Jas Merah

Jas Merah

Terdampar

Alkisah, pada zaman dahulu kala hiduplah seorang raja yang sangat dermawan, baik hati, merakyat, disegani oleh musuh-musuhnya dan di cintai oleh semua rakyatnya.

Ia menikah dengan seorang gadis yang amat cantik jelita. Ia sangat mencintai gadis tersebut meskipun berasal dari kalangan rakyat biasa.

Karena kecintaannya terhadap sang istri, ia mengangkat selir tersebut menjadi permaisuri. Namun tak di sangka-sangka, ternyata ketulusan sang raja mendapatkan pengkhianatan dari permaisuri barunya.

Sang permaisuri ketahuan berselingkuh dengan salah satu orang kepercayaan raja, panglima perang kerajaan. Hal ini membuat raja murka, ia pun menghukum sang panglima dengan mengeksekusinya di hadapan semua rakyat menggunakan hukum pancung.

Demi keadilan, ia pun rela melakukan hal yang sama pada sang permaisuri meskipun ia benar-benar mencintai permaisurinya. Ia menghukum pasung si permaisuri di tempat yang sama saat ia melakukan eksekusi pada panglima beberapa menit setelahnya.

Selepas kejadian tersebut, raja teramat berduka dan kembali mengangkat permaisuri yang sempat ia depak untuk kembali menyambangi tahtanya.

Raja tersebut di ketahui memiliki kerajaan terbesar dan terkuat pada eranya. Di takuti oleh beberapa dinasti lainnya dan....

Buku ku lantas tertutup tiba-tiba, dan aku mengernyit masam ke arah dua temanku yang melakukannya. Mereka menepuk jidatku sambil memberikanku beberapa bungkus roti isi coklat.

"Setiap hari elu bacain buku kisah sejarah cinta dari Raja Anggara, dan setiap hari juga elu ngehujat si Ratu yang gak di ketahui namanya. Gak capek apa tuh mata??" Keluh Nina sambil duduk di atas mejaku.

Aku menyipitkan mata menatapnya, kesal dengan perkataannya yang memang benar adanya. "Lagian ratunya gak tau diri!! Udah berasal dari kalangan rakyat jelata, selingkuh ama orang kepercayaan raja, nyakitin hati raja yang terkenal dermawan juga!! Siapa sih yang gak kesel!!" Keluhku hingga membuat dua temanku menepuk jidat mereka masing-masing.

"Gila ya!! Lu gak punya hujatan lain gitu? Tiap ngatain ratu, kata-katanya itu mulu!!" Cinta ikut mengomentari kebiasaan ku. "Lagian ya, Yu.. Lu itu udah kelas dua SMA, gak kepikiran apa buat nyari pacar?"

"No no no!!" Aku menggeleng mantap. "Cinta gue cuma buat lelaki yang mirip raja Anggara, gue gak mau lelaki zaman sekarang yang doyannya ngibul dan gak setia!!" Kepalaku langsung di jitak oleh Nina, dan rasanya sakit sekali.

"Aaw!!" Aku mengeluh sambil mengusap kepalaku.

"Tuh raja udah mati ratusan tahun lalu!! Gila ya lu!! Jomblo seumur hidup baru tau rasa lu!!" Bentak Nina hingga membuatku memanyunkan bibirku.

"Makan tuh roti!! Badan makin kurus aja, kerjaannya bacain novel sama berkhayal mulu sih!!"

Aku menyambar roti yang mereka berikan, dan Cinta hanya mengusap kepalaku yang baru saja di jitak oleh Nina.

Aku memandang ke arah luar jendela, karena aku duduk di ujung sisi kelas dekat jendela. Ini benar-benar tempat strategis agar aku bisa melihat langit dan berkhayal jika bosan dengan pelajaran yang ada.

Aku sedikit mengernyit, melihat seorang lelaki yang mengenakan jaket hingga menutupi lehernya. Ia di hampiri oleh beberapa guru dan sepertinya pak guru meminta agar dia membuka jaket yang ia kenakan. Di sekolah ini kan tidak boleh mengenakan jaket di jam pelajaran, apa sih sebenarnya yang ia pikirkan??

"Apa?? Ooh?!" Cinta menilik ke arah yang sama denganku. "Cowok yang di sana?? Lu ngeliatin cowok itu?" Tanyanya sambil menunjuk ke arah lelaki tersebut dengan mantap.

