Tommy kembali melajukan mobilnya menuju Rumah Roma. Sepasang kekasih yang baru saja memadu kasih menikmati masa bahagia mereka. Sepanjang jalan tangan mereka saling bertautan. Senyuman yang tak pernah lepas dari bibirnya.
Tommy sudah memutuskan apapun rintangannya kedepan ia akan tetap memperjuangkan cintanya. Ia sudah tidak ingin gagal lagi. Cukup sekali ia menyia-nyiakan wanita yang pernah mengisi hidupnya. Menikah karena kesalahannya sendiri, dulu dia sempat berpikir kalau pernikahan itu adalah sebuah permainan namun setelah mengalami kegagalannya yang pertama ia sangat menyesalinya. Tetapi ia bersyukur bahwa Tuhan mempertemukannya, membuka hatinya dan menyembuhkannya melalui Roma gadis yang awalnya sangat ia benci akhirnya menjadi sangat ia cintai. Memang benar kata pepatah "Janganlah terlalu membenci Orang dengan berlebihan karena akhirnya kamu akan mencintainya. Rasa benci dan Cinta itu sangat tipis perbedaannya."
Tommy yang tidak pernah percaya dengan hal-hal absurd seperti itu akhirnya ia mengalaminya sendiri.
Mobil Tommy berhenti tepat di halaman Mansion indah milik keluarga Nasution itu. Ia sangat mengagumi keunikan bangunan Mansion Orangtua calon istrinya itu. Roma mengajak Tommy masuk ke dalam bagunan megah itu.
"Assalamualaikum–." Roma dan Tommy mengucapkan salam bersamaan saat memasuki rumahnya.
"Waalaikumsalam–." Terdengar jawaban dari dalam Rumah.
Senyuman lebar dibibir sepasang kekasih itu menghilang seketika saat melihat Togar sedang duduk di ruang keluarga bersama Robert.
"Kenapa sih dia datang terus, bikin pusing aja." Roma menatap Tommy lalu tersenyum.
"Eeh ada tamu, siapa Boru?" tanya Togar saat Roma mencium punggung tangannya.
"Siapa pula laki-laki yang datang bersama si Roma?" Robert menatap sinis pada Tommy.
"Teman Badi Pak, yang Badi ceritakan kemarin baru sempat datang sekarang Pak."
"Badi, siapa Badi?" Tommy bingung sendiri.
"Ooh Iya silahkan duduk."
"Terimakasih Om–."
Tommy menganggukkan kemudian mendekati Togar dan mencium punggung tangannya lalu duduk di sofa yang berbeda dengan Robert.
"Oya siapa namanya?" tanya Togar ramah.
"Tommy Om." Tommy dengan penuh senyum diwajahnya menjawab dengan singkat.
"Ini kenalkan Paribannya si Badi, namanya Robert."
"Tommy–." Tommy mengulurkan tangannya.
"Robert–." dengan malas Robert terpaksa menyambut tangan yang fillingnya pasti saingannya itu.
Togar tersenyum pada Tommy ia sangat senang melihat Tommy yang begitu sopan. Baru saja mengenalnya tapi Togar sudah merasa nyaman dan senang. Ia menilai gerakan tubuh Tommy yang begitu sopan. Sangat jarang ditemuinya ada seorang Pria yang datang dan langsung mencium punggung tangannya. Bahkan Robert pun tidak melakukan hal itu. Biasanya saat bertemu dengan sesama pria batak yang belum saling mengenal biasanya mereka cukup dengan berjabat tangan saja. Namun berbeda dengan Tommy, Togar merasa Tommy memperlakukannya sudah seperti keluarga sendiri.
"Kenapa kok bisa nak Tommy pulang bareng dengan Boruku?"
"Tadi Badi sekarang Boru nanti apa lagi?"
"Boru?" Tommy menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Roma menyadari kalau Tommy sedang bingung.
"Boru itu sama dengan Putri Bang, panggilan untuk anak perempuan dari keluarga batak."
"Oh–." Tommy mengangguk-anggukkan kepalanya. "Terus Badi apa lagi?"
"Hehe, ceritanya panjang. Intinya aku dipanggil dirumah ini Badi Bang."
"Kok, aku baru tahu Ban? Kalau Iban di panggil Badi?" Robert yang awalnya diam akhirnya ikut bicara.
"Karena itu memang hanya ito-itonya saja yang memanggilnya begitu bere." ucap Togar dan Robert pun hanya berkata "Oh–." sambil menganggukkan kepalanya.
