Terimakasih

"Wah benarkah?? Jadi ini yang namanya kue beras?" Pekikku girang.

Aku sudah sampai di rumah Nur, ternyata jaraknya tak terlalu jauh dari rumah Raka. Hanya saja halaman yang membatasi antara pondok satu ke pondok yang lainnya cukup jauh, makanya rumah Nur tak terlihat dari rumah Raka.

"Memangnya kamu belum pernah membuatnya??" Nur bertanya ragu, mungkin takut membuatku tersinggung.

"Ah!! Kau tahu, memasak adalah keahlian terburukku!! Aku sempat ragu apakah aku bisa menjadi seorang ibu." Ceplosku, sambil menyomot beberapa kue beras buatan Nur.

"Benarkah?? Atau kau hanya sedang merendah?" Terkanya.

Aku sedikit meringis senyum. "Sebenarnya bisa, tapi tak cukup baik. Hanya mampu menguasai beberapa menu yang ku suka saja." Terangku.

"Raka sangat suka makan, apakah kamu tak pernah membuatkannya sesuatu?"

"Hem.. kalau bisa, aku benar-benar ingin meracuninya. Tapi setiap masakan yang ku buat bersama Bu Sari, ia selalu menaruh kecurigaan terhadapnya. Jadi sepertinya aku tak mampu untuk membunuhnya dengan racun!"

Nur langsung terbahak. "Jangan bercanda. Kamu lucu sekali. Apakah ia menyukaimu?"

Aku meringis masam. "Hiii, dia sepertinya ingin menghabisi nyawaku kalau ada waktu. Ia benar-benar menganggap ku seorang pengganggu!"

Nur terdiam setelah mendengar jawabanku. "Kalian sepertinya dekat sekali." Ucapnya lirih.

"Hah? Kenapa kamu berpikiran begitu?"

"Semua wanita yang berada di dekatnya, akan merasa risih dan serba salah. Jadi merasa tidak nyaman sama sekali, padahal beberapanya telah menaruh hati padanya." Suaranya terdengar lemah.

"Dia lelaki yang buruk ya? Padahal tidak terlalu tampan, tapi sok jual mahal!" Gerutu ku.

"Itu benar!!" Sebuah suara tiba-tiba saja membuatku dan Nur terkesiap. Kami melihat sesosok pria bertubuh kekar di depan pintu. Kulitnya kecoklatan dan mengkilap, wajahnya serius dan sepertinya dia orang yang kaku dan tegang.

"Kakak?" Gumam Nur sambil beranjak dari tempat duduknya.

"Kakak?" Aku mengulangi perkataannya, sambil ikut beranjak.

"Duduk saja." Singkatnya sambil menghampiri meja.

Aku dan Nur kembali duduk, sementara ia langsung mengarahkan tatapan tajamnya kepadaku.

"Kau siapa? Aku tak pernah melihatmu sebelumnya."

"Sama, aku juga tak pernah melihatmu." Aku membalik ucapannya.

"Namaku Arjuna, seorang prajurit terkuat yang kelak akan di angkat menjadi panglima!" Tukasnya, membuatku tersedak.

"Pa.. panglima?" Tanyaku, ragu. "Ah, namaku Ayu. Aku tinggal bersama Raka dan ibunya." Aku memperkenalkan diri.

"Kau calon istrinya??"

Aku menggeleng cepat, nyaris membuat kepalaku tercabut dari batang leher. "Tidak tidak!! Tidak akan mungkin terjadi." Sahutku. "Aku cuma menumpang di rumahnya karena aku terluka. Nanti kalau sudah sembuh, aku akan pergi." Tambahku.

"Jadi.. kau tak ada hubungan dengannya?" Arjuna kembali memastikan.

"Tentu saja!!" Sahutku yakin, sambil melirik ke arah jendela pondok. Aku kembali mengalihkan pandanganku sambil meminum air, namun ketika menyadari kalau langit di luar sudah nampak gelap, aku langsung terkesiap dan menyemburkan airku ke wajah Arjuna.

"Ahk!! Apa-apaan ini?" Ia mengeluh, benar-benar marah seolah ingin membunuhku.

