil terus mengulek bumbu.

"Udah dibilang mau ngelamar Mama buat dijadiin istri! Ih, Abang!" protes Umay. Merasa tak rela, jika berita yang menurut Umay penting, justru tak dipercaya.

Ia hanya mendesis sebal pada Umay yang sok tahu. Lebih memilih untuk melahap makan siangnya. Sambil memperhatikan Sasa yang tak kenal lelah merengek pada Mama.

"Ma ... cepetan, Ma. Ayo, Ma ...."

Sejak Yah bit tak lagi tinggal di rumah mereka. Entah sudah berapa kali ada tamu berkunjung. Biasanya seorang pria dewasa. Atau bahkan dua orang pria dewasa sekaligus. Datang bertamu sambil membawa banyak bingkisan.

Karena tak menarik bagi dunianya. Ia pun bersikap acuh. Tak pernah ingin tahu atau mencari tahu. Tentang maksud kedatangan para tamu tersebut.

Tapi candaan Cang Romli dan Cing Mahbub di warung Babe Sadeli. Saat ia sedang disuruh nenek untuk membeli gula pasir. Membuatnya mulai berpikir tentang siapa sebenarnya tamu-tamu tersebut.

"Cad, semua orang tahu kalau si Agam udah nggak di rumah. Makanye makin banyak aje orang yang berani deketin si Cut."

"Hari ini ada tamu lagi nggak?"

Ia hanya meringis tak mengerti. Mendengar selorohan Cang Romli dan Cing Mahbub.

"Mama lu cakep sih, Cad. Jadi banyak yang demen."

"Awas jaga baek-baek. Jangan sampai si Cut dikawin sama laki brengsek."

"Heran gua, tahu aja ada barang bagus di kampung enih."

"Gua juga heran. Mana pas banget lagi, si Agam udah nggak tinggal di rumah."

"Tahu aja orang-orang."

"Dasar laki ...." Cang Romli terkekeh. "Ibarat pepatah nih ... ada gula, ada semut."

"Cang Romli!" seru istri Babe Sadeli. "Lu juga laki pan?"

Kemudian meledaklah tawa semua orang yang berada di warung.

Ia masih melahap makan siang dengan cepat. Sembari terus memandangi Mama. Yang baru saja selesai mengulek bumbu. Kini mulai beralih pada sebaskom besar ayam, yang telah ditiriskan usai dicuci bersih.

"Sasa nggak akan telat ke ulang tahunnya Raline," hibur Mama pada Sasa yang terus merengek.

"Sebentar lagi juga tamunya pulang," sambung Mama seraya tersenyum ke arah Sasa.

Seketika itu juga berhasil membuat mulutnya menganga lebar.

Iya.

Benar apa kata orang-orang.

Kalau Mama adalah seorang wanita yang cantik.

Cantik sekali.

Kenapa ia baru menyadarinya sekarang?

Padahal setiap Mama datang ke sekolahnya untuk mengikuti rapat wali murid atau mengambil raport, pasti ada saja guru yang berseloroh pada Mama. Terutama guru yang baru pertama kali bertemu dengan Mama.

"Ini anaknya atau adiknya?"

Ia pun buru-buru menghabiskan nasi di dalam piring. Lalu berkata pada Mama yang sedang membumbui ayam.

"Abang nggak mau Mama menikah lagi," ucapnya cepat. Sebelum keberaniannya menguap.

"Abang nggak mau punya ayah baru," sambungnya lagi, ketika Mama memandang dengan wajah kebingungan.

"Abang cuma punya ayah satu," sergahnya buru-buru. Ketika Mama terlihat hendak membuka mulut.

"Dan ayah abang sudah meninggal."

***

Pocut

Sejak kejadian tak menyenangkan hampir sebulan yang lalu. Ketika tiba-tiba datang seorang wanita ke keude. Hanya untuk memarahi dan mengatainya. Menuduhnya telah merebut suami orang. Ia tak pernah lagi mau menemui, siapapun tamu pria yang datang ke rumah.

