Mobil bergerak perlahan meninggalkan kompleks rumah mereka. Kharis masih canggung berada di mobil itu. Duduk di sebelah Lewi sempat menjadi hayalan indahnya waktu kegiatan baksos beberapa kali. Tetapi tempat duduk di samping si ketua baksos itu selalu menjadi incaran teman-teman komunitas terutama jajaran para gadis. Dan Kharis bukan termasuk jajaran itu, geli dia kadang ada yang sampai marahan atau saling sindir... ampun deh.
Kini, Kharis ada di posisi dan momen impian kaum hawa semisal Melva, Noni, Sendy, Frelly, off course Peggy yang paling sering mengklaim posisi itu. Rela dia pelotin matanya atau malah tak segan menarik keluar orang lain yang coba-coba duduk di tempat 'istimewa' itu. Hiiiiih. Sendy dan Frelly malah setahu Kharis tidak mau gabung komunitas lagi kalau Peggy masih ada... Aisssh.
Memang ada sensasi apa sih, duduk di mobil berdua kak Lewi. Sekarang rasanya benar-benar tidak nyaman, nggak bisa gerak, sedikit takut menoleh. Dia menyesal kenapa tadi menurut saja ketika ditarik ke mobil, takut juga ketemu Peggy pasti kena cakaran.
Lebih enak dibonceng pak Roland dari portal sini sampai tempat mangkal ojek di gerbang perumahan. Tadi rencana Kharis seperti itu, sudah sering dibonceng pak Roland apalagi jika situasi darurat. Tapi sekarang malahan terjebak di sini, bisa salah urat lehernya terus kaku begini. Nah... itu pak Roland, turun aja kali ya, biar selamat.
Mobil berhenti dan kaca diturunkan...
"Pagi pak..." sapa Lewi.
"Pagi pak... bukain portal." Kharis juga menyapa.
"Pagi, eh... ada perkembangan nih, pak Roland baru tahu, cocok... cocok."
Si pak Rolland pamer senyum kemudian membuka ikatan besi portal.
"Kami berdua cocok begitu..."
Lewi senyum sambil jari telunjuk kanan menunjuk dirinya dan Kharis bergantian.
"Iya... serasi, yang satu cantik yang satu ganteng."
Ish, apaan mereka berdua, Kharis pengen turun dari mobil sekarang, tapi malu.
"Silahkan... hati-hati."
Pak Roland senyum dan mengangkat dua jempolnya. Apa maksudnya...
"Makasih, pak..." Lewi kemudian menginjak gas.
"Kita ke mana..."
Lanjut Lewi sambil menoleh menatap gadis di sebelahnya, ada sedikit senyum di bibirnya membaca raut wajah Kharis yang terlihat kesal.
"Ke kampus kak, Kharis mau ngumpulin tugas."
Mobil mencapai gerbang, langsung terlihat jalan utama lagi macet. Wah... bahaya ini, sia-sia ke kampus kalau Pak Martin malah sudah pulang, dan bisa sia-sia juga perjuangannya membuat tugasnya seperfect mungkin, waduuh mana belum dijilid...
"Jangan ke kanan kak, ke kiri aja."
Kharis cepat memberi arah saat melihat lampu sein kanan berkedip.
"Ke kiri kan arah luar kota..."
Lewi menatap penuh tanya tapi langsung mengganti lampu sein.
"Ada lorong kira-kira 100 meter di depan, jalan alternatif..."
Penasaran Kharis melanjutkan, "kakak nggak tau?"
"Iya... pernah sekali lewat ring road, tapi sama aja, ketemu macet juga..."
"Lewat ring road mah kejauhan kak. Itu... kak, belok kanan, sebelum truk merah."
"Tembusnya di mana..."
Lewi bertanya ketika beberapa menit menyusuri lorong itu.
"Ya di kampus..."
" Maksudnya lewat jalan apa, daerah apa, kelurahan apa..."
"Hahaha..."
Kharis tertawa pelan menyadari maksud Lewi lalu menyebut sebuah nama kelurahan.
Ada yang mulai mencair, ketegangan sudah memudar dari wajah cantiknya. Dia lupa rasa tidak nyamannya tadi. Wajah itu sudah enak dipandang sekarang, sesekali tersenyum atau tertawa menimpali gurauan Lewi, sesekali dia memberi arah saat ada di persimpangan jalan.
Cerita mengalir di antara keduanya. Dan Lewi melirik berkali-kali, nggak kehitung, nampaknya lelaki itu sangat menikmati perjalanannya kali ini. Mmm, memangnya seperti apa perasaan Lewi sebenarnya, siapa yang tahu.
Ponsel Kharis berbunyi. Dia menatap lama nama yang muncul, Joan... dia sudah tahu maksud anak itu, tidak ingin meladeni tapi nggak enak juga. Akhirnya ia menjawab panggilan ponselnya.