"Kyaaaa!! Maafkan aku!!" Pekikku panik sambil beranjak dan menyeka wajah serta lehernya dengan usapan tanganku.

Ia terdiam, sementara Nur tak mengucapkan sepatah katapun. Sambil menyeka wajahnya, ia terlihat menatap lekat ke arahku, bahkan aku tak melihat ia mengedip sama sekali.

"Wajahmu asing seperti tak berasal dari sini." Tiba-tiba ia mengatakan hal seperti itu, lantas membuatku segera mematung.

"Duduklah, Yu.. Biar aku yang memberikan kak Juna handuk." Ujar Nur sambil berlalu meninggalkan kami.

Aku pun menuruti perkataan Nur dan duduk di hadapan kakaknya yang kaku ini. Dia mirip sekali dengan kanebo kering.

Kami terdiam cukup lama, sambil sesekali mencuri pandang. Aku tak suka situasi canggung seperti ini, jadi sebaiknya aku akan mulai membuka topik.

"Otot tanganmu besar sekali, apa kau berlatih keras setiap hari?" Juna nampak terkesiap, kesombongan sedikit terlihat dari wajahnya.

"Kau menyadarinya??" Aku mengangguk. "Aku ingin menjadi prajurit terkuat, makanya aku tak akan kalah dari siapapun dalam hal fisik, kekuatan dan kecerdikan di Medan perang nanti." Aku terdiam. Dia sangat ambisius.

"Apa kau tahu latihan seperti apa yang di lakukan Raka setiap hari?"

Aku sedikit mengernyit mendengar pertanyaannya. Kenapa harus bertanya seperti itu?? Apakah dia ingin mengalahkan Raka?? Dia bilang mau jadi prajurit terkuat kan?? Mungkin saja, pasti begitu!! Tidak salah lagi.

"Aku baru dua hari bersamanya. Dia selalu menghilang dan pulang dalam keadaan lebam. Aku pun tak tahu apa yang dia lakukan di luar sana." Sahutku jujur. Membuat Juna nampak kecewa.

"Kenapa menanyakan itu? Kau ingin berbuat curang atau mencontoh cara latihannya? Apa kekuatanmu di bawah Raka?"

Brak!!

Ia langsung menggebrak meja, membuat tubuhku melompat dari atas kursi saking kagetnya.

"Aku yang melatihnya!! Jadi bagaimana bisa kau berpendapat seperti itu!! Aku ini sangat kuat, dan para jenderal mengakui hal itu!!"

Aku langsung panik dan berteriak. "Maafkan ketidaksopananku!!!"

Awalnya wajah Juna nampak dingin, namun perlahan ia kembali menghangatkan tatapannya. "Maaf, tak seharusnya aku mengagetkanmu." Ujarnya, nampak menyesal.

"Kau kesal karena aku menyebut kemampuanmu di bawah Raka?? Kelihatannya memang aku yang salah dan memancing emosimu. Jadi kau tak perlu minta maaf padaku." Balasku berujar.

"Maaf lama, aku kesulitan menemukan handuknya." Tutur Nur sembari masuk dari pintu belakang rumah.

Bersamaan dengan kedatangan Nur, suara pintu rumah bagian depan mereka tiba-tiba saja terketuk. Nur beralih setelah memberikan Juna handuk. Ia membuka pintu, namun tamu tak diundang tersebut langsung mendorong pintu hingga terbuka dengan lebar.

Arjuna langsung beranjak melihat kehadiran lelaki tersebut, apalagi aku. "Raka?!" Seruku kaget.

"Pulang!! Ibu khawatir padamu!!" Ia langsung bicara terus terang.

"Wah wah!! Ternyata Raka ya? Prajurit dengan postur tubuh paling kecil dan juga prajurit yang paling keras kepala." Juna nampak begitu senang dengan kedatangannya.

"Cepat!" Raka sama sekali tak menghiraukan perkataan Juna.

"Raka, kamu sudah datang. Apa tidak sebaiknya makan beberapa kue beras sebelum berlalu?" Tawar Nur dengan lembut.

