Perjanjian

Malam harinya, aku tidur di samping ibu Sari. Tempat tidur ini sejujurnya hanya cukup untuk satu orang saja, tapi ibu Sari sangat baik sehingga mau berbagi tempat tidur ini bersamaku.

Aku berada di sisi ujung, sedikit tidur menyamping begitu pula dengan ibu Sari. Aku tak bisa tidur malam ini. Rasanya gelisah, tak nyaman, takut dan perasaan aneh lainnya yang berkecamuk di dalam hatiku. Apakah setelah tidur, aku akan terbangun di dalam rumahku?? Apakah aku akan kembali lagi ke rumah?? Atau bagaimana??

Aku harus memulihkan diri dan kembali ke tempat asalku, dan bukan disini. Satu hari saja rasanya cukup aneh dan membuat hatiku kian terselimut kabut hitam.

Krieeet..

Dalam lamunanku, tiba-tiba pintu pondok terbuka. Aku tahu, itu pasti Raka yang baru saja kembali dari luar selepas berdebat dengan ku tadi. Aku langsung memejamkan mata dan berpura-pura tidur.

Pencahayaan di rumah ini hanya mengenakan lampu yang mirip lentera. Dalam gelapnya pejaman mataku, aku tak mendengar suara yang diciptakan oleh Raka. Sebenarnya aku penasaran dan ingin mengintip apa yang sedang ia lakukan.

Tapi aku mengurungkan niatku ketika langkah kakinya perlahan mendekat ke arahku. Jangtungku bergumuruh, apa yang ingin ia lakukan padaku??

Perlahan tubuhku terangkat ke pelukannya, ia seperti membawaku beranjak dari atas tempat tidur Bu Sari. Jantungku berdegup kencang dan aku ketakutan sekali. Mau di apakan aku??? Apa dia benar-benar mau membuangku ke dalam lembah seperti ancamannya waktu itu?

Namun ketakutanku lantas sirna ketika tubuhku terasa terbaring di atas tempat tidur. Ia melepaskan ku di sana dan beralih. Setelah itu aku mendengar suara kursi yang berderit.

Ku jeda waktunya sekitar beberapa puluh menit untuk mengintip. Ternyata ia memindahkan ku di tempat tidurnya agar tak berdesakan dengan sang ibu, sementara ia.. dia memilih tidur terduduk di atas kursi di meja makan.

Dia seperhatian itu??

Aku tersenyum sambil beranjak dari atas tempat tidurku dalam keadaan tertatih. Ku berikan selimut yang berada di ujung kaki ku untuknya. Setidaknya ia tak kedinginan meskipun harus tidur dalam posisi seperti itu.

..........

Aku terbangun setelah mendengar suara aktivitas yang di lakukan oleh Bu Sari. Ternyata hari sudah pagi, dan matahari mulai menguning. Ia terlihat memilah potongan kayu, dan menggunakannya dalam pembakaran yang ia manfaatkan untuk memasak makanan di luar pondok.

Aku beranjak perlahan, mengucek mataku sesaat dan mengumpulkan nyawa, lalu berdiri menghampirinya. Ia menatapku sambil tersenyum setelah menyadari kehadiranku.

"Ayu? Sudah bangun?" Tanyanya lembut.

Aku hanya menggarukkan kepalaku. "Ah, ibu.. apa.. ada yang bisa aku bantu?" Tanyaku. Bukan sekedar berbasa-basi, tapi aku memang ingin membantunya.

"Ibu sedang menyalakan api untuk menanak nasi. Tadi Raka sudah mencari beberapa kayu bakar untuk di gunakan. Kalau Ayu mau mandi, ibu sudah mempersiapkan alat mandinya. Danaunya yang kemarin, apa mau di temani?"

Aku segera menggeleng. "Wah! Tak usah Bu. Aku bisa sendiri. Aku juga sudah hafal jalannya." Sahutku canggung sambil bersegera mengambil sebuah tempat yang mirip ember untuk di bawa ke danau kemarin.

"Berhati-hati lah. Jika kakimu terasa nyeri, beristirahat lah terlebih dahulu." Ia mengingatkanku karena khawatir.

