Di meja makan, moment yang langkah mereka bisa makan malam bersama. Paling sering Kharis makan berdua papa Didi. Mama Melisa biasanya dari RS langsung ke tempat praktek pribadinya yang dekat dengan kantor papa atau di klinik praktek bersama dengan rekanannya.
"Tumben mama di rumah..."
"Iya... jadwal praktek malam ini sudah mama kosongkan. Mama perlu istirahat juga."
"Mama baru sadar, sudah jadi dokter sekian tahun masih saja keteteran nggak bisa memanage waktu dan pekerjaan. Profesi mama itu berat. Seharian mama ada di berapa tempat menghadapi banyak pasien. Kalau fisik tidak dijaga resikonya tinggi, kalau cape bisa salah diagnosa kan. Lagian umur sudah bertambah, sudah nggak muda lagi, meskipun dokter tapi kalau beban kerja terlalu banyak, bisa sakit juga. Pasiennya sembuh malahan dokternya yang sakit."
"Tu mama... denger nasehat suami..."
"Iya... makanya sekarang mama di rumah. Mama juga nggak lanjutin praktek di RS xxx, jauh dari sini, cape mama bolak-balik. "
"Kak Revy jadi pulang, ma?"
"Jadi, hari jumat atau sabtu minggu depan katanya. Udah setahun nggak pulang, mama paksa pulang. Masa laki-laki belum move on juga."
"Maksudnya..."
Kharis penasaran.
"Revy putus hubungan dengan pacarnya, siapa itu mama lupa..."
"Kak Sendra? Masa sih putus, mereka janjian S2 bareng itu. Eh... tapi aku pernah lihat kak Sendra di sini sih."
"Iya... itu. Sakit hati mungkin dia makanya setahun ini nggak mau pulang. Kamu jemput ya, tanya Revy kapan penerbangannya."
Kharis mengangguk mengiyakan. Kharis ingat pernah melihat Sendra makan dengan seorang lelaki tapi sudah lama. Kharis tidak melihat siapa lelaki itu karena duduk membelakanginya saat itu. Apalagi kayaknya Sendra langsung buru-buru pergi saat melihat Kharis. Apa mungkin Sendra selingkuh dari Revy....
"Ma, besok siang aku janjian pergi dengan kak Lewi ke danau L*now, boleh?"
"Hmmm... ingat waktu kalau pergi-pergi. Ingat juga pacaran yang sehat gimana, tahu etikanya juga. Mama ijinan kamu pacaran tapi harus bisa jaga diri... iya kan, pa?"
Mama Melissa melirik papa yang hanya mangut-mangut saja tidak bersuara. Papa Didi memang jarang bicara, jika dia merasa penting sekali baru dia bicara. Tapi kalau ketemu lawan sebanding ngobrol topiknya pas kayak politik, bola atau catur waaah nggak akan berhenti.
"Iya, ma... nggak bakal aku lupa itu..."
***
Duduk berdua di kursi outdoor sebuah pojok kafe pinggir danau, menikmati suasana sejuk pegunungan. Masih ada pisang goreng stick di atas meja serta 2 gelas kopi yang tinggal setengah. Sesekali Lewi menyuapkan penganan itu ke mulut Kharis dan setiap kali juga ditolak Kharis.
"Buka dong mulutnya..."
Kali ini sedikit memaksa.
"Aku nggak terlalu suka gorengan kakak, udah kenyang juga makan roti bakar..."
"Nggak suka ternyata, kenapa nggak bilang..."
"Masa nggak ngerti, udah aku tolak, kakak main masukin ke mulut aku aja dari tadi..."
Agak kesel Kharis menerima perlakuan Lewi, padahal Lewi maksudnya pengen romantis, gagal deh...
"Sorry, ya... "
Respon Lewi dengan nada yang lembut. Dia memperbaiki rambut Kharis yang tergerai karena terpaan angin.
"Aku semakin sayang deh, tahu kamu seperti ini..."
"Memang aku seperti apa..."
Kharis bertanya sedikit malu, masih risih dengan perlakuan sayang yang dia terima.
"Apa adanya, nggak jaim ke aku, nggak suka ya bilang nggak suka, marah ya... marah aja."
"Boleh tahu nggak, sejak kapan kakak suka aku?"
"Kapan ya... waktu liburan, datang yang kedua kali di sini, lihat ada gadis ke mana-mana dengan motor. Penasaran..."
"Serius? Itukan bulan Desember udah satu tahun setengah."
"Kamu ingat aja kapan persisnya... mulai suka aku juga ya waktu itu..." Lewi senyum-senyum mengangkat kedua alisnya.
