Memendam atau Menyampaikan?

*Arjuna POV

Aku beranjak ketika selesai melakukan latihan fisik bersama prajurit baru. Tiba-tiba saja aku di panggil oleh jenderal Ardiansyah. Tumben sekali dia memanggilku.

Aku jadi sedikit gugup dan keluar dari halaman pelatihan. Aku menuju ke bagian dalam gedung yang di khususkan untuk peristirahatan para jenderal.

Ketika sampai di sana, aku segera masuk dan mengedarkan pandangan, menatap ruangan utama yang hanya berisi meja, kursi, serta dua lelaki yang berdiri saling berhadapan.

Aku menilik lekat, dan di dalam sana aku di kejutkan oleh penampakkan Raka. Kenapa dia juga berada di dalam sini??

"Hormat saya, jenderal." Ucapku sambil memberikan salam dengan membungkukkan badan. "Apa yang membawa saya datang kemari?" Aku bertanya.

"Kau pasti mengenali bawahanmu ini?"

Aku menoleh ke arah Raka yang tengah tertunduk. "Ya."

"Bukankah kalian berada di desa yang sama?"

Aku mengangguk. "Maaf, tapi apa yang telah ia perbuat hingga saya harus di panggil ke tempat ini?" Tanyaku bingung.

Jenderal Ardiansyah nampak menghela napas, sambil mengetuk-ngetuk kukunya ke atas meja. Sementara aku dan Raka hanya terdiam dengan posisi mematung di tempat.

"Para pengawal kerajaan melaporkan perbuatannya padaku. Ini belum sampai ke telinga raja, karena aku menyanggupi untuk menyelesaikannya secara mandiri."

Kedua mataku terbelalak. "Apa dia menentang pengawal kerajaan?" Terkaku.

"Hampir, dia menolong seorang perempuan yang tiba-tiba datang ketika para pengawal berniat untuk menghukum anak hina yang berani-beraninya menatap yang mulia." Perkataan jenderal Ardiansyah membuatku menggelengkan kepala.

"Apa itu benar, Raka?" Tanyaku.

"..Ya. Aku tak bermaksud untuk menentang tugas para pengawal, hanya saja.. dia berniat melukai Ayu yang tidak tahu menahu tentang hal ini. Ayu itu gadis sakit." Ucap Raka dengan wajah datar. Aku jadi bingung, apakah dia merasa menyesal atau tidak.

"Ayu?" Sang jenderal terdengar terkejut. "Apakah kalian berasal dari desa dekat pesisir pantai?" Kami berdua mengangguk. "Apakah dia gadis cantik yang pandai mengobati orang-orang sakit?"

Aku mengernyit bingung, sementara Raka segera membenarkan perkataan sang jenderal. "Ya, dialah orangnya."

Wajah jenderal sedikit terkejut. Ia terdiam cukup lama, setelah mengetahui hal tersebut. Dan di luar dugaan, jenderal mengampuni Raka dan juga tak menyuruh ku untuk memberi hukuman pada lelaki ini.

Kami di persilakan keluar ruangan. Dan selama berjalan melewati selasar gedung, aku melihat Raka terus menggenggam pergelangan tangannya.

"Ada apa?" Tanyaku. "Apa kau terluka sebelum berperang?" Lanjutku remeh, sambil menyunggingkan senyum.

Ia menoleh ke arahku. "Bukan. Ini hanya gelang." Singkatnya.

Di luar dugaan, ia malah tak tersinggung. Benar-benar berbeda dengan reaksi yang biasa ia berikan. Padahal sebelumnya, ia akan menyergah dan memukulku dengan kencang.

"Gelang?? Prajurit tak boleh memakai perhiasan." Tuturku, membuatnya membuka pergelangan tangannya dan memperlihatkannya padaku.

"Ini jauh dari perhiasan. Ini hanya akar kayu." Singkatnya.

Aku menilik ragu sekaligus bingung. "Tapi kau terlihat menyukainya. Ku pikir itu sesuatu yang bernilai."