Selepas mandi, aku kembali dengan hidangan yang telah matang. Lauknya ikan sungai, sepertinya hasil tangkapan Raka atau membeli dari pasar??

"Kemarin sewaktu Raka keluar, dia menangkap ikan dengan tombak. Jadi kita bisa makan tanpa perlu mengeluarkan uang untuk membeli lauk di pasar." Terangnya sambil duduk di dekatku.

Aku tertunduk menatap hidangan yang masih mengepulkan asap di hadapanku. "Bu.. Sebenarnya, Raka itu orang yang seperti apa?"

Pertanyaanku lantas membuat ekspresi Bu Sari berubah. "Oh!! Jangan salah paham Bu, aku.. cuma penasaran. Karena dia itu dingin dan sepertinya merasakan luka yang tak bisa di lihat orang lain." Ucapku, berusaha memperjelas maksud.

Bu Sari hanya menghela napas panjang. "Bagaimana ya.. dia itu, terus-menerus kehilangan orang yang ia cintai.." Aku mengernyit.

"Ayahnya, kakak lelakinya, kakak perempuannya, pamannya, dan juga perempuan yang ia cintai."

Bak tersambar petir, hatiku seketika kalut dan mendung mendengarnya. "Sebanyak itu?? Apa yang sebenarnya terjadi?"

"Inilah salah satu alasan kenapa Raka ingin menjadi prajurit kerajaan dan melindungi yang mulia raja. Ia sudah muak dengan para perompak dan juga prajurit perang dari kerajaan lain yang berusaha merebut kekuasaan di daerah kami."

"Daerah ini terletak paling ujung dari istana kerajaan. Tempatnya tak strategis, tertinggal, terbelakang, dan tak memiliki hasil alam yang dapat di manfaatkan. Bisa di bilang, tempat ini adalah anak tiri kerajaan. Hanya saja, ia masih masuk ke batas wilayah kerajaan Aridul."

"Karena terlalu di kesampingkan pihak kerajaan, banyak sekali rakyat yang mati akibat dari peperangan kedua kubu kerajaan. Daerah kecil memang selalu menjadi tempat atau Medan peperangan kerajaan-kerajaan besar, dan dampak dari hal itu.. banyak sekali korban yang berjatuhan."

"Raka berniat untuk menjadi prajurit terhebat suatu saat nanti. Ia ingin melindungi desa ini dan juga orang-orang yang ada di dalamnya. Ia tak takut mati, bahkan sepertinya ia lebih suka mati dan menantang malaikat pencabut nyawa."

"Dia berjuang sangat keras untuk menjadi yang terkuat." Suara Bu Sari perlahan lirih. "Makanlah ikan bakar dan nasi ini selagi hangat. Nanti tidak enak lagi kalau sudah dingin." Lanjutnya sambil mulai mencomot nasi dengan tangannya.

"Bu, apakah ibu bisa menunjukkan di mana camp pelatihan Raka?"

Bu Sari terdiam, nampak bingung. "Kenapa?"

"Makanlah ini selagi hangat kan, kalau sudah dingin.. nanti tak enak lagi kalau di makan Raka." Sahutku hingga membuat Bu Sari tersenyum.

..........

Aku menggaruk-garuk kakiku yang terkena ilalang sambil berjalan terpincang-pincang. Tempat nasinya sedikit aneh, terbuat dari seng atau apalah ini. Cara membawanya dengan di bungkus kain dan diikat kuat seperti tali pocong di atasnya.

Aku berjalan sesuai dengan arahan Bu Sari, di ujung jalan aku bisa melihat banyak camp dan para pemuda yang berkumpul memenuhi lapangan yang cukup luas.

Mereka seperti sedang melaksanakan pelatihan militer. Berlari sambil menyeret benda besar yang terikat di pinggul. Melewati beberapa lumpur, tali, pelatihan pedang, berlatih kuda sambil mengayunkan senjata, memanjat kayu-kayu dan lain sebagainya.

Suaranya riuh, namun tempat tersebut di batasi oleh tali-tali yang mengelilinginya. Intinya kami tak boleh masuk dan melewati tali itu.