Kecuali pemesan ayam tangkap yang hendak mengambil pesanannya tentu saja.

Selain itu, ia tak bersedia untuk menemui. Ia bahkan selalu meminta bantuan Mamak, untuk menemui dan menyambut para tamu.

Sementara ia sendiri berdiam diri di dalam kamar. Atau bersembunyi di belakang rumah. Menunggu hingga para tamu pria tersebut pamit pulang.

Sebab ia tak ingin kembali terkena fitnah. Sudah cukup sekali ia dipermalukan di depan umum. Yang ujung-ujungnya ternyata hanya salah paham. Karena ia memang tak pernah mengenal siapa suami wanita tersebut.

Ia benar-benar tak pernah menyangka, setelah bertahun-tahun berlalu sejak kepergian Bang Is. Status janda yang disandangnya, kini mulai membawa akibat yang tak menyenangkan. Padahal sebelumnya, semua terasa aman dan baik-baik saja.

"Itu karena orang-orang tahu, di rumah lu masih ada si Agam," begitu kata Cing Ella.

"Orang sekecamatan sini tahu lah siapa si Agam," seloroh Cing Ella.

"Ada gunanya juga dulu si Agam di cap anak nakal dan bandel. Jadi para laki jiper buat deketin elu, Cut," lanjut Cing Ella.

"Sekarang hampir semua orang tahu, kalau si Agam udah kawin sama anak pejabat. Udah pindah rumah. Nggak tinggal di sini lagi. Kesempatan kan buat para laki," pungkas Cing Ella setengah mencibir.

Namun suara mengejutkan Mamak berhasil membuyarkan lamunannya.

"Cut! Nanti ayam pesanan Bu Neswan mau diambil jam setengah lima!"

Ia pun cepat-cepat mengangguk gugup.

"Memasak itu jangan sambil melamun," ucap Mamak lagi. "Nanti masakannya keasinan. Keliru memasukkan garam."

Ia memandang ke arah Mamak dengan wajah malu. Namun Mamak justru tertawa. Membuatnya ikut tersenyum untuk kemudian tertawa.

"Babe Subur itu orang terpandang di kampungnya," namun ucapan Mamak selanjutnya, langsung menguapkan senyum yang tadi sempat terkembang.

"Yanuar anak bungsunya," sambung Mamak seraya terus menatapnya. Tapi ia berpura-pura sibuk sendiri di depan kompor.

"Sudah umur tapi belum ada jodoh."

"Yanuar dulu sempat kuliah tapi tak selesai. Sekarang kerjaannya mengelola angk ...."

"Yang mau diambil jam setengah lima, pesanan Bu Neswan saja atau ada yang lain, Mak?" ia buru-buru mengalihkan topik.

"Yang pesanan orang kecamatan tetap diambil setelah Maghrib kan?" tanyanya lagi.

Mamak menatapnya sambil menggelengkan kepala, "Kalau sekiranya ada yang cocok dan anak-anak suka, Mamak tak keberatan kau menikah lagi."

Ia kembali pura-pura sibuk di depan wajan, yang penuh berisi ayam tangkap hampir matang.

"Kau ini masih muda. Anak-anak juga masih kecil. Masih butuh sosok seorang ayah," sambung Mamak, yang dari sudut mata terlihat sedang menatapnya lekat-lekat.

Ia berdehem sebentar untuk menghilangkan gugup yang tiba-tiba melanda. Tapi belum juga angkat bicara, suara tangis Sasa telah lebih dulu terdengar.

"Kenapa?" tanyanya yang tergopoh-gopoh menuju ke ruang tamu. Di mana Umay terlihat sedang menggandeng tangan Sasa yang sedang menangis.

"Ulang tahun Raline sudah mulai?" tebaknya ketika Sasa langsung menghambur ke dalam pelukannya.

"Sasa telat sayang?" bisiknya sambil mengusap punggung Sasa.

"Bukan telat, Ma," jawab Umay dengan muka bersungut-sungut. "Tapi Sasa dimarahi sama ibu-ibu."

Ia mengernyit tak mengerti, "Dimarahi kenapa?"