Ia hanya terdiam dan terus-terusan memandang gelang di tangannya. "Apakah perbuatan Ayu bisa menimbulkan kekacauan bagi kasta kelas bawah dan juga desa pesisir?" Tanyanya.

Tentu bagi prajurit baru dan awam, dia pasti belum terlalu mengerti tentang hal ini. "Kalau berita ini sampai ke telinga raja, maka itu akan terjadi. Tapi, sepertinya jenderal Ardiansyah mengurungkan niat tersebut dan memaafkannya karena suatu alasan." Terangku sambil melirik ke arah Raka. Wajahnya mematut, nampak begitu gelisah.

"Kau menyukai gadis itu?" Terkaku, membuat Raka terbelalak kaget.

Ia terdiam cukup lama dengan tatapan penuh. "Aku tak tahu. Sejak hari itu, aku tak pernah merasa kalau perasaan cinta itu penting. Dan sampai sekarang pun perasaan cinta itu masih lah tidak penting. Ku rasa ini hanyalah rasa kasihan. Dia terlalu baik, dan aku benci itu."

Aku terbelalak. "Sejak kapan kau mau membahas perasaanmu pada orang lain. Terlebih lagi orang itu adalah aku!" Keluhku. Kami tak pernah seakur ini sebelumnya.

"Kau tahu, aku kehilangan kakak laki-laki ku. Dan mengenal Ayu membuatku merasa, kalau aku harus memiliki teman atau orang yang di percaya."

Aku terkesiap sambil menatap kaget ke arahnya. "Itu perkataan baik, tapi mendengarnya keluar dari mulutmu.. membuatku merasa benar-benar jijik."

Ia hanya menatap datar, seolah senyum dan segala ekspresi telah musnah dari raut wajahnya. "Aku juga."

*Arjuna POV End

.

.

.

.

Sudah hampir satu bulan aku berada di tempat ini. Aku hanya menjadi tukang obat keliling untuk membantu Bu Sari. Aku mengobati orang-orang miskin yang sakit dan hanya meminta bayaran sewajarnya pada mereka.

Entah apa yang di lakukan Raka di istana, itu terus membuatku memikirkannya. Aku benar-benar ingin masuk ke dalam sana, tapi tak tahu bagaimana caranya.

"Mikirin Raka?" Terka Agam ketika aku duduk melamun di tepi sungai. Kami biasa berbincang-bincang mengenai zaman kami di tempat ini agar tak ada yang mengetahui obrolan kami.

"Ah, ini gak ada hubungannya dengan Raka kok, Gam." Gerutuku, sementara Kun asik bermain dengan ikan dan kodok di pinggir sungai.

"Kalau lu benar-benar ingin menemui Raka, sebaiknya lu mulai mengobati orang-orang yang berada di sekitar balai kota."

Perkataan Agam lantas membuatku mengerjap cepat. "Maksudnya??"

Ia menghela napas panjang. "Gue emang ngelarang elu berhubungan dengan orang-orang di istana, tapi Raka adalah pengecualian. Jadi, kalau lu mau ketemu dia.. sah-sah aja." Sahutnya, membuatku mengernyit bingung.

"Gimana caranya gue ketemu dia?? Dia kan tinggal di dalam istana?"

Agam mengernyit. "Bukannya dia di dalam cuma untuk latihan dan tidur. Selebihnya mereka bisa keluar istana, apalagi mereka adalah prajurit. Berbeda dengan kaum bangsawan yang harus di kawal kemana-mana kalau mau pergi."

Aku kembali mengerjap cepat. "Ah!! Lu benar juga!! Jadi gue masih bisa ketemu sama dia?!"

Agam mengangguk. Namun entah kenapa, ini justru membuatku menaruh curiga kepadanya. Aku mengernyit, menatap mata teduhnya dengan sinis.

"Kenapa? Curiga??"

Aku terkesiap ketika ia mempu menebak isi hatiku hanya dengan sekali tatap.

