Empat hari sebelumnya...
Kharis gundah gulana gelisah galau merana lengkap 4GM. Di meja makan, di ruang keluarga, saat berpapasan, Revy tidak mau melihat kepadanya, acuh dan mendiamkan tidak membalas sapaan atau pertanyaannya. Hatinya nyeri dengan keadaan itu.
Akhirnya malam itu setelah menunggu Revy yang pulang larut, Kharis masuk ke kamar Revy yang terletak di lantai atas rumah mereka.
"Kak Revy, aku pengen kita bicara, jangan mendiamkan aku terus..."
Kharis berucap lirih dengan hati yang pedih.
"Untuk apa, sudah jelas kan maksud aku... jangan berlagak bodoh!"
Suara Revy langsung naik setengah oktaf.
"Itu nggak adil buat aku, kak..."
"Nggak adil juga buat aku, biar adil kita sama-sama tidak berhubungan dengan orang itu... selesai kan??"
"Kak... kak Revy putus dengan kak Sendra nggak ada hubungannya dengan aku sekarang..."
"Ada... itu orang yang sama, dan aku benci dia ngerti??"
"Kak Lewi nggak tahu kak Sendra pacarnya kak Revy waktu itu..."
"Bulshit... kamu percaya begitu saja?? Aku tegaskan ya... aku tidak akan pernah setuju hubungan kalian."
"Jangan seperti itu, kak... aku mohon..."
"Pilih Ndut... aku kakakmu... atau dia!"
Revy mendorong Kharis keluar kamar dan menutup pintu dengan gusar. Final decision, tak ada kompromi jika menyangkut Lewi orang yang telah melukai harga dirinya sebagai lelaki.
*****
Kharis mengeluarkan satu demi satu benda-benda pemberian Lewi dari paper bag. Airmata membanjiri mukanya karena Lewi ternyata memperhatikan apa yang menjadi favoritnya. Bagaimana Lewi tahu, belum pernah dia memberitahu kesukaannya mengoleksi benda berkarakter itu.
Dan dia semakin terisak ketika membuka kotak berisi jam tangan digital berlayar hitam persegi dengan tali putih. Sesuatu yang diinginkan tetapi sangat mahal untuk ukuran seorang Kharis. Dia ingat pernah melihat sepintas promosi jam itu di hpnya. Mama mungkin bisa membelikan, tetapi Kharis selalu realistis tentang harga, tidak konsumtif. Bukan masalah bisa atau tidak mewujudkannya, tetapi Kharis tersentuh dengan fakta Lewi memperhatikan dan bisa menangkap keinginannya yang terlalu samar saat itu.
Lewi memang sangat manis, selalu menunjukkan perhatian dan kasih sayang, dalam rentang waktu yang belum lama Kharis sudah merasakan limpahan kasih sayang itu. Dia tidak ingin mengakhiri semua itu...
Tapi... dia tidak bisa mengabaikan kakaknya. Tak usah ditanya bagaimana hubungan mereka, terlebih setelah kakak tertua mereka berdua, Biondy Zefanya pergi menghadap Pemilik Kehidupan, perasaan kehilangan membuat hubungan kakak dan adik itu menjadi erat saling menyayangi, saling peduli satu sama lain. Rasa kehilangan masih membekas meski sudah sekian tahun berlalu, dan Revy seperti mengisyaratkan itu saat menyodorkan pilihan pada Kharis... dirinya atau Lewi.
"Mengapa kak Revy tidak mengerti perasaan aku... aku tidak bisa memilih kak... aku sayang kak Revy, aku cinta kak Lewi..."
"Aku juga marah pada kak Lewi, tapi itu masa lalunya... kak Sendra juga sudah menjadi masa lalu kak Revy..."