Tommy melirik Roma ingin menanyakan istilah-istilah yang baru saja dia dengar dan terasa aneh menurutnya.
"Ito itu panggilan sesama saudara, kalau bere itu panggilan untuk keponakan laki-laki. Pokoknya gitu deh Bang. Pokonya banyak lagi istilah-istilah orang Batak yang bakal bikin kepala Abang pusing. Aku aja yang memang asli orang batak pusing, apalagi Abang yang bukan orang batak. hehe." Roma tersenyum.
"Ga apa-apa itu, bisa belajar pelan-pelan kalau ada niatnya." Berta datang dari dapur membawakan minuman untuk Tommy.
"Tante–." Tommy mendekati Berta dan mencium punggung tangannya.
Semakin lebar senyum Togar saat melihat kesopanan Tommy itu.
"Nak Tommy satu kerjaan sama Badi? Kok bisa pulangnya sama-sama?" Berta mengulangi pertanyaan Togar yang belum sempat terjawab karena terpotong dengan penjelasan istilah-istilah itu.
"Bukan Tante, CALON ISTRI saya yang dokter kalau saya bukan Tante." Tommy memberanikan dirinya langsung tembak sasaran. Karena ia melihat ketidaksenangan Robert padanya.
"Oo, sudah punya calon istri toh. Kerja dimana calonnya?" Berta masih belum mengerti kalau yang dimaksud Tommy calon istrinya itu adalah putrinya sendiri.
"Di Rumah Sakit Citra Medistra Tante–."
Uhuk... Uhuk... uhukkk.
Robert terbatuk saat mendengar ucapan Tommy.
"Kurang ajar, enak sekali dia mengaku kalau Roma itu calon istrinya. Hei Bung jangan sok kegantengan kau disini. Kau itu ga akan bisa merebut Roma dari aku. Aku lebih berhak dan lebih pantas untuk jadi suami Roma."
"Kenapa kau bere? pelan-pelan minum, jangan buru-buru jadi tersedak kau kan!" Berta menepuk-nepuk punggung Robert.
"Jadi maksud nak Tommy ini calon istrinya itu satu kerjaan sama anak Tante?"
"Alamak si Mamak kok kambuh bloonnya. Buat malu aja Mak–" Batin Roma
"Bukan temannya Tante, tapi Borunya Tante inilah yang mau saya jadikan istri saya." Tommy menggenggam tangan Roma. Namun Roma melepaskan dengan halus. Ia merasa canggung dan malu di depan kedua Orangtuanya apalagi ada Robert disana. "Itupun kalau Om dan Tante merestui. Karena kata Roma sebelum saya datang dan meminta restu langsung sama Om dan Tante dia tidak akan terima lamaran saya Tante." Tommy menceritakan kejadian yang sebenarnya.
"Gue harus dapat restu dari orangtuanya malam ini juga. Kalau masalah restu dari Abang-abangnya bisa nyusul entar." Batin Tommy.
"Bah, Bah, Bah– nga gawat be Pak (Udah gawat Pak)" ucap Berta pada suaminya. Iya tidak menyangka kalau Tommy akan seberani itu langsung mengatakan maksudnya. Belum ada aba-aba dan Tommy juga baru pertama kali datang kerumahnya dan mereka juga belum tahu siapa Tommy sebenarnya.
"Apanya yang gawat, kau itu kadang-kadang berlebihan kali mak." Togar menggeleng-gelengkan kepalanya melihat Istrinya yang kaget dengan ucapan Tommy.
Robert sadar kalau Tulangnya itu sudah menyukai Tommy.
"Jadi gimana Om, Tante?" Tommy setengah memaksa dan mendesak.
"Apa-apaan kau lae, datang-datang mendesak Tulang saya begitu. Asal lae tahu ya–" Robert berdiri dan mulai bekacak pinggang. "Sebelumnya saya sudah lebih dulu melamar si Roma dan saya disini menunggu jawabannya."
"Hadeehhh kenapa jadi runyam gini sih?" Batin Roma.
"Tenang Bro, jangan ngegas dulu dong. Saya kan hanya bertanya dengan Orangtua dari KEKASIH saya." Tommy berusaha tetap sopan didepan Orangtua Roma namun tetap memberi penekanan diakhiri ucapannya, ia tidak mau menyakiti hati Roma lagi.
