Jas Merah
Alkisah, pada zaman dahulu kala hiduplah seorang raja yang sangat dermawan, baik hati, merakyat, disegani oleh musuh-musuhnya dan di cintai oleh semua rakyatnya.
Ia menikah dengan seorang gadis yang amat cantik jelita. Ia sangat mencintai gadis tersebut meskipun berasal dari kalangan rakyat biasa.
Karena kecintaannya terhadap sang istri, ia mengangkat selir tersebut menjadi permaisuri. Namun tak di sangka-sangka, ternyata ketulusan sang raja mendapatkan pengkhianatan dari permaisuri barunya.
Sang permaisuri ketahuan berselingkuh dengan salah satu orang kepercayaan raja, panglima perang kerajaan. Hal ini membuat raja murka, ia pun menghukum sang panglima dengan mengeksekusinya di hadapan semua rakyat menggunakan hukum pancung.
Demi keadilan, ia pun rela melakukan hal yang sama pada sang permaisuri meskipun ia benar-benar mencintai permaisurinya. Ia menghukum pasung si permaisuri di tempat yang sama saat ia melakukan eksekusi pada panglima beberapa menit setelahnya.
Selepas kejadian tersebut, raja teramat berduka dan kembali mengangkat permaisuri yang sempat ia depak untuk kembali menyambangi tahtanya.
Raja tersebut di ketahui memiliki kerajaan terbesar dan terkuat pada eranya. Di takuti oleh beberapa dinasti lainnya dan....
Buku ku lantas tertutup tiba-tiba, dan aku mengernyit masam ke arah dua temanku yang melakukannya. Mereka menepuk jidatku sambil memberikanku beberapa bungkus roti isi coklat.
"Setiap hari elu bacain buku kisah sejarah cinta dari Raja Anggara, dan setiap hari juga elu ngehujat si Ratu yang gak di ketahui namanya. Gak capek apa tuh mata??" Keluh Nina sambil duduk di atas mejaku.
Aku menyipitkan mata menatapnya, kesal dengan perkataannya yang memang benar adanya. "Lagian ratunya gak tau diri!! Udah berasal dari kalangan rakyat jelata, selingkuh ama orang kepercayaan raja, nyakitin hati raja yang terkenal dermawan juga!! Siapa sih yang gak kesel!!" Keluhku hingga membuat dua temanku menepuk jidat mereka masing-masing.
"Gila ya!! Lu gak punya hujatan lain gitu? Tiap ngatain ratu, kata-katanya itu mulu!!" Cinta ikut mengomentari kebiasaan ku. "Lagian ya, Yu.. Lu itu udah kelas dua SMA, gak kepikiran apa buat nyari pacar?"
"No no no!!" Aku menggeleng mantap. "Cinta gue cuma buat lelaki yang mirip raja Anggara, gue gak mau lelaki zaman sekarang yang doyannya ngibul dan gak setia!!" Kepalaku langsung di jitak oleh Nina, dan rasanya sakit sekali.
"Aaw!!" Aku mengeluh sambil mengusap kepalaku.
"Tuh raja udah mati ratusan tahun lalu!! Gila ya lu!! Jomblo seumur hidup baru tau rasa lu!!" Bentak Nina hingga membuatku memanyunkan bibirku.
"Makan tuh roti!! Badan makin kurus aja, kerjaannya bacain novel sama berkhayal mulu sih!!"
Aku menyambar roti yang mereka berikan, dan Cinta hanya mengusap kepalaku yang baru saja di jitak oleh Nina.
Aku memandang ke arah luar jendela, karena aku duduk di ujung sisi kelas dekat jendela. Ini benar-benar tempat strategis agar aku bisa melihat langit dan berkhayal jika bosan dengan pelajaran yang ada.
Aku sedikit mengernyit, melihat seorang lelaki yang mengenakan jaket hingga menutupi lehernya. Ia di hampiri oleh beberapa guru dan sepertinya pak guru meminta agar dia membuka jaket yang ia kenakan. Di sekolah ini kan tidak boleh mengenakan jaket di jam pelajaran, apa sih sebenarnya yang ia pikirkan??
"Apa?? Ooh?!" Cinta menilik ke arah yang sama denganku. "Cowok yang di sana?? Lu ngeliatin cowok itu?" Tanyanya sambil menunjuk ke arah lelaki tersebut dengan mantap.
Aku seketika terkesiap mendengarnya. Aku menggeleng cepat sambil menyumpal mulutku dengan roti. Nina ikut memperhatikan lelaki tadi.
