Sayembara 17

Nur menatap bingung ke arahku. Apakah responku terlalu berlebihan terhadap perasaannya?? Hanya saja.. kenapa harus hantu itu?? Kenapa tidak Agam?? Meski dia tak akan pernah bisa bersama keduanya, tapi....

"KENAPA?!" Pekikku hingga membuat Nur mendesis panik.

"Ssst!! Ssstt!!" Desisnya sambil menoleh ke dalam rumah. "Jangan berteriak!! Nanti mereka dengar!!" Keluhnya setengah berbisik.

"Tapi kenapa?? Kenapa tidak Agam?? Bukankah Agam sempurna?? Kau harus mendengar suara ngajinya!! Dia mahakarya tuhan yang begitu indah!!" Gerutuku. Entah kenapa aku seolah tak rela kalau Nur menyukai lelaki gila seperti itu.

"Apakah ada yang salah dengan Kun?" Pertanyaannya membuatku terdiam. "Tidakkah kau lihat betapa indah matanya yang berwarna hijau?? Dan lagi, meski aku tak melihat untaian rambutnya karena tertutup kain, aku bisa melihat alis dan bulu matanya yang berwarna berbeda dari pada orang pada umumnya. Dan lagi..."

Aku meringis seram ketika Nur nampak malu-malu kucing dengan wajah yang benar-benar memerah.

"Aku sungguh tergila-gila pada lelaki bersuara serak, dan lelaki bertubuh pendek." Tambahnya.

Sungguh, demi apapun aku ingin menjerit seperti orang gila. Kalau ada jurang, aku akan terjun ke dalam sana. Kalau ada sungai berisi buaya aku akan melompat ke dalamnya. Dan kalau ada ular, aku akan minta di lilit sampai semua tulangku jadi karet.

"Sejak kapan wanita suka lelaki pendek?? Kau bisa dapat yang tinggi??!" Keluhku, masih saja berusaha mengubah pola pikir Nur.

"Kau kira kenapa aku suka Raka?" Aku menggeleng tak paham. "Karena dari sekian banyak prajurit, dia yang paling pendek."

Lagi-lagi aku menganga takjub. Bahkan kalau tak punya rahang, mungkin gigi-gigi ku akan jatuh. "Tapi kan dia tak sependek Kun?? Meski tak terlalu tinggi, tapi dia itu punya standar tinggi seorang lelaki. Kalau Kun, dia itu cebol!!" Gerutuku.

"Entahlah.. aku benar-benar suka dengan sesuatu yang nampak imut." Wajah Nur lagi-lagi memerah.

"Kau tau?! Gaya bicaranya itu buruk! Tidak sopan dan.."

"Bukankah kakakku juga seperti dia?? Gaya bicaranya juga buruk, jadi aku semakin menyukainya."

"Tidaaaaaak!! Hentikan itu!! Kau membuatku merinding dan ketakutan!!" Keluhku sambil memeluk tubuhku sendiri.

"Lalu kau bagaimana? Apa kau suka Agam?? Seleraku memang agak beda, tapi aku tak bisa menampik kalau lelaki bernama Agam itu benar-benar mempesona." Kini Nur malah melemparkan pertanyaan padaku.

Aku terdiam cukup lama. "Suka sih." Singkatku, dan aku tak ingin menambah perkataan yang lain lagi. Tiba-tiba perkataan Agam terlintas di pikiranku lagi.

"Jika mencintai seseorang itu dengan alasan, itu hanyalah rasa kekaguman." Aku mengerjap. "Terus, alasan elu suka sama Raka apa?" Lanjutnya.

Tapi.. apa Agam benar?? Aku suka Raka?? Dan lagi..

Aku memandangi punggung tanganku, entah kenapa kecupan Raka masih terasa, bahkan bergetar ke sudut hatiku. Perutku rasanya begitu mulas setiap membayangkan pertemuan dengannya.

"Yu??" Sapaan Nur membuatku terkesiap. "Apa kau memikirkan sesuatu?? Kau tampak diam ketika aku menanyakan hal ini?? Apa kau malu?"