Aku seketika terkesiap mendengarnya. Aku menggeleng cepat sambil menyumpal mulutku dengan roti. Nina ikut memperhatikan lelaki tadi.

"Kakak kelas aneh yang pendiam. Gak ada yang mau ngobrol karena dia aneh!" Timpal Nina.

Aku lantas mengernyit dalam. "Aneh kenapa dia?"

"Dia tuh ya, kayak elu versi cowok. Suka banget baca buku, dan sering makan daun!!"

Aku langsung terkesiap mendengar ucapan Nina. "Yakali makan daun!! Gue tuh makanin daun-daun yang punya khasiat obat gitu, pernah gue baca dari buku. Jadi gue nyobain sendiri, rasa, tekstur sama khasiat dari tumbuhan yang pernah gue baca!! Ngaruh gak ke badan gue!!"

"Terus?! Gimana? Ngaruh gak?? Setau gue lu makin miring karena sering makanin rumput-rumput liar!!" Cinta lantas terbahak mendengar ucapan Nina.

"Enak aja lu!!" Desahku sambil menatap ke arah kakak kelas tadi. Mereka hanya terbahak, mereka suka sekali meledekku begitu.

Aku memperhatikan lelaki tadi dengan seksama. Sudah hampir dua tahun aku sekolah di SMA ini, tapi aku sama sekali tak mengetahui kalau ada lelaki yang mirip denganku. Kakak kelas?? Berarti, dia sudah kelas tiga??

Sepulang dari sekolah, aku di tinggalkan Nina dan Cinta begitu saja. Tiba-tiba aku sakit perut dan harus ke toilet. Apakah karena makan rumput liar pagi tadi?? Entahlah, yang pasti aku harus segera menyusul dua temanku itu sebelum mereka berjalan terlalu jauh.

Ketika melewati perbatasan toko bunga, aku mendengar seseorang mengucapkan sebuah kalimat di antara keramaian. "Pantai." Begitu katanya.

Aku lantas menoleh ke arahnya yang berjalan lurus dengan beberapa bunga melati di tangannya.

"Hm, tunggu!!" Aku berusaha menghentikannya. "Apa elu barusan menyebutkan sesuatu ke gue?" Ia menatap datar ke arahku, mata indahnya seolah tak mengizinkan aku untuk bertanya lebih dari itu.

"Ya." Singkatnya. "Ada yang tertinggal." Lanjutnya, ambigu.. hingga seorang lelaki tinggi datang dan menyusulnya.

"Assalamualaikum, maaf.. apa dia bilang sesuatu yang aneh?" Suara merdu lelaki tersebut benar-benar terngiang di telingaku. Aku ternganga, seperti pernah mendengarnya. Tapi di mana?? Mungkin ini yang di maksudkan oleh Nina dan Cinta, harusnya aku rajin membuka sosmed dan menonton tv. Mungkin saja dia ini selebriti.

"Ah, enggak." Dalihku.

"Maaf ya." Ia hanya tersenyum sambil meninggalkanku yang masih mematung.

"Gantengnya." Gumamku terpana.

.......

.......

.......

Aku terbangun dari tidur dalam keadaan tubuh yang basah karena berkeringat. Napasku tersengal dan aku benar-benar ketakutan. Aku mengusap kepala serta leherku, hingga menyadari ada sesuatu yang terjatuh dari kepalan tanganku.

Klotak!!

Aku terkesiap dengan kedua mata yang terbelalak dan mulut yang menganga lebar. Aku terdiam sesaat, mematung di tempat sambil menatap lekat ke sebuah paku yang terukir indah berwarna keemasan.

Napasku menderu, dan aku yakin kalau itu adalah paku yang tadi. Apa yang ku alami terlalu panjang jika di katakan suatu hal yang fana, namun hal sepanjang itu masih menyisakan beberapa ingatan yang tak ku lupakan meski aku telah dipaksa mati dalam ketidaksadaran ku.

Aku membuka selimut yang menutupi sebagian tubuhku. Kakiku turun dan menapak di atas lantai. Ku gapai paku indah tersebut dan menatapnya di antara kedua telapak tanganku.

"Kalau benda ini ada, berarti.. tadi itu..."

Aku langsung melompat dari tempat tidur dan mengambil sebuah jaket tipis berwarna putih untuk menutupi piyama ku.

