Di tempat lain, Rumi mengajak Nuha ke sebuah mall yang tak jauh dari tempat tinggalnya.
Gadis itu berjalan lunglai seolah tak bersemangat untuk melakukan apapun, tidak seperti biasanya. Hingga Rumi pun menoleh.
"Dek, nonton yuk." Ajaknya.
"Nonton apa?"
"Apa saja."
"Nggak ahh, Nuha mau jalan-jalan saja."
"Kok gitu, waktu itu kamu pengen banget nonton."
"Iya waktu itu, sekarang filmnya kan sudah tidak tayang." Bersungut.
"Nonton film lain lah."
"Nggak mau kak."
"Oke deh, jadi kita mau ke mana? Toko buku?" Tanya Rumi, sementara Nuha menggeleng. "Oh, ya sudah kita ke food curt saja ya."
"Nuha tidak lapar."
"Hei, jangan gitu. Yuk kakak lagi pengen makan fire chicken." Rumi menggandeng tangan sang adik, sementara Nuha hanya menurut saja. Karena dia benar-benar sedang tidak berselera untuk melakukan apapun.
Di salah satu Food curt. Dua porsi ayam pedas dengan saus keju sudah tersedia. Bersamaan juga dengan minuman dingin di hadapan mereka.
"Di makan dek." Titah Rumi yang sudah mulai menyantap makanannya.
"Iya." Mulai memakannya juga. Sesaat ia pun mengangkat kepalanya melirik ke arah Rumi. "Kak?" Panggil Nuha. Rumi pun menoleh.
"Semua orang yang mau menikah seperti ini tidak sih?" Tanya Nuha.
"Seperti ini, bagaimana?"
"Kaya sedih gitu. Seperti belum mau menerima."
"Jelas lah dek, walaupun kakak belum mengalami. rata-rata teman kakak seperti itu. Tapi saat sudah berjalan, insyaAllah kau bisa menerima pasangan mu. Dan bahagia."
Nuha mengaduk-aduk minumannya dengan sedotan. "Tapi, aku takut A' Faqih."
"Kenapa takut?" Menyeruput minumannya.
"Dia galak." Jawab Nuha.
"Pffffffffffftttt..." Rumi terkekeh.
"Kok ketawa sih?"
"Nggak... Soalnya yang kakak tahu, A' Faqih itu baik orangnya. Memang sedikit pendiam kadang kakak juga bingung sendiri kalau ngobrol sama dia, dia itu kaya cuma nerima pertanyaan kita doang, seperti hanya menjawab. Iya, nggak, owh, emmmm. Gitu-gitu lah, kadang kak Rumi saja sampai kehabisan kata-kata mau ngomong apa lagi sama dia." Terkekeh. Nuha pun tersenyum tipis.
"Jadi apa Nuha harus ikhlas menerima ini."
"Harus lah dek, percayakan pada Abi dia melepas mu pasti sudah memikirkan ini matang-matang. Dan yakin lah, A' Faqih pasti akan memuliakan mu sebagai istrinya." Ucap Rumi memberi semangat.
"Aku masih tidak percaya, dia mengkhitbah ku. Padahal dia sering sekali membuat ku jengkel."
"Maksud mu?"
"Sudah lah, cuma aku, Allah, dan A' Faqih saja yang tahu."
"Hehehe, pasti sih itu tanda dia sudah menyukai mu. Tapi dia tidak jail seperti ku kan?"
"Lebih... Lebih dari pada kau sih kayaknya." Mengaduk minumannya lebih kasar lagi. Rumi pun tersenyum, ya dia paham, sepertinya A' Faqih memang sudah menyukai Nuha, karena jika tidak? Akan sangat mustahil bagi Faqih untuk berbuat jail dengan orang lain. Jika tidak karena cerita Nuha saja ia tidak akan tahu kalau orang seperti Faqih bisa jail.
Dan lagi kegundahan hati saat hendak menikah pasti akan ada namun sepertinya, Nuha akan jauh lebih merasakan kegundahan itu karena waktu yang mendadak ini.
***
Hingga malam pernikahan pun tiba, selepas terawih ini. Faqih sudah duduk di hadapan ustadz Irsyad, penghulu, dan sang ayah. Juga beberapa saksi yang lain.
Dengan membacakan hafan surah Ar Rahman terlebih dahulu, sebagai maharnya.
Suara indah nan mengetuk hati di lantunkan Faqih dengan bacaan yang nyaris sempurna.
Bahkan Nuha yang tengah di rias sedikit pun terdiam, saking meresapinya bacaan itu yang ia dengar dari pengeras suara.
Dia memang pernah mendengar suara A' Faqih saat membaca ayat suci sebelumnya. Namun khusus malam ini sepertinya beda, suaranya jauh membuat Nuha merasa terpukau. mungkin karena bacaan itu untuk dirinya
"MashaAllah, calon suami mu. Suaranya indah sekali Nuha." Ucap mbak Shafa sedikit terharu, sementara gadis itu hanya tersenyum. Memang beneran indah suara A' Faqih itu.
