Kharis berdiri menunggu di koridor lantai dua di depan ruangan dosen jurusannya sambil bersandar di tembok, tidak ada kursi di sana. Pak Martin sedang memberikan bimbingan skripsi, ada dua mahasiswa, dan sudah agak lama. Kharis ingat Lewi sedang menunggu. Dia mengambil ponsel di tas dan mengirim pesan.
✉ Kak kyknya msh lama. Kk plng aja, Kharis gpp.
📩 Gpp juga nunggu kamu, tenang aja 😀😉
So sweet, ada yang baik hati mau menunggu. Kharis tersenyum, geli sendiri dengan pikiran yang melintas, seperti ini rasanya punya pacar kali ya... dianterin, ditungguin, merasa ada yang menemani. Sayangnya dia milik orang lain. Senyumnya memudar disertai helaan napas.
Tidak lama pintu terbuka, pembimbingan selesai giliran Kharis sekarang. Pak Martin tidak suka basa-basi, jadi hanya beberapa saat Kharis di dalam ruangan menyerahkan tugasnya, setelah mengucapkan terima kasih dia pun keluar.
Parkiran sepi maklum kegiatan kuliah semester ini sudah selesai. Dari jauh dia mengenali mobil Lewi langkah dia arahkan ke sana. Kayaknya ada sedikit debar sekarang di dadanya, sentuhan Lewi sesaat tadi masih tertinggal. Jujur dia suka cara Lewi memperlakukannya tadi, tapi ada resah juga, merasa tidak berhak dan tidak patut.
Baru beberapa langkah sebuah teriakan dari belakang memanggil namanya. Kepala Kharis berputar mencari asal suara. Lucas, setengah berlari datang mendekat.
"Khar, urusan dengan Pak Martin udah?"
"Iya, syukurlah. Thank you ya Luc.. infonya."
"Udah tugas aku, nggak usah terima kasih segala..."
"Aku baru mau WA kamu tadi, eh liat kamu turun tangga. Tugas MK-nya Bu Rosa buat aja, ditungguin minggu ini.
"Serius?" Kharis tak percaya
"Iya, serius, ada 11 mahasiswa yang belum ada nilai tugas termasuk kamu. Banyak... makanya dia kasih kesempatan. Jarang-jarang loh, lagi baik hati dia. Judulnya beda sih, tunggu aku liat di WA."
Lucas mengambil ponselnya. kemudian menggeser-geser layarnya. Kharis yang tidak sabar mendekat dan ikut melongok ke ponsel Lucas. Lama geser-gesernya, kayaknya ada yang grogi berdiri dekat Kharis. Mereka saling memandang sejenak. Lucas segera mengalihkan pandangan, mengeser-geser lagi. Kharis tertawa.
"Hehehe... Mana?"
"Bentar, lagi dicariin..."
Lucas meringis, lupa nama chat siapa yang harus dibukanya.
"Nih, ketemu... ini judulnya..."
Lucas mengangsurkan ponselnya ke tangan Kharis.
Setelah membaca isi chat bu Rosa Kharis berkata...
"Aku teruskan ke nomor aku aja ya Luc..."
Dia mengangkat kepala menatap Lucas meminta persetujuan, setelah mendapat anggukan kepala, Kharis meneruskan chat Bu Rosa, dan mengembalikan hp si ketua kelas.
"Thank you, Luc. Banyak banget kebaikan buat aku kali ini... Pak Martin yang biasanya judes n galak, tadi senyum-senyum aja dia ngeliat aku...."
Kharis tertawa senang.
"Kamu terlalu manis untuk diabaikan..."
Menjawab pelan dalam ambigu Lucas senyum simpul dan menatap Kharis intens.
"Hahaha. basi kali Luc... aku pulang ya, udah ditunggu."
Kharis menunjuk mobil putih di depan mereka.
"Siapa?"
Lucas melihat ke arah mobil yang dimaksud.
"Kak Lewi. Ok ya... see you."
Kharis melambaikan tangan sambil melangkah.
Lewi? Siapa? Pacar? Lucas menatap punggung gadis manis incarannya sejak semester satu itu. Tiga tahun sudah mereka bersama, Kharis, Queen, Delanno dan Lucas sendiri, mereka berempat sering disangka pasangan kekasih oleh teman-teman, Lucas dan Kharis, Delanno dan Queen. Tapi begitulah, semester 6 sudah berakhir tinggal menunggu KHS, berkali-kali Lucas mengungkapkan perasaannya hanya ditanggapi dengan candaan. Lebih enak bersahabat nggak terbebani, itu menurut Kharis.
Kecewa ada tapi mungkin ia menjadi terbiasa dengan frasa sahabat jadi kekecewaan selalu terobati oleh ketulusan Kharis. Dia juga sudah lelah mencoba dan menyambut opsi persahabatan yang ditawarkan Kharis dan merasa nyaman dengan status mereka setidaknya gadis itu tidak menjaga jarak dengannya. Itu cukup sampai sesaat tadi, ketika nama Lewi disebut...
Di dalam mobil...