Aku berlari keluar kamar dan melewati ibu yang sedang menyeka debu yang tertempel di bingkai foto keluargaku. Ia nampak terkesiap karena aku berlari tiba-tiba.

"Ayuuu!! Mau kemana kamu?! Ini masih pagi, bantuin ibu mumpung hari Minggu!!" Bentaknya, namun aku mengabaikan sambil mengenakan sandal dan berlari keluar rumah.

"Seenggaknya jangan lari keluar rumah pakai piyama tipis dan celana pendek, Yu!!" Suara pekikannya masih terdengar meski aku sudah berlari lima langkah menjauhi rumah.

"Gue tau!! Kalau ini benar, ini nyata!!" Gumamku sambil berlari menuju ke pantai belakang rumah, yang jaraknya tak terlalu jauh.

Kakiku perlahan melemah. Aku tak jago dalam hal olahraga apapun karena aku sangat suka bermalas-malasan sambil membaca buku, jadi berlari seperti ini benar-benar menyiksa batin dan tubuhku.

Jalanan aspal yang bergerigi perlahan berubah menjadi pasir halus berwarna putih. Ia membuat langkahku semakin berat saja, dan lagi... Jaketku terlalu tipis untuk angin pantai sekencang ini.

Napasku tersengal dan aku yakin wajahku kian memucat karena kehabisan napas. Aku masih mengepal erat paku keemasan di telapak tanganku, berhenti dengan tubuh yang mematung lurus menghadap ke seorang lelaki yang sedang duduk berjongkok memunggungiku.

Ia menghadap ke arah laut. Rambut hitamnya berayun-ayun tertiup angin ribut. Ia nampak damai meski baju yang ia kenakan berkibar dengan gagahnya.

Dengan ragu aku menghampirinya, hingga kehadiranku pun di sadari olehnya. Ia menoleh meski tak serta-merta membuat seluruh tubuhnya menghadap ku.

Aku terdiam ketika kami saling bertemu pandang. Suasana kian canggung. Bertemu orang asing yang tak pernah ku jumpai sama sekali, dan posisi pantai sepagi ini masihlah sangat sepi.

Ia menggenggam sesuatu, dan itu justru membuatku terbelalak karenanya. Ia tak melepaskan pandangannya dariku, namun tubuhnya masih saja terus terduduk tanpa berniat untuk mengucapkan sepatah kalimat pun padaku.

"Aku..." Aku ketakutan, tanganku bergetar hebat. "Aku cinta kamu!!" Pekikku hingga membuatnya nampak terkejut. Di luar dugaan, ia malah terlihat bingung. Apakah dia tak mengenali ku??

"Aku cinta kamu!!" Pekikku lagi dengan sekuat tenaga. "Aku cinta kamu!!" Lanjutku sambil memejamkan mata. "Aku cinta kamu!! Aku cinta kamu!! Aku cinta kamu!!"

Perkataan itu terus ku lontarkan secara berulang-ulang, dan ia masih saja nampak memberikan reaksi serupa. Menganga.

Aku mulai meringis sambil menitikan air mata. Ku seka air mataku dengan kasar, namun ia malah mengabaikan dan berbalik memunggungiku lagi.

Ia terdengar mengucapkan sesuatu yang benar-benar tak tertangkap Indra pendengaran ku. Entah karena suaranya pelan atau karena angin di pantai ini terlalu kencang.

Kami berdua mematung dalam bisu, dan tak ada seorang pun yang mau mengatakan kalimat meski hanya sebuah huruf.

Dalam posisinya, ia mengangkat tangan dan menyodorkan sesuatu dari kepalan tangannya. Ku satukan benda yang berada di tanganku ke tangannya, hingga sebuah cahaya yang menyilaukan membuatku terpaksa menutup kedua mata.

Aku menggenggam tangannya dengan erat, ia masih tak menunjukkan wajahnya kala itu padaku. Hingga ketika aku membuka mata, tubuhku nampak terbaring di pasir pantai dengan ombak yang berusaha menarik kakiku.

Satu sandalku terlepas, dan satunya lagi menghilang entah kemana. Aku terkesiap kaget, menyadari kalau aku telah tertidur di tengah pantai. Cahaya matahari berada tepat di tengah dunia, menandakan kalau sekarang sudah sangat siang untuk tidur-tiduran di atas pasir pantai.

