Raka telah kembali ke dapur, mungkin untuk menikmati jatah makan siang yang di bawakan oleh pak Slamet untuk mereka. Di sana ia langsung berpapasan dengan Bu Sari. Mereka bercengkrama sebentar, sebelum akhirnya Raka masuk ke dalam setelah menerima bekal dari ibunya. Dan Bu Sari menatapku dari kejauhan usai bertemu dengan Raka.
Bu Sari menghampiriku, bersamaan dengan Agam dan Kun yang baru saja keluar dari posko Jenderal dan mendekatiku.
"Ayu, tadi ibu baru saja bertemu dengan Raka di sana. Apa kau mau menemuinya juga?" Tanya Bu Sari, namun aku hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala. "Kenapa? Kau masih marah padanya?" Lanjutnya, dan aku masih saja menggelengkan kepala.
"Tidak. Tapi aku sudah bertemu dengannya. Dan.." Aku melirik ke pot bunga yang ada di belakangku. "Apakah ada yang mau membantuku membawa benda ini?" Tanyaku sambil menatap Agam dan Kun.
"Tak mau!" Tolak Kun dengan cepat, namun Agam langsung menunduk dan mengangkat pot bunga tersebut ke dekapannya.
"Yah, biar aku yang bawa." Sahutnya.
Sesampainya di rumah, aku membantu Bu Sari membereskan rumah. Kami membersihkan sarang laba-laba yang ada di sudut-sudut atas rumah. Memang sudah terlalu banyak dan itu cukup membuat rumah ini terlihat seram dan berhantu. Terlebih hantunya kini memang ada di dekatku.
Sementara si hantu, Kun.. Ia tengah duduk berhadapan dengan Agam yang sedang membolak-balik sebuah buku kecil di tangannya.
"Buku apa itu?" Tanya Bu Sari, hingga membuat Agam membalas tatapannya.
"Ini? Al Qur'an." Singkatnya.
"Buku macam apa itu?" Tanya Bu Sari lagi.
"Ini adalah kitab yang di turunkan Allah SWT untuk nabi Muhammad, Rasul Allah yang menjadi pedoman bagi manusia di bumi ini, jadi kitab ini tak hanya untuk umat muslim saja." Terang Agam, entah kenapa.. saat pertama melihatnya, aku benar-benar yakin kalau dia ini taat beribadah.
Wajahnya teduh dan adem. Berada di dekatnya terasa sejuk dan nyaman. Bukankah hal itu biasanya di miliki oleh orang-orang shaleh dan bisa di rasakan oleh orang lain?
"Untuk semua umat muslim?" Bu Sari terdengar tertarik.
"Ya.. apakah di sini?? Agama belum di temukan?" Agam balik bertanya pada Bu Sari.
"Tidak ada agama, dan tidak ada Tuhan di sini. Kami hanya boleh mengagungkan raja Anggara." Balasnya, membuat Agam nampak tak senang mendengarnya.
Ia hanya diam dengan bibir yang terkatup rapat. Kesal kah?? Kesal saja wajahnya masih enak untuk di pandangi.
Ia hanya diam dan tak mengatakan apapun. Ia lebih memilih menunduk sambil menatap tiap tulisan yang ada di kitab tersebut. Bu Sari duduk di dekat mereka, sambil memandangi Agam dengan seksama.
"Apakah anda meminta kami membantu sesuatu?" Tanya Kun.
"Tidak ada. Tapi.. kalau boleh." Bu Sari terdengar ragu. "Apakah aku bisa mendengar isi dari tulisan Al Qur'an itu?" Agam langsung mengangkat kepalanya. Sedikit takjub. Sementara Kun langsung menatap reaksi yang di berikan Agam.
"Isinya tulisan Arab." Singkat Agam.
"Tidak berbahasa kita?" Tanya Bu Sari, dan Agam hanya menggeleng. Bu Sari pun beranjak dan berbalik meninggalkan Agam. Mungkin ia tak merasa tertarik lagi ketika Agam mengatakan bahasa yang ada di dalam Al Qur'an.