"Iya!! Ini enak!! Kenapa juga kau terburu-buru dan menggangguku? Sudah datang tak di undang, memaksa orang lain pulang pula!! Pulang saja sendiri sana!!" Keluhku, tanpa menghiraukan wajah Raka yang nampak begitu marah dan kesal kepadaku.

"Kau tak kembali selepas mandi, kau membuat ibu khawatir, benar-benar menyusahkan!!" Balasnya ketus.

"Ya sudah, duduk saja di sini sebentar. Tak sopan tahu kalau datang dan membuat gaduh!!" Balasku, dan agaknya mendapat persetujuan dari Juna.

"Huh!! Apa mentalmu akan jatuh jika berhadapan lama denganku?" Ledek Juna hingga membuat Raka berjalan ketus sambil duduk di antara kami.

"Berikan aku minum!" Pintanya, dan Nur segera memberikan apa yang ia inginkan.

Sejak kedatangan Raka, suasana bertambah canggung. Dia hanya saling tatap dengan Juna, pandangannya begitu sengit. Apa mereka sedang berbicara bahasa hati?? Ooh, so sweet sekali~

Sudah pasti bukan itu!!

"Apa.. kalian saling berdebat dan berkata kalau salah satu dari kalian itu lebih baik?" Terkaku, membuat tatapan tajam itu lantas di lemparkan kepadaku. "Maafkan aku!!" Pekikku sambil menutup wajah dengan ketakutan.

"Habisnya, kalian sudah begitu sejak beberapa menit yang lalu. Apakah jadi prajurit kuat sebagus itu?" Lagi-lagi mereka menatapku seolah akan memakanku hidup-hidup. "Maafkan aku!!!" Pekikku sambil kembali menutup wajahku.

Suasana kembali canggung, dan Nur anteng sekali dengan keheningan ini. "Jadi... Apakah kalian sudah melihat wajah Ratu?" Mereka bertiga serentak menoleh ke arahku.

"Bukankah Raka sudah pernah ke sana." Perkataan Juna lantas membuatku terkesiap.

"Benarkah?"

"Cukup!!" Sentak Raka dengan sedikit amarah.

"Untuk apa dia datang ke sana?"

"Berhentilah bertanya!!" Ia kembali membentak ku.

"Aku tak mau berhenti!" Sahutku.

"Untuk berusaha mempertahankan cintany-"

Buagh!!

Hantaman keras Raka menghantam ke dagu Arjuna, membuat lelaki tersebut jatuh terduduk di atas tanah. Aku dan Nur kelabakan sekaligus kaget dengan reaksi Raka.

"Cih!! Masih saja emosian jika aku membahas tentang itu!!" Keluh Juna sambil menyeka darahnya.

"Ayo pulang!!" Ujarnya terdengar marah, sambil menarik tanganku dengan kasar.

"Ah!! Itu sakit sekali!!" Keluhku. "Tak seharusnya kau pulang setelah membuat rusuh!! Setidaknya minta maaflah dulu!!" Keluhku, sambil menampik tangannya dariku.

"Aku akan menyeretmu kalau sampai kau tak mau pulang!!" Bentak Raka lagi, dan mau tak mau aku harus menuruti kemauannya.

"Nur, kak Juna.. terimakasih hidangannya. Dan maafkan kemarahan orang ini!!" Lanjutku meski terus di seret Raka keluar.

..........

Di perjalan pulang, kami hanya saling terdiam. Aku bisa melihat tangannya yang terkepal masih bergetar dengan sangat. Ia tak memberikan wajahnya padaku. Dan aku hanya bisa melihat cahaya lentera di setiap pondok yang sedikit memberikan penerangan untuk jalan pulang kami.

"Sebenarnya apa yang terjadi? Kau marah sekali?" Tanyaku, namun ia hanya membisu.

"Jangan datang lagi ke sana!! Kalau tidak, aku akan benar-benar membunuh mu bahkan sebelum kakimu sembuh!" Tukasnya dingin.

"Memangnya kalau membunuh seseorang itu tak akan di hukum?"

"Ck! Berhentilah bertanya!!" Ia terdengar kesal.