"Kakak kelas aneh yang pendiam. Gak ada yang mau ngobrol karena dia aneh!" Timpal Nina.
Aku lantas mengernyit dalam. "Aneh kenapa dia?"
"Dia tuh ya, kayak elu versi cowok. Suka banget baca buku, dan sering makan daun!!"
Aku langsung terkesiap mendengar ucapan Nina. "Yakali makan daun!! Gue tuh makanin daun-daun yang punya khasiat obat gitu, pernah gue baca dari buku. Jadi gue nyobain sendiri, rasa, tekstur sama khasiat dari tumbuhan yang pernah gue baca!! Ngaruh gak ke badan gue!!"
"Terus?! Gimana? Ngaruh gak?? Setau gue lu makin miring karena sering makanin rumput-rumput liar!!" Cinta lantas terbahak mendengar ucapan Nina.
"Enak aja lu!!" Desahku sambil menatap ke arah kakak kelas tadi. Mereka hanya terbahak, mereka suka sekali meledekku begitu.
Aku memperhatikan lelaki tadi dengan seksama. Sudah hampir dua tahun aku sekolah di SMA ini, tapi aku sama sekali tak mengetahui kalau ada lelaki yang mirip denganku. Kakak kelas?? Berarti, dia sudah kelas tiga??
Sepulang dari sekolah, aku di tinggalkan Nina dan Cinta begitu saja. Tiba-tiba aku sakit perut dan harus ke toilet. Apakah karena makan rumput liar pagi tadi?? Entahlah, yang pasti aku harus segera menyusul dua temanku itu sebelum mereka berjalan terlalu jauh.
Ketika melewati perbatasan toko bunga, aku mendengar seseorang mengucapkan sebuah kalimat di antara keramaian. "Pantai." Begitu katanya.
Aku lantas menoleh ke arahnya yang berjalan lurus dengan beberapa bunga melati di tangannya.
"Hm, tunggu!!" Aku berusaha menghentikannya. "Apa elu barusan menyebutkan sesuatu ke gue?" Ia menatap datar ke arahku, mata indahnya seolah tak mengizinkan aku untuk bertanya lebih dari itu.
"Ya." Singkatnya. "Ada yang tertinggal." Lanjutnya, ambigu.. hingga seorang lelaki tinggi datang dan menyusulnya.
"Assalamualaikum, maaf.. apa dia bilang sesuatu yang aneh?" Suara merdu lelaki tersebut benar-benar terngiang di telingaku. Aku ternganga, seperti pernah mendengarnya. Tapi di mana?? Mungkin ini yang di maksudkan oleh Nina dan Cinta, harusnya aku rajin membuka sosmed dan menonton tv. Mungkin saja dia ini selebriti.
"Ah, enggak." Dalihku.
"Maaf ya." Ia hanya tersenyum sambil meninggalkanku yang masih mematung.
"Gantengnya." Gumamku terpana.
.......
.......
.......
Aku terbangun dari tidur dalam keadaan tubuh yang basah karena berkeringat. Napasku tersengal dan aku benar-benar ketakutan. Aku mengusap kepala serta leherku, hingga menyadari ada sesuatu yang terjatuh dari kepalan tanganku.
Klotak!!
Aku terkesiap dengan kedua mata yang terbelalak dan mulut yang menganga lebar. Aku terdiam sesaat, mematung di tempat sambil menatap lekat ke sebuah paku yang terukir indah berwarna keemasan.
Napasku menderu, dan aku yakin kalau itu adalah paku yang tadi. Apa yang ku alami terlalu panjang jika di katakan suatu hal yang fana, namun hal sepanjang itu masih menyisakan beberapa ingatan yang tak ku lupakan meski aku telah dipaksa mati dalam ketidaksadaran ku.
Aku membuka selimut yang menutupi sebagian tubuhku. Kakiku turun dan menapak di atas lantai. Ku gapai paku indah tersebut dan menatapnya di antara kedua telapak tanganku.
"Kalau benda ini ada, berarti.. tadi itu..."
Aku langsung melompat dari tempat tidur dan mengambil sebuah jaket tipis berwarna putih untuk menutupi piyama ku.
Aku berlari keluar kamar dan melewati ibu yang sedang menyeka debu yang tertempel di bingkai foto keluargaku. Ia nampak terkesiap karena aku berlari tiba-tiba.
"Ayuuu!! Mau kemana kamu?! Ini masih pagi, bantuin ibu mumpung hari Minggu!!" Bentaknya, namun aku mengabaikan sambil mengenakan sandal dan berlari keluar rumah.
