Balap Liar

"Kalau gitu kita mulai untuk belajar menghapal bacaan sholat dulu, ya. Biar Nak Gibran bisa mengerjakan sholat lima waktu."

"Apa gue bisa ngelakuin itu?" tanya Gibran pada dirinya sendiri.

"Yakin, kamu pasti bisa. Bukankah Nak Gibran akan menjadi ahli waris perusahan besar? Memimpinlah pada jalan Allah, karna setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban."

"Saya rasa sulit untuk memulai semuanya, Pak Kiai."

"Tidak akan sulit jika niatmu besar. Dan, tidak perlu dipaksa, kita belajar dengan pelan saja."

Gibran menimbang. Lanjut atau menyerah. "Baiklah, saya akan mencoba."

.

"Bagaimana, Fan? Apa Gibran benar pergi ke rumah Aisyah?" tanya Haidar lewat sambungan telpon.

"Benar, Tuan. Tuan Muda sedang berada di ruang tamu bersama ayahnya Aisyah. Tapi ...."

"Tapi apa, Fan?"

"Tadi ayahnya Aisyah menyuruh Tuan Muda untuk sholat, tapi Tuan Muda malah duduk saja di depan Masjid." lapor Affan.

Terdengar embusan napas dari seberang telpon, lalu kekehan kecil. "Tidak apa, Fan. Harus sabar dan pelan. Seperti ini sudah ada kemajuan. Mudah-mudahan Gibran bisa berubah."

"Baik Tuan."

"Kamu awasi terus. Tidak perlu kembali ke kantor. Iwan yang akan mengantarku pulang."

"Baik Tuan."

Sambungan telpon terputus, Haidar termenung di ruang kantornya. Bibir tuanya menyunggingkan senyum, berharap inilah awal Gibran bisa merubah sifat buruknya.

.

"Gib, lu dari mana aja, time segini baru nongol. Dari tadi anak buah Max nelpon nanyain baliar untuk nanti malam."

"Gue dari rumahnya cewek sok suci. Ngeselin! Sh it!" umpat Gibran bersamaan membanting tubuhnya ke atas sofa. Raut wajahnya bertekuk-tekuk, menandakan dalam fase buruk.

"Sok suci siapa? Gebetan baru lu namanya Suci?" tanya Arta yang mengira Gibran punya kekasih baru dan bernama Suci. Ia tak heran setiap kali mengetahui Gibran punya kekasih. Hidup sahabatnya itu penuh perlakuan buruk. Berganti-ganti pasangan setiap malam.

Gibran mendelik garang. "Bodoh! lu tau ndiri gue agak akan pacaran lagi. Males! Cukup nikmati, lalu tinggal gitu aja."

"Lu gak mau pacaran karna galon 'gagal move on', kan sama si Asmeraldah." Arta terbahak menyebut nama samaran untuk mantan kekasih Gibran.

"Suek! Mulut lu, Ta!" sentak Gibran.

Arta tidak memperdulikan. Pria yang satu tahun lebih tua dari Gibran itu masih menyisakan tawa kecil.

"Hari ini gue ke rumah perempuan sok alim, perempuan yang kemarin gue tabrak. Ternyata, bokap gue sama bokap dia (Aisyah maksudnya) berteman. Dan ... lu tau?"

"Kagak!" jawab Arta.

"Anji**!"

"Iblis lu! Lu nanya gue, ya gue jawablah." sahut Arta.

"Dengerin gue!" sela Gibran, "Bokap gue nyuruh gue belajar ngaji sama Pak Kiai, ayahnya Aisyah yang sok suci itu."

"Bhuahaha .... lu kibul?"

Gibran menanggapi dengan lirikan. Tangan kanan terkepal ingin meninju Arta yang merespon dengan ejekan.

"Seriusan? Keturunan Nabi Adam yang paling durjana di abad masa kejayaan Pak Presiden Joko Widodo. Yang mungkin menjadi pengikut Dajjal paling setia kayak lu mau belajar ngaji? Gue malah ngeri, Gib. Takut besok pagi dunia udah ancur."

"Sialan punya temen kayak lu, Ta. Ada orang mood buruk malah ditambah bikin ancur." Gibran menyandarkan kepala di sandaran sofa. Memandangi langit-langit ruangan yang hampir dipenuhi jaring laba-laba. Belum ada gipsum yang terpasang.

"Sorry-sorry ...," pria bertubuh berisi itu menghentikan kekehannya, "emang angin apa bikin lu nurut sama bokap? Biasanya lu gak pernah peduli." Arta bertanya penasaran.