"Mmm... iya sih."
Kharis menundukkan wajahnya menyimpan malu.
"Aku tahu kok. Tapi kamu beda banget, kamu nggak ngejar aku atau cari perhatian, malah lebih suka menghindar... makanya aku penasaran. Semakin ke sini semakin suka, karena kamu orang yang fokus dengan sesuatu. Saat kumpul di komunitas kamu datang untuk kerja, beda dengan mereka datang cuma buat nempel-nempel ke aku, neg akunya..."
"Hahaha, neg kok rela aja tangannya dipegang-pegang, bahu disenderin... Kadang aku lihat kakak sendiri kok yang perlakukan cewek ya kayak seperti pacar. Pacaran kali, tapi nggak mau ngaku..."
"Nggak ada... aku pernah pacaran sekali, kamu yang kedua... mereka itu teman, nggak lebih."
"Perempuan itu kalau udah dipegang tangannya, dirangkul, ya dikasih sentuhan-sentuhan, baperlah. Masa kakak nggak tau. Makanya bedain memperlakukan pacar sama teman..."
"Baru kamu yang ngomong gini ke aku..."
Lewi takjub karena gadis yang satu ini tidak segan mengoreksi dirinya. Nilai Kharis semakin bertambah di mata Lewi, berani memberi kritikan, berani menolak kalau tidak setuju, mengaku suka tapi tidak murahan.
"Kakak itu temannya banyak, kalau kayak gitu terus pacar kakak bisa makan hati..."
"Pacar kakak siapa sih...?
Lewi tertawa, alisnya naik turun menggoda Kharis.
"Ihh, aku serius..."
"Hahaha, iya-iya, makasih ya sudah kasih tahu aku."
Lewi menatap sayang sambil meraih tangan gadisnya.
"Pindah ke sini samping aku kita foto dulu, belum ada foto bersama..."
Dengan latar belakang danau vulkanik itu mereka mengambil pose selfie pertama mereka. Lewi juga mengambil beberapa foto Kharis dengan ponselnya.
"Lihat... kakak..."
Kharis mengambil ponsel Lewi dan melihat foto-foto yang sudah tersimpan di galeri. Mukanya bersemu merah melihat beberapa foto mesra mereka di sana.
"Hp kamu mana... nggak mau ambil foto kita berdua? Nggak niat posting gitu di akun medsos kamu?"
"Hahaha... nggak, aku malas posting-posting foto."
"Iya... kamu tuh unik. Cewek lain begitu jadian langsung pasang foto profil, sering posting foto berdua dengan caption lebay... Kamu postingannya quotes aja atau tautan apa... "
"Biar aja kali, hak mereka. Aku malah yang aneh kak, bukan unik... Emm kakak tahu, aku pikir kakak pacaran sama Peggy, karena postingannya waktu itu selfie dengan kakak, memang cuma tangan doang yang ngerangkul dia, tapi captionnya... When I'm in Love..."
"Oh ya, kok bisa pastiin itu tangan aku..."
"Karena hari itu aku lihat kakak pakai baju sama seperti di foto."
"Mmmm... aku lupa, nggak merhatiin nggak penting juga. Yang penting sekarang aku sayang kamu, sayang banget... kamu boleh posting foto kita, foto aku terserah karena aku itu milik kamu. Aku aja suka posting setiap moment penting, sebagai pengingat nanti apa yang aku lalui..."
Di atas deck dari kayu di salah satu sisi danau kecil tempat wisata yang sedang happening di daerah ini, pasangan itu berbagi kasih dan perhatian, menyemai rasa di dasar hati, merenda bahagia.
Menjelang sore, udara mulai terasa dingin mereka memutuskan pulang. Kharis ingat janjinya pada sang mama. Bergandengan tangan mereka naik dari pinggir danau ke atas ke tempat parkir. Saling senyum, menautkan jemari seolah tidak ingin terlepas. Lewi mulai menunjukkan sikap posesifnya dan Kharis mulai terbiasa terhadap semua perlakuan manis kekasihnya.
"Rean... Re..." Seorang gadis datang mendekat. Tadinya Kharis berpikir panggilan itu untuk orang lain tetapi karena Lewi berhenti dan menoleh berarti Lewilah yang dimaksud. Dan Kharis sangat mengenalinya...
"Kak Sendra..."
Mereka saling kenal???
🏞🏞🏞
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Sri Astuti
bisa jadi Sendra mantan Lewi
2023-07-17
0
Putri Minwa
lanjut ya thor, jangan lupa mampir Dibalik kesetiaan Nayla
2022-11-18
0
Miah Restiana
hadeh..
2021-11-01
1