Kali kesekian Kharis menangis lagi. Tangisan tanpa suara di tempat tidurnya. Berbaring miring di sisi kiri tubuhnya, tangan kirinya memeluk boneka dari Lewi, tangan kanan mengusap beberapa benda pemberian kekasihnya yang masih berserakan di tempat tidur di dekat wajahnya...
"Kakak... aku kangen... kakak tahu kan aku cinta kakak...?"
Malam semakin larut. Gedoran di pintu berkali-kali dari tante Mince bahkan mama menyuruh dia makan tak dihiraukannya. Selama beberapa jam dia hanya berbaring menatap dan mengusap benda-benda yang saat ini bernilai sama dengan kehadiran Lewi di sisinya. Kharis tertidur dengar air mata yang mengering di seluruh wajah.
Di rumah sebelah seseorang juga sangat merindukan kekasihnya, berulang-ulang membuka galeri menatap foto-foto kebersamaan mereka berdua, ada banyak juga foto gadisnya yang diambilnya secara diam-diam. Kadang dia tersenyum, di saat lain dia menyapu sudut matanya yang berair. Belum pernah dia seperti ini...
*****
Pagi datang lagi... cahaya lembut mentari merangsek masuk saat jendela kamar di buka. Wenny sedang membersihkan kamar, mengganti seprei, menyapu dan mengepel. Kharis terlalu lemah untuk melakukannya sendiri, beberapa hari kurang makan dan kurang bergerak membuat tubuh lemah. Dia baru selesai mandi dan sementara mengeringkan rambutnya.
Begitulah Kharis, seperti ada alarm dalam tubuhnya yang akan berbunyi di waktu tertentu mengingatkan untuk kembali bangkit, tidak selalu sama kadang berminggu-minggu lesu galau menangis, kadang hanya beberapa hari. Tanda dia sudah bisa menghadapi masalahnya ketika jendela kamarnya dibuka.
Selesai dengan rambutnya dia ke ruang makan, Perutnya sudah minta diisi. Ia menyapa mama dan papanya kemudian duduk siap untuk makan. Revy tidak terlihat.
"Mau berangkat bersama sekarang ke SF atau nanti sore?" Mama bertanya, mereka sudah siap dengan pakaian rapi untuk kegiatan tiap hari minggu.
"Sore aja ma, aku ikut Youth aja."
"Makan jangan terlalu banyak dulu, bubur aja... nggak baik untuk lambung kalau kamu makan nasi goreng sekarang. Mama sudah sering ingatkan kamu darling... ubah kebiasaan jelek kamu makan nggak teratur berhari-hari. Lama-lama bisa sakit maag kamu, atau asam lambung, berbahaya itu jangan anggap remeh..."
"Iya ma... Ma, aku ijin keluar dengan kak Lewi ya? Kali ini agak lama... Mungkin sesudah acara Youth baru aku pulang..."
Mama Melissa menatap anaknya, ingin mencari tahu sesuatu. Kharis tersenyum dengan tatapan yang penuh selidik mama sekaligus penuh aura kewaspadaan seorang ibu.
"Nggak usah kuatir mama... percaya dong sama anaknya... boleh ya ma?"
"Kemaren menolak bertemu, sekarang minta ijin pergi seharian. Hati-hati, hargai kepercayaan yang mama kasih..."
"Iya ma... Makasih ya, mama the best-lah buat aku."
Selesai sarapan, Kharis ke kamar memilih pakaian yang sedikit girly, celana jeans tiga perempat dengan aksen beberapa sobekan kecil plus blouse model kimono berwarna biru muda. Tas biru navy serta sneakers senada. Mengaplikasikan beberapa perawatan wajah, semprotan parfum lembut, dan terakhir memakai jam tangan pemberian kekasihnya. Mematut diri sebentar dan tersenyum menyemangati dirinya sendiri.
"Pilihanmu sudah benar Kharis..."
Dia berkata lirih untuk bayangan sendiri, kemudian melangkah keluar, tak lupa mengambil sebuah paper bag di atas lemari kaca di sudut kamarnya.