Aku menggeleng. "Ah, apinya terlalu besar. Ikan kita akan menjadi arang kalau terus begini." Dalihku sambil mengais-ngais bara api dengan kayu, berusaha mengalihkan pertanyaan dari Nur.

"Oh, iya Yu. Aku mohon agar kau menjaga rahasia ini dari Kun dan Agam. Aku tak mau kalau dia sampai mengetahui perasaanku. Aku bisa malu sekali." Pintanya dengan suara yang rendah.

Beberapa puluh menit setelahnya, kami pun membawa masakan yang telah matang. Nur nampak senang sekali dengan aroma ikan pepes ini.

Kun yang merebahkan kepalanya di atas meja dengan cepat mengangkat pandangannya ketika asap dari aroma pembakaran menusuk hidungnya yang tertutup kain.

"YEAAAY!! MAKAN!!" Pekiknya sambil mengangkat kedua tangan dengan riang, dan aku langsung menoleh ke arah Nur untuk melihat ekspresinya.

Dan benar saja, gadis ini tersipu-sipu malu melihat Kun. Jadi... Betulan Kun?? Aku masih benar-benar tak percaya.

"Aku membantu Ayu memasaknya. Katanya ini ikan pepes, ini resep dari Ayu." Ujarnya sambil meletakkan piring ke atas meja.

"Terimakasih, kalian sudah berusaha keras. Masakan kalian pasti enak." Tutur Agam dengan raut wajah tulus, sementara Kun hanya menilik ke dalam daun pisang. Menatap ikannya dengan seksama.

"Mana pempesnya?? Katanya tadi pakai pempes." Komentarnya hingga membuatku mengernyit kesal.

"Mulut lu belum pernah ke sodok sendok kayu hah?! Ini ikan pepes tahu!!" Pekikku kesal, membuat Kun terkesiap.

"Kaget tahu!! Jangan berteriak begitu!! Ludahmu itu terjun-terjun ke dalam ikan!!" Keluhnya hingga membuat uap air di kepalaku mendidih dengan sangat.

"Kau lucu sekali." Timpal Nur, berbanding terbalik dengan apa yang ku rasakan kini.

"Lu.. lucu?!" Aku mengulangi perkataannya.

"Nah, Kun.. Agam.. silakan makan." Tawar Nur sambil memberikan nasi pada mereka berdua.

Nur sedikit terkesiap ketika melihat Kun dan Agam segera mengangkat kedua telapak tangan sejajar dengan wajahnya. Ia menoleh ke arahku dengan raut bingung.

"Apa yang mereka lakukan?" Bisik Nur.

"Mereka berdoa pada Tuhannya." Sahutku.

"Tuhan?? Apakah itu seperti raja Anggara??"

Aku terdiam. Aku tak tahu bagaimana cara menjelaskannya. "Mungkin." Singkatku.

"Ngomong-ngomong, tadi itu kenapa kau bisa terpisah dari kami?" Tanya Nur, membuat Kun dan Agam menoleh ke arahku, mereka mengurungkan diri untuk menyantap makanan setelah mendengar pertanyaan Nur.

"Oh! Aku terbawa arus orang-orang berbadan besar. Dan setelah itu, aku beristirahat di dekat kedai." Sahutku.

Nur menganggukkan kepalanya sambil mencubit daging ikan dan memakannya.

"Oh iya!! Saat di kedai, aku mendengar orang-orang di sana membicarakan mengenai tanggal tujuh belas. Tanggal apa itu?? Tadi aku menanyakan perihal ini pada Bu Sari, agaknya dia berusaha untuk menghindariku." Terangku, membuat Nur mengulum makanan yang ada di mulut sebelum menelannya.

"Oh, mungkin saja Bu Sari takut kalau kau mengetahui hal itu dan mengikutinya."

Aku mengernyit, dan Agam menatap lekat ke arah kami berdua tanpa mengucapkan sepatah kalimat pun. Sementara Kun masih sibuk mencari di mana pempes ikan. "Takut? Takut kenapa?" Tanyaku penasaran.

"Tanggal tujuh belas itu sebenarnya hanyalah sayembara yang di lakukan raja Anggara tiap tahun."