Aku pun ikut terdiam, dan melanjutkan pekerjaan ku kembali. Namun tiba-tiba saja sekujur tubuhku mematung dan mengeras bak batu, tatkala mendengar lantunan suara merdu dari lelaki yang berada di dalam rumah ini.
Aku benar-benar terdiam, menatapnya dengan penuh kekaguman. Suara indah apa ini?? Baru kali ini aku mendengar suara ngaji seindah ini. Dan lagi, laki-laki ini benar-benar melambangkan sosok keindahan sempurna, bahkan wajahnya itu serupa malaikat saking tampannya.
Tiba-tiba saja ia menghentikan lantunannya, ketika mendengar suara benda jatuh yang tak jauh dari kami. Aku menoleh sejurus ke benda yang terjatuh tadi, memaksaku melepaskan kekaguman mengikat dari Agam.
Dan betapa kagetnya aku, ketika melihat Bu Sari terduduk kaku dengan bibir bergetar dan mata yang terbelalak lagi mengeluarkan air mata. Ia tersedu, menutup mulutnya dengan kaku.
"Bu!!" Agam langsung menyergah, dan menghampiri Bu Sari. "Ada apa? Apa kau terluka?" Tanyanya panik dan sopan.
"Tolong.." Suara Bu Sari gemetaran, sementara Kun hanya tersenyum tanpa berniat untuk membantunya. Apa hantu ini sudah gila dan tak waras?? Dia tertawa tanpa sebab.
"Apa ada yang sakit?" Tanya Agam, dan aku ikut menghampiri dan duduk di dekat Bu Sari.
"Tolong.. nyanyikan itu sekali lagi." Pintanya, membuat Agam nampak mengangkat kedua alisnya dengan bingung.
Agam lantas tersenyum. "Kenapa aku harus melakukannya? Bukankah kau tak paham artinya?" Tanyanya, dengan nada bicara yang lembut lagi tatapan yang sendu.
"Karena.. itu menyentuh hatiku. Meskipun aku tak mengerti maknanya, tapi ketika kau menyanyikannya, aku bisa merasakan kalau semua energi yang mengalir dalam lagu itu benar-benar membuatku merasa tenang." Jelasnya.
"Baiklah. Akan ku lakukan, dan apa kau mau mendengar artinya juga?" Tanya Agam, dan Bu Sari langsung mengangguk dengan cepat.
Agam melantunkan ayat yang tak ku kenal dengan indah dan merdu. Tanpa sadar aku pun menjatuhkan air mataku. Bu Sari benar, aku pun tak mengerti apa artinya, tapi suara Agam ini menembus relung hati. Dia memberikan makna mendalam padahal tak membacakan artinya.
Entah kenapa, tubuh dan tanganku ikut bergetar seolah ingin menangis. Tapi ini seperti tangis bahagia, bagaikan menemukan cahaya di dalam kegelapan.
Ketika ia berhenti, aku benar-benar ingin mendengarkannya lagi. Itu bagaikan candu yang membuatku sakau kalau tak mendengarkannya sekarang.
"Itu adalah surah Thaha. Yang artinya: Kami tidak menurunkan kepadamu Alquran supaya kamu menjadi susah, tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut kepada Allah. Yaitu (Alquran) yang diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi. Tuhan Yang Maha pemurah, yang bersemayam di atas arsy. MilikNya semua yang ada di langit, semua yang ada di bumi dan apa yang ada di antara keduanya serta semua yang di bawah tanah." Terang Agam.
Dan seketika bergetar sudah tubuh Bu Sari. Ia menangis sejadi-jadinya di hadapan kami, dan baru kali ini aku melihatnya menangis begitu.
"Sungguh, aku takut pada tuhanmu. Pada orang yang menciptakan langit dan bumi, serta Dia yang bersemayam di atas Arsy."
Agam hanya tersenyum. "Dia bukanlah orang. Dia adalah dzat yang maha sempurna." Ucapnya.
"Aku mempercayai Allah dan kitabNya.. bagaimana caranya agar aku bisa berada di dekatNya?" Perkataan Bu Sari membuatku hatiku benar-benar bergetar hebat, bahkan jiwaku pun ikut merasakannya.
