Lelah menunggu seharian tentang kebenaran siapa sebenarnya pria bernama Tama, akhirnya Thomas memberanikan diri menelpon sahabatnya.
Masa bodoh lah Satria akan mengatainya Bucin, atau apalah, karena nyatanya sejak semalam keingintahuan Thomas tentang hubungan Tama terus saja mengusik hidupnya.
Tak ada jawaban dari pria yang sampai saat ini masih menjabat sebagai sahabatnya itu, sebab beberapa saat lalu Thomas pernah berpikir untuk memecat Satria dari jabatannya sebagai sahabat. Satria memang jarang sekali memegang ponsel bila sedang berada di rumah pada akhir pekan, ditambah ia baru saja merayakan syukuran kehamilan istrinya. Jadi mungkin saja sekarang dia sedang mengobrol dengan kerabat-kerabat istrinya yang sebagian masih menginap di rumah mertua sahabatnya, juga calon mertuanya itu. Menurutnya.
Sekali lagi Thomas mencoba menghubungi Satria, dan tetap tak ada jawaban.
"Elu gak lagi ber uh-ah ria kan Mbek?" Thomas bicara pada benda pipih yang masih menyuarakan nada tunggu.
"Gue samperin aja apa ya?" Thomas bangkit dari sofanya. "Eh tapi apa alesannya?" Kali ini Thomas sambil mondar-mandir mencari alasan yang tepat untuk bisa mengunjungi rumah calon mertuanya. Semoga.
Masih juga tak mendapatkan alasan, akhirnya Thomas memilih membersihkan dirinya, dan melanjutkan berpikir sambil mandi. Karena pikirnya, mungkin ilham bisa turun saat air dingin mengguyur tubuhnya, mungkin pada saat sikat gigi, atau juga ketika ia membersihkan sela-sela kukunya saat mandi.
Tapi sayangnya, sampai saat dia sudah selesai mengancingkan celana jeansnya, Sang Ilham belum juga menghampiri.
"Apa karena ini weekend, si Ilham juga ikutan libur?" Sepertinya pria itu mulai putus asa. "Yaelah, Ham, kayak pegawe kecamatan aja lu, pake acara libur!" Sambil menyambar kunci mobilnya.
Masa bodoh lah dengan cutinya sang Ilham, yang penting ia pergi dulu ke sana, toh sudah biasa juga kan dia datang dan dihina oleh istri sahabatnya yang sialnya adalah adik dari wanita yang begitu ia cintai.
Ahh, cinta…
Rasanya baru kemarin dia berujar untuk tak mau mengenal lagi tentang rasa bernama cinta, tapi mengapa rasa itu kini malah membungkus dirinya?
Thomas terkekeh di balik kemudi.
Jarak apartemen dengan kediaman orang tua Amora memang tak terlalu jauh, jika hari biasa bisa satu jam dia habiskan di jalan untuk menempuh jarak menuju rumah itu, namun saat weekend seperti ini, karena jalanan yang cukup lenggang, jadi cukup sekitar 30 menit saja Thomas sudah membunyikan klakson mobilnya di depan gerbang.
Ilham yang ia kira cuti ternyata datang di detik-detik terakhir pintu gerbang dibuka.
Sebuah ide yang lumayan masuk akal terlintas di otaknya yang cerdas itu.
Jadwal keberangkatan Satria ke Cina yang tadi pagi diubah oleh pihak Cina, menjadi alasan Thomas untuk datang ke rumah tersebut.
"Tengkyu Ham, gue bakal bayar bonus lemburan lu dua kali lipat!" gumamnya sambil melemparkan senyum kepada Mang Aep satpam yang siang itu berjaga di depan gerbang. "Haturnuhun, tengkyu, Mang!" ucapnya dengan wajah penuh suka cita.
Masih ada deretan beberapa mobil asing di parkiran rumah besar Anggara, seperti dugaan Thomas keluarga jauh dari bakal calon istrinya itu masih berada di sana.
"Eh, ada Mas ganteng! Mau ketemu Mbak Ara ya!" terka si pembantu rumah tangga centil yang biasa dipanggil Encus.
"Tetooooot! Anda kurang beruntung, silakan coba di lain kesempatan!"
"Ya gagal deh aku dapet hadiah 2 juta rupiah!" Encus seolah kecewa, seperti orang yang gagal menjawab kuis berhadiah.
"Semangat ya Cus, lebih giat belajar lagi!" selorohnya, sambil menapaki beberapa anak tangga yang ada di teras.
Kebetulannya, pintu utama dalam keadaan terbuka lebar, hingga suara gelak tawa bapak-bapak yang entah sedang membahas apa, terdengar oleh Thomas, bahkan suara lembut Amora yang sepertinya sedang bersitegang meributkan sesuatu yang penting ikut menyapa kedatangan Thomas.
"Assalamu'alaikum!" ucap Thomas, membuat keheningan sepersekian detik, karena untuk membalas salamnya.
