Jangan sampai menyesal

Dentuman musik keras yang memekakkan telinga dengan banyaknya manusia-manusia pencari kesenangan dimalam hari. Badan yang diliukan kesana kemari, pria dan wanita saling berpelukan.

Disudut meja dekat bartender seorang pemuda sedang menyesap segelas wine.

Malam ini wajahnya terlihat menahan kesal dan kemarahan. Ia pun tidak ramah seperti biasanya.

"Gib, lu napa? kusut amat muka Lo?" tanya bartender yang memang sudah akrab dengan pemuda bernama Gibran.

"Apa sih, gua biasa aja." jawabnya singkat, tak ada semangat untuk berbincang-bincang.

Bartender itu terlihat sibuk melayani antrian lainnya.

"Tambah lagi," pinta Gibran. Dalam satu gelas wiski sudah tandas.

Bartender itu hanya menggelengkan kepala, ia sudah hapal dengan Gibran yang tidak akan puas dengan menenggak satu gelas saja.

"Gib, lu nggak pesen kamar? ada barang bagus nih, baru keluar dari sarang pasti masih segel." bartender mengerling kearah Gibran.

Biasanya pemuda itu langsung sumringah, tapi malam ini tampak biasa saja. "Gue nggak minat," lagi-lagi Gibran menjawab dengan singkat dan acuh.

"Eh, tumben?!!" tentu saja terkejut, malam ini si pangeran kegelapan itu terlihat sangat berbeda. Biasanya setiap ada wanita baru di tempat itu, dialah orang pertama yang mencicipi. Bahkan Gibran paling anti memakai wanita habis pakai.

"Lu nggak tau, kartu doraemon gua sedang sekarat gara-gara bokap gua yang rese' itu bekuin uang gua. Bang sat emang!" sungutnya dengan lirikan mencibir kesal.

Bukannya takut, justru bartender itu tertawa keras, saat melayani pengunjung lain masih saja tergelak.

"Gibran, Gibran ... suer, ngakak gua. Bisa-bisanya seorang Gibran Aleidro Haidar kehabisan duit... ck ck ck ..." bartender itu mengejek sesuka hati.

Gibran hanya memiringkan sudut bibirnya, tak ingin meladeni, matanya beralih mengelilingi ruangan yang diisi dengan manusia-manusia dengan berbagai aktivitas.

Dentuman musik yang enak didengar membuatnya refleks mengangguk-anggukan kepala.

"Pasti ada masalah lagi sama Bokap lu, iya kan?" tebak Ryo. Ternyata bartender yang bermulut berisik itu bernama Ryomas, dipanggil dengan nama Ryo. Karna pengunjung lain memanggilnya dengan nama itu.

"Kapan gua nggak ada masalah sama Bokap gua yang udah tua itu?!" sentaknya. Kali ini Gibran terlihat marah. Ia terusik dengan pertanyaan Ryo yang membuatnya kesal.

Ryo menggelengkan kepala, "Gib .. Gib, justru karna Bokap lu udah tua harusnya lu sayangi, lu baik-baikin. Coba lu mikir dan bayangin, kalau sewaktu-waktu Bokap lu nggak ada jangan sampai lu nyesel." meski sibuk melayani pelanggan, Ryo tetap antusias berbicara pada Gibran.

Hampir setiap malam, pemuda bernama Gibran Aleidro Haidar berkunjung hingga keduanya dekat seperti teman. Umur Ryo pun tidak jauh berbeda dengan Gibran.

Sambil menyesapi minuman, Gibran terdiam mendengar ceramah singkat dari Ryo yang berhasil membuatnya terpaku.

'Kalau bokap lu nggak ada, jangan sampai lu nyesel.'

'Kalau bokap lu nggak ada, jangan sampai lu nyesel.'

Si al, kalimat itu mampu mengusik pemikiran Gibran. Membuatnya malas untuk melanjutkan kesenangan seperti biasanya.

Malam ini rekor pertama hanya meminum 2botol wiski.

"Gua cabut," ia meletakkan beberapa lembaran kertas merah keatas meja dan menyorongkan didepan Ryo.

"Eh, lu beneran kere malam ini?!! nggak biasanya lu cuma minum dua gelas gini?"

"Paling nggak tuh dua botol baru bikin lu enjoy," kata Ryo dengan mengejek.

"Diem nggak usah banyak bacot! malam ini gua lagi nggak selera. Besok malam aja gua happy happy." jawab Gibran.