"Apa kau mau masuk Islam? Menjalankan perintah dan menjauhi laranganNya?" Mendengar pertanyaan Agam, Bu Sari langsung mengangguk tanpa ragu.
"Ucapkan dua kalimat syahadat ini. Dua orang di sini akan menjadi saksi keislamanmu."
Agam pun membimbing Bu Sari agar mengucapkan dua kalimat syahadat dan ia pun di islamkan oleh Agam secepat itu. Benar-benar lelaki yang mengagumkan.
Ketika matahari berada di tengah, Agam mengumandangkan adzan, menandakan bahwa ia harus melaksanakan shalat Dzuhur. Kami pun ikut shalat bersamanya dan Kun. Padahal sebelumnya aku memang benar-benar jarang melaksanakan shalat. Tapi malu sekali kalau aku hanya melihat dan tak ikut melaksanakan shalat.
Agam mengajari shalat pada Bu Sari dan mengajari beberapa ayat yang harus ia hafalkan.
Setelah itu mereka berdua menemaniku untuk mencuci baju di sungai. Sebenarnya hanya merendam sih, karena takut baju dari kulit kayu ini akan hancur bila di cuci.
"Hebat banget, bisa mengislamkan orang sekejap mata begitu." Ujarku, membuat Kun yang sedang menyelupkan kakinya ke dalam air menatapku dengan malas.
"Baru tahu ya? Kalau pertama kali lihat kau memang akan kaget. Saya sudah biasa melihatnya mengubah iblis menjadi manusia." Balasnya. "Lagi pula, kenapa kamu membaca surah Thaha, Gam? Pasti ada alasannya kan? Kamu tak mungkin melakukan sesuatu tanpa pemikiran yang matang. Dan di antara banyaknya ayat, kamu malah memilih ayat itu?" Tanya Kun sambil menatap Agam.
"Memang." Singkat Agam datar, sambil memainkan air di telapak tangannya yang terlihat kekar namun berkulit halus.
"Sebenarnya surah itu adalah surah yang di baca Ummar bin Khattab sebelum masuk Islam. Awalnya dia mau datang ke rumah Rasulullah yang ia anggap udah memecah-mecah kepercayaan nenek moyang mereka. Tujuannya buat ngebunuh Rasulullah. Tapi di perjalanan, dia ketemu sama orang yang menanyakan perihal tujuannya."
"Karena tau Ummar itu mau ngebunuh rasul, orang itu kemudian berkata: “Tidak usah Muhammad yang kau bunuh, adikmu (Fatimah) yang telah mengikutinya (masuk Islam), yang lebih wajar engkau urus,”. Mendengar itu, Sayyidina Umar pun menemui adiknya yang saat itu tengah bersama suaminya membaca lembaran-lembaran ayat Alquran."
"Dia menampar wajah Fatimah sampai berdarah, terus dia minta lembaran yang di baca Fatimah lalu membacanya sendiri. Dari situ jiwanya bergetar dan percayalah dia pada agama Allah. Dia menemui Rasulullah untuk mempercayai agama Islam. Dan surah yang di baca sayyidina Ummar waktu itu.."
"Adalah surah Thaha yang gue baca buat Bu Sari." Terang Agam panjang lebar.
Entah kenapa, gaya bicaranya itu benar-benar menyenangkan dan menarik. Tak bermaksud menggurui dan terdengar seperti orang yang sangat sopan dan merendah.
"Keren!! Kamu tak pernah menceritakan ini pada Saya?!" Kun terdengar mengeluh dan merajuk.
"Memangnya di zaman kita, siapa yang mau gue islamkan? Semua agama mayoritas Islam kan?" Sahut Agam.
"Tak harus menunggu orang masuk Islam kan? Pokoknya sebelum tidur, kamu harus bercerita tentang Rasulullah pada saya!!" Gerutunya.
"Hei!! Kalian cuma ngomong berdua aja, emangnya gue ini nyamuk?" Keluhku membentak, membuat mereka berdua menatap kaget ke arahku.
"Ah maaf, gue gak sadar kalau lu ada di situ." Sahut Agam sambil tertawa.