"Ternyata emang curiga." Timpalnya lagi.

"Anu.. habis.. kalian sendiri kan yang ngelarang gue buat ikut campur sama urusan di zaman ini. Tapi kok ke Raka, kalian sama sekali gak ngelarang.. Atau jangan-jangan...." Aku terdiam sesaat.

"HAH?!" Aku mendesah tiba-tiba, membuat Agam dan Kun menoleh serentak ke arahku, dengan tatapan yang berbeda. "Raka itu.. orang dari masa depan juga?" Terkaku hingga membuat mereka berdua saling pandang, kemudian terbahak secara bersamaan.

"Kihihihi.. kihihihi... Lihatlah ikan, betapa bodohnya manusia sejenis dia. Kamu bahkan lebih cerdas darinya." Ledeknya sambil mencelupkan jarinya ke aliran air sungai.

"Makan nih ikan!!" Aku melemparkan batu ke arah Kun, hingga membuat ikan yang bermain bersamanya kabur, sementara wajah putihnya terciprat air dari lemparan yang ku lakukan.

"Aaah!! RE-SEK NIH!!" Pekiknya dengan ekspresi yang lucu sambil menyeka wajahnya.

"Kenapa lu mikir begitu?" Tanya Agam sambil menatap tajam ke arahku. "Apa karena gue gak ngelarang elu ketemu dia, dengan cepat elu menyimpulkan kalau dia adalah seseorang dari masa depan??" Aku terdiam ketika alisnya sama sekali tak bergerak.

Tolong, si tampan ini selalu menakutkan dalam mode seriusnya. Aku serasa sedang di sidang oleh polisi karena kasus pembunuhan saja. Keringat dingin sampai mengucur di pelipis ku karena berada di dekatnya.

"Gue nakutin elu? Maaf." Ia dengan cepat menyadarinya.

"Kalau bukan itu alasannya, terus apa dong?" Keluhku, benar-benar tak mengerti.

Agam terdiam selayaknya berpikir. Seolah sedang memilah kalimat mana yang akan ia keluarkan agar mudah di cerna oleh otakku yang standar ini.

"Gue tau.. gimana rasanya mencintai." Ujarnya hingga membuatku terkejut, begitu juga dengan Kun dan ikan yang ada di dekatnya.

"Hah?! Kamu jatuh cinta?? Kamu pernah jatuh cintah, Gam?? Ini hal yang bagus untuk di laporkan pada bang Riski dan Bu Dinda!!" Ujar Kun semangat.

"Bodoh!! Lu mau gue banting?! Hah?!" Bentak Agam pada Kun. Memang ya, hanya pada Kun, Agam mampu menunjukkan ekspresi berbeda. Mungkin karena mereka sudah sangat dekat satu sama lain.

Kun langsung mengerucutkan bibirnya. "Cinta itu bukan aib, kenapa saya tak boleh mengatakan hal bahagia ini pada Bu Dinda?!" Gerutunya dengan mata yang menyipit. Namun Agam hanya mengabaikannya.

"Jadi.. rasa cinta itu seperti kerinduan seseorang pada orang yang dia kagumi. Ketika membayangkannya, lu bakalan senang dan bersemangat. Ketika dia terluka, lu bakalan sedih dan marah. Dan ketika dia di hina, lu orang pertama yang akan menjaga nama baiknya."

"Gue ngerasain itu.. mencintai seseorang yang gak akan mungkin gue temui. Dan gue sadar, gue cuma mencintai bayangannya. Tapi, cuma karena itu.. gue bener-bener bersyukur kalau dia pernah ada dan hidup di dunia ini." Aku terbelalak dan terkagum-kagum.

Pandangan mata Agam penuh kekaguman dan kerinduan. Aku bisa menangkap kalau cintanya begitu tulus dan nyata. Bibirku sampai bergetar dan hatiku berdegup dengan kencang, padahal kata-kata itu bukan di tujukan untukku. Tapi...

Perasaannya benar-benar tersampaikan di dalam hatiku.