"Dan lagi, bagaimana kau bisa menemukanku di sana? Aku tak pernah bilang kalau aku pergi ke sana." Lanjutku.

"Mau kau ke neraka sekalipun, aku bisa tahu di mana keberadaan mu!!" Sahutnya.

"Oooh!!" Ia sedikit menyelis ketika aku terdengar memahami sesuatu. "Jangan-jangan.. kau bisa mengenaliku dari bau ya?! Semacam pendeteksi bau?? Apa aku punya bau khusus?!" Aku mulai mengendus aroma tubuhku.

"Hanya anjing yang punya kemampuan itu!" Balasnya ketus.

"Lalu, kalau bukan dengan bau.. jadi dengan apa?"

"Kau bertemu dengan Nur siang tadi. Kalian bercakap-cakap, dan kau tak mengenali siapa pun di sini, tentu saja aku berpikir kalau kau akan pergi ke sana! Jadi berhentilah meracau begitu! Perempuan aneh!!" Lagi-lagi bahasanya terdengar kasar dan dingin. Terus terang saja, sekeras apapun hatiku, aku tetap merasa sedih kalau terus di perlakukan seperti seorang musuh.

"Apa aku menyusahkan mu?"

"Ya!" Ia menyahut dengan cepat, bahkan tak berpikir sedikitpun ketika menjawabnya.

Aku merungut masam. "Kalau begitu maafkan aku."

"Bisa tidak kau berhenti mengoceh?!" Aku terkesiap ketika ia tiba-tiba membentak ku. "Aku benci sifatmu yang begitu!! Cepatlah sembuh dan menjauhlah dari hidupku!!" Napasnya terdengar berderu.

Aku terdiam. Sudut hatiku terasa aneh, seperti terluka dan sedih. Aku tak tahu, kenapa dia bersikap sedingin itu bahkan aku tak tahu apa kesalahan yang ku lakukan padanya.

Ia menoleh ke arahku ketika tak mendengar suaraku lagi. Aku terdiam. Meski ia menatapku, tapi tetap saja itu adalah raut dingin, bukan raut khawatir.

"Apa kau.. begitu membenci ku?" Tanyaku parau. Ia hanya mendecakkan lidahnya tanpa menjawab.

"Kalau begitu aku tak akan mengganggumu, atau berada di dekatmu. Lalu.. lupakan saja mengenai janjiku yang akan membuatmu mencintaiku. Sepertinya aku tak akan mampu melakukan itu." Ujarku hingga membuat langkahnya terhenti.

"Sebenarnya aku tak mengerti bagaimana cara membuat orang lain mencintaiku. Aku juga tak pernah melakukan itu. Aku hanya mencintai seseorang yang tak di takdirkan untukku. Lalu perkataanku tadi siang, anggap saja hanya omong kosong." Lanjutku pelan.

Aku langsung berjalan mendahuluinya ketika selesai mengatakan kalimat menyedihkan tersebut. Sepertinya aku salah paham. Meski ini bukan duniaku, tak sepatutnya aku berkata seenaknya begitu. Harusnya sejak awal, aku tak perlu mencampuri urusan manusia di zaman ini. Cukup berbaur tanpa membuat orang lain menyadari kehadiranku, lalu pulang dan berlalu. Harusnya seperti itu.

Sesampainya di rumah, Bu Sari nampak menunggu kedatangan ku di depan pintu. Hanya saja aku tak mau bicara dan langsung melompat ke tempat tidur dan memunggungi mereka.

Ku dengar Bu Sari menuduh Raka melakukan sesuatu yang menyakiti perasaanku, dan dengan entengnya ia tak mengakui hal tersebut.

..........

Keesokan harinya, aku terbangun karena suara aktivitas yang di lakukan oleh Bu Sari dan juga Raka. Aku enggan bangun, rasanya menyedihkan dan aku tak betah lagi di sini. Aku mau kembali, tapi bagaimana caranya??

Sepertinya anak lelaki yang menjumpai ku di depan toko bunga waktu itu mengetahui sesuatu. Atau bahkan dia lah yang membuatku berada di tempat ini??