"Lagi pula kamu bukan nyamuk, tapi kambing!" Timpal Kun hingga membuatku reflek melemparkan kayu yang berada di dekatku padanya.
Dengan sigap Agam menangkap lemparan kayu tersebut sebelum mengenai kepala Kun. Aku benar-benar takjub dengan gaya refleknya itu. Bahkan alisnya tak bergerak sedikit pun ketika melakukannya. Tiba-tiba saja kayu itu sudah berada dalam genggamannya.
"Jangan di lempar ya. Dia emang kuntilanak nyebelin dan gak sopan. Tapi.. dia berharga bagi gue." Tutur Agam sambil tersenyum, dan Kun langsung menjulurkan lidahnya ke arahku.
"Lagian kok bisa sih, anak Sholeh temennya kuntilanak? Nyebelin lagi!!" Keluhku.
"Apa urusanmu?! Kuntilanak ini pun udah jadi muslim, kambing!! Makanya sudah saya bilang, pikiranmu itu jangan cuma sampah organik!!" Balasnya ketus.
"A.. apa lu bilang?!" Bentak ku kesal.
"Lagian kamu sendiri kalah sama jin, saya saja shalatnya tepat waktu.. Lah kamu?? Kamu tak pernah shalat kan??" Wajahnya terlihat benar-benar mengejekku.
"Bu.. be.. Hmm..?" Aku tak dapat melawannya, karena perkataanya itu benar adanya.
Namun Agam hanya mengabaikan keributan kami sambil melihat kayu yang baru saja ku lemparkan pada Kun.
"Akar Bahar?" Gumamnya, hingga membuat ocehan kami berdua berhenti.
"Apa tuh?" Tanyaku.
Agam mengalihkan pandangannya dari akar kayu ke padaku. "Ini akar Bahar, bisa di buat gelang. Kalau punya jiwa seni, ini akan terlihat bagus dan punya nilai jual yang tinggi." Sahutnya.
"Wah? Beneran? Apa lu bisa bikin gelangnya, Gam?" Tanyaku tertarik.
"Bisa. Lenturinnya cuma di bakar pakai api aja." Singkatnya sambil terus mengamati akar tersebut.
"Kalau gitu, gue mau bikin tiga gelang! Lu bisa bantuin gue, Gam?" Pintaku.
"Tiga gelang? Mau jualan kamu?!" Gerutu Kun asal.
"Pikiran lu buruk mulu' deh ke gue!! Gue mau ngasih kalian berdua, sebagai tanda terimakasih karena udah bantuin gue. Terus, satunya lagi buat hadiah untuk Raka." Terangku hingga membuat Kun menatap penuh curiga ke arahku.
"Kamu mau membuatkan untuknya karena kamu mencintainya kan?" Terka Kun, namun itu benar-benar membuatku tersedak.
"YA ENGGAK LAH!!" Bentakku hingga membuat Kun terkesiap.
"Kaget saya!!" Keluhnya sambil mengusap dada. "KAMU PIKIR SAYA JUGA TAK BISA TERIAK HAH?!" Balasnya juga, membuat Agam menutup kedua telinganya.
"Aah!! Bisa budeg gue dengerin suara kalian berdua!! Jangan teriak-teriak di dalam hutan, kalau buaya dan ular besar datang. Gue gak bakal nolongin kalian!" Ia terdengar mengeluh. Membuatku dan Kun serentak menutup mulut masing-masing.
"Lagian kan dia memang jatuh cinta pada Raka. Saya bisa merasakan perasaannya." Gerutu Kun lagi.
Perkataan Kun ini membuatku merasa terkejut. Benarkah aku menyukai Raka?? Bahkan aku tak merasakan apapun. Memang sih, tadi itu dia benar-benar bersikap lembut. Dan lagi, aku menyimpan mawar layu darinya. Meski layu, entah kenapa aku benar-benar senang.
Apakah ini yang di namakan-
"Cinta?" Kun langsung menyambung suara hatiku. Tentu aku benar-benar kesal dan menatap sadis ke arahnya.
"Gak.. gak mungkin. Berhenti bacain isi hati gue, SETAN!! Gue kan cuma cinta sama raja Anggara." Pekikku penuh emosi.