"Sorry kakak, lama... hehe."
Kharis menangkupkan kedua tangannya di depan dadanya.
"Iya... lama memang."
"Sorry banget... maaf deh..."
"Hahaha..."
Lewi tertawa melihat raut bersalah yang tergambar jelas di wajah Kharis. Dia mengulurkan tangan ke arah pipi kanan gadis itu dan mengusap pelan dengan punggung jari telunjuknya.
Merasakan sentuhan tangan itu lagi, Kharis jadi baper. Semakin ke sini semakin manis saja perlakuan kak Lewinya. Boleh tidak ia memiliki rasa ini, nyaman dan bahagia, hangat dan menggetarkan, meskipun kedua tangan terasa dingin dan debaran terasa di dada.
"Becanda... Aku senang kok bisa melakukan sesuatu buat kamu..." ucap Lewi masih dengan tawanya lalu menjalankan Jazz putihnya itu.
Kharis memperbaiki arah punggungnya bersandar sempurna di jok mobil itu dan menghadap lurus ke depan. Tadi dia bersandar di ujung kiri jok mobil memiringkan tubuhnya menghadap Lewi saat meminta maaf. Perlahan dia menarik napas, menetralkan hati dan wajahnya yang terbawa suasana manis tadi.
Terdiam dalam nalarnya tentang Lewi, potongan-potongan kedekatan Lewi dengan orang-orang yang dia kenal melintas di kepalanya. Bagaimana Lewi memperlakukan Melva, Frelly, siapa lagi yaa, banyak... terakhir ini Peggy, bahkan lebih dari yang Kharis dapatkan tadi. Ya, Lewi tipikal cowok flamboyan mungkin.
Perkataan Pak Max dosen Psikologi Komunikasi di semester 5 kemaren masih terekam di memori: "Jika rasio berada di atas maka emosi akan turun, sebaliknya jika emosi di atas maka rasio di bawah."
"Jadi Kharis... mari bersikap rasional alias jangan baper, jaga hatimu. Jika dia peduli denganmu, memberi perhatian, sedikit afeksi, itu bukanlah sesuatu yang istimewa, bukan berarti bahwa dia juga suka kamu..."
Kharis memantapkan hatinya yang sempat sedikit tergoda untuk berharap lebih.
"Kita cari makan dulu ya..."
"Kakak, boleh langsung pulang aja?"
Kharis tidak ingin memperpanjang lagi kebersamaan dengan Lewi hari ini. Semakin lama bersama semakin banyak yang terjadi. Sebelum ada kontak fisik tadi, dia merasa nyaman saja tapi setelahnya nalurinya berkata dia harus menghindar sekarang. Tidak baik untuknya dan untuk hatinya. Sedikit susah menjaga hati kalau masih berada di atmosfir yang sama.
"Kenapa, kamu nggak lapar, udah jam makan siang ini..."
Lewi beberapa kali memalingkan pandangan dari jalan raya dan menatap Kharis yang gelagapan mencari alasan untuk menolak.
"Mmm... kepalaku sakit."
Akhirnya alasan klasik itu keluar. Kharis melirik dan menemukan tatapan kuatir di wajah Lewi.
"Ok kita pulang aja... masih bisa ditahan kan?"
Lewi berkata penuh perhatian. Tangan kirinya terulur lagi kali ini telapak tangannya ditempelkan di dahi. Aduuuh... yang begini ini yang harus dihindari. Kharis sedikit memundurkan kepalanya mencoba melepaskan tempelan telapak tangan itu.
"Kharis cuma sakit kepala, mungkin cape."
"Tiduran aja..."
"Iya. makasih kakak."
Sepanjang perjalanan pulang tidak ada lagi suara di antara mereka. Kharis merasa lelah, yaa fisiknya dan terutama hatinya. Yang terjadi hari ini sesuatu di luar jangkauannya. Memang sedikitnya tidak memungkiri realita bahwa dia menikmati kebersamaan mereka, beda ketika dia bersama Lucas atau Lanno. Bersama Lewi sepertinya ruang kosong dalam hatinya terisi penuh dengan suara, tawa, candaan, bahkan sikap sayang seorang Lewi. Tapi sisi lain hatinya merasa resah, merasa bodoh karena terbawa sesuatu yang bukan haknya.
Mobil berhenti, Kharis membuka mata dan menegakkan tubuhnya. Dia menoleh disambut senyum yang selalu menawan itu. Kharis membalas senyum itu.
"Istirahat, ya..."
"Makasih banyak untuk hari ini. Kharis merepotkan kakak. God bless ya..."
"My pleasure..."
Keluar dari pintu mobil Kharis tersenyum lagi dan melangkah masuk ke rumahnya. Entah bagaimana dia harus bersikap pada Lewi setelah hari ini...
☁️☁️☁️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Miah Restiana
iya konci mobil hilang.. mmh papah yg bw...
2021-11-01
2
Mbah Edhok
masih terus menyimak thor ... pertarungan hati kharis ...
2021-09-24
1
Ambat Heldy
good.
2021-09-22
1