"Iya," jawab Umay yang masih bersungut-sungut.

"Jadi kan ... di sana tadi ... ada yang bajunya mirip kayak baju punya Sasa," terang Umay dengan napas memburu.

"Terus ... anak yang bajunya mirip sama Sasa, nggak mau kalau bajunya ada yang nyamain," lanjut Umay.

"Jadi dia nangis ke ibunya," kali ini Umay kembali bersungut-sungut

"Terus ibunya datengin Sasa. Marahin Sasa. Nyuruh Sasa buat ganti baju yang lain. Jangan baju yang sama," pungkas Umay sambil membelai rambut Sasa.

"Udah, Sasa jangan nangis lagi," ucap Umay seraya terus membelai rambut Sasa.

"Baju Sasa kan banyak. Tinggal ganti sama yang lain kan? Gampang!" sambung Umay dengan gaya yang Umay sekali.

Ia pun tersenyum sambil mengeratkan pelukan pada Sasa.

"Ya udah, sekarang Sasa ganti baju, ya," bisiknya di telinga Sasa.

"Nanti diantar lagi sama Bang Umay ke rumah Raline," kali ini sambil mencium puncak kepala Sasa.

Tapi di luar dugaan, Sasa justru menggelengkan kepala keras-keras.

"Sasa nggak mau ganti baju!" rengek Sasa di antara isakan. "Sasa mau pakai baju princess yang ini!"

"Zhie bilang ... baju Sasa nggak sama kok ama baju Chirra," rengek Sasa lagi.

"Cuma mirip doang. Nggak sama!" Sasa kembali menggelengkan kepala keras-keras.

"Yah, ulang tahunnya udah mau mulai nih, Sa!" gerutu Umay. "Udah mau tiup lilin sama potong kue."

"Kue ulang tahunnya Raline tadi kelihatan gede banget dan kayaknya enyaaaaakkkk bangeeeettt ...." Umay memejamkan mata, seolah tengah membayangkan kelezatan kue ulang tahun Raline.

"Kalau kita telat ... nanti bisa nggak kebagian kue, Sa!" sungut Umay kemudian.

"Sekarang Sasa ganti baju ya ... biar kita cepet balik ke rumah Raline lagi?" bujuk Umay.

Tapi Sasa tetap menggelengkan kepala, "Sasa mau pakai baju princess! Nggak mau baju yang lain!"

Ia mengembuskan napas panjang. Berusaha mencari kalimat yang pas untuk membujuk Sasa.

 ---------------

"Aneuk mameh, bek moe (anak manis, jangan menangis) ...." hibur Mamak yang sedang memangku Sasa.

Sementara Sasa, meski sudah tak menangis dan merengek lagi. Tapi masih memasang wajah kesal dan cemberut.

Ia akhirnya mengikuti nasehat Mamak. Membiarkan Sasa tetap mengenakan baju princess favorit. Lalu mengantarkan Sasa pergi ke ulang tahun Raline. Sambil membawa bekal baju yang lain. Untuk berjaga-jaga.

"Aneuk mameh, bek moe (anak manis, jangan menangis) ...." ulang Mamak sambil mencium kepala Sasa. Saat melepas kepergian mereka ke rumah Raline.

Begitu sampai di rumah Raline. Yang berada di pinggir jalan besar. Sederetan dengan rumah Bu Neswan. Tempat orang-orang berada di sekitar Pasar Kemiri tinggal. Mereka langsung disambut oleh kemeriahan.

"Sasaaaa!" pekik beberapa gadis cilik sambil menghambur ke arah Sasa.

"Cepetan! Udah mau nyanyi tiup lilin!" seru para gadis cilik yang mengerubuti Sasa.

Ia pun tersenyum mengangguk, ketika Sasa meminta persetujuan padanya.

"Sasa masuk ke dalam sama Bang Umay, ya," ia tersenyum. "Mama nunggu di depan garasi sama ibu-ibu yang lain."

Sasa mengangguk senang dan langsung tertawa-tawa dengan teman-temannya.