Ku kucek kedua mataku sambil beranjak dari atas pasir. Namun bersamaan dengan hal tersebut, sesuatu benda yang terasa panas nampak menyambar tepat di sisi sebelah kananku, hingga membuatku terperanjat takut.

"Anak panah berapi?" Gumamku sambil mengernyitkan dahi.

Suara teriakan terdengar menggema terbawa angin. Aku pun menengadahkan pandanganku dan menatap ke arah langit, hingga menyadari kalau puluhan benda berapi nampak melayang di atas sana.

Benda tersebut pun menyelusup bak hujan yang turun dengan lebat menimpa bumi, namun tubuhku lantas bergerak spontan untuk menghindari benda tersebut, meskipun beberapanya telah mendarat dengan sempurna di atas pasir pantai.

Itu adalah kumpulan anak panah berapi yang sengaja di tembakkan ke atas hingga menelusup ke sekitarku.

"Aaaaahk!! Bakalan mati gue kalau kena itu!!" Pekikku seraya berlari dan menutup kepalaku, seolah berlindung dari air hujan, padahal itu lebih menakutkan lagi karena tak cuma akan membasahi kepalaku, tapi akan menancap di sana juga.

Meski berusaha menghindar, hujaman anak panah salah satunya menancap ke kakiku. Aku terjatuh di atas pasir, dengan puluhan anak panah yang tertancap dan berada di sekelilingku. Aku terlalu takut dan kesakitan untuk berdiri, tapi kalau aku tak melakukannya, maka aku akan mati.

Aku mencabut tancapan anak panah tersebut dari kakiku. Lukanya dalam, sampai mengenai tulang dan juga membakar kulit serta dagingku yang mengucurkan darah.

"Sakit." Gumamku sambil meringis menahan tangis.

"To.. tolong..." Hanya itu yang mampu ku ucapkan. Aku kebingungan. Kenapa tiba-tiba di pantai ini ada puluhan anak panah yang sengaja di lepaskan? Ini tak pernah terjadi sebelumnya. Ini seperti berada di Medan pertempuran dan aku adalah orang gila yang sedang tersesat.

Ketika sebuah anak panah lantas meluncur ke hadapan wajahku, seseorang datang menyergah dan menangkap anak panah tersebut dengan satu tangannya, membuat api yang membakar ujung anak panah padam oleh genggamannya.

Aku menengadah, menatap wajah dinginnya yang tak menampakkan ekspresi sama sekali, padahal aku yakin kalau itu rasanya sakit. Ia nampak mendecakkan lidah sambil menyeret tubuhku ke dalam pelukannya.

Ia berlari, membawaku dalam dekapannya.. Dalam kepanikan, aku masih bisa mendengar detak jantung dan gemuruh napasnya. Aku mengerutkan tubuhku, berlindung di balik pelukannya.

Ia pun membawaku, mungkin ke tempat yang aman dari anak panah, namun agaknya tempat berbahaya bagi seorang gadis yang tak mengetahui asal usul orang asing ini.

Wajah lelaki ini tampan, serius, dan aku yakin hidupnya sangat menderita hingga tak di tunjukkan sedikit senyuman pun di wajahnya. Ia pun mengenakan baju dari kulit kayu yang terlihat aneh bagiku.

Tanpa sadar, ia membawaku masuk ke sebuah tempat yang mirip pondok, dan di sana kami telah di sambut oleh seorang wanita paruh baya yang sedang menanak nasi.

Wanita itu benar-benar panik dan segera mendudukkan ku di atas kursi.

"Raka!! Kamu membawa calon istri??" Tanya wanita itu hingga membuatku berteriak.

"Bahkan gue gak kenal dia!!" Pekikku, dan ulahku ini berhasil membuat kedua orang berpakaian aneh ini terdiam dan saling memandangi satu sama lain.

"Oh!! Maaf kalau saya pakai gue, jadi gak sopan ya??" Ujarku, benar-benar merasa bersalah dan merasa bodoh.

"Gue? Itu.. bahasa apa? Baru kali ini saya mendengarnya." Sahut wanita itu.

Aku menggarukkan kepalaku karena kebingungan. Mereka pun kini memandangi piyama tipis, celana pendek dan jaket yang ku kenakan.

"Ini bukan dari kulit pohon?? Apa ini sutra? Seperti yang di kenakan raja?" Lanjut si wanita sambil menyentuh baju yang ku kenakan dengan hati-hati.

