Selalu ada kemungkinan dalam segala sesuatu, bersiaplah, jangan berhenti berkarya dan jangan berhenti berbuat baik, karena bisa saja ada peluang atau kejutan di sepanjang perjalanan...
Kharis pernah membaca kalimat itu entah di mana, makanya dia tetap menyelesaikan tugas si dosen killer, Martin Setlight. Sejak jumat sampai senin dia berkutat di depan layar laptop, tidur hanya beberapa jam, dan akhirnya 3 buah Makalah dan 1 Ringkasan Buku, selesai. 3 Tugas sudah dikirimkan soft file japri ke dosen yang bersangkutan pagi tadi sesuai waktu deadline.
Sampai malam tidak ada informasi apapun dari Lucas si ketua kelas yang juga sahabatnya itu bahwa Pak Martin tersayang menerima tugas susulan. Pak Martin hanya mau berhubungan dengan Lucas, tidak ada mahasiswa yang berani menelpon atau sekedar mengirim pesan karena sudah diultimatum dilarang. Hadeeeh pak dosen, terserah dirinya memang, mahasiswa bisa apa...
Kharis menuju area belakang rumah, seharian tadi dia lebih banyak berbaring di tempat tidur membayar lelahnya 3 hari ini. Mama dan papanya sedang mengkuti Fellowship Bapa-Ibu pasti pulangnya larut malam, karena biasanya mereka mampir di klinik mama setelahnya demi tugas mama.
Suara fals tante Mince yang lagi menyanyi lagu pop lokal langsung mengganggu pendengarannya.
"Tante, nggak usah nyanyi, suaranya bikin sakit telinga..."
"Tante menyanyi untuk menghibur diri, hehehe..."
Tante Mince suaminya sudah lama meninggal, sudah enam tahun ia menjadi ART di rumah Kharis. Waktu itu Kharis baru kelas 9 di SMP dan Revy baru semester satu di Fakultas Teknik, dan mama mereka sedang mengambil dokter spesialisnya yang kedua. Jadi Kharis lebih sering bersama tante Mincenya di rumah.
"Tan, ART depan rumah, siapa namanya? Baru kayaknya..."
"Nelce, kenapa?"
"Pengen tau aja, eh.. bentar, almarhum suami tante siapa namanya?"
"Hence..."
"Lucu, ya... akhirannya 'ce' semua, hehehe..."
"Iya... nama-nama orang asli sini yang sebaya tante seperti itu, Yance, Dorce, Barce, Pance, Rice, Nonce... hehehe, banyak lagi."
"Kayaknya suku kata depan boleh apa aja terus ditambahin 'ce' terus jadi deh sebuah nama."
"Iya... seperti itu."
"Emm... coba tante dari nama tante, suku kata mamimumemo, apa aja namanya..."
Kharis penasaran sepertinya.
"Ma itu Marce Mance, Mi ada Milce juga, Me itu Meicen, Mu... apa ya hehehe, banyak pokoknya. Norce, Herce, Fice, Since, Sonce, Dance, Dince, Deice... udah... cari sendiri sana, Ade lebih pintar dari tante."
Kharis tertawa, unik juga cara orang tua dulu memberi nama, trend waktu itu mungkin.
"Jadi ingat si Fince, ARTnya si cowok ganteng sebelah rumah. Tante baru ingat kemaren itu waktu Ade lagi sakit Fince sering ke sini tanya-tanya soal Ade..."
"Tanya apa..."
"Dia tanya, Kharis ke mana nggak pernah kelihatan... tante jawab ada di kamar lagi sakit. Terus besoknya datang lagi, datang lagi. Tante nggak hitung berapa kali dia ke sini. Kharis belum sembuh ya... nggak ke dokter ya... Tante bilang, kan mamanya dokter. Setiap ke sini Ade terus yang ditanyain. Pernah titip makanan juga, tapi tante gak kasih, Ade malas makan waktu itu..."
"Katanya disuruh bos ganteng tanya-tanya soal Kharis."
"Bos ganteng? Siapa?"
"Itu... Lewi."
Ada rasa yang aneh, jujur senang juga mengetahui ada orang lain yang peduli padanya, terlebih itu Lewi. Tapi dia tidak mengharapkan itu sekarang. Perubahan sikap yang sangat mencolok saat bertemu, cerita tante Mince tentang si Fince, juga kalimat mamanya yang langsung menodong bahwa ada sesuatu dengan dirinya karena Lewi, mereka ngobrol apa waktu itu, belum sempat dia tanya lagi ke mama.
Apa arti semua itu, terlalu cepat untuk menyimpulkan. Kharis ingat chat dari Lewi yang belum dia baca. Bergegas ìa ke kamar untuk mengambil hpnya.
Sambil memegang ponselnya, Kharis duduk di tempat tidur, menimbang-nimbang baca atau tidak. Dia tidak tahu relasi seperti apa yang sedang 'ditawarkan' oleh Lewi. Kharis ragu jika itu hanya sebuah hubungan biasa, hati kecilnya mengisyaratkan sesuatu ketika dia menatap mata Lewi waktu itu. Hatinya ingin mendekat tapi logikanya menolak. Ahhh baru berapa hari dia move on...