"Jagain adik, May," pesannya pada Umay. Yang juga sudah bergabung dengan para anak laki-laki.

"Bereeees, Ma," Umay mengacungkan jempol.

Setelah memastikan Sasa dan Umay telah masuk ke dalam rumah Raline. Ia pun beranjak menuju ke depan garasi. Tempat di mana kursi telah disediakan berjejer. Khusus untuk para ibu yang mengantarkan putra putrinya. Lengkap dengan meja panjang berisi aneka cemilan.

Ia sedang berbincang dengan Mama Zhie dan Mama Queensha, teman sekelas Sasa di sekolah. Ketika seseorang tiba-tiba menepuk bahunya.

"Kamu ibunya Sasa?" ujar orang tersebut tanpa basa-basi.

"Iya, betul," ia mengangguk. "Ada apa, Mam?"

"Saya kan udah bilang tadi," gerutu orang tersebut. "Nyuruh Sasa buat ganti baju. Kenapa masih pakai baju yang sama?"

"Oh ...." ia tersenyum. "Ini dengan Mama Chirra, ya?" sapanya berusaha ramah.

Karena memang baru kali ini ia bertemu dengan Mama Chirra. Sepertinya kenalan Raline di tempat les balet atau musik. Sebab menurut sepengetahuannya, tak ada nama Chirra di kelas ataupun sekolah Sasa.

"Saya nggak mau anak saya nangis lagi gara-gara anak situ!" tapi rupanya Mama Chirra sedang tak ingin berbasa-basi.

"Ibu ih, meni galak amat," Mama Zhie ikut nimbrung. "Baju sama ya nggak masalah."

"Iya, Mam," ia mengangguk sopan ke arah Mama Chirra. "Saya sudah bawa baju ganti untuk Sasa," imbuhnya seraya mengangkat tote bag berisi baju Sasa yang lain.

"Tapi anak saya nggak mau kalau bajunya disamain ama temennya!" sela Mama Chirra dengan nada tinggi.

"Tadi Chirra datang duluan ke sini!" lanjut Mama Chirra berapi-api. "Jadi anak situ yang harusnya ganti baju!"

"Iya, Mam. Nanti tinggal ganti," ia masih berusaha tenang. Meski Mama Zhie, Mama Queensha, dan beberapa ibu lain di sekitar mereka mulai ikut menggerutu.

"Masalahnya tadi Sasa tetep mau pakai baju kesukaannya. Jadi saya nggak bisa maks ...."

"Kamu bisa beli baju mahal kayak gitu di mana?" tapi Mama Chirra justru menanyakan hal lain.

"Itu kan baju anak-anak yang harganya mahal. Cuma dijual di mall tertentu. Nggak mungkin banget kan ... orang kampung Koneng bisa beli baju semahal itu!" sembur Mama Chirra tak tanggung-tanggung.

Ia berusaha menarik napas panjang. Sementara ibu-ibu di sekeliling mereka mulai saling menuding.

"Eh, menghina orang kampung, ya!"

"Kalau nggak ada kampung ... nggak akan ada sebutan kota!"

"Iya deh, yang orang kota!"

"Atau itu baju kw pasti!" tuduh Mama Chirra. "Beli di grosir ya? Tapi modelnya di mirip-miripin sama yang ori!"

Ia masih mengembuskan napas panjang. Berusaha memilih kalimat yang tepat untuk menjawab tuduhan Mama Chirra. Dengan background suara ibu-ibu, yang masih saja saling menuding.

Namun belum juga ia berhasil menemukan padanan kata yang mengena. Sebuah mobil prestisius telah berhenti tepat di depan pintu gerbang rumah Raline. Tak jauh dari tempat mereka duduk.

Cukup menarik perhatian semua yang ada di sana. Karena seorang pria berpenampilan menarik, tiba-tiba turun dari dalam mobil. Lalu membuka pintu samping seraya berseru riang, "Kita sampai gadis-gadis ...."

"Terima kasih Papa Alisya ...." seru beberapa gadis cilik sekaligus. Yang satu per satu mulai keluar dari dalam mobil.