Aku menoleh ke arah Kun yang sedang menatap Agam. Dan agaknya hantu itu benar-benar terpesona dengan sosok lelaki tampan di hadapanku ini.

"Gue juga mikir, elu mencintai seseorang dari dunia dan zaman yang berbeda. Perbedaan waktunya sampai ratusan tahun, dan kalau elu kembali ke dunia kita selepas misi ini selesai.."

"Maka lu akan kehilangan orang yang lu cintai." Perkataan Agam membuatmu terbelalak. Seketika hatiku terasa bagai tertusuk duri.

Perih.. benar-benar perih hingga aku bisa merasakan sakit secara fisik.

"Pacaran emang gak gue benerin, karena dalam agama gue, itu sesuatu yang dilarang. Tapi... Kalau lu cinta, lu bisa menunjukkannya."

"Jangan sampai menyesal ketika misi ini udah selesai, dan kalian berdua akan terpisah."

"Kalau jatuh cinta, yang bisa ku lakuin cuma dua..." Aku menatap lirih ke arah Agam, bermaksud agar dia menjelaskannya.

"Pertama, memendamnya, dan yang kedua..."

"Menyampaikannya." Aku terkesiap dengan kedua mata yang terbelalak. Napasku sampai tercekat saking bergetarnya hatiku tiap mendengar ucapan yang keluar dari dalam mulutnya.

"Pilihan pertama di abaikan, karena kesempatan elu cuma satu waktu. Jadi yang harus elu lakuin.."

"...Adalah menyampaikannya." Lanjutnya, membuat kedua mataku nampak berkaca-kaca.

Kun terdiam, membiarkan angin menerbangkan rambut putihnya yang tak tertutup sorban. Mata hijaunya membulat besar, namun ia sama sekali tak mengucapkan sepatah kalimat pun.

"Kalau gue boleh nanya.." Aku mulai berkata, membuat bola mata indah Agam melirikku dengan lembut. "Siapa cewek beruntung yang udah berani ngerebut hati elu?" Tanyaku, berhati-hati. Dan sepertinya pertanyaan ku ini mewakili perasaan Kun. Tapi.. Kun kan bisa membaca isi hati orang. Atau jangan-jangan, Agam adalah pengecualian.

"Orang yang gue cintai?" Suara Agam terdengar bergemuruh, saking hebatnya ia menahan perasaannya sendiri.

"Yah, seenggaknya cinta gue gak dia tolak. Dan dia udah cinta sama gue lebih dulu." Ia menyengir ketika mengatakannya. "Dia.."

".... Rasulullah." Ucapnya dengan suara dan wajah yang benar-benar nampak bahagia.

Hatiku luluh, demi apapun aku benar-benar luluh dan jatuh cinta pada lelaki ini. Dia benar-benar sempurna hingga batinku selalu teduh tiap berada di dekatnya, tapi.. ku kira ia akan menyebutkan sebuah nama. Nama seorang perempuan. Ternyata ia benar-benar lebih mencintai Tuhan, agama, serta Rasulullah.

"Sudah saya duga!!" Kun malah terbahak mendengar jawaban Agam, dan terus terang saja, itu membuatku kesal.

"Kihihihi, kenapa Ayu? Apa kau berharap Agam akan menyebutkan nama seorang gadis?? Itu tak akan pernah terjadi. Kalau pun dia menyebutkan nama wanita, palingan nama ibunya.." Tukasnya sambil terus tertawa.

"Berisik!!" Keluh Agam.

"Agam tak akan mencintai gadis, karena dia homo!!" Perkataan Kun lantas terhenti ketika Agam beranjak dan berjalan tergopoh ke arahnya. Wajahnya tengah berada dalam mode membunuh kuntilanak sekarang. "Kiiiiik!! Saya bercanda!! Jangan pukul kepala saya!!" Kun langsung berlari kalang-kabut.

"Kun gila!! Kalau dia homo, berarti homo-annya dia elu dong!! Kan kalian berduaan terus!!" Seketika, dua orang lelaki ini langsung menatap tajam dan lekat ke arahku.

