"Sejak itu aku menghindari dan tidak meladeni Sendra tapi dia tetap ngejar aku sampai sekarang. Aku sudah tegasin ke dia aku tidak pernah suka dia, dan kami tidak ada hubungan..."
Dalam pikiran Kharis sekarang Lewi menggampangkan perasaan seseorang, bahkan tidak menyadari sikapnya menyakiti seseorang. Sejujurnya dia kecewa mendengar pengakuan Lewi sejauh mana kedekatan mereka.
Sebab dia cukup banyak melihat sendiri bagaimana tingkah pola Lewi bersama teman-teman cewek, menikmati dan tidak menolak bila ada yang mendekati. Jika dengan Sendra bahkan sudah sampai berciuman, masa menganggap tidak ada apa-apa???
"Bagi Kak Sendra, kalian punya hubungan..."
Bergetar suara Kharis menahan sakit di dadanya, bukan hanya karena kakaknya tapi karena Lewi sekarang.
"Terserah dia, bagi aku dia teman biasa..."
"Tidak ada teman seintim itu tanpa melibatkan rasa.... Mungkin bagi seorang Lewi Andrean berteman dengan cara seperti itu wajar, normal, biasa... tapi apa pernah memikirkan perasaan orang, kak Sendra misalnya... buktinya dia masih mengejar artinya di mata dia kalian lebih dari teman."
Lewi merasakan nada suara Kharis yang berbeda, ada kemarahan yang tertahan dalam suara yang bergetar itu.
"Aku salah... Ris. Maafkan perilaku aku di masa lalu mengganggu dan menyakiti kamu sekarang... Maaf ya... aku janji nggak akan seperti itu lagi..."
Lewi berucap sungguh-sungguh dengan tatapan penuh permohonan, meraih tangan kanan Kharis dan meremas perlahan, ingin menyalurkan segenap rasa sayang dalam dirinya juga penyesalan untuk sikap masa lalunya.
"Aku mau pulang..."
Kharis berdiri, tangan Lewi terlepas. Kharis tidak menunggu persetujuan dari Lewi dan langsung melangkah. Dia mulai merasa sakit di kepala dan punggungnya. Semua rasa yang terkumpul di dadanya serta tangisan yang sedari tadi ditahannya membuat dia tidak ingin bertahan lagi di sini.
"Riris..."
Dua tangan besar itu mendekap Kharis dari belakang.
"Maaf... ya. Aku cinta kamu, aku takut kamu pergi. Jangan tinggalin aku ya... aku janji aku akan perbaiki semua, dengan Revy, dengan Sendra. Just stay with me, please... Aku butuh kamu..."
"Aku nggak ngerti harus gimana sekarang, antar aku pulang..."
Lewi melepas tubuh Kharis, tangannya meraih satu tangan Kharis dan memegang erat...
"Baik... kita pulang..."
Ujian terhadap cintanya datang secepat ini, dia harus meyakinkan Kharis tentang perasaan cintanya. Dia Melihat Kharis goyah tadi, membuat dia takut Kharis akhirnya memilih untuk meninggalkannya sebagaimana kemauan Revy, dia sempat mendengar teriakan Revy pada Kharis tadi.
Dia harus memikirkan cara bagaimana supaya Revy bersedia memaafkan dan mau menerima hubungannya dengan Kharis. Dan ini akan sangat sulit.
Sepanjang perjalanan yang hanya beberapa menit itu Lewi tak melepaskan genggamannya. Dalam hati dia belum ingin kembali ke rumah masih ingin bersama, dia ingin memastikan Kharis tidak akan terpengaruh dengan penolakan Revy terhadap hubungan mereka. Tapi melihat raut wajah Kharis dia urung melakukannya. Dia telah belajar bahwa gadisnya tidak dapat didikte, dia punya pemikiran sendiri untuk apapun.
Di depan rumah sesaat setelah mobil berhenti Lewi tidak mengatakan apapun lagi. Dia hanya meraih tengkuk Kharis, mencium kening gadis itu, sedikit lama menahan posisi itu. Untuk sekarang kata-kata tidak akan berarti. Saat melepaskan ciuman itu dia berpindah membelai rambut, kedua pipi, mata, hidung, menyentuh seluruh wajah itu penuh sayang. Sementara Kharis terdiam dalam sejuta rasa membiarkan dan juga menikmati apa yang dilakukan Lewi.
"I love You, really really love You..."
Kalimat sakral itu meluncur pelan dari bibirnya di bawah tatapan yang sangat sendu juga sedih keduanya. Dia kemudian membuka seatbelt Kharis, turun bermaksud membukakan pintu, tetapi Kharis sudah turun dari mobil.
Dia ikut melangkah sampai di teras rumah dan berhenti di sana menunggu Kharis masuk. Kharis masuk tanpa menoleh... Tertunduk Lewi melangkah pulang, semoga gadisnya kuat... harapnya.