"As my pleasure, girls (dengan senang hati, para gadis) ...." jawab sang pria berpenampilan menarik dengan gaya kocak.

"Have fun semua yaaa!" ucap pria tersebut lagi seraya melambaikan tangan. "Alisya! Nanti Papa jemput jam tujuh malam."

"Iya, Pa," jawab gadis cilik terakhir, yang turun dari mobil.

Hampir semua orang di sekelilingnya berbisik-bisik, mengagumi pria berpenampilan menarik tersebut. Yang dengan isengnya membuka kacamata hitam, kemudian bergaya setengah membungkuk pada mereka semua.

"Mari, ibu-ibu ...."

Sebelum kembali menghilang di balik kemudi. Dan melajukan mobil prestisius, menjauh dari rumah Raline.

"Ohhh ...."

"Gantengnyaaaa ...."

"Artis ya tadi?"

Namun bukan pria berpenampilan menarik yang membuatnya terkesima, lalu tersenyum senang. Tapi karena ... seluruh gadis cilik yang baru saja turun dari dalam mobil, mengenakan baju princess yang sama seperti kepunyaan Sasa dan Chirra. Hanya warnanya saja yang membedakan.

Saat itu juga, Mama Chirra langsung ngeloyor pergi.

Sedangkan ibu-ibu yang lain justru bersorak kegirangan.

"Owalah ... itu yang katanya baju mahal?" seloroh ibu-ibu.

"Yang cuma bisa dibeli di mall tertentu."

"Yang nggak mungkin semua orang bisa beli."

"Ternyata malah jadi dress codenya anak kecil."

Sementara ia hanya bisa duduk di kursi sambil tersenyum lega.

"Aneuk mameh, bek moe (anak manis, jangan menangis) ...." bisiknya dalam hati.

***

Terpopuler

Comments

Fitri Handayani

Fitri Handayani

udah baca berulang kali tetap saja nangis

2024-08-24

1

himawatidewi satyawira

himawatidewi satyawira

bisa disleding ma dilakban ndak ya mama chirra ini?

2024-04-12

1

Putri Dhamayanti

Putri Dhamayanti

Lhaaa.. turunanx Hamzah ishaq yo pasti gwuanteng. Cakra ganteng, bang is jg pasti ganteng. secara hamzah n cut kak ida kan good looking. nah Bang is ganteng trs kak pocut cuantiikk yo pasti ae icad ganteng to the max