"Seenggaknya jangan lari keluar rumah pakai piyama tipis dan celana pendek, Yu!!" Suara pekikannya masih terdengar meski aku sudah berlari lima langkah menjauhi rumah.
"Gue tau!! Kalau ini benar, ini nyata!!" Gumamku sambil berlari menuju ke pantai belakang rumah, yang jaraknya tak terlalu jauh.
Kakiku perlahan melemah. Aku tak jago dalam hal olahraga apapun karena aku sangat suka bermalas-malasan sambil membaca buku, jadi berlari seperti ini benar-benar menyiksa batin dan tubuhku.
Jalanan aspal yang bergerigi perlahan berubah menjadi pasir halus berwarna putih. Ia membuat langkahku semakin berat saja, dan lagi... Jaketku terlalu tipis untuk angin pantai sekencang ini.
Napasku tersengal dan aku yakin wajahku kian memucat karena kehabisan napas. Aku masih mengepal erat paku keemasan di telapak tanganku, berhenti dengan tubuh yang mematung lurus menghadap ke seorang lelaki yang sedang duduk berjongkok memunggungiku.
Ia menghadap ke arah laut. Rambut hitamnya berayun-ayun tertiup angin ribut. Ia nampak damai meski baju yang ia kenakan berkibar dengan gagahnya.
Dengan ragu aku menghampirinya, hingga kehadiranku pun di sadari olehnya. Ia menoleh meski tak serta-merta membuat seluruh tubuhnya menghadap ku.
Aku terdiam ketika kami saling bertemu pandang. Suasana kian canggung. Bertemu orang asing yang tak pernah ku jumpai sama sekali, dan posisi pantai sepagi ini masihlah sangat sepi.
Ia menggenggam sesuatu, dan itu justru membuatku terbelalak karenanya. Ia tak melepaskan pandangannya dariku, namun tubuhnya masih saja terus terduduk tanpa berniat untuk mengucapkan sepatah kalimat pun padaku.
"Aku..." Aku ketakutan, tanganku bergetar hebat. "Aku cinta kamu!!" Pekikku hingga membuatnya nampak terkejut. Di luar dugaan, ia malah terlihat bingung. Apakah dia tak mengenali ku??
"Aku cinta kamu!!" Pekikku lagi dengan sekuat tenaga. "Aku cinta kamu!!" Lanjutku sambil memejamkan mata. "Aku cinta kamu!! Aku cinta kamu!! Aku cinta kamu!!"
Perkataan itu terus ku lontarkan secara berulang-ulang, dan ia masih saja nampak memberikan reaksi serupa. Menganga.
Aku mulai meringis sambil menitikan air mata. Ku seka air mataku dengan kasar, namun ia malah mengabaikan dan berbalik memunggungiku lagi.
Ia terdengar mengucapkan sesuatu yang benar-benar tak tertangkap Indra pendengaran ku. Entah karena suaranya pelan atau karena angin di pantai ini terlalu kencang.
Kami berdua mematung dalam bisu, dan tak ada seorang pun yang mau mengatakan kalimat meski hanya sebuah huruf.
Dalam posisinya, ia mengangkat tangan dan menyodorkan sesuatu dari kepalan tangannya. Ku satukan benda yang berada di tanganku ke tangannya, hingga sebuah cahaya yang menyilaukan membuatku terpaksa menutup kedua mata.
Aku menggenggam tangannya dengan erat, ia masih tak menunjukkan wajahnya kala itu padaku. Hingga ketika aku membuka mata, tubuhku nampak terbaring di pasir pantai dengan ombak yang berusaha menarik kakiku.
Satu sandalku terlepas, dan satunya lagi menghilang entah kemana. Aku terkesiap kaget, menyadari kalau aku telah tertidur di tengah pantai. Cahaya matahari berada tepat di tengah dunia, menandakan kalau sekarang sudah sangat siang untuk tidur-tiduran di atas pasir pantai.
Ku kucek kedua mataku sambil beranjak dari atas pasir. Namun bersamaan dengan hal tersebut, sesuatu benda yang terasa panas nampak menyambar tepat di sisi sebelah kananku, hingga membuatku terperanjat takut.
"Anak panah berapi?" Gumamku sambil mengernyitkan dahi.
Suara teriakan terdengar menggema terbawa angin. Aku pun menengadahkan pandanganku dan menatap ke arah langit, hingga menyadari kalau puluhan benda berapi nampak melayang di atas sana.