Aku menyelis ketika mencium aroma makanan enak di dekat meja. Ku lirikkan mataku ke arah Raka yang tengah menguyah singkong rebus sambil menghadapkan tubuhnya lurus ke arahku.

"Berhentilah berpura-pura mati, kau sudah bangun beberapa jam lalu." Tegurnya hingga membuatku beranjak.

"Semoga kau tersedak singkong dan segera mati!!" Balasku kesal.

"Aku sudah menunggu mu bangun sejak tadi." Ujarnya, hingga membuatku sedikit mengernyit.

"Untuk apa? Kau ingin mengatakan hal buruk lagi? Bahkan sebelum sarapan nasi, aku tak mau kau suapi dengan cacianmu itu!!" Sahutku tanpa pikir.

Ia nampak merenggangkan tubuhnya sambil menghela napas panjang setelahnya. Ia tiba-tiba saja beranjak dan berjalan menghampiriku yang masih duduk di ujung tempat tidur.

"Jangan salah paham dan berpikir kalau aku mau minta maaf perihal semalam."

"Tidak minta juga kok!!" Sahutku ketus, sambil memandangnya dengan jengah. Ia kembali mendecakkan lidahnya.

Tiba-tiba saja ia merunduk di hadapanku. Di lumurinya lukaku dengan daun yang sudah di tumbuk. Apakah ia mencari daun ini sendiri dan menumbuknya juga??

"Yah bagus!! Kau sekarang mirip babu ku!!" Ujarku hingga membuatnya menekan daun tersebut dengan tenaga. "Aw!!" Keluhku kesakitan.

Ia terus menempelkan daun tersebut dengan perlahan, sambil menutupi semua luka ku.

"Kau bersemangat sekali untuk mengusirku, sampai-sampai rela mencari obatnya di hutan, menumbuknya dan mengobatinya padaku!" Terkaku penuh kecurigaan.

"Atau... Kau sudah menyukaiku?? Bukankah perhatian kecil itu sebagian dari rasa cinta?" Lagi-lagi ia menekan tangannya ke luka ku. "Aww!!" Keluhku lagi. "Kau memang benar-benar minta di pukuli?!" Bentakku kesal, namun ia hanya mengabaikan semua perkataanku.

"Sudah selesai!!" Tukasnya sambil berdiri di hadapanku.

"Aku tak suka berhutang budi pada orang lain, apalagi orang seperti mu! Aku mengobati mu karena kau telah membantuku pulih." Kedua mataku terbelalak mendengarnya.

"Hah?! Jadi... Ramuanku bereaksi pada tubuhmu??" Ia terdiam. "Nah!! Benar kan kata ku!! Kau akan berterimakasih padaku setelah ini!! Karena aku sudah membantu menjaga kondisi tubuhmu. Kau merasa segar kan saat bangun tidur. Benar kan?" Aku langsung mengoceh panjang lebar, bahkan sebelum sempat ia mengucapkan apapun.

Tiba-tiba saja ia mengangkat tangannya. Aku lantas terkesiap dan menutup mata. Apakah dia akan memukuliku seperti yang biasa di lakukan Nina padaku??

Namun ketika menutup mata, aku merasakan sebuah telapak tangan besar yang jatuh di atas kepalaku. Aku membuka mata dan menengadahkan kepalaku menatapnya.

Kami saling berpandangan. Wajahnya datar dan tatapan matanya terlihat kosong. "Terimakasih."

Singkatnya hingga membuatku terkejut. Dia.. berterimakasih padaku?? Apakah dia sedang melindur, atau jangan-jangan aku telah memasukkan jamur mabuk ke dalam ramuannya??

"Apa?" Tanyaku heran.

Ia hanya diam sambil duduk dan kembali memakan sarapannya. Ia menoleh sekelabat sambil berkata cepat. "Tak ku ulangi sampai tiga kali, tapi.."

"Terimakasih."

.......

.......

.......

.......

...Bersambung......