Akhirnya... Kharis membuka chat yang diabaikan sejak detik pertama masuk di hpnya, dan....
📩 Hi... senang bisa melihatmu lagi 😄
📩 Ditunggu aktif lagi di komunitas 🙏
Kharis tidak menulis apapun di kolom balasan, dia baru akan menutup aplikasi itu masuk chat yang baru...
📩 Malam Riris...
📩 Tugas kuliahnya sudah beres?
Ini lagi semacam signal arah-arah pdkt, memberi nama panggilan, Riris... nggak ada yang pernah memanggilnya dengan nama itu. Mama memanggilnya Darling, kak Revy memanggilnya Ndut kebiasaan sejak kecil karena dulu dia bertubuh gendut, terus tante Mince memanggilnya Ade. Wajar... karena mereka orang-orang dekat, orang-orang yang dia sayang dan tentu sayang dia juga. Nah ini, ada hak apa dia seenaknya merubah nama orang...
📩 Kok dibaca doang 😊
📩 Still waiting 😁
Ya ampun... dia kekeh pengen balasan, sama seperti salamnya pagi itu.
✉ Sorry kak lagi nggak konsen, sdh ngantuk, bye
Kharis membalas dengan cepat, lalu mematikan ponselnya. Dia ingat cahaya lampu kamar pasti terlihat dari luar. Segera dia ke dekat pintu menekan saklar lampu. Lampu tidur di atas nakas dia setel lebih redup dari biasanya. Lelaki itu benar-benar sesuatu...
Sambil berbaring dia menjernihkan pikirannya. Dia harus bersikap tenang, supaya semua bisa diletakkan di tempat yang benar. Perasaannya sudah dia tuntaskan kemarin. Soal sikap Lewi, dia tidak perlu menanggapi berlebihan, biasa saja, toch belum jelas apa motifnya bersikap berbeda dari sebelumnya. Apapun itu hal yang wajar jika ada hubungan yang baik karena mereka bertetangga dan yang penting juga tidak ada alasan untuk bermusuhan. Lagi pula Lewi sudah punya Peggy. Kharis mau hidup damai, gak mau ada intrik-intrik atau drama pelakor dalam hidup.
Dengan konklusi itu Kharis tertidur...
***
Untung saja pagi-pagi Kharis membuka ponselnya, ada pesan WA yang dia tunggu sepanjang hari kemarin, hampir dia melewatkan kesempatan emas. Pak Martin menunggu tugas dari mahasiswa yang belum masuk dua minggu yang lalu, dalam bentuk hard file, pagi ini di kampus. Sambil sarapan dia print tugasnya, buru-buru mandi dan segera berangkat.
Mobilnya masih terparkir di jalan depan rumah, tidak sempat dia pindahkan. Sampai di dekat mobil, dia merogoh saku tas, tempat kunci mobil biasa dia simpan. Tidak ada... berlari ke kamar, teriak ke tante Mince minta bantuan menemukan si kunci. Tidak ketemu. Berlari keluar lagi, aduuh bagaimana ini... Mama papanya sudah berangkat sejak tadi, nggak mungkin dimintai tolong.
Akhirnya karena takut terlambat, maklum pak dosen itu tidak bisa diprediksi, Kharis memutuskan naik ojek yang mangkal di jalan depan. Mau pesan mobil atau motor online suka lama datangnya. Jauh... mau bagaimana lagi. Harus sedikit berlari.
Kharis tidak memperhatikan sekeliling, dia tidak tahu seseorang sudah memperhatikannya sejak tadi, dan sedikitnya bisa menduga apa yang terjadi. Dia mencegat Kharis.
"Kenapa mobilnya..."
"Hah?" Kharis mendongak kaget.
"Eh itu, kuncinya nggak tau di mana, sorry Kharis buru-buru."
Tak ingin melewatkan kesempatan, Lewi menggapai tangan kiri Kharis yang sudah melewati dirinya beberapa langkah...
"Aku antar..."
Lewi menahan tangan yang berusaha dilepaskan oleh pemiliknya, menarik lembut tangan itu membawa tubuh ramping itu masuk ke garasi yang sudah terbuka.
"Nggak usah kak... aku bisa sendiri."
"Tunggu sebentar, aku ambil kunci dulu."
Lewi tak menanggapi dan memasang mimik tidak ingin ditolak. Kharis salah tingkah antara ingin tetap menolak, tapi dia butuh banget bantuan si kakak. Kharis dilema. Bunyi pintu mobil telah dibuka langsung diikuti sebuah suara.
"Naiklah, Riris..."
Aduuuh Riris lagi, ada yang mau meleleh kayaknya...
🌝🌝🌝
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Sri Astuti
kyknya Lewi putus dr Peggy
2023-07-17
0
Putri Minwa
semangat terus thor, jangan lupa mampir di mutiara Yang Terabaikan ya
2022-11-10
0
novili alfa
aku mampir baacaaaaa, wlp udh tamat, heeheeee....
ceritanya kog gemoy gemoy gimaanaaaa giituuuu, berasa aku yg digombalin si Abang Lewi 🤭
2021-10-15
1