"Ais berangkat sekarang ya, Abi, Umi." Aisyah berdiri disamping Abi Muhsin untuk mencium punggung tangan. Bergeser tempat berganti mencium tangan Umi Siti.
"Hati-hati ya Nak. Jangan lupa bekalnya dibawa." Umi Siti mengelus lengan Aisyah.
"Iya Umi, sudah Ais siapin. Makasih ya, Umi." ucap Aisyah. Perempuan muda yang bertutur kata lembut, pandai menjaga kesabaran.
"Kak, tunggu sebentar ya buku Arin ada yang ketinggalan." Arini berjalan cepat memasuki kamar. Hari ini Aisyah akan mengantarkan Arini kesekolah. Bila hari biasa Arini berangkat bersama temannya, entah tadi pagi Arini meminta untuk berangkat bareng dengan Aisyah.
"Kakak tunggu didepan." Aisyah berjalan keluar, mengambil sepatu putih tersimpan rapi dirak sepatu untuk ia kenakan. Kotak bekal ia taruh disamping tempatnya duduk.
Setelah selesai memakai sepatu, ia berjalan menuju garasi, berada disamping rumah bagian depan. Disamping motor matic ada mobil sedan milik Abi Muhsin. Meskipun ada mobil, ia tak pandai menyetir. Hanya roda dua yang ia gunakan untuk menempuh jarak kemanapun ia pergi.
Arini sudah keluar dan memakai sepatu. Berjalan mendekati kakaknya, meminta helm yang akan ia pakai untuk melindungi bagian kepala.
Mesin motor sudah dinyalakan, Arini membonceng dibelakang.
Ini alasan Aisyah menolak ajakan Faris, ia sudah berjanji akan berangkat bareng dengan adiknya. Gedung sekolah Arini memang terletak dijalan Kemuning, untuk itu Aisyah tidak berbohong jika mengatakan alasan seperti tadi.
Jalan Kemuning memang lumayan jauh dari rumah sakit tempat tujuan Aisyah, kurang lebih setengah jam baru sampai, setelah itu Aisyah harus putar balik arah.
Setelah sampai, Arini melepas helm dan memberikan kepada kakaknya. "Kakak makasih ya, sudah anter Arini." adik kesayangannya itu memberikan senyum. Aisyah membalas senyum.
"Iya sama-sama, dek. Udah masuk gih, ntar telat. Kakak langsung berangkat yah, belajar yang bener, biar bisa jadi dokter seperti cita-cita kamu." Aisyah memberi pesan, tangan kanan ia sodorkan didepan adiknya untuk bersalaman.
"Iya kakak, Arini janji akan rajin belajar. Jika sudah menjadi dokter, Arini akan menolong orang-orang yang membutuhkan pertolongan." ada siratan kesedihan dimana Arini, menatap lekat-lekat manik mata sang kakak.
Aisyah hanya tersenyum, setelah Arini mencium tangannya ia akan segera berangkat. "Assalamuaikum," Aisyah mengucap salam.
"Walaikumsalam." Arini terpaku menatap punggung Aisyah yang sudah menjauh, ia sangat menyayangi kakak satu-satunya itu. Ada perasaan sedih saat melihat sang kakak yang tidak bisa melanjutkan pendidikan, Aisyah sendiri mempunyai cita-cita ingin menjadi dokter tapi karna sesuatu hal ia terkendala. Kini Arini yang ingin mewujudkan cita-cita sang kakak. Semua ia lakukan karna rasa sayang dengan saudara.
Sepeda motor yang dikendarai Aisyah terjebak macet, beberapa kali mengangkat tangan kiri untuk melihat jam dipergelangan tangan. 10menit motor belum bisa melaju bebas, sudah pasti ia akan telat sampai dirumah sakit.
Melewati kemacetan panjang akhirnya roda itu bisa memutar kembali. Ia harus menambah kecepatan supaya cepat sampai.
Bangunan rumah sakit yang tinggi sudah terlihat, ia tinggal menghidupkan lampu sein sebelah kanan dan akan menyebrang. Tapi dari belakang, sebuah mobil sport menyenggol body motor bagian belakang hingga membuatnya terjatuh. Beruntung tidak melaju dengan kecepatan tinggi.
Pengemudi mobil menghentikan mobil dan terlihat keluar. Seorang pemuda mendekati tubuh Aisyah yang duduk diatas jalan beraspal, kaki kanan masih tertimpa body motor, ia meringis kesakitan. Pemuda tadi segera menolong dengan memindah motor, kembali mendekati Aisyah dan ingin memapah, sebelum itu terjadi Aisyah sudah lebih dulu mencegah. Memang dari kecil hingga dewasa tidak ada lawan jenis yang bersentuhan dengannya kecuali Abi Muhsin. Ia selalu menjaga kesucian tubuh dengan air wudhu.