Terpopuler

Comments

maytrike risky

maytrike risky

Aw, manis sekali🤭

2024-01-17

0

elsa

elsa

setidaknya Raka tuuh sebenarnya hatinya lembut bangettt, gengsinya ajaa setinggi langitt

2023-12-24

0

elsa

elsa

WKWKWKWKWKKW lembut dikit Napa rakaaa

2023-12-24

0

lihat semua
Episodes
1 Terdampar
2 Luka
3 Perjanjian
4 Pencarian
5 Terimakasih
6 Pelatihan Final
7 Hasilnya adalah...
8 Penyebabnya
9 Pasien Kedua
10 Bayaran
11 Pertemuan dan Pesan
12 Pertengkaran
13 Our Mission
14 Smile for Me
15 Love??
16 Titah
17 Konsekuensi
18 Kesalahan Analisis
19 Sayembara 17
20 Memendam atau Menyampaikan?
21 Ada apa?
22 Mencarimu..
23 Menyetujui
24 Penipuan??
25 Jatuh ke Tangan yang Salah
26 Licik??
27 Pembuat Onar
28 Berkhianat??
29 Ada apa dengan Belati?
30 Dalam Bahaya !
31 Persiapan
32 Urgent
33 Ketulusan
34 Di balik Layar
35 Di Ambang Batas
36 Sembuhkan Aku
37 Berhentilah Menangis
38 Kemarahan
39 Kehilangan Segalanya
40 Rahasia Dibong?
41 Kita Keluarga
42 Senjata apa?
43 Senjatanya adalah...
44 Perbudakan
45 Benarkah Cemburu??
46 Apa Tujuannya??
47 Rahasia paman Tira
48 Kenyataan Tulus
49 Pahlawan Kami
50 Tabib dalam Bahaya
51 Kisah sebelum Tidur
52 Anestesi Alami
53 Semangat dari Raka
54 Sesuatu dari Kun
55 Kesediaan
56 Pertemuan dengan Ratu Renila
57 Cinta Pertama
58 Hukuman Kegagalan
59 Pengabaian
60 Sepasang Kekasih
61 Ini Hukumannya???
62 Ternyata Perduli
63 Jadi Bangsawan
64 Serangan Lelaki Misterius
65 Raja Abadi
66 Sosok sang Pemuda
67 Belati Agam?
68 Kerja Sama di Mulai
69 Tujuan Terselubung
70 Misi para Pangeran
71 Pembahasan Rahasia
72 Tantangan Ayu
73 Perasaan Raka
74 Siapa Anda?
75 Prosesi Sayembara Tujuh Belas
76 Alasan Terdampar
77 Spekulasi Dara
78 Benang Merah
79 Rahasia Raja Anggara
80 Pahlawan atau Penjahat?
81 Serangan?!
82 Tempat Rahasia
83 Perhitungan dan Pengangkatan
84 Dua Kubu?
85 Ritual dan Pembelaan dari Rakyat
86 Pemicu
87 Malapetaka
88 Anak dalam Ramalan
89 Takdirmu?
90 Penyiksaan
91 Hati yang Terpaut
92 Serangan di Mulai
93 Menunggu Kebangkitan
94 Serangan Rahasia?
95 Titah yang Mulia Tira
96 Pertolongan datang!!
97 Adu Domba