"Kyaaaa!! Gue cuma bercanda!! Jangan natap gue begitu!! Nyeremin taaau!!!" Jeritku ketakutan.

.........

*Author POV

Sementara itu di istana kerajaan, para jenderal sibuk berbondong-bondong meninggalkan tempat peristirahatan. Raka yang baru saja berbaring di tempat peristirahatan melihat pemandangan tak biasa.

Ia tak keluar, dan hanya mengintip dari jeruji jendela. Dan tiga orang yang berada satu kamar dengannya pun merasa keheranan dengan hal tersebut.

"Apakah ada sesuatu yang terjadi, namun kita tak boleh mengetahuinya?" Tanya mereka.

"Bukan wewenang kita. Mungkin ini hal penting yang hanya boleh diketahui oleh para petinggi kerajaan." Ujar Raka sambil beralih dari jendela.

"Ah!! Aku lapar." Keluh salah seorang temannya.

"Kita baru saja memakan jatah makanan dari kerajaan, dan sekarang kau lapar lagi?!!"

"Kau lihat perutku!" Ujar si lelaki gembal, membuat temannya pun menatap ke arah sejurus.

"Apa? Itu tumpukkan lemak yang menggunung!! Kau tak akan memakai perutmu itu untuk berperang kan?!"

"Setidaknya di antara kalian, keluar dan belilah sesuatu untukku!!" Keluhnya lagi. Raka pun beranjak sambil menengadahkan tangannya.

"Berikan keping emasmu, aku akan membawakan sesuatu." Ujar Raka.

Selepas mendapatkan uang, Raka menemui penjaga gerbang bagian selatan. Dia tak akan diizinkan untuk keluar melalui gerbang timur, karena itu adalah gerbang utama.

Setelah menyatakan alasannya untuk keluar dari istana, penjaga gerbang pun menuntunnya ke tangga atas, di mana para prajurit menggunakannya untuk mengontrol keadaan kerajaan dari tempat yang tinggi, tepatnya di roof top pagar kerajaan.

Di atas sana, Raka bisa melihat para prajurit, khususnya adalah prajurit pemanah. Mereka sibuk mengawasi keadaan di luar dan di dalam istana.

Raka di persilakan untuk turun melewati tangga yang menempel di dinding luar. Dan agaknya, para prajurit harus bersusah payah naik turun tangga tradisional dari kayu bambu agar bisa bebas keluar masuk istana tanpa membuka gerbang yang ada.

Ketika sampai di luar istana, Raka mulai berkeliling pasar untuk mencari makanan. Ia menemukan sebuah kedai yang menjual singkong rebus, dan agaknya itu menjadi pilihannya dalam memberikan pesanan untuk temannya.

Ia berdiri di depan penjual dan menunjuk beberapa singkong. "Aku mau tiga." Ucap Raka.

"Baik, tunggu sebentar." Kata si penjual sambil mengambil wadah dari kertas tebal.

Seketika Raka tersentak, dan entah kenapa.. tubuhnya langsung berbalik diiringi dengan lirikan matanya. Ia terdiam dan mematung, ketika melihat seorang gadis telah berdiri di hadapannya dengan wajah yang bingung.

"Raka?!" Sentaknya, tak percaya.

"Ayu?!" Balas Raka.

*Author POV End

.......

.......

.......

.......

...Bersambung......

