Abi Muhsin dan Umi Siti menatap Gibran. Pria yang baru saja mematikan telpon itu nampak canggung, menyadari telah berbicara tidak pantas di depan mereka.
Abi Muhsin beralih mengambil cangkir teh dan menyeruput air teh dengan pelan, mengalihkan perasaan canggung di antara mereka. Ia bisa memaklumi sikap Gibran yang memang dari awal terlihat seperti salah pergaulan. Harus sabar dan telaten untuk mengubah kebiasaan seseorang.
"Apa Nak Gibran sudah sholat ashar?" tanya Abi Muhsin.
"Be-belum, Pak Kiai." Gibran menggaruk kulit kepala. Jangankan sholat ashar untuk sore ini, ia sendiri lupa, kapan terakhir melakukan gerakan sholat. Kelas 4 SD, 2 SD, atau malah kelas 1 SD? Entahlah, yang jelas sudah sangat lama pria itu tidak mengenal Tuhan, sang Penciptanya sendiri.
"Nak Gibran bisa sholat dulu, setelah itu kita baru belajar ngaji. Sholat hukumnya wajib bagi umat muslim, jika sholat kita terjaga, insyaallah, akan terhindar dari perbuatan keji," tutur Abi Muhsin.
'Astaga ...! Bagaimana gue mau sholat, bacaanya aja gue gak hapal?' Gibran terdiam memikirkan perintah Abi Muhsin. Ia harus berpura-pura sholat, atau dengan tegas mengatakan bahwa tidak hapal dengan bacaan sholat? Tapi, akan se-malu apa jika ia jujur. Abi Muhsin dan Umi Siti akan menertawakannya.
Melihat Gibran bimbang, Abi Muhsin kembali bersuara. "Nak Gibran sholat saja di Masjid!" perintah Abi Muhsin.
Gibran mengangguk ragu, tapi segera berdiri untuk meninggalkan rumah sederhana itu. Entah di Masjid sholat atau hanya main saja, yang terpenting ia mengikuti perintah abinya Aisyah.
"Huh, apa-apaan begini! Pengikut setan kayak gue di suruh sholat! Di kira gue bisa? Kagak! Jangankan sholat, doa mau makan aja gue lupa. Ngapain lu tadi ke sini, Gib! Nyusahin aja!" Gibran bermolog sendiri.
"Kok ngeri sih, Mas. Gak ada siapa-siapa tapi ngomong sendiri." Suara seseorang mengejutkan Gibran. Pria itu menoleh ke belakang.
Air muka Gibran berubah masam. "Perempuan songong, ngagetin gue aja!" sentaknya dengan suara tertahan.
Aisyah mengangkat sebelah sudut bibirnya. "Manusia kayak, Mas, bisa kaget juga?" Nada Aisyah seperti mencibir, membuat Gibran semakin merah padam. Mengalihkan pandangan dari Aisyah, malas melihat wajah perempuan itu.
"Bukannya Abi tadi nyuruh Mas sholat? Kenapa malah duduk di sini?"
"Bawel banget, sih! Serah gue! Mau duduk, tiduran atau joget di sini gak ada urusannya sama lo. Soal bokap lo, kalau mulut bawel lo gak lapor, dia gak bakal tau!"
Aisyah menggeleng-geleng kepalanya pelan. 'Benar-benar pemuda ahli neraka,' batinnya.
"Mas, kan, datang ke sini buat belajar ngaji. Nah, kalau sholat aja gak mau, ngapain belajar ngaji? Yang penting itu sholat, Mas. Ngaji itu nomor sekian," ceramah Aisyah.
"Elah, udah kaki hampir lumpuh masih bisanya ceramah. Berisik tau! Denger, gue ke sini disuruh bokap gue, kalau gue sendiri mah ogah!"
Aisyah berbalik, berbicara dengan Gibran hanya buang waktu. Ia yang tadinya ingin pergi ke rumah Della harus terjeda melihat Gibran duduk di emperan Masjid. Ia berniat baik menegur pemuda itu, namun sikap Gibran justru menyebalkan.
"Eh, lo mau kemana? Mau aduin gue, ya?" tebak Gibran dengan nada tidak suka.
"Siapa yang mau aduin? Gak usah suudzon dulu. Aku mau ke rumah temenku."