*****
Enam hari berlalu dalam sepi. Kharis tak menjawab telpon, tidak membaca pesan entah sudah berapa banyak panggilan dan pesan yang terkirim. Bahkan dua hari ini telpon Kharis tidak bisa dihubungi. Jendela kamar pun tidak kunjung terbuka.
Gelisah bercampur rindu di hati Lewi semakin bertambah. Berbagai kemungkinan melintas di kepalanya, mungkin Kharis sakit, mungkin tertekan, mungkin diancam Revy, mungkin gadis itu akhirnya menyerah??? Beberapa kali berniat mendatangi rumah itu bertemu Revy atau Kharis dia ingin kejelasan, dia ingin penyelesaian. Tapi dia tahu juga Revy tidak bisa dihadapi secara frontal.
Di sisi lain, mami Vero sudah berulang-ulang meminta dia pulang ke kota J. Dia tahu apa yang sudah menunggunya di sana. Tapi dia tidak ingin pergi sebelum memastikan hati Kharis, memastikan hubungan mereka. Dengan persoalan masa lalu saja mempengaruhi Kharis bagaimana jika menghadapi mami Vero. Ini sebenarnya yang paling berat untuk Lewi hadapi sejak dia memutuskan mengikuti kata hatinya yang mencintai Kharis.
Lewi memasukkan beberapa merek Coklat di sebuah paper bag, sebuah novel terbaru yang dia pesan online di dalamnya berisi sebuah surat. Dia juga memasukkan beberapa barang yang sudah lama terkumpul secara tak sengaja saat mengetahui Kharis menyukai karakter Piggy, ke mana saja jika melihat benda seperti itu spontan dia membelinya: beberapa kartu quotes, sebuah boneka berukuran sedang, flashdisk, stand hp, sticky notes, jam weker digital transparan berlampu, dua buah ballpoint dan beberapa agenda/binder berbeda ukuran. Terakhir dia memasukkan sebuah kotak berisi jam tangan.
Kemarin dia memikirkan bagaimana cara menghubungi Kharis, akhirnya memilih memberikan benda-benda tersebut.
Di depan pintu, menekan bel beberapa kali, dia tidak boleh lemah dan jadi pengecut. Jika Revy yang keluar dia siap hadapi, jika Kharis yang keluar itu lebih baik.
"Selamat sore tante..."
Ternyata tante Melissa yang membuka pintu.
"Sore, Lewi... masuk."
"Kharis ada tante..."
"Eh... tante nggak tahu, tante baru pulang. Duduk dulu, sebentar ya tante lihat dulu Kharis ada atau nggak..."
Lewi menunggu dengan dada berdebar. Apa saja bisa terjadi sekarang. 15 menit menunggu akhirnya tante Melissa keluar lagi.
"Kharis sakit... tante sudah periksa tidak ada yang perlu dikuatirkan, hanya perlu istirahat."
"Boleh bertemu?"
Lewi berharap...
"Sebaiknya tidak. Dia akan menghubungi kamu."
"Baik tante, Lewi titip ini untuk Kharis..."
Lewi menyodorkan paper bag yang sedari tadi dia peluk.
"Lewi pamit tante..."
Resah semakin menggunung, sesuatu yang tidak dia harapkan melintas. Tetapi dia akan menunggu, semoga ada moment untuk bertemu seperti beberapa kali terjadi sebelumnya.
Di dalam kamar, Mama Melissa meletakkan paper bag pemberian Lewi di tempat tidur di samping anak gadisnya yang masih membungkus seluruh tubuhnya sampai menutup kepalanya dengan bed cover. Seperti inilah Kharis setiap ada masalah mengurung diri di kamar dan itu bisa berhari-hari. Tadi mama sudah membujuk, memaksa, Kharis tetap pada pendiriannya tidak ingin bertemu Lewi.
"Darling... kalau ada masalah sebaiknya bicara dengan baik, jangan dibiarkan berlarut-larut, tidak baik untuk kalian berdua... Ini Lewi titip sesuatu..."
Tidak ada jawaban atau gerakan dari tubuh yang berbaring menghadap dinding. Mama memutuskan keluar. Setelah pintu tertutup Kharis bangun dan bergerak ke pintu memutar anak kunci. Mengambil paper bag dari Lewi dan memeluk sambil duduk di sisi tempat tidur. Air mata pun menetes lagi. Cinta bisa begitu membahagiakan tetapi bisa juga begitu menyakiti. Tak bisa terungkap lagi betapa dia merindukan Lewi... tetapi kakaknya tidak memberi dia pilihan.
Empat hari sebelumnya...
.
🌪🌪🌪
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Sri Astuti
perlu waktu untuk menjadi tenang dan berpikir jernih utk melangkah ke depan
2023-07-17
0
Putri Minwa
mutiara Yang Terabaikan mampir ya thor
2022-11-27
0
Miah Restiana
mulai sekarang bang lewi.. harus tegas k setiap wanita.. jangan kasih harapan klau gak suka.. wanita hatinya peka lohh..
2021-11-01
0