Aku berjalan tertatih di sisi tali, melihat beberapa orang berdiri dan menunggu di perbatasan. Mereka memegang benda yang sama seperti yang tengah aku bawa.

Kedatanganku menarik perhatian mereka, salah satunya menoleh dengan kernyitan dahi di wajahnya, menatapku dengan pandangan heran. Mungkin karena baru pertama kali melihatku. Aku yakin masing-masing dari mereka sudah saling kenal, mengingat desa yang mereka tinggali begitu kecil.

"Kalian sedang menunggu seseorang untuk memberikan sesuatu?" Tanyaku, dan agaknya mereka sedikit memberi jarak karena tak mengenaliku.

"Ya." Sahutnya.

"Aku juga." Balasku. Sok kenal dan sok dekat adalah keahlian ku.

"Kamu cantik sekali, apakah sedang menunggu kekasih??" Perkataanku lantas membuat wajah salah seorang gadis yang berdiri di sampingku lantas memerah.

"Benarkah? Sepertinya kamu lebih cantik, dan juga.. kamu berasal dari mana? Tak pernah ku lihat sebelumnya?" Tanyanya, mulai bersahabat.

"Ah, aku jarang keluar rumah." Dalihku.

Ia tersenyum sambil mulai menimpali ku. "Aku kesini menunggu kakak laki-laki ku. Dia ingin menjadi prajurit dan bercita-cita menjadi panglima kerajaan-"

"JANGAN!!" Pekikku, membuat beberapa orang menoleh ke arah kami. Aku ternganga beberapa saat sebelum berkata.. "Maaf." Singkatku malu, sampai mereka mengabaikanku.

Gadis tadi kembali menatapku ketika orang-orang tak melihat kami lagi. "Kenapa? Itu adalah cita-cita setiap pemuda yang mengabdikan diri pada raja sebagai prajurit. Itu adalah jabatan mulia."

Aku menenggak ludah. Aku selalu takut dan was-was kalau mendengar kata panglima. Karena yang ku tahu, jabatan itu suatu saat nanti akan mengkhianati raja dengan merebut ratunya. Bukan kah itu menyeramkan?

"Lalu kamu ingin menemui siapa di sini?" Ia kembali bertanya.

"Aku ingin memberi makanan pada Raka." Seketika itu juga, raut wajah gadis ini berubah. "Ah! Apa dia pacarmu?? Atau kau menyukainya? Atau bahkan, kalian saling suka??" Sergahku panik, membuatnya sedikit malu. Rona wajahnya kembali memerah.

"Aku suka dia." Tukasnya mantap.

"Heeeeh?!" Aku menyeru panik. Kalau ada Nina, mungkin dia akan memukuli kepalaku karena aku memberikan efek wajah yang jelek.

"Tidak mengherankan, hampir semua wanita di desa ini jatuh hati padanya. Aku cuma salah satunya. Lalu, apa hubunganmu dengannya?"

Aku mengernyit. "Aku di pungut! Bukan siapa-siapa, jadi tenang saja."

"Kalau suka pun tak masalah, karena dia selalu menolak siapa saja yang menyukainya." Lanjutnya.

Aku hanya terkesiap heran. "Termasuk kamu?!" Ia mengangguk. "Hei!! Dia itu memang lelaki gila! Dingin, dia juga mengusirku. Dan ini sangat parah!! Dia menolak gadis secantikmu?!"

Gadis ini kembali tersipu. "Sudahlah. Jangan panggil aku cantik. Itu membuatku malu."

"Aku cuma bicara apa adanya. Oh iya, namaku Ayu. Namamu?"

"Aku Nur." Aku mengangguk paham, hingga sebuah tarikan tangan menghentikan percakapan kami.

"Kenapa kamu di sini?!"

Aku terkesiap, ketika melihat Raka yang tiba-tiba saja datang dan menarikku menjauhi Nur. "Nur, nanti kita bicara lagi!!" Pekikku seraya berjalan terseret mengikuti Raka, ia membawaku pada sebuah pohon dengan rerumputan pendek di bawahnya. Cocok sekali untuk berkemah.