"Sayembara?" Agam langsung menyambung, dan sepertinya ia tertarik dengan hal yang satu ini.

"Ya! Sama halnya dengan pemilihan prajurit di kalangan para remaja laki-laki yang di adakan setiap tahun, ada lagi sayembara yang terkenal di kerajaan ini."

"Itu adalah sayembara tujuh belas. Sayembara itu di khususkan untuk para gadis yang berumur tujuh belas tahun pada tahun itu. Kandidatnya semua gadis berumur tujuh belas tahun di setiap desa di dalam kerajaan. Jadi sayembara ini tidak memandang kasta yang ada. Siapapun bisa ikut." Terang Nur.

Aku masih belum menangkap kesimpulannya, sementara Agam agaknya telah mengerti hanya dengan perkataan seperti itu. "Jadi maksud mengikuti sayembara itu.. untuk apa?" Tanyaku bingung.

"Kambing dungu!!" Timpal Kun dengan wajah polos, membuatku merasa sebal dengan perkataannya. Ia masih bisa menghujat ku sembari menatap makanan di hadapannya. "Mana bohong lagi. Mana lagi pempesnya." Gerutunya, masih saja membahas pempes??

"Pemilihan calon istri?" Agam menyahut. Itu terdengar seperti pernyataan yang butuh pembenaran darinya.

"Ya!! Itu benar!! Kau juga tahu dengan sayembara itu?" Tanya Nur semangat.

"Tidak. Aku hanya menerka." Singkatnya.

"Pemilihan calon istri?? Tapi.. kenapa kau tidak ikut?" Tanyaku bingung.

"Aku masih lima belas tahun." Sahutnya berbisik, namun dengan suara yang nyaring hingga kami semua bisa mendengarnya.

"Hah?! Kau baru lima belas tahun?!" Tanyaku takjub.

"Ke.. kenapa?"

"Oh!! Ku kira kita seumuran." Balasku.

"Memangnya umur mu berapa?"

"Aku? Tahun ini tujuh belas." Sahutku.

"Tujuh belas? Kau bisa ikut. Kau juga cantik, kemungkinan terpilihnya sangat besar. Lebih baik kau ikut dan menjadi selir raja, ketimbang kecantikanmu ini di ketahui putri bangsawan. Bisa-bisa kau akan di penjara karena terlalu cantik." Balasnya, membuatku mengernyit bingung.

Sayembara?? Apakah aku harus mengikutinya?? Umurku juga kebetulan mencukupi. Setidaknya, aku benar-benar ingin menjadi salah satu selir raja.

"Tak boleh!!" Kun langsung menyergah begitu saja, membuat Nur nampak terkesiap begitu juga dengan aku.

"Kenapa tidak boleh? Apakah kau cemburu?" Tanya Nur polos. Dan.. ku rasa dia cemburu mendengar Kun melarangku.

"Mana mungkin saya cemburu pada kambing!! Hanya saja, saya memikirkan perasaan Bu Sari." Kini aku dan Nur hanya mengernyit.

"Apaan itu? Gak nyambung!!" Balasku sebal.

"Maksud Kun, ia kasihan dengan Bu Sari karena melihat gelagatnya ketika kau menanyakan mengenai hal itu. Bukankah dia berusaha menghindar??" Aku mengangguk, membenarkan perkataan Agam.

"Jadi, mungkin saja sikapnya itu karena ia tak ingin kau mengetahui hal tersebut dan mengikuti sayembaranya. Kau tahu, dia sudah di tinggalkan anaknya yang mengabdikan diri pada kerajaan. Dia sendirian sekarang."

"Dan dia hanya punya dirimu satu-satunya, dan kalau kau tahu tentang hal ini dan merasa tertarik. Ia akan merasa, kalau dia tak berhak untuk melarangmu, padahal sebenarnya ia tak mau kau mengikuti sayembara itu. Jadi lebih baik jika dia tak mengatakan apapun padamu." Terang Agam panjang lebar.

Kenapa aku tak peka dan tak memikirkan perasaan Bu Sari? Dan kenapa sih perkataannya itu tepat sasaran dan benar-benar masuk akal?? Aku benci orang pintar!!