Dengan sedikit gugup Kharis menekan bel di sisi kanan atas kusen pintu bercat putih itu, dua kali... pintu pun terbuka...
Sosok yang dirindukan berdiri bengong memegang pegangan pintu. Menggunakan jersey basket warna kuning terang, berlogo centang di dada kanan dengan angka 24 di bagian tengah kaos. Rambut dan wajah basah dengan keringat demikian juga kaos yang tampak melekat karena basah di tubuh atletis itu, lengkap dengan basket yang masih terjepit di tangan. Tampilan maskulin yang selalu menabuh debaran di dada Kharis. Entah di mana dia bermain, Kharis tidak memperhatikan sebelumnya.
"Hai..."
Kharis bersuara menyapa dengan senyum di antara debaran rindu dan cinta untuk sang pujaan hati...
Surprise untuk Lewi pagi ini, sempat tak percaya. Sungguh gadis yang tak bisa diprediksi, tampil cantik dengan senyum yang sangat manis berdiri menanti respon...
Sadar dengan kenyataan, secepatnya Lewi menarik tangan Kharis membawa untuk duduk di sofa tanpa melepas pandangan. Sejenak dia berdiri terpaku menatap Kharis yang sudah duduk dengan manis plus senyum yang masih merekah.
Dia kemudian melepas bola dari sikutnya dan duduk di meja kayu di depan sofa tepat berhadapan dengan Kharis, sedikit membungkuk mensejajarkan tinggi dengan Kharis, dia meraih kedua tangan kecil Kharis menatap lekat...
"Kangen... kangen banget..."
Ucapan yang lirih hampir berbisik.
"Aku juga..."
Kharis menjawab dengan nada suara yang sama.
Lama bersitatap dengan pandangan mengembun dan keharuan yang membuncah, meresapi rasa yang menyerbu semua indera mereka berdua.
"Kakak mandi gih... kita nge-date."
Kharis senyum menyudahi moment indah mereka. Telinganya menangkap suara langkah kaki. Om Peter datang dari ruang dalam.
"Selamat pagi om Peter..."
Kharis berdiri dan sedikit menjauh berusaha melepaskan kedua tangannya, agak jengah dengan posisi intim mereka yang pasti terekam mata om Peter. Berbeda dengan Lewi yang seolah tidak terganggu dengan kehadiran papinya, tetap menahan kedua tangan Kharis dalam genggamannya. Om Peter tersenyum hangat.
"Pagi Kharis, papa mama kamu sudah berangkat?"
"Belum om, mungkin sebentar lagi. Mau ikut Sunday Fellowship juga om..."
"Iya. Om pergi ya..."
Menoleh ke Lewi...
"An, papi pergi ya..."
"Iya..."
Bersamaan mereka menjawab.
Setelah om Peter tak terlihat...
"Lepas kakak, mandi sana, bau tau..."
Lewi tertawa lepas, hatinya diliputi bahagia sekarang. Semua resah tak tersisa kini. Kharis mendatanginya, sesuatu yang luar biasa, juga tawaran paling indah baru saja ia dengar tadi, kekasihnya mengajak date... Hari yang indah.
"Tunggu sebentar ya... sweetheart..."
Sambil melangkah masuk ke ruang dalam Lewi teriak...
"I love You, Meylia Kharis Angela..."
Cinta memang bisa membuat orang bertindak ekspresif dan sedikit gila... Dia tersenyum melihat ekspresi senang Lewi. Tetapi sekelebat bayangan kakaknya muncul... ada goresan di dada yang secepatnya dia tepis... meyakini pilihannya sudah benar.
.
🌓🌓🌓
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Sri Astuti
apa keputusanmu Kharis?
2023-07-17
0
Putri Minwa
ada apa dengan lawi tuh
2022-11-28
0
diky hermawanrieo
di bikin seneng dulu kayanya bis itu di putusin
2021-10-15
0