98 Peperangan di Mulai
99 Semangat yang Membara
100 Kemenangan??
101 Tertangkap!
102 Perasaan seorang Ayah
103 Tiba di Kerajaan
104 Telah Terpilih
105 Perasaan
106 Isi Hati Raka
107 Cinta seorang Ayah
108 Di Intai?
109 Manipulasi
110 Pancingan
111 Kembali Hidup
112 Terbongkarnya Kasus Pembantaian
113 Lelakimu
114 Apa Maksud Agam?
115 Pertemua Awal
116 Terbongkar
117 Terdesak
118 Pengorbanan
119 Kebohongan yang Indah
120 Gambaran Aneh
121 Di Dadaku?
122 Kecemburuan?
123 Citra raja Anggara
124 Raja Anggara tak Seburuk itu
125 Lebih dari Materi
126 Mencoba Melawan
127 Apa Tujuan Kun?
128 Cinta Tulus
129 Mimpi
130 Citra kedua
131 Sesuatu Terjadi
132 Siasat?
133 Kebenaran yang Menyakitkan
134 Don't Hurt
135 Ucapan Terimakasih
136 Karma dan Masa Lalu
137 Penghibur Kesedihan
138 Tali Simbolis
139 Arti Tali Pengikat
140 Rencana Rahasia
141 Sudah di Mulai?
142 Ritual di Mulai
143 Dalam Bahaya!
144 Masa Depan, Berawal dari Masa Lalu
145 Lost Contact
146 Keanehan
147 Dia adalah Ludira
148 Kesadaran yang tak Sadar
149 Masih Terpasang
150 Kebohongan yang Berlarut
151 Alasan
152 Masa Lalu yang Pahit
153 VS
154 Di Larang Mendekat !
155 Sama namun Berselisih
156 Interogasi
157 Sesuai Rencana
158 Masuk Jebakan
159 Mendesak
160 Misi di Terima
161 Ketahuan?
162 Siasat Kartu Mati
163 Masuk Penjara
164 Terjebak?
165 Pembuktian Selesai
166 Berawal dari Sini
167 Melenyapkan Ludira
168 Darah Pembangkitan
169 Usaha yang Percuma
170 Terpancing
171 Pertemuan Lagi
172 Perasaan Ayah dan Anak
173 Sifat Asli Manusia
174 Kebersamaan dengan Ayah
175 Mencari Kebenaran
176 Terselamatkan
177 Mempertahankan Cinta
178 Akan di Mulai
179 Yang di Cinta dan yang Kehilangan Cinta
180 Usaha Keras
181 Gawat Darurat
182 Kekacauan di Mulai
183 Menunggu Hukuman di Jatuhkan
184 Kesadaran yang tak di Harapkan
185 Genting
186 Kegagalan Raka
187 Raka
188 Kematian Agam
189 Tak Sungguh Pergi
190 Bertemu tuan Tira
191 Bersamanya Ayah dan Anak
192 Penyerangan di Mulai
193 Pemicu
194 Serangan Balasan di Mulai
195 Pertarungan Atas Nama Agam
196 Pelindung Datang
197 Mati dan Kembali
198 Paradoks : Awal = Ending
Episodes

Updated 198 Episodes

1
Terdampar
2
Luka
3
Perjanjian
4
Pencarian
5
Terimakasih
6
Pelatihan Final
7
Hasilnya adalah...
8
Penyebabnya
9
Pasien Kedua
10
Bayaran
11
Pertemuan dan Pesan
12
Pertengkaran
13
Our Mission
14
Smile for Me
15
Love??
16
Titah
17
Konsekuensi
18
Kesalahan Analisis
19
Sayembara 17
20
Memendam atau Menyampaikan?
21
Ada apa?
22
Mencarimu..
23
Menyetujui
24
Penipuan??
25
Jatuh ke Tangan yang Salah
26
Licik??
27
Pembuat Onar
28
Berkhianat??
29
Ada apa dengan Belati?
30
Dalam Bahaya !
31
Persiapan
32
Urgent
33
Ketulusan
34
Di balik Layar
35
Di Ambang Batas
36
Sembuhkan Aku
37
Berhentilah Menangis
38
Kemarahan
39
Kehilangan Segalanya
40
Rahasia Dibong?
41
Kita Keluarga
42
Senjata apa?
43
Senjatanya adalah...
44
Perbudakan
45
Benarkah Cemburu??
46
Apa Tujuannya??
47
Rahasia paman Tira
48
Kenyataan Tulus
49
Pahlawan Kami
50
Tabib dalam Bahaya
51
Kisah sebelum Tidur
52
Anestesi Alami
53
Semangat dari Raka
54
Sesuatu dari Kun
55
Kesediaan
56
Pertemuan dengan Ratu Renila
57
Cinta Pertama
58
Hukuman Kegagalan
59
Pengabaian
60
Sepasang Kekasih
61
Ini Hukumannya???
62
Ternyata Perduli
63
Jadi Bangsawan
64
Serangan Lelaki Misterius
65
Raja Abadi
66
Sosok sang Pemuda
67
Belati Agam?
68
Kerja Sama di Mulai
69
Tujuan Terselubung
70
Misi para Pangeran
71
Pembahasan Rahasia
72
Tantangan Ayu
73
Perasaan Raka
74
Siapa Anda?
75
Prosesi Sayembara Tujuh Belas
76
Alasan Terdampar
77
Spekulasi Dara
78
Benang Merah
79
Rahasia Raja Anggara
80
Pahlawan atau Penjahat?
81
Serangan?!
82
Tempat Rahasia
83
Perhitungan dan Pengangkatan
84
Dua Kubu?
85
Ritual dan Pembelaan dari Rakyat
86
Pemicu
87
Malapetaka
88
Anak dalam Ramalan
89
Takdirmu?
90
Penyiksaan
91
Hati yang Terpaut
92
Serangan di Mulai
93
Menunggu Kebangkitan
94
Serangan Rahasia?
95
Titah yang Mulia Tira
96
Pertolongan datang!!
97
Adu Domba
98
Peperangan di Mulai
99
Semangat yang Membara
100
Kemenangan??
101
Tertangkap!
102
Perasaan seorang Ayah
103
Tiba di Kerajaan
104
Telah Terpilih
105
Perasaan
106
Isi Hati Raka
107
Cinta seorang Ayah
108
Di Intai?
109
Manipulasi
110
Pancingan
111
Kembali Hidup
112
Terbongkarnya Kasus Pembantaian
113
Lelakimu
114
Apa Maksud Agam?
115
Pertemua Awal
116
Terbongkar
117
Terdesak
118
Pengorbanan
119
Kebohongan yang Indah
120
Gambaran Aneh
121
Di Dadaku?
122
Kecemburuan?
123
Citra raja Anggara
124
Raja Anggara tak Seburuk itu
125
Lebih dari Materi
126
Mencoba Melawan
127
Apa Tujuan Kun?
128
Cinta Tulus
129
Mimpi
130
Citra kedua
131
Sesuatu Terjadi
132
Siasat?
133
Kebenaran yang Menyakitkan
134
Don't Hurt
135
Ucapan Terimakasih
136
Karma dan Masa Lalu
137
Penghibur Kesedihan
138
Tali Simbolis
139
Arti Tali Pengikat
140
Rencana Rahasia
141
Sudah di Mulai?
142
Ritual di Mulai
143
Dalam Bahaya!
144
Masa Depan, Berawal dari Masa Lalu
145
Lost Contact
146
Keanehan
147
Dia adalah Ludira
148
Kesadaran yang tak Sadar
149
Masih Terpasang
150
Kebohongan yang Berlarut
151
Alasan
152
Masa Lalu yang Pahit
153
VS
154
Di Larang Mendekat !
155
Sama namun Berselisih
156
Interogasi
157
Sesuai Rencana
158
Masuk Jebakan
159
Mendesak
160
Misi di Terima
161
Ketahuan?
162
Siasat Kartu Mati
163
Masuk Penjara
164
Terjebak?
165
Pembuktian Selesai
166
Berawal dari Sini
167
Melenyapkan Ludira
168
Darah Pembangkitan
169
Usaha yang Percuma
170
Terpancing
171
Pertemuan Lagi
172
Perasaan Ayah dan Anak
173
Sifat Asli Manusia
174
Kebersamaan dengan Ayah
175
Mencari Kebenaran
176
Terselamatkan
177
Mempertahankan Cinta
178
Akan di Mulai
179
Yang di Cinta dan yang Kehilangan Cinta
180
Usaha Keras
181
Gawat Darurat
182
Kekacauan di Mulai
183
Menunggu Hukuman di Jatuhkan
184
Kesadaran yang tak di Harapkan
185
Genting
186
Kegagalan Raka
187
Raka
188
Kematian Agam
189
Tak Sungguh Pergi
190
Bertemu tuan Tira
191
Bersamanya Ayah dan Anak
192
Penyerangan di Mulai
193
Pemicu
194
Serangan Balasan di Mulai
195
Pertarungan Atas Nama Agam
196
Pelindung Datang
197
Mati dan Kembali
198
Paradoks : Awal = Ending

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!