Benda tersebut pun menyelusup bak hujan yang turun dengan lebat menimpa bumi, namun tubuhku lantas bergerak spontan untuk menghindari benda tersebut, meskipun beberapanya telah mendarat dengan sempurna di atas pasir pantai.
Itu adalah kumpulan anak panah berapi yang sengaja di tembakkan ke atas hingga menelusup ke sekitarku.
"Aaaaahk!! Bakalan mati gue kalau kena itu!!" Pekikku seraya berlari dan menutup kepalaku, seolah berlindung dari air hujan, padahal itu lebih menakutkan lagi karena tak cuma akan membasahi kepalaku, tapi akan menancap di sana juga.
Meski berusaha menghindar, hujaman anak panah salah satunya menancap ke kakiku. Aku terjatuh di atas pasir, dengan puluhan anak panah yang tertancap dan berada di sekelilingku. Aku terlalu takut dan kesakitan untuk berdiri, tapi kalau aku tak melakukannya, maka aku akan mati.
Aku mencabut tancapan anak panah tersebut dari kakiku. Lukanya dalam, sampai mengenai tulang dan juga membakar kulit serta dagingku yang mengucurkan darah.
"Sakit." Gumamku sambil meringis menahan tangis.
"To.. tolong..." Hanya itu yang mampu ku ucapkan. Aku kebingungan. Kenapa tiba-tiba di pantai ini ada puluhan anak panah yang sengaja di lepaskan? Ini tak pernah terjadi sebelumnya. Ini seperti berada di Medan pertempuran dan aku adalah orang gila yang sedang tersesat.
Ketika sebuah anak panah lantas meluncur ke hadapan wajahku, seseorang datang menyergah dan menangkap anak panah tersebut dengan satu tangannya, membuat api yang membakar ujung anak panah padam oleh genggamannya.
Aku menengadah, menatap wajah dinginnya yang tak menampakkan ekspresi sama sekali, padahal aku yakin kalau itu rasanya sakit. Ia nampak mendecakkan lidah sambil menyeret tubuhku ke dalam pelukannya.
Ia berlari, membawaku dalam dekapannya.. Dalam kepanikan, aku masih bisa mendengar detak jantung dan gemuruh napasnya. Aku mengerutkan tubuhku, berlindung di balik pelukannya.
Ia pun membawaku, mungkin ke tempat yang aman dari anak panah, namun agaknya tempat berbahaya bagi seorang gadis yang tak mengetahui asal usul orang asing ini.
Wajah lelaki ini tampan, serius, dan aku yakin hidupnya sangat menderita hingga tak di tunjukkan sedikit senyuman pun di wajahnya. Ia pun mengenakan baju dari kulit kayu yang terlihat aneh bagiku.
Tanpa sadar, ia membawaku masuk ke sebuah tempat yang mirip pondok, dan di sana kami telah di sambut oleh seorang wanita paruh baya yang sedang menanak nasi.
Wanita itu benar-benar panik dan segera mendudukkan ku di atas kursi.
"Raka!! Kamu membawa calon istri??" Tanya wanita itu hingga membuatku berteriak.
"Bahkan gue gak kenal dia!!" Pekikku, dan ulahku ini berhasil membuat kedua orang berpakaian aneh ini terdiam dan saling memandangi satu sama lain.
"Oh!! Maaf kalau saya pakai gue, jadi gak sopan ya??" Ujarku, benar-benar merasa bersalah dan merasa bodoh.
"Gue? Itu.. bahasa apa? Baru kali ini saya mendengarnya." Sahut wanita itu.
Aku menggarukkan kepalaku karena kebingungan. Mereka pun kini memandangi piyama tipis, celana pendek dan jaket yang ku kenakan.
"Ini bukan dari kulit pohon?? Apa ini sutra? Seperti yang di kenakan raja?" Lanjut si wanita sambil menyentuh baju yang ku kenakan dengan hati-hati.
"Raja? Maksud Tante?"
"Apa itu Tante?" Ia kembali kebingungan, namun aku juga merasakan kebingungan yang sama. "Di mana kamu mendapat gadis cantik ini?? Apa dia bangsawan kerajaan?" Tanyanya sambil menatap ke arah lelaki yang sejak tadi terdiam.
"Dia terluka di Medan perang." Sahutnya singkat. Wanita itu malah mengembangkan senyumannya.
"Kamu menyelamatkan seorang gadis?? Yang tidak kamu kenal??" Ia nampak takjub sambil berulang kali menatapku dan menatap lelaki yang ia panggil Raka tadi.