"Sakit bukannya diem di rumah malah kluyuran!"
"Aku emang sakit, tapi masih bisa jalan walau harus pelan."
"Aish ...." terdengar suara seseorang memanggil Aisyah. Perempuan itu menoleh dan mendapati Faris berada di ujung gang. Pemuda itu melangkah mendekat.
"Mas Faris dari mana?"
"Kamu masih sakit kenapa jalan sampai sini? Arini ke mana gak anterin kamu?" Faris terlihat mengkhawatirkan Aisyah. Pandangan matanya tak beralih sedikitpun.
"Aku mau ke rumah Mbak Della, ngambil buku. Arini baru pulang, kasihan dia masih capek. Ais bisa jalan pelan-pelan."
"Gak bisa, Ais, bahaya. Kalau kamu jatuh, nanti lukamu tambah parah."
Gibran yang ada di hadapan mereka merasa jengah mendengar interaksi keduanya, seperti menyaksikan sinetron. di mana dua sejoli sedang adegan saling mengkhawatirkan. Dan itu memuakkan baginya.
Faris baru menyadari jika ada makhluk lain selain ia dan Aisyah. Pemuda itu melirik Gibran dengan raut wajah bertanya-tanya. Baru sekali ini melihat Gibran berada di daerahnya.
"Dia Mas Gibran," kata Aisyah memberitahu Faris. Ia tahu Faris pasti bingung dengan keberadaan Gibran.
"Kamu kenal?" Faris terkejut.
"Sebenernya gak mau kenal. Tapi Allah yang mengenalkan."
"Maksud kamu?" Faris tidak mengerti dengan jawaban Aisyah.
"Di sini yang di sebut Allah, Allah, terus, ya. Bulsiet!" sela Gibran kesal.
Kini Faris lebih terkejut lagi ucapan Gibran. Bagaimana pemuda itu berkata seperti tadi. Faris kebingungan dengan dahi mengerut penuh.
"Mas Faris gak udah heran sama ucapan Mas Gibran, dia memang begitu."
"Bagaimana kamu ...."
"Dia yang nabrak aku. Jadi, kita gak sengaja bertemu dan bisa kenal."
"Terus ngapain kalian di sini?"
"Lo kayak wartawan aja, nanya mulu," Gibran tak bisa menyembunyikan kekesalannya.
"Santai dong, Mas," kata Faris.
"Lo kira kita di pantai harus santai! Lagian gue bukan kakak lo, jangan panggil Mas!"
"Udah, gak usah diladenin, Mas. Dia memang angkuh orangnya," lerai Aisyah.
"Lo bedua cocok deh kalau jadi pasangan, satu bawel, songong dan sok suci. Yang satu lebai!" setelah mencibir mereka, Gibran beranjak meninggalkan Aisyah dan Faris, ia memilih kembali untuk menemui Abi Muhsin.
"Astagfirullah ... kok ada orang kayak gitu?" kata Faris keheranan. Ia terus memperhatikan punggung Gibran yang berjalan menjauh.
"Entah Mas ... Ais baru ini ketemu orang kayak Mas Gibran."
.
"Sudah selesai sholatnya, Nak Gibran?" sambut Abi Muhsin.
Gibran menunduk, bingung ingin menjawab jujur atau berbohong.
"Saya tau Nak Gibran belum ngelakuin sholat. Apa yang membuat Nak Gibran berat mendatangi Allah?"
"Sa-saya ... sebenarnya saya gak hapal bacaan sholat," jawabnya canggung beserta malu.
Abi Muhsin tersenyum tipis, bahkan nyaris hampir tak terlihat. Ia menghargai kejujuran Gibran.
Namun, suara tawa dari ruang lain membuat Gibran tahu jika ada orang lain yang sedang menertawakannya.
"Apakah selama ini Nak Gibran gak pernah melaksanakan kewajiban lima waktu?"
"Tidak, Pak Kiai. Saya juga lupa, kapan terakhir kali melakukan sholat."
"Astagfirullah hal'adzim."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Sumi Sumi
lanjut
2022-08-10
0
🍒KURNI CACAH 🍒
mulut mu enteng bgt gib klok ngucap. 🤣🤣
2021-10-11
2
Ferta Tonah
lanjut tor, seru... jangan lama up anak Mei
2021-09-24
0