"Kau benar." Dan hanya itu yang mampu ku ucapkan padanya.

"Sudah tak tau diri, tak peka lagi!!" Gerutu Kun padaku. Kenapa dia tak menggunakan bahasa halus seperti, 'kau harus memikirkan perasaan orang lain??' Bukankah itu lebih enak di dengar??

"Setahuku, ruang lingkup desa di kerajaan ini sangat besar. Apakah gadis sebanyak itu semuanya di peristrikan oleh raja?" Tanya Agam kritis.

"Wow, kau tak ada niatan ngeharem, Gam?" Timpal Kun.

Nur hanya menggeleng. "Ku rasa hanya yang cantik yang terpilih."

"Lalu, bagaimana dengan yang tidak terpilih?" Lelaki tampan berwajah lembut itu kembali bertanya.

"Mungkin mereka akan di kembalikan." Sahut Nur, namun aku menangkap raut tak puas dari wajah Agam ketika mendengar jawabannya. Apakah itu tidak sesuai dengan ekspektasinya??

"Ngomong-ngomong.. kenapa kalian berdua tidak makan?" Tanya Nur heran, sambil menatap ke arah Kun dan Agam.

"Oh, ya. Kami akan makan." Sahut Agam sambil menarik penutup mulut di wajahnya, begitu juga dengan Kun.

Nur langsung menatap wajah mereka, menantikan saat-saat yang ia tunggu. Ketika penutup wajah terbuka seluruhnya..

Kedua mata Nur terbelalak, tatkala menatap keindahan wajah dua orang insan ini. Seketika mata hitamnya menghilang, tersembunyi di pelupuk matanya dan tubuhnya ambruk seketika.

Bruugh!!

"Kyaaaa!! Nur pingsan!! Tanggung jawab kalian berdua!!" Pekikku, begitu panik.

Dua orang ini mematung sesaat sebelum membantuku mengangkat tubuh Nur. "Baru juga mau makan." Gerutu Kun, nampak begitu sebal.

Selepas menyadarkan Nur dengan percikan air bawang yang menyengat, kami pamit pulang. Aku benar-benar merasa tak enak karena membuatnya kaget begitu.

Memang wajah dua orang ini benar-benar merepotkanku. Mereka terlalu tampan.

"Ayu.." Suara Agam terdengar menyapaku.

"Ya?"

"Urungkan niat lu untuk menjadi selir raja." Ujarnya tiba-tiba, membuatku benar-benar merasa terkejut.

"Hah?! Lu juga bisa membaca suara hati seperti Kun?" Tanyaku tak percaya.

"Itu hanya kekuatan milik Kun. Gue cuma membaca gerak-gerik elu sejak tadi. Jadi, perkataan elu tadi cukup kuat sebagai bukti kalau analisis gue tepat sasaran. Elu bener-bener mau ikut sayembara itu." Ucapnya, membuatku menunduk pasrah.

"Kenapa gak boleh sih? Bu Sari kan bisa memaklumi kalau gue mau jadi bagian dari keluarga istana." Gumamku pelan.

"Makanya, saya bilang berhentilah makan rumput!! Isi otakmu seperti hasil pencernaan akhir dari makanan sapi!! Ingat siapa dirimu!! Berkali-kali kami bilang kalau kau tak boleh ceroboh, tidak boleh bertindak semaumu, dan jangan pernah mengurusi urusan orang-orang di zaman ini!!" Bentak Kun hingga membuatku meringis.

"Kun." Agam menyapa datar, membuat Kun terdiam seketika.

"Ya.. aku akan mendengarkan perkataan kalian." Balasku lemah.

"Tak percaya!!" Timpal Kun lagi, sambil menarik daun pisang setinggi dirinya, selagi berjalan.

"Ayu??" Sebuah suara lantas membungkam perdebatan kami. Kami menoleh ke arah sejurus, menampakkan seorang ibu renta yang tengah mendorong banyak sayur di dalam gerobak, dan anak yang seingatku pernah ku obati waktu itu. Dia membawa banyak kayu untuk di bakar.