"Raja? Maksud Tante?"

"Apa itu Tante?" Ia kembali kebingungan, namun aku juga merasakan kebingungan yang sama. "Di mana kamu mendapat gadis cantik ini?? Apa dia bangsawan kerajaan?" Tanyanya sambil menatap ke arah lelaki yang sejak tadi terdiam.

"Dia terluka di Medan perang." Sahutnya singkat. Wanita itu malah mengembangkan senyumannya.

"Kamu menyelamatkan seorang gadis?? Yang tidak kamu kenal??" Ia nampak takjub sambil berulang kali menatapku dan menatap lelaki yang ia panggil Raka tadi.

"Jangan terlalu berharap, Bu. Raka tidak akan pernah jatuh cinta." Singkatnya lagi sambil membuatku mengernyit.

"Sombong banget sih!! Lagian siapa juga yang mau jatuh cinta sama elu!!" Balasku hingga membuat wanita yang di panggil ibu ini nampak terkesiap. "Oh!! Maafkan saya, ibu!!" Ceplosku.

"Ibu?" Ia kembali takjub, dan ini tentu saja membuatku menjadi semakin panik.

"Aaaa!! Saya tidak bermaksud begitu, lagi pula panggilan apa yang harus saya gunakan pada ibu??" Sahutku panik, namun ia malah tersenyum.

"Ya, tidak apa-apa.. Panggil ibu saja." Jawabnya lembut. Aku jadi merasa gagal menjadi seorang wanita. Aku terlalu grasak-grusuk dan barbar, sementara ia sangat lembut.

"Kamu.. berasal dari mana? Ibu tak pernah melihatmu sebelumnya.. Rambutmu tak di ikat?? Bajumu dari kain sutra, dan kamu begitu cantik, tak pernah ibu lihat wanita secantik kamu dari rakyat di kerajaan ini." Aku kembali mengernyit.

Sejak tadi membahas tentang kerajaan. Dan lagi, pakaian mereka memang kuno. Ibu ini rambutnya di sanggul rapi, dan lelaki ini.. rambut depannya pendek dan sedikit berdiri seperti lelaki pada umumnya, namun belakang rambutnya berbuntut. Dia punya rambut panjang juga yang diikat.

Apa jangan-jangan, aku terdampar di kerajaan antah berantah setelah pingsan tadi?? Atau.. aku sudah mati dan berada di surga?? Atau jangan-jangan, aku berada di dimensi yang berbeda??

"Aaaaaa!! Ini pasti mimpi!!!" Pekikku sambil mengacak-acak rambutku, membuat ibu ini mengernyit dan menatap heran ke arahku.

"Raka, apa sewaktu menggendongnya, kamu membenturkan kepalanya ke pohon?" Tanya sang ibu polos.

"Kelihatannya dia sudah gila bahkan sebelum ku sentuh." Sahut Raka dingin.

"Tapi.. tapi, kalau ini kerajaan, berarti.. Siapa rajanya sekarang?? Saya di kerajaan apa?" Pekikku lagi, begitu frustasi. "Jangan-jangan ini kerajaan Firaun?"

"Kamu bahkan tak kenal rajamu sendiri? Apa kamu penyusup dari kerajaan lain? Kamu pastilah seorang putri bangsawan?" Tuduh si ibu lagi. "Apa Firaun itu adalah yang muliamu??" Tambahnya, membuatku menggeleng dengan cepat.

"Bukan begitu?! Saya ini terdampar, saya tidak tinggal di sini!! Saya dari dunia lain!! Tiba-tiba saat bangun, saya sudah ada di sini!! Bagaimana menjelaskannya ya?"

Ibu ini kembali tersenyum meski nampak sedikit bingung. "Yah, tak apa meski ibu tak tahu maksud dari perkataan mu. Mungkin kamu kelelahan."

Aku terdiam, tak seharusnya aku nampak begitu gila. Tapi memang benar begini adanya. Ini zaman kuno, bukan zamanku. Tapi, akan berbahaya kalau aku sampai tinggal disini tanpa mengetahui nama rajaku. Setidaknya aku harus improvisasi, berlagak jadi manusia di zaman ini agar tak terlihat aneh lalu di tangkap, di penjara dan di hukum mati. "Kalau begitu, apakah saya boleh mengetahui nama raja saya?" Tanyaku berhati-hati. "Kepala saya terbentur dan agaknya melupakan hal-hal yang penting." Dustaku.