"Oh, Raka!! Aku membawamu makanan. Makanlah, ini ikan tangkapan mu kan?" Ujarku sambil menyodorkan makanan tersebut padanya.

"Jangan datang ke sini lagi!!" Ia sedikit membentak, namun aku tak akan kaget hanya dengan teriakan seperti itu.

"Memangnya kenapa?"

"Aku sudah mengatakan padamu untuk tak terlihat atau keluar dari rumah kan?"

"Kamu berisik, cepat makan saja!! Aku sudah membawanya ke sini." Ujarku, sambil membuka makanan yang ku bawa dan duduk di atas rerumputan.

Awalnya ia terdiam, namun sepertinya Raka adalah anak yang patuh dan penurut. Ia langsung duduk berhadapan denganku dan menungguku membuka kain pembungkus makanannya.

"Kita makan sama-sama, aku tadi belum sempat makan dan langsung membawa makanan ini ke sini selagi hangat."

Ia hanya terdiam, dan agaknya menatapku dengan dalam. Ku balas tatapan matanya, namun ia sama sekali tak mengalihkan pandangan atau bertingkah kaku.

"Kenapa kamu lakukan itu?" Suaranya nampak serak.

"Karena kamu harus kuat. Malam tadi kamu tak makan karena berkelahi denganku kan perihal luka. Jadi aku merasa bersalah padamu." Tuturku sambil menyodorkannya sewadah nasi dengan satu ikan bakar.

"Bodoh!" Ia mengumpat ku, namun tangannya tetap menerima makanan yang ku beri.

Kami makan bersama di bawah pohon rindang yang jaraknya cukup jauh dari camp pelatihan. Entah kenapa, dia selalu memintaku untuk menjauh dari kerumunan dan orang-orang. Ku rasa aku tak bermaksud untuk menarik perhatian dan aku yakin aku memang tak menarik.

Tapi.. kenapa dia bersikeras untuk mengurungku di rumah saja?? Apa jangan-jangan...

"Hoooh!!" Aku menyergah, membuatnya sedikit terkesiap karena kaget. Ia menatap heran ke arahku, dengan daging ikan yang masih berada di antara tangan dan mulutnya.

"Jadi menurutmu aku ini menarik? Benarkan?" Ia nampak meringis.

"Bod*hnya. Kenapa tiba-tiba kamu berpikir begitu?" Keluhnya.

"Ya jelas!! Kamu memintaku untuk tak keluar rumah, tak bertemu orang-orang, dan tak menarik perhatian.. menurutku aku tak akan melakukan semua itu, kecuali itu semua adalah pendapatmu sendiri mengenai diriku." Ia menelengkan kepalanya, nampak bingung.

"Artinya.. kau menganggapmu menarik kan?? Makanya tadi dengan cepat kamu bisa menemukanku di antara keramaian orang-orang di perbatasan camp!! Benar kan?? Dan lagi, saat di pantai.. kau juga menemukanku dengan cepat. Pasti aku menarik sekali bagimu. Haha" Aku terbahak sambil memukul lengannya.

Ia langsung tersedak mendengar ucapan ku. Wajahnya memerah, bukan karena malu tapi lebih ke kesal sepertinya.

"Aku tak pernah memukul wanita, jadi jangan buat aku melakukan itu padamu!!" Bentaknya kesal, namun aku merasa ekspresi itu cukup lucu baginya. "Kenapa kau tertawa? Kau pikir ini lucu?!" Bentaknya lagi.

"Habisnya, kamu selalu berwajah datar dan dingin. Jadi, wajah kesalmu baru pertama kali ku lihat. Aku suka melihat wajah mu yang berekspresi, kau jadi terlihat lebih manusiawi." Ia hanya mendecakkan lidahnya mendengar ucapanku.

"Berhentilah bicara konyol." Ekspresinya kembali datar dan dingin, aku langsung menghapus senyuman dari bibirku.