📱
"Ya... Jo."
Di mana
"Lagi otewe."
Pak Martin menunggu sampai jam 12, masih 3 jam.
"Syukur, deh. Tadi Kharis udah kuatir terlambat"
Mintol, Khar... aku nggak sempat ngerjain tugas. Kirimin aku soft filenya.
"Sorry Jo, Kharis nggak bisa..."
Please... Khar.
"Pak Martin detil banget Jo, dia ngecek semua, meski cover dan huruf beda, dia lihat isinya. Dia gak peduli siapa yang copy paste, dua-dua kena. So..." Tuuuut, panggilan ditutup wah marah dia.
.
Ada saja temannya yang malas berusaha tapi pengen nilai bagus. Nongkrong sana sini ada waktu, giliran bikin tugas nggak ada waktu. Kharis tahu siapa Joan, pasti jadi beda ceritanya, ya dia suka memutarbalikkan cerita. Kharis menarik napas dan menghembuskan kasar, dan itu menarik perhatian Lewi.
"Kenapa, Riris..."
Aduuh manis sekali, seandainya Lewi itu pacarnya sudah ia peluk bermanja-manja biar resahnya hilang seperti adegan drakor...
Eh ngelantur milik orang itu...
Tapi lama-lama sebutan Riris dari bibir itu jadi enak kedengaran ya... merdu, syahduuu.
"Temen, kak. Biasa minta copy tugas. Nggak Kharis kasihlah. Kharis nggak suka dimanfaatin. Kharis pasti bantu tapi bukan dengan cara seperti, mau gampangnya, mau enaknya."
"Iya harus begitu..."
"Tapi, dia marah kayaknya."
"Biar aja... dia bukan teman yang baik berarti."
"Iya sih... Gerbang masuk kampus kan ada tiga, dua jalan masuk itu bisa tembus di jalan ini, kak. Kakak biasanya masuk dari mana?"
Kharis mengalihkan pembicaraan.
"Lewat gerbang utama."
"Pulangnya juga?"
"Iyaaa... memang kenapa?"
"Ya itu tadi, ada jalan-jalan alternatif, bisa lebih cepat sampai ke kampus."
"Malas aja cari tahu, Riris... soalnya jalan-jalan di sini banyak turun naiknya, jadi aku lebih suka lewat jalan utama."
Ternyata menyenangkan juga ngobrol dengan Kharis, percakapan bisa mengalir juga, Kharis bukan tipe pendiam seperti yang Lewi duga selama ini. Di komunitas mungkin dia tidak bertemu teman yang bisa nyambung jadi terkesan lebih banyak diam.
Kharis memang sedikit berbeda. Lewi mengakui ada beberapa ide Kharis yang mengejutkan di komunitas yang tertuang di program kerja baksos mereka, itu menunjukkan mutu dirinya. Sementara anggota cewek lain membicarakan seragam apa yang dipakai, nongkrong di mana setelah kegiatan.
"Belok kiri kak... setelah turunan gerbang kampus pasti kelihatan," Kharis berujar kemudian.
"Sebelum Indo**ret berhenti sebentar ya, mau jilid tugas dulu..."
"Siap kerjakan..."
Kharis hanya senyum menanggapi. Menit-menit yang luar biasa, ada perubahan signifikan pada cara mereka berinteraksi. Apa penyebabnya kelihatannya mereka belum menyadari sepenuhnya, tapi mereka berdua sangat menikmatinya, ada sensasi gimana gitu.
Ternyata Lewi nggak tahu Fakultasnya Kharis di mana, padahal dekat dengan gedung Pasca tempat Lewi kuliah. Sama seperti alasan tadi, malas aja cari tahu, nggak penting juga, dasar... Jadi pengen tahu apa yang penting buat dia.
Di depan Fakultas Kharis bersiap turun.
"Makasih ya, kak... udah bersedia anterin Kharis. Nggak usah ditunggu nanti pulang sendiri aja..."
"Aku tungguin... udah turun sana, aku tunggu di parkiran."
Ketika Kharis hanya diam belum bergerak turun, menatap Lewi dengan ekspresi yang sulit dijelaskan.
"Sana turun..."
Lewi mendorong lembut lengan kanan Kharis memandang dengan senyum hangatnya. Sesuatu menjalar di dada, ada rasa yang terpanggil kembali seperti mendapatkan jalan pulang...
.
🌞🌞🌞
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Sri Astuti
fix ini Lewi br nyadar ada yg lbh oke dekat rmh lagi😄😄
2023-07-17
0
Swis Indi
aku mampir ya author 👍👍👍🥰
2022-07-28
1
Tien Doang
mampir aku thor
2022-04-05
1