"Tentu saja.. Raja kita adalah.." Wanita ini tersenyum sambil menatapku dengan lembut.

"Yang mulia Raja Anggara.. Ingatlah nama yang muliamu itu.."

Kedua mataku hampir keluar mendengarnya. "Ra.. Raja Anggara?! Apa aku memang sudah gila?!! Ini... tak masuk akal."

.......

.......

.......

.......

...Bersambung.......

Terpopuler

Comments

maytrike risky

maytrike risky

WOW, surprise🤣🤣

2024-01-17

0

maytrike risky

maytrike risky

Firaun di bawa bawa😂

2024-01-17

0

maytrike risky

maytrike risky

Ibu poloa banget😭

2024-01-17

0

lihat semua
Episodes
1 Terdampar
2 Luka
3 Perjanjian
4 Pencarian
5 Terimakasih
6 Pelatihan Final
7 Hasilnya adalah...
8 Penyebabnya
9 Pasien Kedua
10 Bayaran
11 Pertemuan dan Pesan
12 Pertengkaran
13 Our Mission
14 Smile for Me
15 Love??
16 Titah
17 Konsekuensi
18 Kesalahan Analisis
19 Sayembara 17
20 Memendam atau Menyampaikan?
21 Ada apa?
22 Mencarimu..
23 Menyetujui
24 Penipuan??
25 Jatuh ke Tangan yang Salah
26 Licik??
27 Pembuat Onar
28 Berkhianat??
29 Ada apa dengan Belati?
30 Dalam Bahaya !
31 Persiapan
32 Urgent
33 Ketulusan
34 Di balik Layar
35 Di Ambang Batas
36 Sembuhkan Aku
37 Berhentilah Menangis
38 Kemarahan
39 Kehilangan Segalanya
40 Rahasia Dibong?
41 Kita Keluarga
42 Senjata apa?
43 Senjatanya adalah...
44 Perbudakan
45 Benarkah Cemburu??
46 Apa Tujuannya??
47 Rahasia paman Tira
48 Kenyataan Tulus
49 Pahlawan Kami
50 Tabib dalam Bahaya
51 Kisah sebelum Tidur
52 Anestesi Alami
53 Semangat dari Raka
54 Sesuatu dari Kun
55 Kesediaan
56 Pertemuan dengan Ratu Renila
57 Cinta Pertama
58 Hukuman Kegagalan
59 Pengabaian
60 Sepasang Kekasih
61 Ini Hukumannya???
62 Ternyata Perduli
63 Jadi Bangsawan
64 Serangan Lelaki Misterius
65 Raja Abadi
66 Sosok sang Pemuda
67 Belati Agam?
68 Kerja Sama di Mulai
69 Tujuan Terselubung
70 Misi para Pangeran
71 Pembahasan Rahasia
72 Tantangan Ayu
73 Perasaan Raka
74 Siapa Anda?
75 Prosesi Sayembara Tujuh Belas
76 Alasan Terdampar
77 Spekulasi Dara
78 Benang Merah
79 Rahasia Raja Anggara
80 Pahlawan atau Penjahat?
81 Serangan?!
82 Tempat Rahasia
83 Perhitungan dan Pengangkatan
84 Dua Kubu?
85 Ritual dan Pembelaan dari Rakyat
86 Pemicu
87 Malapetaka
88 Anak dalam Ramalan
89 Takdirmu?
90 Penyiksaan
91 Hati yang Terpaut
92 Serangan di Mulai
93 Menunggu Kebangkitan
94 Serangan Rahasia?
95 Titah yang Mulia Tira
96 Pertolongan datang!!
97 Adu Domba
98 Peperangan di Mulai
99 Semangat yang Membara
100 Kemenangan??
101 Tertangkap!
102 Perasaan seorang Ayah
103 Tiba di Kerajaan
104 Telah Terpilih
105 Perasaan
106 Isi Hati Raka
107 Cinta seorang Ayah
108 Di Intai?
109 Manipulasi
110 Pancingan
111 Kembali Hidup
112 Terbongkarnya Kasus Pembantaian
113 Lelakimu
114 Apa Maksud Agam?
115 Pertemua Awal
116 Terbongkar
117 Terdesak
118 Pengorbanan
119 Kebohongan yang Indah
120 Gambaran Aneh
121 Di Dadaku?
122 Kecemburuan?
123 Citra raja Anggara
124 Raja Anggara tak Seburuk itu
125 Lebih dari Materi
126 Mencoba Melawan
127 Apa Tujuan Kun?
128 Cinta Tulus
129 Mimpi
130 Citra kedua
131 Sesuatu Terjadi
132 Siasat?
133 Kebenaran yang Menyakitkan
134 Don't Hurt
135 Ucapan Terimakasih
136 Karma dan Masa Lalu
137 Penghibur Kesedihan
138 Tali Simbolis
139 Arti Tali Pengikat
140 Rencana Rahasia
141 Sudah di Mulai?
142 Ritual di Mulai
143 Dalam Bahaya!
144 Masa Depan, Berawal dari Masa Lalu
145 Lost Contact
146 Keanehan
147 Dia adalah Ludira
148 Kesadaran yang tak Sadar
149 Masih Terpasang
150 Kebohongan yang Berlarut
151 Alasan
152 Masa Lalu yang Pahit
153 VS
154 Di Larang Mendekat !
155 Sama namun Berselisih
156 Interogasi
157 Sesuai Rencana
158 Masuk Jebakan
159 Mendesak
160 Misi di Terima
161 Ketahuan?
162 Siasat Kartu Mati
163 Masuk Penjara
164 Terjebak?
165 Pembuktian Selesai
166 Berawal dari Sini
167 Melenyapkan Ludira
168 Darah Pembangkitan
169 Usaha yang Percuma
170 Terpancing
171 Pertemuan Lagi
172 Perasaan Ayah dan Anak
173 Sifat Asli Manusia
174 Kebersamaan dengan Ayah
175 Mencari Kebenaran
176 Terselamatkan
177 Mempertahankan Cinta
178 Akan di Mulai
179 Yang di Cinta dan yang Kehilangan Cinta
180 Usaha Keras
181 Gawat Darurat
182 Kekacauan di Mulai
183 Menunggu Hukuman di Jatuhkan
184 Kesadaran yang tak di Harapkan
185 Genting
186 Kegagalan Raka
187 Raka
188 Kematian Agam
189 Tak Sungguh Pergi
190 Bertemu tuan Tira
191 Bersamanya Ayah dan Anak
192 Penyerangan di Mulai
193 Pemicu
194 Serangan Balasan di Mulai
195 Pertarungan Atas Nama Agam
196 Pelindung Datang
197 Mati dan Kembali
198 Paradoks : Awal = Ending
Episodes

Updated 198 Episodes

1
Terdampar
2
Luka
3
Perjanjian
4
Pencarian
5
Terimakasih
6
Pelatihan Final
7
Hasilnya adalah...
8
Penyebabnya
9
Pasien Kedua
10
Bayaran
11
Pertemuan dan Pesan
12
Pertengkaran
13
Our Mission
14
Smile for Me
15
Love??
16
Titah
17
Konsekuensi
18
Kesalahan Analisis
19
Sayembara 17
20
Memendam atau Menyampaikan?
21
Ada apa?
22
Mencarimu..
23
Menyetujui
24
Penipuan??
25
Jatuh ke Tangan yang Salah
26
Licik??
27
Pembuat Onar
28
Berkhianat??
29
Ada apa dengan Belati?
30
Dalam Bahaya !
31
Persiapan
32
Urgent
33
Ketulusan
34
Di balik Layar
35
Di Ambang Batas
36
Sembuhkan Aku
37
Berhentilah Menangis
38
Kemarahan
39
Kehilangan Segalanya
40
Rahasia Dibong?
41
Kita Keluarga
42
Senjata apa?
43
Senjatanya adalah...
44
Perbudakan
45
Benarkah Cemburu??
46
Apa Tujuannya??
47
Rahasia paman Tira
48
Kenyataan Tulus
49
Pahlawan Kami
50
Tabib dalam Bahaya
51
Kisah sebelum Tidur
52
Anestesi Alami
53
Semangat dari Raka
54
Sesuatu dari Kun
55
Kesediaan
56
Pertemuan dengan Ratu Renila
57
Cinta Pertama
58
Hukuman Kegagalan
59
Pengabaian
60
Sepasang Kekasih
61
Ini Hukumannya???
62
Ternyata Perduli
63
Jadi Bangsawan
64
Serangan Lelaki Misterius
65
Raja Abadi
66
Sosok sang Pemuda
67
Belati Agam?
68
Kerja Sama di Mulai
69
Tujuan Terselubung
70
Misi para Pangeran
71
Pembahasan Rahasia
72
Tantangan Ayu
73
Perasaan Raka
74
Siapa Anda?
75
Prosesi Sayembara Tujuh Belas
76
Alasan Terdampar
77
Spekulasi Dara
78
Benang Merah
79
Rahasia Raja Anggara
80
Pahlawan atau Penjahat?
81
Serangan?!
82
Tempat Rahasia
83
Perhitungan dan Pengangkatan
84
Dua Kubu?
85
Ritual dan Pembelaan dari Rakyat
86
Pemicu
87
Malapetaka
88
Anak dalam Ramalan
89
Takdirmu?
90
Penyiksaan
91
Hati yang Terpaut
92
Serangan di Mulai
93
Menunggu Kebangkitan
94
Serangan Rahasia?
95
Titah yang Mulia Tira
96
Pertolongan datang!!
97
Adu Domba
98
Peperangan di Mulai
99
Semangat yang Membara
100
Kemenangan??
101
Tertangkap!
102
Perasaan seorang Ayah
103
Tiba di Kerajaan
104
Telah Terpilih
105
Perasaan
106
Isi Hati Raka
107
Cinta seorang Ayah
108
Di Intai?
109
Manipulasi
110
Pancingan
111
Kembali Hidup
112
Terbongkarnya Kasus Pembantaian
113
Lelakimu
114
Apa Maksud Agam?
115
Pertemua Awal
116
Terbongkar
117
Terdesak
118
Pengorbanan
119
Kebohongan yang Indah
120
Gambaran Aneh
121
Di Dadaku?
122
Kecemburuan?
123
Citra raja Anggara
124
Raja Anggara tak Seburuk itu
125
Lebih dari Materi
126
Mencoba Melawan
127
Apa Tujuan Kun?
128
Cinta Tulus
129
Mimpi
130
Citra kedua
131
Sesuatu Terjadi
132
Siasat?
133
Kebenaran yang Menyakitkan
134
Don't Hurt
135
Ucapan Terimakasih
136
Karma dan Masa Lalu
137
Penghibur Kesedihan
138
Tali Simbolis
139
Arti Tali Pengikat
140
Rencana Rahasia
141
Sudah di Mulai?
142
Ritual di Mulai
143
Dalam Bahaya!
144
Masa Depan, Berawal dari Masa Lalu
145
Lost Contact
146
Keanehan
147
Dia adalah Ludira
148
Kesadaran yang tak Sadar
149
Masih Terpasang
150
Kebohongan yang Berlarut
151
Alasan
152
Masa Lalu yang Pahit
153
VS
154
Di Larang Mendekat !
155
Sama namun Berselisih
156
Interogasi
157
Sesuai Rencana
158
Masuk Jebakan
159
Mendesak
160
Misi di Terima
161
Ketahuan?
162
Siasat Kartu Mati
163
Masuk Penjara
164
Terjebak?
165
Pembuktian Selesai
166
Berawal dari Sini
167
Melenyapkan Ludira
168
Darah Pembangkitan
169
Usaha yang Percuma
170
Terpancing
171
Pertemuan Lagi
172
Perasaan Ayah dan Anak
173
Sifat Asli Manusia
174
Kebersamaan dengan Ayah
175
Mencari Kebenaran
176
Terselamatkan
177
Mempertahankan Cinta
178
Akan di Mulai
179
Yang di Cinta dan yang Kehilangan Cinta
180
Usaha Keras
181
Gawat Darurat
182
Kekacauan di Mulai
183
Menunggu Hukuman di Jatuhkan
184
Kesadaran yang tak di Harapkan
185
Genting
186
Kegagalan Raka
187
Raka
188
Kematian Agam
189
Tak Sungguh Pergi
190
Bertemu tuan Tira
191
Bersamanya Ayah dan Anak
192
Penyerangan di Mulai
193
Pemicu
194
Serangan Balasan di Mulai
195
Pertarungan Atas Nama Agam
196
Pelindung Datang
197
Mati dan Kembali
198
Paradoks : Awal = Ending

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!