"Padahal baru saja melihatmu berekspresi, kenapa sekarang dingin lagi?? Kau tahu, aku ini gampang masuk angin.. jadi jangan bertingkah dingin begitu." Keluhku hingga membuat sepasang mata tajam menilik lekat ke arahku. "Hei!! Itu tatapan mata pembunuh!!" Pekikku ketakutan.

"Berhentilah begitu!! Aku tak pernah kesal pada orang asing sebelumnya." Suaranya terdengar datar. Ia kembali mengabaikanku dan memakan bekal yang ku bawa.

"Oh ya, ku dengar kau menolak gadis cantik bernama Nur."

"Para gadis memang suka berbicara hal yang tak perlu." Singkatnya, sadis.

"Bukannya dia cantik?" Sambungku.

"Lalu?"

"Harusnya kau menyukainya kan?"

"Tidak."

"Bukannya Bu Sari bilang, kamu pernah jatuh cinta?" Lagi-lagi ia tersedak atas perkataanku.

"Benar-benar! Kenapa wanita selalu berbicara sesuatu yang tak perlu?!" Keluhnya.

"Wanita itu ibumu!!" Bentakku kesal. "Benar kan? Kau pernah jatuh cinta kan?"

Ia kembali terdiam. "Tidak akan lagi." Singkatnya.

"Kenapa?"

"Cinta itu tidak ada!" Sahutnya.

"Ada kok! Cinta itu ada!!" Aku mulai mendebatinya. Aku benar-benar kesal melihat orang bod*h yang kekeuh dengan pendirian konyolnya.

"Kalau pun dia ada, dia tak pernah di ciptakan untukku." Suaranya terdengar getir.

Aku terdiam beberapa saat, memilah-milah perkataan yang akan ku ucapkan padanya. "Kau terlihat b*doh kalau putus asa."

Ia kembali menatapku dengan tajam. "Aku tak suka di cemooh!!"

"Memangnya aku perduli, aku bukan mencomooh, tapi itulah faktanya!!"

Ia menarik napas panjang. "Berhentilah memancing ku untuk berbicara konyol. Dan lagi aku tak tertarik padamu atau apapun yang kau sebutkan itu. Aku memintamu untuk tak keluar rumah hanya karena tak ingin luka di kakiku bertambah parah."

"Woh!! Perhatian itu tanda cinta loh!" Balasku cepat.

"Itu bukanlah perhatian, hanya saja.. jika kakimu cepat sembuh, kau akan cepat keluar dari rumahku. Kalau kau terus bergerak, kapan lukanya akan mengering dan sembuh!" Tuturnya. "Berhentilah salah paham begitu." Aku meringis masam mendengarnya.

"Kau lah yang berhenti bicara berhenti!! Kau pikir kau itu rambu-rambu, harus menyuruhku berhenti terus?!" Balasku kesal.

Ia mengabaikanku sambil kembali memakan makanannya. "Kalau kau bilang cinta itu tidak ada, maka aku akan membuktikannya." Ia mematung tanpa menatapku.

"Aku.. akan membuatmu jatuh cinta padaku.. sebelum kakiku sembuh!" Tukasku mantap.

Ia mulai mengangkat kepala dan menatapku. "Sampai kau mati di tanganku pun aku tak akan pernah mencintai mu." Balasnya, penuh keyakinan.

"Kalau begitu, semisal aku tak berhasil membuatmu mencintaiku setelah lukaku benar-benar sembuh dan berbekas."

"Kau boleh, membunuhku dengan kedua tanganmu.."

"Tapi kalau aku bisa.." Ia mulai menilik penuh arti kepadaku.

"Berjanjilah untuk tersenyum dan menyembuhkan lukamu itu." Kedua matanya terbelalak dan kami hanya saling tatap dalam diam.

.......

.......

.......

.......

...Bersambung......