"Ibu Dewi?!" Terkaku. "Dan.. anak kecil yang waktu itu?!" Lanjutku.

"Namaku Tino." Sahutnya.

"Wah!! Kebetulan sekali bertemu di sini, ibu baru saja mau memberikanmu dan Bu Sari sayuran yang panen tadi pagi." Lanjutnya semangat, sambil menyeret lenganku agar mengikutinya.

Aku menoleh ke arah Kun dan Agam. "Tapi.. teman-temanku?"

Bu Dewi pun menoleh ke arah sejurus. "Bagus jika kau punya mereka. Dua lelaki gagah bisa membawa sayuran kembali ke rumah." Ucapnya, membuat Kun dan Agam mengikuti kemana kami pergi. Bahkan Agam yang menawarkan diri untuk mendorong gerobak Bu Dewi. Sementara Kun, dia duduk di depan gerobak yang di dorong Agam.

Sampainya di rumah, kami di berikan cukup banyak sayuran dan buah pisang. Mereka juga membawa bibit pisang untuk di tanam di dekat rumah.

Agam dan Kun membantu adik kecil lucu yang pemberani ini menanam pisang. Meski masih kecil dia sudah bertanggung jawab dan mau membantu ibunya. Anak lelaki yang kuat.

"Hahaha!!" Tino tertawa ketika Agam mencoret wajah si anak dengan bekas tanah yang menghitam. Sementara Kun membuat tanduk rusa di atas sorbannya dengan ranting kayu.

"Saya akan menanduk anak nakal!! Kihihihi!!" Ucap Kun sambil berlari mengejar Tino. Ia nampak abnormal tapi begitu menikmati kebersamaan ini. Seolah di masa lalu dia tak memiliki kenangan seperti itu.

"Nah, ini semua sayurannya.. Terimakasih karena waktu itu kau telah berbuat baik dan menolong ibu." Ucap Bu Dewi, membuatku benar-benar merasa segan dan tak enak hati karena ia terlalu baik.

"Ah, harusnya aku yang berterimakasih. Ini banyak sekali." Ujarku sambil melirik ke arah Agam dan Kun.

"Hei!! Tolong bantu aku!!" Aku memekik, membuat mereka berhenti bermain-main. Kun dan Agam menghampiri kami.

Kun pun menilik ke sayuran yang hendak mereka bawa. "Wah!! Apa tak ada melati?" Pertanyaan serupa yang selalu di tanyakan oleh Kun.

"Terimakasih Bu.. anda baik sekali." Ucap Agam lembut sambil mengangkat beberapa karung sayur.

"Bu, aku suka kakak ini dan kakak ini!!" Pekik Tino sambil menunjuk ke arah Kun dan Agam.

"Wah?!" Kun terlihat senang.

"Terimakasih, nanti kakak datang lagi." Sahut Agam.

"Kakakku sedang pergi. Tapi, kalau kakakku kembali, salah satu dari kalian, menikahlah dengan kakak perempuan ku." Pinta Tino.

"Oh maaf, saya baru jadi duda. Sekarang sedang trauma." Ujar Kun polos, tampak sekali ia tak mau menikah.

"Kalau kakak yang ini?" Ia menatap penuh harap ke arah Agam.

Agam pun menatap sendu dan menundukkan tubuhnya, agar tinggi badannya nampak sejajar dengan Tino.

"Memangnya kakakmu seperti apa?" Tanya Agam.

"Dia cantik. Nanti kau harus melihatnya. Sekarang dia tak ada di rumah." Sahut Tino, membuat Agam menelengkan kepalanya sesaat.

"Dia kemana?" Tanya Agam lembut, sambil mengusal rambut Tino. Terlihat sekali kalau dia orang yang pandai menjaga perasaan orang lain dan berhati lembut, lagi baik tutur katanya.

"Kakakku waktu itu ikut sayembara tujuh belas. Dan sampai sekarang..."

"Ia tak pernah kembali lagi ke desa."

.......

.......

.......

.......

...Bersambung......

Terpopuler

Comments

maytrike risky

maytrike risky

Si kakak jadi selir?