"Waalaikumsalam!" seru para bapak-bapak yang tadi tengah terbahak-bahak karena sepertinya para kaum wanita tak mendengar ucapan salamnya.
"Eh, Nak Thomas toh," sapa Rahardian ramah, "Raaaa!" panggilnya pada si Sulung.
"Amora lagi pada ngobrol sama yang lainnya di ruang tengah, samperin aja. Tau sendiri mereka kalau udah kumpul, nyaingin pemandu sorak," kelakar pria lainnya yang sepertinya lebih tua beberapa tahun dari Rahardian.
Beruntungnya dari kelima pria yang ada di situ, tak ada si Kampretto Delisioso di sana. Hati Thomas menyeringai. Karena itu berarti kemungkinan si Tama menikahi Amora lebih kecil dibanding.
"Saya mau ketemu Satria, bukan Amora. Ada urusan kerjaan yang harus dibahas, dari tadi di telepon gak diangkat terus soalnya." Meski hati Thomas kini seperti ditaburi ribuan bunga, namun tetap saja ada rasa gengsi yang membatasi dirinya untuk tetap berlagak cool.
"Satria sama Kimy tadi pagi-pagi sekali izin pergi ke rumah orang tua Satria. Kimy ngedadak pengen liat ikan Koi di sana," jawab Rahardian.
"Pasti Koi piaraan Almarhum Pak Wira bukan kaleng-kaleng kayak punya kita," celetuk salah seorang dari mereka.
"Pastinya lah. Semuanya jenis Black dragon. Yang kalau gak salah dia beli langsung dari Jepang." Rahardian mengingat-ingat kejadian beberapa tahun lalu.
"Betul itu, ada 10 ekor yang dia beli, semuanya black dragon kualitas premium. Butuh proses yang sangat panjang untuk bisa ikan-ikan itu sampe ke sini," balas Thomas, karena pada saat itu dialah yang mengurus semua surat izin membawa hewan dari luar negeri yang begitu rumit dan menyita waktunya.
"Sepuluh?" tanya pria yang Thomas ketahui adalah suami dari kakak calon ibu mertuanya. "Sepuluh black dragon?" Memastikan, jika yang dia dengar itu benar.
" Sebelas lebih tepatnya yang berhasil diimpor ke sini, satunya adalah bonus dari penjualnya. Tapi bonusnya itu adalah ikan yang lebih besar dari yang Pak Wira beli, karena ikan itu adalah salah satu koleksi si penjual," terang Thomas.
Mereka semakin takjub, karena bisa dibayangkan betapa melimpahnya kekayaan seorang Wiratmadja, karena telah mudahnya mengeluarkan milyaran uang hanya untuk beberapa ekor ikan hias.
"Jadi pengen liat ikan black dragon yang katanya pernah ada yang beli, seharga 2 milyar lebih." Mereka makin penasaran.
"Bisa liat sebelas ikan koi termahal di dunia itu adalah sebuah anugerah."
Namun sayangnya hal itu tak akan pernah mereka lihat, karena sekarang ikan itu hanya tersisa 10 ekor, karena satu yang terbesar dan tercantik dari mereka, sedang dinikmati oleh Kimy.
"Eh, ada Tom-Tom," sapa Dina yang datang dengan membawa cemilan untuk teman minum kopi para lelaki tua itu. "RAAAA!!!" teriak Dina.
"Ya Buuuu!" jawab Amora dari ruang tengah.
"Saya niatnya mau ketemu Satria, saya gak tau kalau Satria udah ke rumah kakek Wira."
"Oh. Ibu kira Nak Tom-Tom mau ketemu Ara."
Thomas tersenyum bangga, karena ucapan Dina seolah sebuah sinyal bahwa Dina telah membuka diri untuk dirinya menjadi member keluarga yang lebih hangat dari keluarga cemara itu. Mungkin bisa disebut keluarga beringin? Terserah saja.
"Gak kok, Bu. Lagian Amora juga keliatannya lagi sibuk ngobrol." Thomas berniat segera pamit.
Meski awalnya dia berniat akan menemui Satria, tapi setelah melihat penerimaan Dina dan Rahardian selaku orang tua dari calon mempelai wanitanya, Thomas mungkin memilih untuk kembali ke apartemen untuk melanjutkan mimpinya yang sejak semalam terganggu karena sibuk memikirkan Amora.
"Iya, kita lagi sibuk milih gaun yang akan di pake Ara di pernikahan—"
Kilat kembali menyambar hingga Thomas tak lagi mempedulikan ocehan Dina.
Pernikahan?
Gaun Pernikahan?
Hatinya longsor oleh bencana alam yang sedang melanda organ dalamnya saat itu.
...Hayo, siapa yang bisa nebak, lanjutan dari ucapan Emak Tiri Cinderella itu??? ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
She Imoed
langsung longsor dadakan itu hatinya Thomas
2024-11-06
0
Neni Sumartini
Thomas longsor hatinya, sabar ya tom tom 🤭🤭
2024-10-21
0
Siti solikah
wah kesaing nih
2024-09-20
0