Pemuda itu belum bersuara, ia merasa bingung dengan sikap gadis dihadapannya, sudah cedera tapi menolak untuk ditolong. Mengerutkan dahi, menatap aneh.
Sedikit kesusahan Aisyah bangkit dan menyeret sebelah kaki, ia harus menyingkir karna berada ditengah-tengah jalan.
Duduk dipinggir jalan, tangan kanan memegangi kaki yang tertutup rok bergaris. Aisyah bisa merasakan kaki sebelah yang nyeri, ia tau mungkin sudah bengkak dan membiru.
Tak menyadari pinggiran telapak tangan juga mengeluarkan darah.
Pemuda yang baru sadar dari lamunannya segera bangkit, menghampiri gadis yang ia tabrak tadi.
"Bagaimana keadaanmu?" berbasa-basi bertanya, padahal ia tau keadaan gadis didepannya.
"Tanganmu berdarah!" pemuda itu tanpa canggung memegang tangan Aisyah.
"Maaf mas, kita bukan muhrim jangan sentuh tangan saya." Aisyah menarik tangannya. Darah menetes mengenai rok bergaris yang ia kenakan.
"Heh, Lo bego' apa tolol? gue mau bantuin Lo tapi nggak boleh pegang!" pemuda yang tadi bertanya baik-baik kini menjadi marah.
"Astagfirullahaladzim," Aisyah beristigfar lirih. Baru ini bertemu orang yang berbicara kasar seperti itu. Menghembuskan nafas, menahan amarah.
"Mas tidak perlu pegang saya dan nggak perlu bantu saya," Aisyah berbicara sedikit ketus, berusaha bangkit sendiri.
Pemuda itu berkacak pinggang, dari mulutnya masih mengeluarkan kata-kata yang tidak enak didengar.
Motor Astrea tua berhenti dibelakang mobil sport, lelaki berseragam satpam menghampiri mereka.
"Ya Allah, teh Ais kenapa?" pak Baron satpam rumah sakit tentu hapal dengan Aisyah. Ia melihat tangan Aisyah yang berdarah berganti melihat pemuda yang berkacak pinggang dan terlihat acuh.
"Nggak pa-pa pak, tadi terjatuh." jawab Aisyah.
"Itu tangannya sampai berdarah gitu, aduh... ngeri ah." pak Baron bergidik ngeri.
"Heh, apa jatuhnya teh Ais ada hubungannya dengan kamu?" Pak Baron menatap sinis.
"Iya. Gua nggak sengaja nabrak dia." pemuda itu tak kalah sinis.
"Yeh... malah nyolot begitu. Wah, perlu dilaporin polisi ini." pak Baron menggertak, ia mengambil ponsel ingin menghubungi pihak kepolisian.
"Eh, jangan macem-macem! berani lapor polisi gua bunuh Lo!" pemuda itu menatap tajam. Pak Baron yang tadi sangar kini menciut, ancaman itu terdengar nyata.
"Astagfirullahaladzim," lagi-lagi Aisyah beristigfar. Ia sendiri juga takut dengan pemuda didepannya. Pemuda itu berpenampilan rapi tapi sangat kasar saat berkata.
"Ya kalau udah nabrak orang sampai begitu ya harus tanggung jawab dong." kata pak Baron menutupi katakutannya.
"Gua udah mau nolong dia, tapi dianya aja yang aneh! udah tau nggak bisa jalan nggak mau dipegang. Bego' emang." pemuda itu tak mau menatap Aisyah, kini kedua tangannya dimasukan kedalam saku celana. Terlihat angkuh.
"Itu wajar, tidak ada laki-laki yang bersentuhan dengan teh Ais." setiap orang yang kenal dengan Aisyah maka ia akan paham dengan kebiasaan yang dilakukan gadis itu.
"Heleh sok suci banget, kalau udah rasain punya lelaki pasti ketagihan." pemuda itu merendahkan, memiringkan sebelah bibir.
"Tolong mas kalau berbicara itu dijaga, tidak semua orang seperti mas. Saya merasa risih dengan kata-kata anda." Aisyah bersuara tanpa melihat kearah pemuda itu. Kesabarannya pagi ini diuji oleh pemuda dihadapannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Sumi Sumi
aku mampir lgi d certa ini
2022-08-10
0
Bunda'e Azzahra
baru baca gibran dan ais soalnya namatin baca ken dan kei dulu 😁😁
2021-10-13
0
Alista
mantaps ne ais teges tp jangan trus lembek nanti
2021-08-22
0