2024-01-19

0

elsa

elsa

HAHAHAHAHAJAJAHAAHAHAHAHA KUUUUNNNNN

2023-12-24

0

elsa

elsa

WKWKWKW ngapa sih yuuu

2023-12-24

0

lihat semua
Episodes
1 Terdampar
2 Luka
3 Perjanjian
4 Pencarian
5 Terimakasih
6 Pelatihan Final
7 Hasilnya adalah...
8 Penyebabnya
9 Pasien Kedua
10 Bayaran
11 Pertemuan dan Pesan
12 Pertengkaran
13 Our Mission
14 Smile for Me
15 Love??
16 Titah
17 Konsekuensi
18 Kesalahan Analisis
19 Sayembara 17
20 Memendam atau Menyampaikan?
21 Ada apa?
22 Mencarimu..
23 Menyetujui
24 Penipuan??
25 Jatuh ke Tangan yang Salah
26 Licik??
27 Pembuat Onar
28 Berkhianat??
29 Ada apa dengan Belati?
30 Dalam Bahaya !
31 Persiapan
32 Urgent
33 Ketulusan
34 Di balik Layar
35 Di Ambang Batas
36 Sembuhkan Aku
37 Berhentilah Menangis
38 Kemarahan
39 Kehilangan Segalanya
40 Rahasia Dibong?
41 Kita Keluarga
42 Senjata apa?
43 Senjatanya adalah...
44 Perbudakan
45 Benarkah Cemburu??
46 Apa Tujuannya??
47 Rahasia paman Tira
48 Kenyataan Tulus
49 Pahlawan Kami
50 Tabib dalam Bahaya
51 Kisah sebelum Tidur
52 Anestesi Alami
53 Semangat dari Raka
54 Sesuatu dari Kun
55 Kesediaan
56 Pertemuan dengan Ratu Renila
57 Cinta Pertama
58 Hukuman Kegagalan
59 Pengabaian
60 Sepasang Kekasih
61 Ini Hukumannya???
62 Ternyata Perduli
63 Jadi Bangsawan
64 Serangan Lelaki Misterius
65 Raja Abadi
66 Sosok sang Pemuda
67 Belati Agam?
68 Kerja Sama di Mulai
69 Tujuan Terselubung
70 Misi para Pangeran
71 Pembahasan Rahasia
72 Tantangan Ayu
73 Perasaan Raka
74 Siapa Anda?
75 Prosesi Sayembara Tujuh Belas
76 Alasan Terdampar
77 Spekulasi Dara
78 Benang Merah
79 Rahasia Raja Anggara
80 Pahlawan atau Penjahat?
81 Serangan?!
82 Tempat Rahasia
83 Perhitungan dan Pengangkatan
84 Dua Kubu?
85 Ritual dan Pembelaan dari Rakyat
86 Pemicu
87 Malapetaka
88 Anak dalam Ramalan
89 Takdirmu?
90 Penyiksaan
91 Hati yang Terpaut
92 Serangan di Mulai
93 Menunggu Kebangkitan
94 Serangan Rahasia?
95 Titah yang Mulia Tira
96 Pertolongan datang!!
97 Adu Domba
98 Peperangan di Mulai
99 Semangat yang Membara
100 Kemenangan??
101 Tertangkap!