"Tenang dulu bere. Duduk lah dulu bere." Togar mulai tidak senang melihat kelakuan keponakannya itu. "Seperti yang bere tahu, semua keputusan itu ada ditangan Paribanmu ini. Kami sebagai Orangtua hanya bisa mendukung pilihannya saja. Karena yang akan menjalani rumahtangganya nanti kan Boru ku ini-nya, bukan aku bere." Togar memberikan pengertian pada keponakannya itu dengan bijaksana namun tetap saja Robert merasa Tulangnya itu lebih memihak kepada pesaingnya itu.
"Jawablah Boru, jangan pernah kau menggantung perasaan laki-laki, dan buat kau bere apapun keputusan dari boruku ini kau harus terima lapang dada. Ga jadi pun kau sama boruku ini tetapnya kau itu bere kami. Dan kau boru buatlah keputusan yang sesuai dengan hati dan pilihanmu jangan karena keterpaksaan." Berta menyerahkan semua keputusan kembali kepada Roma.
Roma sangat bingung ini adalah keputusan yang harus diambilnya. Walaupun sebenarnya perjanjiannya dengan Robert bukanlah hari itu melainkan keesokan harinya tapi karena Robert sudah menyinggungnya dan Orangtuanya juga sudah memintanya jadi mau tidak mau iapun harus membuat keputusan.
Roma menarik nafasnya dan menghembuskannya perlahan. "Sebelumnya aku minta maaf buat Bang Tommy dan Paribanku. Iban, jujur aku ga bisa menerima lamaran Iban. Aku sudah menganggap Iban itu sama seperti Abang-abang ku yang lain. Kita saudara Iban bahkan samudar dope hita (Satu darah masih kita). Aku menghargai keberanian Iban datang kesini bertemu langsung dengan Bapak Mamak bahkan di depan Abang-abang ku Iban mengatakan maksud Iban. Seharusnya aku menjawabnya besok ya Ban, tapi karena ini permintaan Iban maka aku jawab sekarang. Sampaikan juga permohonan maafku buat Namboru dan Amangboru, karena siapapun pasangan hidupku nanti, aku ini tetap Parumaen mereka ga akan pernah berubah."
"Kenapa kau lebih memilih dia dibandingkan aku Ban?" Robert sakit hati karena lamarannya telah di tolak oleh Roma.
"Kenapa aku memilih dia? Karena aku mencintainya Ban. Mungkin kalau Iban datang dan mendekatiku jauh sebelum aku kenal dengannya bisa jadi aku menerima lamaran Iban, tapi Iban datang diwaktu yang ga tepat Iban. Iban datang disaat hatiku sudah memilih dia untuk jadi Imamku."
Tommy merasa senang dan bahagia mendengar pengakuan dari Roma.
"Selamat Lae." Robert mengulurkan tangannya memberi selamat pada Tommy.
Robert menyadari apa yang dikatakan Roma itu benar adanya selama ini dirinya hanya memendam perasaannya tanpa berusaha mengatakan atau mendekati Roma.
"Terimakasih." Tommy menyambut tangan Robert.
"Bang Tommy jangan senang dulu.–"
Deg...
"Ada apa lagi sih dek? Jangan aneh-aneh dan buat aku malu didepan Orangtuamu napa?"
"Seperti perjanjian kita Abang harus dapat restu dulu dari Bapak Mamakku dan ke empat saudaraku baru aku mau jadi istri Abang."
Togar dan Berta tersenyum melihat Roma, mereka merasa bangga pada putrinya itu. Bukan hanya restu dari mereka yang harus Tommy dapatkan tetapi dari ke empat saudaranya juga. Pastilah Tommy tidak akan mudah mendapatkan restu dari B-Brother itu.
"Jadi gimana Om, Tante apa Om dan Tante merestui hubungan kami?" Tommy kembali bertanya memastikan apakah dirinya sudah dapat restu atau belum.
"Sepertinya nak Tommy harus berjuang mendapatkan restu dari B-Brother dulu baru Om dan Tante akan merestui hubungan kalian." ucap Togar
"Siapa lagi B-BROTHER?"
"Ke empat Abangku–"
Roma melihat perubahan raut wajah Tommy yang gagal mendapatkan restu dari Orangtua Roma.
"Semangat ya sayang–! Semangat mengejar restu untuk kita." bisik Roma ditelinga Tommy.
Ga sadar keasyikan Nulis udah dini hari aja.
Jangan Lupa rutinitas setelah aku Up ya 🤗
Happy Reading 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments