Pelatihan Final

Aku meniup kayu bakar di bawah panci nasi dengan buluh panjang layaknya sedotan atau pipa dengan diameter sebesar mulutku.

Asapnya membuatku terbatuk, dan mataku nampak memerah karena perih. Bu Sari langsung menghampiri ku dan mengambil alih keadaan.

"Kamu tak biasa memakai ini?" Ia bertanya dengan sopan. Padahal cukup katakan saja kalau aku tak bisa memasak dan mengambil alih dapur.

"Kalau ini matang, aku mau membawanya untuk Raka." Sahutku sambil menatap Bu Sari.

"Tentu."

.........

Di perjalan ke camp aku menunggu di perbatasan seperti kemarin. Aku celingak-celinguk ke dalam, melihat latihan berat yang harus mereka lakukan.

Aku melihat Raka sedang latihan menggunakan pedang dari kayu. Tampaknya ia sedang berlatih satu lawan satu melawan sesama pemuda yang kelak akan menjadi prajurit.

Pertandingannya sangat seru, meski tubuh musuhnya lebih besar dari Raka, tak menutup kemungkinan kalau Raka tidak akan menang. Ku lihat tenaganya sangat besar, dan daya juangnya juga sangat tinggi.

Tebasan terakhir di lakukan Raka sambil melompat dengan libasan pedang kayu yang tepat mengenai pucuk kepala musuhnya. Sang musuh jatuh terkulai, dengan Raka yang mendarat sempurna di atas tanah setelah lompatan tingginya.

Orang-orang bersorak riang, karena mendapatkan tontonan menarik yang di berikan Raka pada kami semua. Aku pun bertepuk tangan dengan senang, meski tak menonton dari awal, tapi akhir pertandingan tadi benar-benar seru.

Aku sedikit mengernyit ketika Raka yang berada di arena tanding nampak memandangiku dari jauh. Aku terkesiap. Rasanya seperti sepasang kekasih, ketika ia berhasil mengalahkan musuh, wajah yang pertama kali ia lihat adalah aku.

Ketika pelatih mereka menghentikan pertandingan secara resmi, aku kehilangan sosok Raka. Meski berusaha mengedarkan pandangan, tapi tetap saja dia tak terlihat di mana-mana.

Namun tiba-tiba, dari arah belakang, seseorang muncul, menepuk pundakku dan menarikku tanpa ada seorang pun yang menyadarinya. Ternyata orang itu adalah Raka.

Kami kembali makan dan duduk di bawah pohon seperti kemarin. Ia menungguku membuka bungkusan bekal dan memberikan itu padanya. Ia menyambutnya dengan cepat ketika bekal telah berada di hadapannya.

"Kau pasti sangat kelaparan karena habis bertanding!! Tadi itu seru sekali!!" Pekikku riang.

"Biasa saja." Singkatnya.

Namun dalam diam kami, aku melihat bekas memerah di lengan serta lehernya. Kemungkinan di dalam bajunya ada bekas luka yang lebih dari itu.

"Apa sebelum aku datang, kamu sempat kalah?" Pertanyaan ku lantas membuatnya mematut dengan dahi yang mengkerut.

"Kau meremehkan ku?!" Keluhnya hingga membuatku tersentak panik.

"Bu.. bukan begitu. Hanya saja, lengan dan juga lehermu banyak bekas-bekas merah. Apa kau hanya bisa menyerang tanpa menghindari serangan musuhmu?" Ia mengangkat kepalanya dari wadah nasi dan menatapku sengit.

"Kau mengajari seorang petarung caranya untuk bertarung??" Ia terdengar tersinggung.

"Kenapa kau tak menganggap kalau perkataanku adalah sebuah kepedulian?? Lagi pula kau baru saja ku beri ramuan, jadi aku harus membuatkannya lagi untukmu malam ini." Keluhku. Ia terdiam sesaat seolah berpikir.

"Aku lengah berkali-kali, dan di hajar berkali-kali. Tapi aku selalu punya alasan untuk bangkit. Bagiku pukulan itu sama sekali tak terasa sakit." Sahutnya, hingga membuatku yang kali ini menjadi terdiam.

"Karena ada rasa sakit yang lebih berat dari pada ini??" Ia tercengang menatapku. "Maksudku.. seseorang yang terbiasa menerjang badai, akan merasa biasa saja saat di hantam gerimis." Lanjutku menerangkan.

"Begitu??"

"Itu terdengar seperti sebuah pertanyaan." Sahutku.

"Mungkin kau benar, tapi aku benci mengakuinya." Tukasnya hingga membuatku terbahak.

"Barusan kau mengakuinya b*doh!!" Ia kembali terdiam. "Kalau kau terus-menerus menjadi kuat, aku yakin kau akan mendapatkan apa yang kau impikan." Ia kembali tercengang.

"Cuma kau yang berkata begitu."

Aku mengernyit. "Maksudmu?"

"Tak ada, aku akan kembali ke camp. Katakan pada ibu, terimakasih telah memasakku makanan ini." Ujarnya seraya beranjak dari hadapanku.

Aku menengadah menatapnya. "Hei!! Kau tak berterimakasih padaku karena telah mengantarkanmu makanan ini?"

Ia malah pergi dan mengabaikan ku. Dasar, mau sampai kapan dia bersikap sedingin itu? Menyebalkan sekali!!

..........

Sepulang dari mengantarkan makanan untuk Raka, aku kembali ke pantai untuk memeriksa sudah adakah pintu atau mesin waktu di pantai. Aku tahu ini bukan dunia Doraemon, tapi menyebalkan sekali ketika mengetahui kalau aku bisa sampai ke sini namun tak tahu caranya untuk kembali.

Selama di pantai, aku hanya terduduk ketika kakiku mulai letih. Darahku keluar lagi, dan terpaksa aku menutup luka dengan mengingat kain pembungkus bekal di kakiku.

Pikiranku melambung jauh, mengingatkanku pada lelaki yang ku temui sepulang sekolah waktu itu. Entah kenapa aku melupakan wajahnya dan siapa dia. Tapi entah kenapa pula, aku meyakini kalau dia ada hubungannya dengan semua ini.

Dia berkata pantai sebelum aku pergi dan tiba-tiba besoknya aku memang ke pantai hingga terdampar di zaman ini. Apakah dia seorang penjelajah waktu? Tapi kenapa dia harus membawaku ke sini? Apa ada maksud tertentu??

Selepas melamun, aku kembali ke rumah saat kakiku tak terasa perih lagi. Di sepanjang perjalanan, aku memetik beberapa daun binahong dan juga rempah-rempah untuk ramuan Raka.

Beberapa hari setelahnya, meski Raka selalu pulang dalam keadaan tubuh yang babak belur, aku yakin ia menyukai apa yang tengah ia lakukan. Ambisinya begitu kuat untuk menjadi prajurit.

Setiap hari aku membantu mengompres memar dan lukanya, memberinya ramuan, dan mengobati luka goresan di lengannya.

"Apa kau tak bisa menyembuhkan satu lukamu dulu?! Kalau sudah sembuh satu, baru cari luka yang baru!! Kau tak tahu betapa stressnya aku, belum selesai dengan satu luka, kau harus membuatku kewalahan dengan luka yang baru!!" Bentakku sambil menempelkan daun binahong tumbuk ke sekitar lehernya.

"Memangnya kau kira aku tahu mana bagian yang akan di serang lawan atau tidak?!" Ia membalikkan ucapannya padaku.

Bu Sari datang sambil memberikan dua cangkir teh hangat untuk kami berdua. "Hari ini tehnya dengan gula. Biar kalian bisa lebih bersemangat." Tukasnya sambil duduk di dekat kami.

"Ah, bukannya gula sangat mahal?" Ujarku, merasa tak enak.

"Sesekali." Bu Sari hanya tersenyum, dan ia melihat bagaimana caraku mengobati Raka. Ia terus-menerus tersenyum dan jujur itu membuatku merasa aneh. "Cocoknya jadi suami istri." Ujarnya hingga membuat Raka tersedak sementara aku langsung terbahak.

"Kalau dia suamiku, aku akan menyiksanya setiap hari dengan tanaman obat yang sedikit perih." Ujarku sambil tertawa jahat.

"Kalau aku suamimu, aku tak akan terluka lagi."

Perkataan Raka lantas membuat ku dan Bu Sari terkesiap. "Apa maksudnya itu?" Tanyaku, sedikit baper.

"Ya, karena aku tak mau di obati oleh daun rumputmu. Jadi aku tak mau menyebabkan luka apapun di tubuhku." Sahutnya, hingga membuatku mendatarkan wajah.

Awalnya ku pikir, ia berkata begitu karena menganggap aku adalah penyembuh lukanya. Ternyata ia tak mau terluka agar aku tak mengobatinya. Benar-benar perkataan yang menyebalkan.

"Oh ya, besok ibu harus datang dan melihat pertarungan ku. Ini adalah ujian akhir yang akan menentukan apakah aku pantas dan terpilih menjadi salah satu anggota prajurit kerajaan atau tidak." Ia berucap dengan semangat, meski wajahnya masih datar seperti biasa.

Aku merungut ke arahnya, menatapnya dengan begitu sadis dan berwajah masam.

"Apa?" Ia membalas tatapanku sambil bertanya.

"Kau tak meminta ku untuk datang juga?"

Ia hanya mendengus. "Memangnya kau siapa? Ibuku? Kakak Perempuanku?? Adikku??" Aku mengernyit mendengar ucapannya.

"Aku yang telah mengobatimu!!" Pekikku sekuat tenaga.

"Aku tak minta kau datang! Kau jangan jalan-jalan dan sengaja memperburuk keadaan kakimu. Sudah beberapa hari tapi ku lihat kakimu tak kunjung sembuh."

"Kau bernafsu sekali untuk mengusirku! Aku akan benar-benar pergi kalau sudah sembuh, jadi jangan mendesak ku begitu!! Kau kira ini adalah penjara dan aku harus selalu terkurung di dalamnya??!" Bentakku lagi.

Ia hanya terdiam dan menyeruput teh dalam cangkir yang terbuat dari tanah liat. Wajahnya sedikit berbeda hingga membuatku merasa tidak nyaman.

"Apa tadi itu, adalah perkataan kalau kau sedang mengkhawatirkan aku?" Tanyaku ragu, karena aku tahu seberapa menjengkelkannya orang ini. Jadi aku bimbang apakah ucapanku benar atau salah.

Ia menatapku, sedikit serius. Dan entah kenapa tatapan matanya seolah berkata kalau ucapanku tadi itu benar.

"Tidak, aku memang sedang mengusirmu." Sahutnya datar.

"Mati saja kau!!" Keluhku sambil menekan kain kompres ke lebamnya, membuatnya terperanjat karena merasa kesakitan.

.........

Malam harinya kami kembali tidur dengan posisi masing-masing. Seperti biasa Raka lebih memilih tidur sambil terduduk di kursi.

Beberapa hari ini memang aku tak keluar jauh. Aku hanya sering ke pantai untuk mencari jalan keluar dari tempat ini. Namun setiap kali ke sana, pasir putih mengingatkan ku akan sesuatu.

Dalam diamku, tanpa sadar ingatanku kembali ke sudut-sudut kamarku. Seketika aku beranjak dan meyakini kalau ini memang benar-benar rumahku.

Namun di sudut ruangan tepatnya di atas lemari kamarku, aku melihat sesosok benda putih sedang menatap lekat ke arahku dengan kakinya yang berayun.

Aku terperanjat ketika menyadari benda tersebut bergerak dan dia serupa dengan manusia namun tak nyata. Bukankah dia adalah lelaki yang ku temui di jalan waktu itu?

"Elu!! Elu yang udah bikin gue kembali ke sini?" Tanyaku, namun ia hanya terdiam dengan mata mengkilat yang tak ia alihkan dari wajahku.

"Kembalikan barang saya." Pintanya, aku hanya mengernyit heran.

"Maksudnya?"

"Kembalikan atau saya akan membunuhmu, kihihihi.."

Tiba-tiba tubuhnya melesat cepat dan terbang ke arahku. Aku tersentak ketika ia berusaha mencekik leherku, dan seketika aku terbangun namun suasana di dalam kamarku lantas lenyap bak di telan bumi.

Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling, dan betapa kesalnya ketika aku terbangun dalam tubuh yang masih berada di zaman kuno ini.

"Aaaaakhhh!!!!!" Aku memekik kencang, namun agaknya tak ada seorang pun yang terkejut dan datang karena teriakan ku.

Aku menilik sekeliling sekali lagi. Kondisi pondok ini nampak sepi dan sepertinya aku....

Aku di tinggalkan di rumah ini sendiri???

"Masa' sih gue di tinggal, jahat banget!!" Keluhku sambil beranjak perlahan dari atas tempat tidur.

Aku berjalan tertatih menuju pintu dan membukanya. Ku lihat matahari telah bersinar di seperempat atas bumi, tentu saja ini menunjukkan kalau hari sudah benar-benar siang.

Aku bergegas mengambil alat mandi dan pergi ke danau dekat rumah. Aku memang di tinggal Bu Sari dan juga Raka sendiri di rumah.

Pasti karena aku terlihat capek dan tidur terlalu nyenyak hingga mereka meninggalkan aku begitu saja.

Sambil membersihkan diri dan menggerutu, aku kembali mengingat mimpiku. Kenapa dunianya jadi seakan terbalik??

Kehidupan nyata ku menjadi mimpi sementara dunia fana ini menjadi nyata. Dan lagi... Bukankah aku memimpikan seorang lelaki???

Hantu kah?? Atau apa?? Padahal saat tidur wajahnya begitu jelas, namun seketika memudar dan perlahan menghilang dari ingatanku ketika aku terbangun.

Aneh..

.........

Selepas mandi, aku segera pergi menyusul Bu Sari dan Raka. Dengan menyantap makanan dulu tentunya. Aku tak akan bisa bergerak kalau kelaparan.

Karena kondisi kakiku, aku harus puas dengan berjalan perlahan saja menuju ke camp. Dari kejauhan, aku melihat kerumunan orang yang berada di perbatasan camp.

Memang di sana selalu ramai, tapi kali ini keramaiannya lebih dari itu. Mungkin saja karena hari ini adalah hari final dari pemilihan anggota prajurit yang baru, seperti apa yang telah di sampaikan Raka kemarin pada ibu.

Aku mendekat, tak berusaha mencari keberadaan Nur atau pun Bu Sari, karena berada di manapun aku bisa dengan cepat beradaptasi.

Yang ku lihat kini adalah halaman pelatihan. Nampak semua calon prajurit berbaris rapi dengan senjata pedang mereka masing-masing.

Meski masih menggunakan pedang kayu, tapi mereka semua terlihat gagah di mataku. Aku berusaha mencari keberadaan Raka, apakah wajahnya terlihat bersemangat atau masih datar-datar saja.

Dan benar saja, di antara para pria bertubuh tinggi dan kekar, hanya dia seorang pria dengan tubuh sedang dan berwajah datar. Ia seperti robot yang kaku dan sama sekali tak menunjukkan ekspresinya. Apakah dia merasa tegang??

Satu persatu nama dari calon prajurit di panggil. Mereka berhadapan satu lawan satu dengan sesama prajurit. Raka terlihat bersemangat dan kuat. Ia mengalahkan lawan-lawannya dengan begitu mudah.

Pantas saja Nur bilang kalau banyak gadis yang menyukainya, dia terlihat menarik dengan wajah tanpa ekspresinya. Seolah tak ada rasa takut yang ia tunjukkan meskipun beberapa kali pedang kayu menghantam kepala, wajah serta bagian tubuh yang lainnya.

Bahkan aku masih ingat dengan wajah datarnya ketika menyergah panah berapi dengan tangannya. Ia benar-benar seolah tak mengenal rasa takut ataupun rasa sakit.

Dari sekian banyak prajurit yang gugur, Raka termasuk ke salah satu yang berhasil. Tapi bukan karena berhasil, maka ia akan langsung lolos menjadi prajurit.

Ku dengar dari beberapa tetangga yang berbisik-bisik di samping ku, mereka harus melewati tahap terakhir yang begitu rumit dan sulit, yaitu berhadapan langsung dengan ketua elit dari prajurit profesional.

Lagi-lagi nama mereka di panggil secara urut dan kebanyakan dari mereka berhasil di kalahkan dengan mudah oleh ketua elit tersebut.

Aku merasa begitu cemas, menantikan giliran Raka selanjutnya. Ketika namanya di panggil, aku benar-benar merasa khawatir melihat lawan yang berada di hadapannya.

Ia harus melawan Arjuna?? Ternyata ini yang dimaksud Juna tempo lalu. Dia adalah pelatih dari Raka, bukan sesama prajurit yang sempat terpikirkan olehku.

Jadi Juna memiliki tingkat yang lebih tinggi dan kuat daripada Raka, tapi kenapa gelagatnya saat Raka berada di rumahnya seolah tak begitu berani dengan lelaki datar yang satu itu?

Mereka berhadapan satu sama lain, membiarkan sorak-sorai terdengar dengan begitu nyaring. Aku sampai terbawa suasana dan ikut berteriak.

"Wah, sepertinya ini bukan kebetulan. Apa Arjuna meminta izin Jenderal dan Panglima secara khusus, agar dia bisa berhadapan dengan Raka satu lawan satu?" Salah seorang wanita yang berada di samping ku mulai berkelakar dengan temannya. Karena jaraknya lumayan dekat, aku sekalian menguping pembicaraan mereka saja.

"Aku rasa pun begitu. Mengingat betapa sengitnya pertarungan mereka beberapa tahun lalu."

Aku lantas mengernyit. Mereka pernah bertarung?? Jadi, ini bukanlah pertarungan pertama mereka, tapi yang jadi pertanyaannya... Siapa yang menang kala itu??

"Ya, harusnya Raka sudah menjadi ketua elit prajurit profesional tahun ini, sama seperti Juna.. mereka kan prajurit seangkatan waktu itu."

"Aku juga kaget, ternyata yang paling pertama tersingkir itu..."

"Adalah Raka."

Kedua mataku terbelalak. Raka tersingkir pertama kali?? Apakah dia kalah melawan Juna??

"Mengejutkan memang. Aku tak menyangka kalau Raka yang tersingkir."

"Kenapa tidak, bukankah ini sudah jadi rahasia umum.. kalau Raka, adalah satu-satunya calon prajurit.."

"Yang tak pernah lolos sekalipun selama lima tahun berturut-turut mengikuti pelatihan ini."

"Benar-benar menyedihkan.."

Tanganku bergetar hebat. Raka sudah lima tahun tak pernah lolos menjadi prajurit??

Kenapa??

Ada apa ini??

Apa alasannya??

.

.

.

.

Bersambung....

Terpopuler

Comments

maytrike risky

maytrike risky

Hantu?

2024-01-17

0

🇲🇨MaLeony🇲🇨

🇲🇨MaLeony🇲🇨

benda putih di atas lemari 🤔🤔
Byk misteri disini..

2021-11-10

2

Netty Yanty

Netty Yanty

itu yg duduk d atas lemari, kaki goyanng2... kun kah???

2021-10-29

1

lihat semua
Episodes
1 Terdampar
2 Luka
3 Perjanjian
4 Pencarian
5 Terimakasih
6 Pelatihan Final
7 Hasilnya adalah...
8 Penyebabnya
9 Pasien Kedua
10 Bayaran
11 Pertemuan dan Pesan
12 Pertengkaran
13 Our Mission
14 Smile for Me
15 Love??
16 Titah
17 Konsekuensi
18 Kesalahan Analisis
19 Sayembara 17
20 Memendam atau Menyampaikan?
21 Ada apa?
22 Mencarimu..
23 Menyetujui
24 Penipuan??
25 Jatuh ke Tangan yang Salah
26 Licik??
27 Pembuat Onar
28 Berkhianat??
29 Ada apa dengan Belati?
30 Dalam Bahaya !
31 Persiapan
32 Urgent
33 Ketulusan
34 Di balik Layar
35 Di Ambang Batas
36 Sembuhkan Aku
37 Berhentilah Menangis
38 Kemarahan
39 Kehilangan Segalanya
40 Rahasia Dibong?
41 Kita Keluarga
42 Senjata apa?
43 Senjatanya adalah...
44 Perbudakan
45 Benarkah Cemburu??
46 Apa Tujuannya??
47 Rahasia paman Tira
48 Kenyataan Tulus
49 Pahlawan Kami
50 Tabib dalam Bahaya
51 Kisah sebelum Tidur
52 Anestesi Alami
53 Semangat dari Raka
54 Sesuatu dari Kun
55 Kesediaan
56 Pertemuan dengan Ratu Renila
57 Cinta Pertama
58 Hukuman Kegagalan
59 Pengabaian
60 Sepasang Kekasih
61 Ini Hukumannya???
62 Ternyata Perduli
63 Jadi Bangsawan
64 Serangan Lelaki Misterius
65 Raja Abadi
66 Sosok sang Pemuda
67 Belati Agam?
68 Kerja Sama di Mulai
69 Tujuan Terselubung
70 Misi para Pangeran
71 Pembahasan Rahasia
72 Tantangan Ayu
73 Perasaan Raka
74 Siapa Anda?
75 Prosesi Sayembara Tujuh Belas
76 Alasan Terdampar
77 Spekulasi Dara
78 Benang Merah
79 Rahasia Raja Anggara
80 Pahlawan atau Penjahat?
81 Serangan?!
82 Tempat Rahasia
83 Perhitungan dan Pengangkatan
84 Dua Kubu?
85 Ritual dan Pembelaan dari Rakyat
86 Pemicu
87 Malapetaka
88 Anak dalam Ramalan
89 Takdirmu?
90 Penyiksaan
91 Hati yang Terpaut
92 Serangan di Mulai
93 Menunggu Kebangkitan
94 Serangan Rahasia?
95 Titah yang Mulia Tira
96 Pertolongan datang!!
97 Adu Domba
98 Peperangan di Mulai
99 Semangat yang Membara
100 Kemenangan??
101 Tertangkap!
102 Perasaan seorang Ayah
103 Tiba di Kerajaan
104 Telah Terpilih
105 Perasaan
106 Isi Hati Raka
107 Cinta seorang Ayah
108 Di Intai?
109 Manipulasi
110 Pancingan
111 Kembali Hidup
112 Terbongkarnya Kasus Pembantaian
113 Lelakimu
114 Apa Maksud Agam?
115 Pertemua Awal
116 Terbongkar
117 Terdesak
118 Pengorbanan
119 Kebohongan yang Indah
120 Gambaran Aneh
121 Di Dadaku?
122 Kecemburuan?
123 Citra raja Anggara
124 Raja Anggara tak Seburuk itu
125 Lebih dari Materi
126 Mencoba Melawan
127 Apa Tujuan Kun?
128 Cinta Tulus
129 Mimpi
130 Citra kedua
131 Sesuatu Terjadi
132 Siasat?
133 Kebenaran yang Menyakitkan
134 Don't Hurt
135 Ucapan Terimakasih
136 Karma dan Masa Lalu
137 Penghibur Kesedihan
138 Tali Simbolis
139 Arti Tali Pengikat
140 Rencana Rahasia
141 Sudah di Mulai?
142 Ritual di Mulai
143 Dalam Bahaya!
144 Masa Depan, Berawal dari Masa Lalu
145 Lost Contact
146 Keanehan
147 Dia adalah Ludira
148 Kesadaran yang tak Sadar
149 Masih Terpasang
150 Kebohongan yang Berlarut
151 Alasan
152 Masa Lalu yang Pahit
153 VS
154 Di Larang Mendekat !
155 Sama namun Berselisih
156 Interogasi
157 Sesuai Rencana
158 Masuk Jebakan
159 Mendesak
160 Misi di Terima
161 Ketahuan?
162 Siasat Kartu Mati
163 Masuk Penjara
164 Terjebak?
165 Pembuktian Selesai
166 Berawal dari Sini
167 Melenyapkan Ludira
168 Darah Pembangkitan
169 Usaha yang Percuma
170 Terpancing
171 Pertemuan Lagi
172 Perasaan Ayah dan Anak
173 Sifat Asli Manusia
174 Kebersamaan dengan Ayah
175 Mencari Kebenaran
176 Terselamatkan
177 Mempertahankan Cinta
178 Akan di Mulai
179 Yang di Cinta dan yang Kehilangan Cinta
180 Usaha Keras
181 Gawat Darurat
182 Kekacauan di Mulai
183 Menunggu Hukuman di Jatuhkan
184 Kesadaran yang tak di Harapkan
185 Genting
186 Kegagalan Raka
187 Raka
188 Kematian Agam
189 Tak Sungguh Pergi
190 Bertemu tuan Tira
191 Bersamanya Ayah dan Anak
192 Penyerangan di Mulai
193 Pemicu
194 Serangan Balasan di Mulai
195 Pertarungan Atas Nama Agam
196 Pelindung Datang
197 Mati dan Kembali
198 Paradoks : Awal = Ending
Episodes

Updated 198 Episodes

1
Terdampar
2
Luka
3
Perjanjian
4
Pencarian
5
Terimakasih
6
Pelatihan Final
7
Hasilnya adalah...
8
Penyebabnya
9
Pasien Kedua
10
Bayaran
11
Pertemuan dan Pesan
12
Pertengkaran
13
Our Mission
14
Smile for Me
15
Love??
16
Titah
17
Konsekuensi
18
Kesalahan Analisis
19
Sayembara 17
20
Memendam atau Menyampaikan?
21
Ada apa?
22
Mencarimu..
23
Menyetujui
24
Penipuan??
25
Jatuh ke Tangan yang Salah
26
Licik??
27
Pembuat Onar
28
Berkhianat??
29
Ada apa dengan Belati?
30
Dalam Bahaya !
31
Persiapan
32
Urgent
33
Ketulusan
34
Di balik Layar
35
Di Ambang Batas
36
Sembuhkan Aku
37
Berhentilah Menangis
38
Kemarahan
39
Kehilangan Segalanya
40
Rahasia Dibong?
41
Kita Keluarga
42
Senjata apa?
43
Senjatanya adalah...
44
Perbudakan
45
Benarkah Cemburu??
46
Apa Tujuannya??
47
Rahasia paman Tira
48
Kenyataan Tulus
49
Pahlawan Kami
50
Tabib dalam Bahaya
51
Kisah sebelum Tidur
52
Anestesi Alami
53
Semangat dari Raka
54
Sesuatu dari Kun
55
Kesediaan
56
Pertemuan dengan Ratu Renila
57
Cinta Pertama
58
Hukuman Kegagalan
59
Pengabaian
60
Sepasang Kekasih
61
Ini Hukumannya???
62
Ternyata Perduli
63
Jadi Bangsawan
64
Serangan Lelaki Misterius
65
Raja Abadi
66
Sosok sang Pemuda
67
Belati Agam?
68
Kerja Sama di Mulai
69
Tujuan Terselubung
70
Misi para Pangeran
71
Pembahasan Rahasia
72
Tantangan Ayu
73
Perasaan Raka
74
Siapa Anda?
75
Prosesi Sayembara Tujuh Belas
76
Alasan Terdampar
77
Spekulasi Dara
78
Benang Merah
79
Rahasia Raja Anggara
80
Pahlawan atau Penjahat?
81
Serangan?!
82
Tempat Rahasia
83
Perhitungan dan Pengangkatan
84
Dua Kubu?
85
Ritual dan Pembelaan dari Rakyat
86
Pemicu
87
Malapetaka
88
Anak dalam Ramalan
89
Takdirmu?
90
Penyiksaan
91
Hati yang Terpaut
92
Serangan di Mulai
93
Menunggu Kebangkitan
94
Serangan Rahasia?
95
Titah yang Mulia Tira
96
Pertolongan datang!!
97
Adu Domba
98
Peperangan di Mulai
99
Semangat yang Membara
100
Kemenangan??
101
Tertangkap!
102
Perasaan seorang Ayah
103
Tiba di Kerajaan
104
Telah Terpilih
105
Perasaan
106
Isi Hati Raka
107
Cinta seorang Ayah
108
Di Intai?
109
Manipulasi
110
Pancingan
111
Kembali Hidup
112
Terbongkarnya Kasus Pembantaian
113
Lelakimu
114
Apa Maksud Agam?
115
Pertemua Awal
116
Terbongkar
117
Terdesak
118
Pengorbanan
119
Kebohongan yang Indah
120
Gambaran Aneh
121
Di Dadaku?
122
Kecemburuan?
123
Citra raja Anggara
124
Raja Anggara tak Seburuk itu
125
Lebih dari Materi
126
Mencoba Melawan
127
Apa Tujuan Kun?
128
Cinta Tulus
129
Mimpi
130
Citra kedua
131
Sesuatu Terjadi
132
Siasat?
133
Kebenaran yang Menyakitkan
134
Don't Hurt
135
Ucapan Terimakasih
136
Karma dan Masa Lalu
137
Penghibur Kesedihan
138
Tali Simbolis
139
Arti Tali Pengikat
140
Rencana Rahasia
141
Sudah di Mulai?
142
Ritual di Mulai
143
Dalam Bahaya!
144
Masa Depan, Berawal dari Masa Lalu
145
Lost Contact
146
Keanehan
147
Dia adalah Ludira
148
Kesadaran yang tak Sadar
149
Masih Terpasang
150
Kebohongan yang Berlarut
151
Alasan
152
Masa Lalu yang Pahit
153
VS
154
Di Larang Mendekat !
155
Sama namun Berselisih
156
Interogasi
157
Sesuai Rencana
158
Masuk Jebakan
159
Mendesak
160
Misi di Terima
161
Ketahuan?
162
Siasat Kartu Mati
163
Masuk Penjara
164
Terjebak?
165
Pembuktian Selesai
166
Berawal dari Sini
167
Melenyapkan Ludira
168
Darah Pembangkitan
169
Usaha yang Percuma
170
Terpancing
171
Pertemuan Lagi
172
Perasaan Ayah dan Anak
173
Sifat Asli Manusia
174
Kebersamaan dengan Ayah
175
Mencari Kebenaran
176
Terselamatkan
177
Mempertahankan Cinta
178
Akan di Mulai
179
Yang di Cinta dan yang Kehilangan Cinta
180
Usaha Keras
181
Gawat Darurat
182
Kekacauan di Mulai
183
Menunggu Hukuman di Jatuhkan
184
Kesadaran yang tak di Harapkan
185
Genting
186
Kegagalan Raka
187
Raka
188
Kematian Agam
189
Tak Sungguh Pergi
190
Bertemu tuan Tira
191
Bersamanya Ayah dan Anak
192
Penyerangan di Mulai
193
Pemicu
194
Serangan Balasan di Mulai
195
Pertarungan Atas Nama Agam
196
Pelindung Datang
197
Mati dan Kembali
198
Paradoks : Awal = Ending

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!