102 Perasaan seorang Ayah
103 Tiba di Kerajaan
104 Telah Terpilih
105 Perasaan
106 Isi Hati Raka
107 Cinta seorang Ayah
108 Di Intai?
109 Manipulasi
110 Pancingan
111 Kembali Hidup
112 Terbongkarnya Kasus Pembantaian
113 Lelakimu
114 Apa Maksud Agam?
115 Pertemua Awal
116 Terbongkar
117 Terdesak
118 Pengorbanan
119 Kebohongan yang Indah
120 Gambaran Aneh
121 Di Dadaku?
122 Kecemburuan?
123 Citra raja Anggara
124 Raja Anggara tak Seburuk itu
125 Lebih dari Materi
126 Mencoba Melawan
127 Apa Tujuan Kun?
128 Cinta Tulus
129 Mimpi
130 Citra kedua
131 Sesuatu Terjadi
132 Siasat?
133 Kebenaran yang Menyakitkan
134 Don't Hurt
135 Ucapan Terimakasih
136 Karma dan Masa Lalu
137 Penghibur Kesedihan
138 Tali Simbolis
139 Arti Tali Pengikat
140 Rencana Rahasia
141 Sudah di Mulai?
142 Ritual di Mulai
143 Dalam Bahaya!
144 Masa Depan, Berawal dari Masa Lalu
145 Lost Contact
146 Keanehan
147 Dia adalah Ludira
148 Kesadaran yang tak Sadar
149 Masih Terpasang
150 Kebohongan yang Berlarut
151 Alasan
152 Masa Lalu yang Pahit
153 VS
154 Di Larang Mendekat !
155 Sama namun Berselisih
156 Interogasi
157 Sesuai Rencana
158 Masuk Jebakan
159 Mendesak
160 Misi di Terima
161 Ketahuan?
162 Siasat Kartu Mati
163 Masuk Penjara
164 Terjebak?
165 Pembuktian Selesai
166 Berawal dari Sini
167 Melenyapkan Ludira
168 Darah Pembangkitan
169 Usaha yang Percuma
170 Terpancing
171 Pertemuan Lagi
172 Perasaan Ayah dan Anak
173 Sifat Asli Manusia
174 Kebersamaan dengan Ayah
175 Mencari Kebenaran
176 Terselamatkan
177 Mempertahankan Cinta
178 Akan di Mulai
179 Yang di Cinta dan yang Kehilangan Cinta
180 Usaha Keras
181 Gawat Darurat
182 Kekacauan di Mulai
183 Menunggu Hukuman di Jatuhkan
184 Kesadaran yang tak di Harapkan
185 Genting
186 Kegagalan Raka
187 Raka
188 Kematian Agam
189 Tak Sungguh Pergi
190 Bertemu tuan Tira
191 Bersamanya Ayah dan Anak
192 Penyerangan di Mulai
193 Pemicu
194 Serangan Balasan di Mulai
195 Pertarungan Atas Nama Agam
196 Pelindung Datang
197 Mati dan Kembali
198 Paradoks : Awal = Ending
Episodes