"Huh ... entah gue juga bingung kesambet setan apaan sampek gue peduli sama bokap."

.

Pukul 23.00 sebagian orang terlelap dalam buaian mimpi. Tapi tidak dengan Gibran Aleidro Haidar, Artaga Marko juga Kevindra Yazid. Ketiga pemuda itu berada di kawasan Bambu Indah menyusuri Jalan Sukmawati dan akan menemui gerombolan Max--musuh bebuyutan Gibran.

"Jagoan kita bakal menang kayak hari-hari biasanya," seru Kevin.

"Iyes, dong. Gibran gitu ...." Bangga Arta, mengungulkan seorang pemuda yang selalu menang setiap mengikuti tantangan balap liar.

Gibran terdiam, malas menanggapi kedua temannya. Ada yang menganggu pikirannya, tentang permintaan Haidar yang menuturkan agar ia tak lagi membuat ulah--menghentikan tindakan urakan yang selama ini sering dilakukan. Ia terbebani dengan itu, membuatnya tak semangat seperti biasanya.

Jarak 20 meter netra Gibran sudah dapat melihat gerombolan Max dan anak buahnya. Mobil Sport Ferrari LaFerrari Aperta putih berhenti dibarisan mobil sport lainnya. Kebanyakan dari mereka memang anak orang berada, hingga koleksi mobil mahal bisa berkumpul seperti sebuah pameran.

Gibran dan yang lain turun, mendekati Max yang sudah menyambut kedatangannya dengan tatapan sinis juga senyum mengejek.

"Gue kira lu gak dateng. Besok mau kasih hadiah rok buat lu," sambut Max.

"Ngebacot!" balas Gibran, "mulai aja," imbuhnya malas basa-basi.

"Oke, siapa takut."

"Wei ... perjanjiannya apa dulu, nih?" sela Arta.

"Kalau lu menang, gue gratisin lu ngeclub di tempat hiburan bokap gue selama satu bulan full."

"Itu doang?" cibir Gibran, "lu tau selera gua kek mana, kan? Sanggup nyariin banyak perawan buat gue?" tantang Gibran.

"Lu emang maniak sejati. Gak takut kena penyakit."

"Itu urusan gue. Gue gak bodoh, tau buat keamanan diri gue."

"Oke. Fix."

"Deal."

"Deal."

Gibran maupun Max memasuki mobil sport masing-masing. Riuh sorak sorai dari gerombolan mereka turut memeriahkan suasana malam itu. Mereka saling mendukung jagoan masing-masing.

Andriani, perempuan berpakaian serba hitam ketat dari gerombolan Max sudah bersiap di depan mobil Max dan Gibran. Di tangannya memegang bendera yang akan menjadi tanda start. Mereka menghitung waktu.

"Satu ... dua ... ti-ga ...!" Bendera telah di ayunkan, mobil Max maupun Gibran telah menyusuri jalan beraspal yang lengang.

Keduanya saling fokus untuk adu kecepatan.

.

"Tuan, malam ini Tuan Muda mengikuti balap liar lagi di jalan Sukmawati," lapor Affan.

"Benar-benar ... anak itu!" Haidar tidak melanjutkan berangnya. Ia menahan sesuatu ledakan amarah hingga giginya saling gemeletuk.

"Awasi terus, Fan. Cegah jika dia akan berulah."

"Baik Tuan."

Terhitung sudah 3 kali Haidar keluar masuk kantor polisi untuk mengurus kasus balap liar yang di lakukan putranya. Tak mengira Gibran tidak jera dan masih mengulanginya lagi.

.

Mobil Max dan Gibran saling beriringan, jarak mereka hanya sekitar 3 meter. Sangat tipis memang. Kini mobil Max memimpin di depan. Gibran bergemuruh untuk menyalip mobil Max.

Kecepatan yang disetel tidak main-main, hampir mencapai kecepatan full.

Tinggal 2 kilo jarak yang harus ditempuh, keduanya bersaing sengit untuk menyiasati menambah kecepatan jarak tempuh mobil.

Akhirnya Gibran memberanikan diri menginjak gas dengan penuh. Selama ini ia tak terkalahkan, juga tidak untuk hari ini. Hanya tinggal beberapa meter lagi mencapai garis finis. Dan ....

Terpopuler

Comments

Sumi Sumi

Sumi Sumi

dan nabraak orang

2022-08-10

0

🍒KURNI CACAH 🍒

🍒KURNI CACAH 🍒

dan apa yg terjadi sama Gibran

2021-10-14

0

Yusna Zahra

Yusna Zahra

aku hadir akak mey....
💪💪💪💪

2021-09-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!