2024-01-17

2

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Turn Back Crime
2 Bab 2. "Adek Cantek Boh Hate Abang"
3 Bab 3. When A Blind Man Cries
4 Bab 4. Killing Me Softly
5 Bab 5. Dangerous Liaisons
6 Bab 6. Seven Deadly Sins
7 Bab 7. "Aneuk Mameh, Bek Moe"
8 Bab 8. Enigma
9 Bab 9. Kau di Sana, Aku di Sini
10 Bab 10. What You See, What I Feel
11 Bab 11. Have Nothing to Say
12 Bab 12. Cukup Sampai di Sini
13 Bab 13. Show Me The Meaning of Being Lonely
14 Bab 14. Same Shit, Different Way
15 Bab 15. Sooner or Later
16 Bab 16. The Longest Ride
17 Bab 17. The Longest Ride (2)
18 Bab 18. Meurumpok Deungon Gata Lom
19 Bab 19. Yen Tak Sawang Sorote Mripatmu
20 Bab 20. The Man Who Can't be Moved
21 Bab 21. "Dapatkah Aku Memeluknya?"
22 Bab 22. I'm My Father's Son
23 Bab 23. Pria Berkaos Biru Gelap
24 Bab 24. Peu Haba Deungon Hate?
25 Bab 25. I'm Not Afraid
26 Bab 26. A Brave Boy
27 Bab 27. Everything Goes Fine
28 Bab 28. Hate Loen Han Get-Get Mantong
29 Bab 29. Take Me Home, I'm Fallin'
30 Bab 30. Bila Waktu Tlah Memanggil
31 Bab 31. Gone Too Soon
32 Bab 32. Loen, Gata, Jih
33 Bab 33. Han Teupu Haroh Peugah Peu
34 Bab 34. You Can't Always Get What You Want
35 Bab 35. The Love I Never Knew
36 Bab 36. Sorry, I Let You Down
37 Bab 37. Ka Seb, Sampoe Hinoe
38 Bab 38. Just Beginning
39 Bab 39. Right Here Waiting
40 Bab 40. Pelukan Tak Terduga
41 Bab 41. Neubrie Loen Wate
42 Bab 42. Unconditional Love
43 Bab 43. Rho Le Ie Mata Meunyo Tingat Masa Nyan
44 Bab 44. Kami, yang Diragukan Negara dan Warga
45 Bab 45. A Man Who Runs to God
46 Bab 46. Found You Without Looking
47 Bab 47. When Everything Goes Wrong, You Make It Right
48 Bab 48. Bah Loen Peupah Hatee Nyo Dilee
49 Bab 49. I'll Give You All
50 Bab 50. Satu Nama Tetap di Hati
51 Bab 51. Suci Sekeping Hati
52 Mohon Maaf Lahir Batin
53 Bab 52. Bialah Angin Nan Tau Rindu
54 Bab 53. Adalah Engkau
55 Bab 54. "Pria Pemberani yang Pandai Bersiasat"
56 Bab 55. No Man Ever Steps in The Same River Twice
57 Bab 56. Uroe Raya, Uroe Bagia
58 Bab 57. Aku Wanita Biasa
59 Bab 58. Tak Ada Harga Semahal Cinta
60 Bab 59. Dua Benteng Tangguh
61 Bab 60. How Can I Not Love You
62 Bab 61. Pretty Woman, The Kind I Like to Meet
63 Bab 62. Selamat Uroe Lahee, Beu Meubahgia Sabee
64 Bab 63. I Don't Like You : I Like You
65 Bab 64. Di Persimpangan Dilema
66 Bab 65. Welcome to My Life
67 Bab 66. No One Understand
68 Bab 67. One Fine Day
69 Bab 68. Never Leave You, Really Love You
70 Bab 69. Hape Laho Do Ho Among, Tumadingkon Hami On
71 Bab 70. "Keep Your Head Up!"
72 Bab 71. Mengurai Benang Kusut
73 Bab 72. Bagai Getah Dibawa ke Semak
74 Bab 73. Step by Step, Everything Will be Fine
75 Bab 74. Only Time Will Tell and Heal
76 Bab 75. The Last Man Standing
77 Bab 76. Pinangan 300 Mayam
78 Bab 77. "Terimakasih Sudah Menerimaku"
79 Bab 78. We're Such A Happy Family
80 Bab 79. We're Such A Happy Family (2)
81 Bab 80. Coz You're The One
82 Bab 81. Menyusun Kepingan Puzzle
83 Bab 82. Tanpamu Jiwaku Takkan Utuh
84 Bab 83. Memang Kau Bukan Yang Pertama Bagiku
85 Bab 84. Kaleuh Suedeh Teuka Bahgia
86 Bab 85. When Somebody Loved Me
87 Bab 86. Meusandeng Ngoen Gata : Begin Again
88 Bab 87. Memilikimu Sepanjang Malam
89 Bab 88. Memilikimu Selamanya
90 Bab 89. Bagai Anak Ayam Kehilangan Induknya
91 Bab 90. Wanna Take Forever Tonight
92 Bab 91. Alright, Wifey
93 Bab 92. Don't Wanna Close My Eyes
94 Bab 93. Merayakan Cinta
95 Bab 94. Semburat Merah di Pipi
96 Bab 95. Without You, There'd be No Sun in My Sky
97 Bab 96. There Would be No Love in My Life
98 Bab 97. Your Words Don't Define Who I Am
99 Bab 98. Tanpamu Apa Artinya, Tanpamu Serasa Hampa
100 Bab 99. Tanpamu Apa Artinya, Tanpamu Serasa Hampa (2)
101 Bab 100. Walau Di Mana Berada, Ingatku Dalam Doamu
102 Bab 101. Walau Di Mana Berada, Ingatku Dalam Doamu (2)
103 Bab 102. Jangan Berhenti Mencintaiku
104 Bab 103. Arti Kehadiranmu, Kasih
105 Bab 104. Kau Adalah Hidupku, Lengkapi Diriku
106 Bab 105. Into The Night
107 Bab 106. Too Good To Be True
108 Bab 107. Somewhere Between The Night
109 Bab 108. Rangkaian Sajak Terindah
110 Bab 109. Gelayut Mendung di Tepi Jurang
111 Bab 110. Hitam Pekat Luka
112 Bab 111. Di Dasar Jurang
113 Bab 112. 1. Hari Di Mana Janji Tertunaikan
114 Bab 112. 2. Hari Di Mana Janji Tertunaikan
115 Renjana Senja Kala (END)
116 Extra 1 : Dibuang Sayang
117 Extra 2 : Dibuang Sayang
118 Extra 3 : Välkommen till Halmstad
119 Extra 4 : Matahari di Langit Timur (1)
120 THE LAST : Matahari di Langit Timur (2)
Episodes