Updated 198 Episodes

1
Terdampar
2
Luka
3
Perjanjian
4
Pencarian
5
Terimakasih
6
Pelatihan Final
7
Hasilnya adalah...
8
Penyebabnya
9
Pasien Kedua
10
Bayaran
11
Pertemuan dan Pesan
12
Pertengkaran
13
Our Mission
14
Smile for Me
15
Love??
16
Titah
17
Konsekuensi
18
Kesalahan Analisis
19
Sayembara 17
20
Memendam atau Menyampaikan?
21
Ada apa?
22
Mencarimu..
23
Menyetujui
24
Penipuan??
25
Jatuh ke Tangan yang Salah
26
Licik??
27
Pembuat Onar
28
Berkhianat??
29
Ada apa dengan Belati?
30
Dalam Bahaya !
31
Persiapan
32
Urgent
33
Ketulusan
34
Di balik Layar
35
Di Ambang Batas
36
Sembuhkan Aku
37
Berhentilah Menangis
38
Kemarahan
39
Kehilangan Segalanya
40
Rahasia Dibong?
41
Kita Keluarga
42
Senjata apa?
43
Senjatanya adalah...
44
Perbudakan
45
Benarkah Cemburu??
46
Apa Tujuannya??
47
Rahasia paman Tira
48
Kenyataan Tulus
49
Pahlawan Kami
50
Tabib dalam Bahaya
51
Kisah sebelum Tidur
52
Anestesi Alami
53
Semangat dari Raka
54
Sesuatu dari Kun
55
Kesediaan
56
Pertemuan dengan Ratu Renila
57
Cinta Pertama
58
Hukuman Kegagalan
59
Pengabaian
60
Sepasang Kekasih
61
Ini Hukumannya???
62
Ternyata Perduli
63
Jadi Bangsawan
64
Serangan Lelaki Misterius
65
Raja Abadi
66
Sosok sang Pemuda
67
Belati Agam?
68
Kerja Sama di Mulai
69
Tujuan Terselubung
70
Misi para Pangeran
71
Pembahasan Rahasia
72
Tantangan Ayu
73
Perasaan Raka
74
Siapa Anda?
75
Prosesi Sayembara Tujuh Belas
76
Alasan Terdampar
77
Spekulasi Dara
78
Benang Merah
79
Rahasia Raja Anggara
80
Pahlawan atau Penjahat?
81
Serangan?!
82
Tempat Rahasia
83
Perhitungan dan Pengangkatan
84
Dua Kubu?
85
Ritual dan Pembelaan dari Rakyat
86
Pemicu
87
Malapetaka
88
Anak dalam Ramalan
89
Takdirmu?
90
Penyiksaan
91
Hati yang Terpaut
92
Serangan di Mulai
93
Menunggu Kebangkitan
94
Serangan Rahasia?
95
Titah yang Mulia Tira
96
Pertolongan datang!!
97
Adu Domba
98
Peperangan di Mulai
99
Semangat yang Membara
100
Kemenangan??
101
Tertangkap!
102
Perasaan seorang Ayah
103
Tiba di Kerajaan
104
Telah Terpilih
105
Perasaan
106
Isi Hati Raka
107
Cinta seorang Ayah
108
Di Intai?
109
Manipulasi
110
Pancingan
111
Kembali Hidup
112
Terbongkarnya Kasus Pembantaian
113
Lelakimu
114
Apa Maksud Agam?
115
Pertemua Awal
116
Terbongkar
117
Terdesak
118
Pengorbanan
119
Kebohongan yang Indah
120
Gambaran Aneh
121
Di Dadaku?
122
Kecemburuan?
123
Citra raja Anggara
124
Raja Anggara tak Seburuk itu
125
Lebih dari Materi
126
Mencoba Melawan
127
Apa Tujuan Kun?
128
Cinta Tulus
129
Mimpi
130
Citra kedua
131
Sesuatu Terjadi
132
Siasat?
133
Kebenaran yang Menyakitkan
134
Don't Hurt
135
Ucapan Terimakasih
136
Karma dan Masa Lalu
137
Penghibur Kesedihan
138
Tali Simbolis
139
Arti Tali Pengikat
140
Rencana Rahasia
141
Sudah di Mulai?
142
Ritual di Mulai
143
Dalam Bahaya!
144
Masa Depan, Berawal dari Masa Lalu
145
Lost Contact
146
Keanehan
147
Dia adalah Ludira
148
Kesadaran yang tak Sadar
149
Masih Terpasang
150
Kebohongan yang Berlarut
151
Alasan
152
Masa Lalu yang Pahit
153
VS
154
Di Larang Mendekat !
155
Sama namun Berselisih
156
Interogasi
157
Sesuai Rencana
158
Masuk Jebakan
159
Mendesak
160
Misi di Terima
161
Ketahuan?
162
Siasat Kartu Mati
163
Masuk Penjara
164
Terjebak?
165
Pembuktian Selesai
166
Berawal dari Sini
167
Melenyapkan Ludira
168
Darah Pembangkitan
169
Usaha yang Percuma
170
Terpancing
171
Pertemuan Lagi
172
Perasaan Ayah dan Anak
173
Sifat Asli Manusia
174
Kebersamaan dengan Ayah
175
Mencari Kebenaran
176
Terselamatkan
177
Mempertahankan Cinta
178
Akan di Mulai
179
Yang di Cinta dan yang Kehilangan Cinta
180
Usaha Keras
181
Gawat Darurat
182
Kekacauan di Mulai
183
Menunggu Hukuman di Jatuhkan
184
Kesadaran yang tak di Harapkan
185
Genting
186
Kegagalan Raka
187
Raka
188
Kematian Agam
189
Tak Sungguh Pergi
190
Bertemu tuan Tira
191
Bersamanya Ayah dan Anak
192
Penyerangan di Mulai
193
Pemicu
194
Serangan Balasan di Mulai
195
Pertarungan Atas Nama Agam
196
Pelindung Datang
197
Mati dan Kembali
198
Paradoks : Awal = Ending

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!