Terpopuler

Comments

elsa

elsa

padahal ayuu di sekolahnyaaa gak pernah jatuh cinta wkwkwk sok banget kamu ayuu

2023-12-24

0

elsa

elsa

aku cweeee, jadi keselll bacanyaaaa. Tapi ya emang benerrr sii

2023-12-24

0

elsa

elsa

aku ini gampang masuk angin, jdi jangan bertingkah dingin begitu

WKWKWKWKWKWKW masookk yuuu

2023-12-24

0

lihat semua
Episodes
1 Terdampar
2 Luka
3 Perjanjian
4 Pencarian
5 Terimakasih
6 Pelatihan Final
7 Hasilnya adalah...
8 Penyebabnya
9 Pasien Kedua
10 Bayaran
11 Pertemuan dan Pesan
12 Pertengkaran
13 Our Mission
14 Smile for Me
15 Love??
16 Titah
17 Konsekuensi
18 Kesalahan Analisis
19 Sayembara 17
20 Memendam atau Menyampaikan?
21 Ada apa?
22 Mencarimu..
23 Menyetujui
24 Penipuan??
25 Jatuh ke Tangan yang Salah
26 Licik??
27 Pembuat Onar
28 Berkhianat??
29 Ada apa dengan Belati?
30 Dalam Bahaya !
31 Persiapan
32 Urgent
33 Ketulusan
34 Di balik Layar
35 Di Ambang Batas
36 Sembuhkan Aku
37 Berhentilah Menangis
38 Kemarahan
39 Kehilangan Segalanya
40 Rahasia Dibong?
41 Kita Keluarga
42 Senjata apa?
43 Senjatanya adalah...
44 Perbudakan
45 Benarkah Cemburu??
46 Apa Tujuannya??
47 Rahasia paman Tira
48 Kenyataan Tulus
49 Pahlawan Kami
50 Tabib dalam Bahaya
51 Kisah sebelum Tidur
52 Anestesi Alami
53 Semangat dari Raka
54 Sesuatu dari Kun
55 Kesediaan
56 Pertemuan dengan Ratu Renila
57 Cinta Pertama
58 Hukuman Kegagalan
59 Pengabaian
60 Sepasang Kekasih
61 Ini Hukumannya???
62 Ternyata Perduli
63 Jadi Bangsawan
64 Serangan Lelaki Misterius
65 Raja Abadi
66 Sosok sang Pemuda
67 Belati Agam?
68 Kerja Sama di Mulai
69 Tujuan Terselubung
70 Misi para Pangeran
71 Pembahasan Rahasia
72 Tantangan Ayu
73 Perasaan Raka
74 Siapa Anda?
75 Prosesi Sayembara Tujuh Belas
76 Alasan Terdampar
77 Spekulasi Dara
78 Benang Merah
79 Rahasia Raja Anggara
80 Pahlawan atau Penjahat?
81 Serangan?!
82 Tempat Rahasia
83 Perhitungan dan Pengangkatan
84 Dua Kubu?
85 Ritual dan Pembelaan dari Rakyat
86 Pemicu
87 Malapetaka
88 Anak dalam Ramalan
89 Takdirmu?
90 Penyiksaan
91 Hati yang Terpaut
92 Serangan di Mulai
93 Menunggu Kebangkitan
94 Serangan Rahasia?
95 Titah yang Mulia Tira