Terpopuler

Comments

maytrike risky

maytrike risky

Jawaban raka sungguh menjengkelkan😂

2024-01-19

0

elsa

elsa

WKWKWKWKWKWKW, gtaau dehhh, capek banget ketawa terus bacaa mereka nih

2023-12-24

0

elsa

elsa

hihihihih

2023-12-24

0

lihat semua
Episodes
1 Terdampar
2 Luka
3 Perjanjian
4 Pencarian
5 Terimakasih
6 Pelatihan Final
7 Hasilnya adalah...
8 Penyebabnya
9 Pasien Kedua
10 Bayaran
11 Pertemuan dan Pesan
12 Pertengkaran
13 Our Mission
14 Smile for Me
15 Love??
16 Titah
17 Konsekuensi
18 Kesalahan Analisis
19 Sayembara 17
20 Memendam atau Menyampaikan?
21 Ada apa?
22 Mencarimu..
23 Menyetujui
24 Penipuan??
25 Jatuh ke Tangan yang Salah
26 Licik??
27 Pembuat Onar
28 Berkhianat??
29 Ada apa dengan Belati?
30 Dalam Bahaya !
31 Persiapan
32 Urgent
33 Ketulusan
34 Di balik Layar
35 Di Ambang Batas
36 Sembuhkan Aku
37 Berhentilah Menangis
38 Kemarahan
39 Kehilangan Segalanya
40 Rahasia Dibong?
41 Kita Keluarga
42 Senjata apa?
43 Senjatanya adalah...
44 Perbudakan
45 Benarkah Cemburu??
46 Apa Tujuannya??
47 Rahasia paman Tira
48 Kenyataan Tulus
49 Pahlawan Kami
50 Tabib dalam Bahaya
51 Kisah sebelum Tidur
52 Anestesi Alami
53 Semangat dari Raka
54 Sesuatu dari Kun
55 Kesediaan
56 Pertemuan dengan Ratu Renila
57 Cinta Pertama
58 Hukuman Kegagalan
59 Pengabaian
60 Sepasang Kekasih
61 Ini Hukumannya???
62 Ternyata Perduli
63 Jadi Bangsawan
64 Serangan Lelaki Misterius
65 Raja Abadi
66 Sosok sang Pemuda
67 Belati Agam?
68 Kerja Sama di Mulai
69 Tujuan Terselubung
70 Misi para Pangeran
71 Pembahasan Rahasia
72 Tantangan Ayu
73 Perasaan Raka
74 Siapa Anda?
75 Prosesi Sayembara Tujuh Belas
76 Alasan Terdampar
77 Spekulasi Dara
78 Benang Merah
79 Rahasia Raja Anggara
80 Pahlawan atau Penjahat?
81 Serangan?!
82 Tempat Rahasia
83 Perhitungan dan Pengangkatan
84 Dua Kubu?
85 Ritual dan Pembelaan dari Rakyat
86 Pemicu
87 Malapetaka
88 Anak dalam Ramalan
89 Takdirmu?
90 Penyiksaan
91 Hati yang Terpaut
92 Serangan di Mulai
93 Menunggu Kebangkitan
94 Serangan Rahasia?
95 Titah yang Mulia Tira
96 Pertolongan datang!!
97 Adu Domba
98 Peperangan di Mulai