"Karena?" Agam ikut menimpali perkataanku.
"Karena..." Aku berpikir sejenak menggunakan otak leletku. "Karena dalam sejarahnya, dia adalah raja yang keren, bijaksana, dermawan, pokoknya segalanya."
"Itu alasannya?" Agam kembali bertanya, dan kali ini aku kebingungan untuk menjawabnya. "Terus, gimana pandangan elu ke gue? Apa elu, bisa jatuh cinta ke gue?"
Kali ini aku terbelalak mendengar pertanyaannya. "Maksudnya?" Tanyaku sambil menggarukkan kepala dan menahan tawa.
"Elu cinta gue atau enggak?" Tanya Agam mantap.
"Wooo, apa kamu sedang menembak seorang gadis, Gam? Bagaimana dengan tiga gadis yang ada di team kita? Bagaimana dengan pacar online-mu, Kunations yang wanita??" Tanya Kun sambil menyeringai kan senyuman jahil.
"Ya.. bisa aja gue cinta kalau ngeliat elu tiap hari." Sahutku.
"Alasannya??" Tanyanya lagi.
"Sudah jelas kan.. elu ganteng banget, suara elu bagus dan merdu, Sholeh, kayaknya juga pintar dan cerdas, terus elu juga sopan dan memperlakukan wanita dengan lembut. Jadi, siapa sih yang gak jatuh cinta hatinya pas ngeliat elu." Terangku panjang lebar.
Agam hanya tersenyum menimpali perkataanku. "Jika mencintai seseorang itu dengan alasan, itu hanyalah rasa kekaguman." Aku mengerjap. "Terus, alasan elu suka sama Raka apa?" Lanjutnya.
Aku terdiam, cukup lama. "Gue kan gak suka sama dia!!" Gerutuku kesal.
"Kalau gitu, anggap aja kalau lu suka dia. Dan alasannya apa?" Tanya Agam lagi.
"Sebenarnya, mana mungkin sih gue bisa cinta sama dia. Dengerin ya.. dia itu orangnya nyebelin, jahat, kasar, angkuh, kaku, pokoknya ngeselin banget!"
"Tapi.. kenapa saat membicarakan gue dan raja Anggara.. pikiran elu, hanya membayangkan Raka?" Perkataan Agam benar-benar menusuk jantungku.
"Me..membayangkan Raka? Da.. dari mana elu tau? Gue bahkan gak sadar sama sekali!!"
Agam hanya mendengus senyum melihat ekspresiku. "Waktu bicarain gue dan raja Anggara, tatapan mata lu normal. Tapi ketika gue nyebutin nama Raka, mata elu.. langsung berbinar dan pupil mata elu pun membesar." Aku mengerjap cepat. "Menurut psikologi, pupil mata akan membesar jika membicarakan atau membayangkan orang atau sesuatu yang menarik..."
"...Jadi, lu jatuh cinta." Lanjutnya.
"Dan kamu tahu, saya bisa mendengar suara hati dan bisa membaca isi pikiran orang lain. Saya juga bisa merasakan perasaan tulus yang bahkan tak di sadari oleh pemiliknya sendiri." Kun pun ikut menimpali. "Awalnya kamu iba dan penasaran, tapi tanpa sadar.. rasa itu berubah menjadi cinta.."
"Bahkan kamu sendiri tak memahaminya. Kamu hanya mencintainya, tanpa alasan. Dan tak ingin melihatnya terluka, sedih, ataupun perasaan menyedihkan lainnya."
"Menjelaskannya sangat rumit, tapi kau tentu bisa merasakannya kan?" Tambah Kun.
Apakah mungkin??? Aku, benar-benar mencintai lelaki aneh dan menyebalkan itu??
Benarkah ini.. yang dinamakan Cinta??
.......
.......
.......
.......
...Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 198 Episodes
Comments
Ray
Inikah Cinta.......
Oh Inikah Cinta......
Lanjut baca pastinya, karena cerita Outhor bikin AQ Jatuh Cinta❤️❤️
2024-10-19
0
may
😂😂😂Diterusin ama kun
2024-01-18
0
may
Emang beneran ada hantunya😭
2024-01-18
0