96 Pertolongan datang!!
97 Adu Domba
98 Peperangan di Mulai
99 Semangat yang Membara
100 Kemenangan??
101 Tertangkap!
102 Perasaan seorang Ayah
103 Tiba di Kerajaan
104 Telah Terpilih
105 Perasaan
106 Isi Hati Raka
107 Cinta seorang Ayah
108 Di Intai?
109 Manipulasi
110 Pancingan
111 Kembali Hidup
112 Terbongkarnya Kasus Pembantaian
113 Lelakimu
114 Apa Maksud Agam?
115 Pertemua Awal
116 Terbongkar
117 Terdesak
118 Pengorbanan
119 Kebohongan yang Indah
120 Gambaran Aneh
121 Di Dadaku?
122 Kecemburuan?
123 Citra raja Anggara
124 Raja Anggara tak Seburuk itu
125 Lebih dari Materi
126 Mencoba Melawan
127 Apa Tujuan Kun?
128 Cinta Tulus
129 Mimpi
130 Citra kedua
131 Sesuatu Terjadi
132 Siasat?
133 Kebenaran yang Menyakitkan
134 Don't Hurt
135 Ucapan Terimakasih
136 Karma dan Masa Lalu
137 Penghibur Kesedihan
138 Tali Simbolis
139 Arti Tali Pengikat
140 Rencana Rahasia
141 Sudah di Mulai?
142 Ritual di Mulai
143 Dalam Bahaya!
144 Masa Depan, Berawal dari Masa Lalu
145 Lost Contact
146 Keanehan
147 Dia adalah Ludira
148 Kesadaran yang tak Sadar
149 Masih Terpasang
150 Kebohongan yang Berlarut
151 Alasan
152 Masa Lalu yang Pahit
153 VS
154 Di Larang Mendekat !
155 Sama namun Berselisih
156 Interogasi
157 Sesuai Rencana
158 Masuk Jebakan
159 Mendesak
160 Misi di Terima
161 Ketahuan?
162 Siasat Kartu Mati
163 Masuk Penjara
164 Terjebak?
165 Pembuktian Selesai
166 Berawal dari Sini
167 Melenyapkan Ludira
168 Darah Pembangkitan
169 Usaha yang Percuma
170 Terpancing
171 Pertemuan Lagi
172 Perasaan Ayah dan Anak
173 Sifat Asli Manusia
174 Kebersamaan dengan Ayah
175 Mencari Kebenaran
176 Terselamatkan
177 Mempertahankan Cinta
178 Akan di Mulai
179 Yang di Cinta dan yang Kehilangan Cinta
180 Usaha Keras
181 Gawat Darurat
182 Kekacauan di Mulai
183 Menunggu Hukuman di Jatuhkan
184 Kesadaran yang tak di Harapkan
185 Genting
186 Kegagalan Raka
187 Raka
188 Kematian Agam
189 Tak Sungguh Pergi
190 Bertemu tuan Tira
191 Bersamanya Ayah dan Anak
192 Penyerangan di Mulai
193 Pemicu
194 Serangan Balasan di Mulai
195 Pertarungan Atas Nama Agam
196 Pelindung Datang
197 Mati dan Kembali
198 Paradoks : Awal = Ending
Episodes

