Ketika waktu sudah kembali pada sore hari.
Di mana Rahma dan Ustadz Irsyad sudah duduk di atas meja makan menanti waktu magrib tiba.
Rahma pun menyerahkan segelas air seduhan kurma kegemaran ustadz Irsyad untuk melepas dahaganya.
Air itu adalah rendaman tujuh butir kurma yang di rendam dengan segelas air panas. Biasanya Rahma akan membuatnya saat pagi hari untuk di minum ketika adzan Maghrib. Dan membuatnya di sore hari saat akan di minum saat sahur.
Iya... ustadz sangat menyukai minuman itu, walau Beliau juga tetap memakan buahnya juga.
Di atas meja sudah ada gorengan bakwan dengan saus sambal kacang kental di sebuah mangkuk kecil.
Di mangkuk berukuran sedang terdapat sayur lodeh, serta pendamping lainnya seperti ikan asin dan tempe goreng juga sambal. Tidak terlalu sepesial memang karena tidak ada anak-anak jadi Rahma memasak sekedarnya saja untuk berdua.
Sesaat, ia melirik ke arah Suaminya. Lalu mengingat akan ucapan ustadz Irsyad yang berjanji akan membicarakan niatan mereka untuk membantu Faqih pada menantunya itu.
"mas?"
"Hemmm?" Ustadz Irsyad meletakkan ponsel di tangannya lalu menatap kearah sang istri.
"Sudah bilang belum, Sama Faqih?" Tanya Rahma.
"Bilang apa?"
"yang mau ngebantu itu loh mas."
"Ohh? Sudah dek." Jawab Irsyad dengan tangan kanan menyematkan sehelai rambut yang keluar dari Cepol itu ke telinga Rahma.
"Terus, jawabnya?"
"Dia tidak mau Umma... Katanya ingin berusaha sendiri saja."
"Memang Abi bicaranya bagaimana?" Tanya Rahma.
Irsyad pun mengingat-ingat lagi, kala dirinya tengah duduk bertiga bersama Faqih dan Rumi di ruang tengah. Ketika Rahma dan Nuha sedang berada di dapur.
(Flashback is on)
Pagi itu sebelum tiba waktu imshak Irsyad mengobrol basa-basi dengan sang menantu dan anak sulungnya. Dimana mereka membahas tentang kuliah, dan lain sebagainya.
Hingga Irsyad mulai memberanikan diri berbicara pasal keinginannya memberikan rumah untuk Nuha dan Faqih.
"Faqih." Panggil Abi Irsyad.
"Iya Bi?" Menatap dengan sopan.
"Abi, ingin bicara tapi mohon maaf sebelumnya, kamu jangan berfikir buruk dulu ya?"
"Ahhh... insyaAllah tidak akan, Bi." Faqih tersenyum tipis.
"Begini... Abi punya niatan mau kasih kamu dan Nuha hunian. Supaya kalian lebih nyaman saja, bukan berarti Abi tidak suka kau membawa putri Abi ke rumah mu ya. Tapi hanya sebagai hadiah saja untuk pernikahan kalian, bagaimana? Apa kau bersedia menerimanya?" Tanya Abi Irsyad. Faqih pun terdiam, memang tidak salah sih apa yang di tawarkan ayah mertuanya itu. Namun sejatinya seorang pria, Faqih tidak ingin bergantung pada siapapun, entah itu dengan orang tua dari Nuha, ataupun orang tuanya sendiri. Bahkan jika dia minta pun, ustadz Rahmat pasti akan langsung memberikannya. karena sebelum menikah, beliau sudah menawarkan juga kalau Faqih ingin pisah rumah dengan orang tuanya dan memilih mandiri, beliau siap membantu. Faqih tersenyum.
"Terimakasih banyak Bi atas niat baik Abi, tapi mohon maaf sebelumnya. Karena Faqih harus menolak kebaikan Abi itu."
"Kenapa nak?" Tanya Abi Irsyad.
"Semua karena tanggung jawab Faqih sebagai imam Nuha. Abi Rahmat pun sempat menawarkan untuk membelikan rumah, namun Faqih tolak. Faqih ingin mengayomi istri Faqih dengan kekuatan kedua tangan Faqih sendiri." Ucap Faqih sehalus mungkin.
"Iya, mungkin saat Faqih belum mapan Bi, tapi Faqih percaya rezeki setelah menikah itu akan lebih deras. Dan Faqih yakin pasti bisa memberikan sandang, pangan dan papan yang layak untuk istri dan anak-anak Faqih nantinya." Sambung Faqih kemudian yang mampu membuat Ustadz Irsyad takjub.