Kakinya telah keluar dari tempat itu, kini sedang menuju mobil sport berwarna putih. Mobil kesayangan hadiah waktu pertama kali ia bisa mengemudikan mobil.

Di jalanan kota Malang yang kian lenggang karna menjelang pukul satu dini hari membuatnya bebas untuk menyetir dengan pikiran kalut.

'Kalau sampai bokap lu nggak ada, jangan sampai lu nyesel.'

Breng sek!! kalimat itu tidak mau pergi, bahkan semakin terngiang bagai lagu yang tidak enak didengar.

"Ngapain gua mikirin omongan Ryo si al an itu!" beberapa kali Gibran menghembuskan napas kasar. Mengumpat dengan makian yang tidak enak didengar.

Mobil Gibran telah berhenti di depan rumah sederhana, jauh dari kata mewah seperti rumahnya. Namun di rumah itu ia selalu nyaman dan tenang.

Dialah orang satu-satunya yang paling dekat dengan Gibran. Sahabat yang masih mau mendekap meski Gibran berkata kasar atau berbuat kesalahan.

"Ta..." (brak-brak)

"Ta..." Gibran menggedor pintu rumah sahabatnya dengan tidak sabaran.

Beruntung rumah itu terletak di ujung gang dan jauh dari rumah lainnya.

"Ta... budek amat Lo!!! Ta...!" lebih mengeraskan suaranya hingga membuat si empu nya rumah terbangun secara paksa.

"Bang kek lu Gib!! malam-malam gedor pintu rumah gue kayak perampok aja, lu nggak takut digerebek warga karna ganggu tidur mereka." kesal Arta.

"Mereka nggak akan denger. Rumah lu dideket hutan gini." Gibran menjawab santai dan tanpa dosa melenggang masuk melewati temannya yang sedang mengomel kesal.

"Lu tu udah kayak setan, sukanya datang tengah malam kadang menjelang pagi lu baru muncul." sungutnya.

"Apa sih, lebay lu." sudah mendudukan diri di sofa yang ada diruang tamu.

"Untung Nyokap Bokap gua tinggal di Jogja, kalau tinggal sama gua lu nggak akan bebas." Arta menyusul duduk di sofa.

"Ganggu tidur gua,"

"Mood gua lagi ancur, lu jangan tambahin ancur bisa-bisa bangunan rumah lu juga ikut ancur." mendengar ancaman Gibran membuat Arta terdiam. Ia sangat hapal dengan sahabat satu-satunya yang keras kepala, dingin, angkuh. Semua sifat-sifat begitu dia borong.

"Napa lagi?!" tanya Arta sedikit tidak menangapi. Ia sampai jengah tiap kali Gibran curhat masalah hubungan buruk dengan bokapnya.

"Entahlah," Gibran mengangkat bahu.

"Ye... ni anak emang nggak jelas." Arta yang geram ingin sekali menendang Gibran keluar atau menyembunyikannya di ruang tertutup agar tidak mengganggu.

"Tunggu bentar, gua bikin kopi." Arta berdiri untuk menuju ke dapur.

"Nggak usah, gua abis minum, lu ambilin air putih aja." tolak Gibran.

"Eh... malaikat kematian! siapa juga yang mau bikinin elu! kagak sudi... gua buat kopi mau gua minum biar nggak ngantuk. Kalau lu mau minum ambil ndiri! gua bukan pembokat lu." setelah menyelesaikan kalimatnya, Arta sudah berlalu masuk kedalam dapur.

Mengusir bosan tangan Gibran mengambil ponsel hanya sekedar mengecek pesan atau bermain game. Tapi lagi-lagi kalimat dari Ryo mampu mengacaukan pemikirannya. Ingin sekali ia membanting ponselnya yang baru beberapa jam dibeli. Ponsel lama telah rusak di injak oleh papanya sendiri.

Barang apapun yang diinginkan selalu didapat. Hanya menyuruh pelayan dan pengawal semua akan siap tersedia.

Hanya satu yang ia keluhkan, yaitu waktu bersama ayahnya yang tidak setiap saat bisa mengobrol bersama.

Terpopuler

Comments

Sumi Sumi

Sumi Sumi

gibran semoga cepat sadar ya

2022-08-10

0

Alista

Alista

curhat curhat sama mamah dedeh atuh gib🤪🤪🤪

2021-08-22

0

R⃟ Ratu𝓦⃟֯ ❀🌷🌷🐊

R⃟ Ratu𝓦⃟֯ ❀🌷🌷🐊

lanjut

2021-05-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!