Updated 120 Episodes

1
Bab 1. Turn Back Crime
2
Bab 2. "Adek Cantek Boh Hate Abang"
3
Bab 3. When A Blind Man Cries
4
Bab 4. Killing Me Softly
5
Bab 5. Dangerous Liaisons
6
Bab 6. Seven Deadly Sins
7
Bab 7. "Aneuk Mameh, Bek Moe"
8
Bab 8. Enigma
9
Bab 9. Kau di Sana, Aku di Sini
10
Bab 10. What You See, What I Feel
11
Bab 11. Have Nothing to Say
12
Bab 12. Cukup Sampai di Sini
13
Bab 13. Show Me The Meaning of Being Lonely
14
Bab 14. Same Shit, Different Way
15
Bab 15. Sooner or Later
16
Bab 16. The Longest Ride
17
Bab 17. The Longest Ride (2)
18
Bab 18. Meurumpok Deungon Gata Lom
19
Bab 19. Yen Tak Sawang Sorote Mripatmu
20
Bab 20. The Man Who Can't be Moved
21
Bab 21. "Dapatkah Aku Memeluknya?"
22
Bab 22. I'm My Father's Son
23
Bab 23. Pria Berkaos Biru Gelap
24
Bab 24. Peu Haba Deungon Hate?
25
Bab 25. I'm Not Afraid
26
Bab 26. A Brave Boy
27
Bab 27. Everything Goes Fine
28
Bab 28. Hate Loen Han Get-Get Mantong
29
Bab 29. Take Me Home, I'm Fallin'
30
Bab 30. Bila Waktu Tlah Memanggil
31
Bab 31. Gone Too Soon
32
Bab 32. Loen, Gata, Jih
33
Bab 33. Han Teupu Haroh Peugah Peu
34
Bab 34. You Can't Always Get What You Want
35
Bab 35. The Love I Never Knew
36
Bab 36. Sorry, I Let You Down
37
Bab 37. Ka Seb, Sampoe Hinoe
38
Bab 38. Just Beginning
39
Bab 39. Right Here Waiting
40
Bab 40. Pelukan Tak Terduga
41
Bab 41. Neubrie Loen Wate
42
Bab 42. Unconditional Love
43
Bab 43. Rho Le Ie Mata Meunyo Tingat Masa Nyan
44
Bab 44. Kami, yang Diragukan Negara dan Warga
45
Bab 45. A Man Who Runs to God
46
Bab 46. Found You Without Looking
47
Bab 47. When Everything Goes Wrong, You Make It Right
48
Bab 48. Bah Loen Peupah Hatee Nyo Dilee
49
Bab 49. I'll Give You All
50
Bab 50. Satu Nama Tetap di Hati
51
Bab 51. Suci Sekeping Hati
52
Mohon Maaf Lahir Batin
53
Bab 52. Bialah Angin Nan Tau Rindu
54
Bab 53. Adalah Engkau
55
Bab 54. "Pria Pemberani yang Pandai Bersiasat"
56
Bab 55. No Man Ever Steps in The Same River Twice
57
Bab 56. Uroe Raya, Uroe Bagia
58
Bab 57. Aku Wanita Biasa
59
Bab 58. Tak Ada Harga Semahal Cinta
60
Bab 59. Dua Benteng Tangguh
61
Bab 60. How Can I Not Love You
62
Bab 61. Pretty Woman, The Kind I Like to Meet
63
Bab 62. Selamat Uroe Lahee, Beu Meubahgia Sabee
64
Bab 63. I Don't Like You : I Like You