"MashaAllah..." Gumam Ustadz Irsyad.
"Jadi maaf ya Bi, jika untuk sementara ini. Faqih harus membawa Nuha untuk tinggal di rumah Faqih dulu, sampai tabungan Faqih terkumpul, insyaAllah tidak akan lama kok." Ucap Faqih dengan tutur bicaranya yang sangat santun itu. Ustadz Irsyad tersenyum lalu menepuk pundak menantunya yang memang duduk di sebelahnya.
"Abi tidak bisa berkata apa-apa lagi, selain terimakasih kepada mu. Karena sudah mau berjuang untuk putri Abi."
"Iya Bi, tapi insyaAllah. Selama kami belum ada rumah, kami akan membagi waktu kok, walaupun lebih sering di Asemka. Tapi kami akan meluangkan waktu untuk ke rumah sini, yang bagi Faqih sudah menjadi rumah Faqih juga."
Ustadz Irsyad geleng-geleng kepala. "MashaAllah.... MashaAllah.... Beruntungnya putri ku di cintai pria salih seperti mu, nak." Ustadz Irsyad terharu.
"Faqih tidak se-salih itu Bi." Jawab Faqih sedikit terkekeh karena dia agak kurang menyukai pujian yang membuatnya menjadi tinggi hati. Ustadz Irsyad pun mengusap matanya yang basah seraya terkekeh. Ia benar-benar tidak bisa berucap apapun lagi pada anak itu. Dan mengiyakan segala keputusan itu untuk dia dan Nuha, kerena bagi beliau Faqih benar-benar pemuda yang bertanggung jawab sekali.
(Flashback is off)
Ustadz Irsyad mengusap kepala Rahma.
"Sudah cukup jelas?"
"Emmm," jawab Rahma yang merasa terpukau dengan jawaban menantunya itu. "Benar-benar anak ustadz Rahmat Soleh sekali. Beruntungnya putri ku di nikahi pria salih seperti dia? Jadi iri." Mengatupkan kedua pipinya sendiri dengan kedua tangannya, sementara matanya sesekali melirik Ustadz Irsyad yang mulai geleng-geleng kepala sembari menatap sebal. Lalu menarik hidung Rahma yang langsung membuatnya mengaduh.
"Apa, Iri? Ckckckck tidak melihat yang di depan mu ya?" Tanya Ustadz Irsyad. Rahma pun nyengir.
"Oh iya aku juga Beruntung di cintai pria Soleh seperti Abi Irsyad yang tampan tapi sudah tua ini."
"Hehehe... Tampan dan apa?" Ustadz Irsyad mengangkat sendok nya.
"Yang tampan dan berwibawa mas, hehehe? Baperan nih sekarang..." Rahma meraih tangan sang suami dan menurunkannya.
"Cium pipi mas sepuluh kali loh, nanti."
"Banyak banget?"
"Ya sudah lima puluh kali."
"Aaaa, iya sepuluh saja ya hahaha." Rahma terkekeh seraya memeluk tubuh suaminya, sedangkan ustadz Irsyad masih pada mode jengkelnya itu.
"Awas jangan Deket... Deket..." Tuturnya seperti itu tapi tangannya membalas pelukan Rahma, dengan satu tangannya. Mungkin maksudnya, peluk ya lama ya ustadz? Hehehe
Ya...Sepertinya semakin tua yang lebih mudah bersungut adalah ustadz Irsyad, contohnya saja saat ini seperti saat ini.
Hingga adzan Maghrib pun berkumandang ke-duanya mulai melepas dahaga mereka dengan sari kurma dalam gelas yang mereka minum berdua.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Herlina Lina
ortu dan mertuany alhamdulillah berkecukupan kemudian nuha dan suami pny pekerjaan yg baik lw emang bgtu ada baikny hidup mandiri,bisa dg mengontrak rumah sederhana aja agar privasi lbh terjaga,ya ibaratny sebulan 2bln gpp tinggal sm mertua sambil cari hunian yg pas (kontrakan)..mnrt q ini lbh baik u/ menjaga 2 hati wanita yg d cintai aa' ustadz
2024-03-02
0
Ion Jambi
lanjut tor
2023-07-20
0
Astik
seandainya ada org seperti ustad Irsyad betapa bahagianya istrinya
2022-05-13
0