"Jangan terlalu berharap, Bu. Raka tidak akan pernah jatuh cinta." Singkatnya lagi sambil membuatku mengernyit.
"Sombong banget sih!! Lagian siapa juga yang mau jatuh cinta sama elu!!" Balasku hingga membuat wanita yang di panggil ibu ini nampak terkesiap. "Oh!! Maafkan saya, ibu!!" Ceplosku.
"Ibu?" Ia kembali takjub, dan ini tentu saja membuatku menjadi semakin panik.
"Aaaa!! Saya tidak bermaksud begitu, lagi pula panggilan apa yang harus saya gunakan pada ibu??" Sahutku panik, namun ia malah tersenyum.
"Ya, tidak apa-apa.. Panggil ibu saja." Jawabnya lembut. Aku jadi merasa gagal menjadi seorang wanita. Aku terlalu grasak-grusuk dan barbar, sementara ia sangat lembut.
"Kamu.. berasal dari mana? Ibu tak pernah melihatmu sebelumnya.. Rambutmu tak di ikat?? Bajumu dari kain sutra, dan kamu begitu cantik, tak pernah ibu lihat wanita secantik kamu dari rakyat di kerajaan ini." Aku kembali mengernyit.
Sejak tadi membahas tentang kerajaan. Dan lagi, pakaian mereka memang kuno. Ibu ini rambutnya di sanggul rapi, dan lelaki ini.. rambut depannya pendek dan sedikit berdiri seperti lelaki pada umumnya, namun belakang rambutnya berbuntut. Dia punya rambut panjang juga yang diikat.
Apa jangan-jangan, aku terdampar di kerajaan antah berantah setelah pingsan tadi?? Atau.. aku sudah mati dan berada di surga?? Atau jangan-jangan, aku berada di dimensi yang berbeda??
"Aaaaaa!! Ini pasti mimpi!!!" Pekikku sambil mengacak-acak rambutku, membuat ibu ini mengernyit dan menatap heran ke arahku.
"Raka, apa sewaktu menggendongnya, kamu membenturkan kepalanya ke pohon?" Tanya sang ibu polos.
"Kelihatannya dia sudah gila bahkan sebelum ku sentuh." Sahut Raka dingin.
"Tapi.. tapi, kalau ini kerajaan, berarti.. Siapa rajanya sekarang?? Saya di kerajaan apa?" Pekikku lagi, begitu frustasi. "Jangan-jangan ini kerajaan Firaun?"
"Kamu bahkan tak kenal rajamu sendiri? Apa kamu penyusup dari kerajaan lain? Kamu pastilah seorang putri bangsawan?" Tuduh si ibu lagi. "Apa Firaun itu adalah yang muliamu??" Tambahnya, membuatku menggeleng dengan cepat.
"Bukan begitu?! Saya ini terdampar, saya tidak tinggal di sini!! Saya dari dunia lain!! Tiba-tiba saat bangun, saya sudah ada di sini!! Bagaimana menjelaskannya ya?"
Ibu ini kembali tersenyum meski nampak sedikit bingung. "Yah, tak apa meski ibu tak tahu maksud dari perkataan mu. Mungkin kamu kelelahan."
Aku terdiam, tak seharusnya aku nampak begitu gila. Tapi memang benar begini adanya. Ini zaman kuno, bukan zamanku. Tapi, akan berbahaya kalau aku sampai tinggal disini tanpa mengetahui nama rajaku. Setidaknya aku harus improvisasi, berlagak jadi manusia di zaman ini agar tak terlihat aneh lalu di tangkap, di penjara dan di hukum mati. "Kalau begitu, apakah saya boleh mengetahui nama raja saya?" Tanyaku berhati-hati. "Kepala saya terbentur dan agaknya melupakan hal-hal yang penting." Dustaku.
"Tentu saja.. Raja kita adalah.." Wanita ini tersenyum sambil menatapku dengan lembut.
"Yang mulia Raja Anggara.. Ingatlah nama yang muliamu itu.."
Kedua mataku hampir keluar mendengarnya. "Ra.. Raja Anggara?! Apa aku memang sudah gila?!! Ini... tak masuk akal."
.......
.......
.......
.......
...Bersambung.......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 198 Episodes
Comments
Ray
AQ ikut menghayal ke jaman kerajaan dulu🤔😄🙏
2024-10-18
0
may
WOW, surprise🤣🤣
2024-01-17
0
may
Firaun di bawa bawa😂
2024-01-17
0