99 Semangat yang Membara
100 Kemenangan??
101 Tertangkap!
102 Perasaan seorang Ayah
103 Tiba di Kerajaan
104 Telah Terpilih
105 Perasaan
106 Isi Hati Raka
107 Cinta seorang Ayah
108 Di Intai?
109 Manipulasi
110 Pancingan
111 Kembali Hidup
112 Terbongkarnya Kasus Pembantaian
113 Lelakimu
114 Apa Maksud Agam?
115 Pertemua Awal
116 Terbongkar
117 Terdesak
118 Pengorbanan
119 Kebohongan yang Indah
120 Gambaran Aneh
121 Di Dadaku?
122 Kecemburuan?
123 Citra raja Anggara
124 Raja Anggara tak Seburuk itu
125 Lebih dari Materi
126 Mencoba Melawan
127 Apa Tujuan Kun?
128 Cinta Tulus
129 Mimpi
130 Citra kedua
131 Sesuatu Terjadi
132 Siasat?
133 Kebenaran yang Menyakitkan
134 Don't Hurt
135 Ucapan Terimakasih
136 Karma dan Masa Lalu
137 Penghibur Kesedihan
138 Tali Simbolis
139 Arti Tali Pengikat
140 Rencana Rahasia
141 Sudah di Mulai?
142 Ritual di Mulai
143 Dalam Bahaya!
144 Masa Depan, Berawal dari Masa Lalu
145 Lost Contact
146 Keanehan
147 Dia adalah Ludira
148 Kesadaran yang tak Sadar
149 Masih Terpasang
150 Kebohongan yang Berlarut
151 Alasan
152 Masa Lalu yang Pahit
153 VS
154 Di Larang Mendekat !
155 Sama namun Berselisih
156 Interogasi
157 Sesuai Rencana
158 Masuk Jebakan
159 Mendesak
160 Misi di Terima
161 Ketahuan?
162 Siasat Kartu Mati
163 Masuk Penjara
164 Terjebak?
165 Pembuktian Selesai
166 Berawal dari Sini
167 Melenyapkan Ludira
168 Darah Pembangkitan
169 Usaha yang Percuma
170 Terpancing
171 Pertemuan Lagi
172 Perasaan Ayah dan Anak
173 Sifat Asli Manusia
174 Kebersamaan dengan Ayah
175 Mencari Kebenaran
176 Terselamatkan
177 Mempertahankan Cinta
178 Akan di Mulai
179 Yang di Cinta dan yang Kehilangan Cinta
180 Usaha Keras
181 Gawat Darurat
182 Kekacauan di Mulai
183 Menunggu Hukuman di Jatuhkan
184 Kesadaran yang tak di Harapkan
185 Genting
186 Kegagalan Raka
187 Raka
188 Kematian Agam
189 Tak Sungguh Pergi
190 Bertemu tuan Tira
191 Bersamanya Ayah dan Anak
192 Penyerangan di Mulai
193 Pemicu
194 Serangan Balasan di Mulai
195 Pertarungan Atas Nama Agam
196 Pelindung Datang
197 Mati dan Kembali
198 Paradoks : Awal = Ending
Episodes