65
Bab 64. Di Persimpangan Dilema
66
Bab 65. Welcome to My Life
67
Bab 66. No One Understand
68
Bab 67. One Fine Day
69
Bab 68. Never Leave You, Really Love You
70
Bab 69. Hape Laho Do Ho Among, Tumadingkon Hami On
71
Bab 70. "Keep Your Head Up!"
72
Bab 71. Mengurai Benang Kusut
73
Bab 72. Bagai Getah Dibawa ke Semak
74
Bab 73. Step by Step, Everything Will be Fine
75
Bab 74. Only Time Will Tell and Heal
76
Bab 75. The Last Man Standing
77
Bab 76. Pinangan 300 Mayam
78
Bab 77. "Terimakasih Sudah Menerimaku"
79
Bab 78. We're Such A Happy Family
80
Bab 79. We're Such A Happy Family (2)
81
Bab 80. Coz You're The One
82
Bab 81. Menyusun Kepingan Puzzle
83
Bab 82. Tanpamu Jiwaku Takkan Utuh
84
Bab 83. Memang Kau Bukan Yang Pertama Bagiku
85
Bab 84. Kaleuh Suedeh Teuka Bahgia
86
Bab 85. When Somebody Loved Me
87
Bab 86. Meusandeng Ngoen Gata : Begin Again
88
Bab 87. Memilikimu Sepanjang Malam
89
Bab 88. Memilikimu Selamanya
90
Bab 89. Bagai Anak Ayam Kehilangan Induknya
91
Bab 90. Wanna Take Forever Tonight
92
Bab 91. Alright, Wifey
93
Bab 92. Don't Wanna Close My Eyes
94
Bab 93. Merayakan Cinta
95
Bab 94. Semburat Merah di Pipi
96
Bab 95. Without You, There'd be No Sun in My Sky
97
Bab 96. There Would be No Love in My Life
98
Bab 97. Your Words Don't Define Who I Am
99
Bab 98. Tanpamu Apa Artinya, Tanpamu Serasa Hampa
100
Bab 99. Tanpamu Apa Artinya, Tanpamu Serasa Hampa (2)
101
Bab 100. Walau Di Mana Berada, Ingatku Dalam Doamu
102
Bab 101. Walau Di Mana Berada, Ingatku Dalam Doamu (2)
103
Bab 102. Jangan Berhenti Mencintaiku
104
Bab 103. Arti Kehadiranmu, Kasih
105
Bab 104. Kau Adalah Hidupku, Lengkapi Diriku
106
Bab 105. Into The Night
107
Bab 106. Too Good To Be True
108
Bab 107. Somewhere Between The Night
109
Bab 108. Rangkaian Sajak Terindah
110
Bab 109. Gelayut Mendung di Tepi Jurang
111
Bab 110. Hitam Pekat Luka
112
Bab 111. Di Dasar Jurang
113
Bab 112. 1. Hari Di Mana Janji Tertunaikan
114
Bab 112. 2. Hari Di Mana Janji Tertunaikan
115
Renjana Senja Kala (END)
116
Extra 1 : Dibuang Sayang
117
Extra 2 : Dibuang Sayang
118
Extra 3 : Välkommen till Halmstad
119
Extra 4 : Matahari di Langit Timur (1)
120
THE LAST : Matahari di Langit Timur (2)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!