Updated 198 Episodes

1
Terdampar
2
Luka
3
Perjanjian
4
Pencarian
5
Terimakasih
6
Pelatihan Final
7
Hasilnya adalah...
8
Penyebabnya
9
Pasien Kedua
10
Bayaran
11
Pertemuan dan Pesan
12
Pertengkaran
13
Our Mission
14
Smile for Me
15
Love??
16
Titah
17
Konsekuensi
18
Kesalahan Analisis
19
Sayembara 17
20
Memendam atau Menyampaikan?
21
Ada apa?
22
Mencarimu..
23
Menyetujui
24
Penipuan??
25
Jatuh ke Tangan yang Salah
26
Licik??
27
Pembuat Onar
28
Berkhianat??
29
Ada apa dengan Belati?
30
Dalam Bahaya !
31
Persiapan
32
Urgent
33
Ketulusan
34
Di balik Layar
35
Di Ambang Batas
36
Sembuhkan Aku
37
Berhentilah Menangis
38
Kemarahan
39
Kehilangan Segalanya
40
Rahasia Dibong?
41
Kita Keluarga
42
Senjata apa?
43
Senjatanya adalah...
44
Perbudakan
45
Benarkah Cemburu??
46
Apa Tujuannya??
47
Rahasia paman Tira
48
Kenyataan Tulus
49
Pahlawan Kami
50
Tabib dalam Bahaya
51
Kisah sebelum Tidur
52
Anestesi Alami
53
Semangat dari Raka
54
Sesuatu dari Kun
55
Kesediaan
56
Pertemuan dengan Ratu Renila
57
Cinta Pertama
58
Hukuman Kegagalan
59
Pengabaian
60
Sepasang Kekasih
61
Ini Hukumannya???
62
Ternyata Perduli
63
Jadi Bangsawan
64
Serangan Lelaki Misterius
65
Raja Abadi
66
Sosok sang Pemuda
67
Belati Agam?
68
Kerja Sama di Mulai
69
Tujuan Terselubung
70
Misi para Pangeran
71
Pembahasan Rahasia
72
Tantangan Ayu
73
Perasaan Raka
74
Siapa Anda?
75
Prosesi Sayembara Tujuh Belas
76
Alasan Terdampar
77
Spekulasi Dara
78
Benang Merah
79
Rahasia Raja Anggara
80
Pahlawan atau Penjahat?
81
Serangan?!
82
Tempat Rahasia
83
Perhitungan dan Pengangkatan
84
Dua Kubu?
85
Ritual dan Pembelaan dari Rakyat
86
Pemicu
87
Malapetaka
88
Anak dalam Ramalan
89
Takdirmu?
90
Penyiksaan
91
Hati yang Terpaut
92
Serangan di Mulai
93
Menunggu Kebangkitan
94
Serangan Rahasia?
95
Titah yang Mulia Tira
96
Pertolongan datang!!
97
Adu Domba
98
Peperangan di Mulai
99
Semangat yang Membara
100
Kemenangan??
101
Tertangkap!
102
Perasaan seorang Ayah
103
Tiba di Kerajaan
104
Telah Terpilih
105
Perasaan
106
Isi Hati Raka
107
Cinta seorang Ayah
108
Di Intai?
109
Manipulasi
110
Pancingan
111
Kembali Hidup
112
Terbongkarnya Kasus Pembantaian
113
Lelakimu
114
Apa Maksud Agam?
115
Pertemua Awal
116
Terbongkar
117
Terdesak
118
Pengorbanan
119
Kebohongan yang Indah
120
Gambaran Aneh
121
Di Dadaku?
122
Kecemburuan?
123
Citra raja Anggara
124
Raja Anggara tak Seburuk itu
125
Lebih dari Materi
126
Mencoba Melawan
127
Apa Tujuan Kun?
128
Cinta Tulus
129
Mimpi
130
Citra kedua
131
Sesuatu Terjadi
132
Siasat?
133
Kebenaran yang Menyakitkan
134
Don't Hurt
135
Ucapan Terimakasih
136
Karma dan Masa Lalu
137
Penghibur Kesedihan
138
Tali Simbolis
139
Arti Tali Pengikat
140
Rencana Rahasia
141
Sudah di Mulai?
142
Ritual di Mulai
143
Dalam Bahaya!
144
Masa Depan, Berawal dari Masa Lalu
145
Lost Contact
146
Keanehan
147
Dia adalah Ludira
148
Kesadaran yang tak Sadar
149
Masih Terpasang
150
Kebohongan yang Berlarut
151
Alasan
152
Masa Lalu yang Pahit
153
VS
154
Di Larang Mendekat !
155
Sama namun Berselisih
156
Interogasi
157
Sesuai Rencana
158
Masuk Jebakan
159
Mendesak
160
Misi di Terima
161
Ketahuan?
162
Siasat Kartu Mati
163
Masuk Penjara
164
Terjebak?
165
Pembuktian Selesai
166
Berawal dari Sini
167
Melenyapkan Ludira
168
Darah Pembangkitan
169
Usaha yang Percuma
170
Terpancing
171
Pertemuan Lagi
172
Perasaan Ayah dan Anak
173
Sifat Asli Manusia
174
Kebersamaan dengan Ayah
175
Mencari Kebenaran
176
Terselamatkan
177
Mempertahankan Cinta
178
Akan di Mulai
179
Yang di Cinta dan yang Kehilangan Cinta
180
Usaha Keras
181
Gawat Darurat
182
Kekacauan di Mulai
183
Menunggu Hukuman di Jatuhkan
184
Kesadaran yang tak di Harapkan
185
Genting
186
Kegagalan Raka
187
Raka
188
Kematian Agam
189
Tak Sungguh Pergi
190
Bertemu tuan Tira
191
Bersamanya Ayah dan Anak
192
Penyerangan di Mulai
193
Pemicu
194
Serangan Balasan di Mulai
195
Pertarungan Atas Nama Agam
196
Pelindung Datang
197
Mati dan Kembali
198
Paradoks : Awal = Ending

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!