Updated 198 Episodes

1
Terdampar
2
Luka
3
Perjanjian
4
Pencarian
5
Terimakasih
6
Pelatihan Final
7
Hasilnya adalah...
8
Penyebabnya
9
Pasien Kedua
10
Bayaran
11
Pertemuan dan Pesan
12
Pertengkaran
13
Our Mission
14
Smile for Me
15
Love??
16
Titah
17
Konsekuensi
18
Kesalahan Analisis
19
Sayembara 17
20
Memendam atau Menyampaikan?
21
Ada apa?
22
Mencarimu..
23
Menyetujui
24
Penipuan??
25
Jatuh ke Tangan yang Salah
26
Licik??
27
Pembuat Onar
28
Berkhianat??
29
Ada apa dengan Belati?
30
Dalam Bahaya !
31
Persiapan
32
Urgent
33
Ketulusan
34
Di balik Layar
35
Di Ambang Batas
36
Sembuhkan Aku
37
Berhentilah Menangis
38
Kemarahan
39
Kehilangan Segalanya
40
Rahasia Dibong?
41
Kita Keluarga
42
Senjata apa?
43
Senjatanya adalah...
44
Perbudakan
45
Benarkah Cemburu??
46
Apa Tujuannya??
47
Rahasia paman Tira
48
Kenyataan Tulus
49
Pahlawan Kami
50
Tabib dalam Bahaya
51
Kisah sebelum Tidur
52
Anestesi Alami
53
Semangat dari Raka
54
Sesuatu dari Kun
55
Kesediaan
56
Pertemuan dengan Ratu Renila
57
Cinta Pertama
58
Hukuman Kegagalan
59
Pengabaian
60
Sepasang Kekasih
61
Ini Hukumannya???
62
Ternyata Perduli
63
Jadi Bangsawan
64
Serangan Lelaki Misterius
65
Raja Abadi
66
Sosok sang Pemuda
67
Belati Agam?
68
Kerja Sama di Mulai
69
Tujuan Terselubung
70
Misi para Pangeran
71
Pembahasan Rahasia
72
Tantangan Ayu
73
Perasaan Raka
74
Siapa Anda?
75
Prosesi Sayembara Tujuh Belas
76
Alasan Terdampar
77
Spekulasi Dara
78
Benang Merah
79
Rahasia Raja Anggara
80
Pahlawan atau Penjahat?
81
Serangan?!
82
Tempat Rahasia
83
Perhitungan dan Pengangkatan
84
Dua Kubu?
85
Ritual dan Pembelaan dari Rakyat
86
Pemicu
87
Malapetaka
88
Anak dalam Ramalan
89
Takdirmu?
90
Penyiksaan
91
Hati yang Terpaut
92
Serangan di Mulai
93
Menunggu Kebangkitan
94
Serangan Rahasia?
95
Titah yang Mulia Tira
96
Pertolongan datang!!
97
Adu Domba
98
Peperangan di Mulai
99
Semangat yang Membara
100
Kemenangan??
101
Tertangkap!
102
Perasaan seorang Ayah
103
Tiba di Kerajaan
104
Telah Terpilih
105
Perasaan
106
Isi Hati Raka
107
Cinta seorang Ayah
108
Di Intai?
109
Manipulasi
110
Pancingan
111
Kembali Hidup
112
Terbongkarnya Kasus Pembantaian
113
Lelakimu
114
Apa Maksud Agam?
115
Pertemua Awal
116
Terbongkar
117
Terdesak
118
Pengorbanan
119
Kebohongan yang Indah
120
Gambaran Aneh
121
Di Dadaku?
122
Kecemburuan?
123
Citra raja Anggara
124
Raja Anggara tak Seburuk itu
125
Lebih dari Materi
126
Mencoba Melawan
127
Apa Tujuan Kun?
128
Cinta Tulus
129
Mimpi
130
Citra kedua
131
Sesuatu Terjadi
132
Siasat?
133
Kebenaran yang Menyakitkan
134
Don't Hurt
135
Ucapan Terimakasih
136
Karma dan Masa Lalu
137
Penghibur Kesedihan
138
Tali Simbolis
139
Arti Tali Pengikat
140
Rencana Rahasia
141
Sudah di Mulai?
142
Ritual di Mulai
143
Dalam Bahaya!
144
Masa Depan, Berawal dari Masa Lalu
145
Lost Contact
146
Keanehan
147
Dia adalah Ludira
148
Kesadaran yang tak Sadar
149
Masih Terpasang
150
Kebohongan yang Berlarut
151
Alasan
152
Masa Lalu yang Pahit
153
VS
154
Di Larang Mendekat !
155
Sama namun Berselisih
156
Interogasi
157
Sesuai Rencana
158
Masuk Jebakan
159
Mendesak
160
Misi di Terima
161
Ketahuan?
162
Siasat Kartu Mati
163
Masuk Penjara
164
Terjebak?
165
Pembuktian Selesai
166
Berawal dari Sini
167
Melenyapkan Ludira
168
Darah Pembangkitan
169
Usaha yang Percuma
170
Terpancing
171
Pertemuan Lagi
172
Perasaan Ayah dan Anak
173
Sifat Asli Manusia
174
Kebersamaan dengan Ayah
175
Mencari Kebenaran
176
Terselamatkan
177
Mempertahankan Cinta
178
Akan di Mulai
179
Yang di Cinta dan yang Kehilangan Cinta
180
Usaha Keras
181
Gawat Darurat
182
Kekacauan di Mulai
183
Menunggu Hukuman di Jatuhkan
184
Kesadaran yang tak di Harapkan
185
Genting
186
Kegagalan Raka
187
Raka
188
Kematian Agam
189
Tak Sungguh Pergi
190
Bertemu tuan Tira
191
Bersamanya Ayah dan Anak
192
Penyerangan di Mulai
193
Pemicu
194
Serangan Balasan di Mulai
195
Pertarungan Atas Nama Agam
196
Pelindung Datang
197
Mati dan Kembali
198
Paradoks : Awal = Ending

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!