Bahkan hati Nuha saja sampai bergetar mendengarnya.
Dan dari debaran jantungnya itu seolah membuatnya semakin gugup. Dengan keringat dingin di tangannya.
"Waaahhh, catiknya." Seru Qonni adik perempuan Shafa yang tiba-tiba nongol dari pintu kamar itu. Membuat keduanya menoleh. Qonni pun mendekati Nuha, "MashaAllah.... A' Faqih pasti langsung klepek-klepek ini."
Nuha dan Shafa terkekeh, "bisa saja kamu dek." Nuha menarik hidung Qonni gemas.
Hingga tak lama Rahma masuk menghampiri putrinya. "Sudah selesai?" Tanya Rahma pada sang perias.
"Sudah mbak."
"Alhamdulillah, Faqih sudah hampir selesai sayang. Sebentar lagi dia akan berikrar." Ucap Rahma yang langsung berjongkok di hadapan Nuha.
"Umma, Dede masih boleh kan ke rumah Umma?" Mata Nuha mulai basah.
"Tentu boleh lah sayang. Sekarang rumah Nuha ada dua, di rumah A'Faqih, dan juga di sini." Rahma mengecup kedua pipi anak gadisnya. "Berbahagialah anak ku. Kau itu pasti salah satu wanita yang beruntung. Umma percaya A' Faqih akan mencintai mu seperti Abi mencintai Umma."
"Hiks..." Nuha dan Rahma saling berpelukan.
Hingga ayat yang di baca Faqih pun selesai. Dan proses ijab Qabul akan segera di lakukan.
"Siap ya ananda Faqih?" Tanya pak penghulu.
"insyaAllah, pak." Jawab Faqih tegas, pak penghulu pun tersenyum.
"Mari silahkan ustadz Irsyad." Titah pak penghulu itu kemudian.
Kini kedua tangan Irsyad dan Faqih saling menjabat, setelah mengusap matanya yang basah, dan menghela nafas sejenak.
"Ankahtuka wazawwajtuka makhtubataka binti Nuha Qanita alal mahri surah Ar Rahman, hallan"
Faqih pun menghela nafas panjang setelah ustadz Irsyad menekankan tangannya.
"Qabiltu nikaha wa tazwijaha alal mahril madzkur wa radhiitu bihi, wallahu waliyu taufiq"
Seperti suatu mantra sihir yang mengharukan, semua yang ada di sana merasa bergetar saat Faqih berucap ikrar ijab qobul-nya dengan lantang tanpa tersendat, menggunakan bahasa Arab. Hingga semua pun mengesahkan mereka.
Ustadz Irsyad pun menitikkan air matanya terharu, dan saling berpelukan dengan ustadz Rahmat kemudian.
Sama halnya dengan Faqih yang turut terharu bercampur lega, setelah prosesi ijab Qabul serta pembacaan doa selesai, kini Nuha telah sah menjadi istrinya.
Faqih menatap ke arah pintu masjid tempat Nuha berdiri bersama sang ibu yang berada di samping kanannya, juga Umma Hasna di samping kirinya.
Dengan hijab panjang berwarna putih, dan riasan yang tak begitu tebal. Gadis itu benar-benar cantik. Bahkan sampai membuat Faqih mematung.
"hei, kok bengong? Sana dekati istri mu." Titah ustadz Rahmat sembari menepuk pelan pundak sang anak. Faqih tersenyum tipis. Ia pun beranjak dan berjalan pelan menghampiri Nuha yang masih tertunduk. Hingga sampailah dia di hadapan Nuha, yang saat itu langsung mengulurkan tangannya kepada sang istri.
Sementara Nuha Masih sangat gemetaran, ketika hendak meraih tangan Faqih. Ia sempatkan menaikan kepalanya menatap pria yang kini sudah sah menjadi suaminya.
Terlihat wajah Faqih memang benar-benar tampan. selama ini dia hanya melihat sekilas-sekilas saja, karena harus menjaga pandangannya. Dan sekarang ia bisa melihat wajah tampan itu lebih jelas.
Perlahan ia pun meraih tangan itu dan mengecup punggung tangannya. Faqih tersenyum, lalu menempelkan tangan yang satunya di kening Nuha membacakan doa, dan mengusap kepala sang istri untuk yang pertama kali.
Irsyad menghampiri Nuha, dan langsung memberikannya sebuah pelukan selamat, seraya menangis. "Selamat... Selamat untuk mu Putri ku... Abi senang Abi terharu. Semoga kau bisa menjadi istri Soleha untuk Faqih. Dan berjodohlah kalian di dunia dan akhirat."
"Amin Abi. Terimakasih sudah menjaga Nuha selama ini, mendidik Nuha dari kecil hingga kini mengantarkan Nuha pada jodoh Nuha. Cinta untuk mu akan tetap ada di hati Nuha, walaupun prioritas Nuha sekarang untuk A' Faqih. Maaf jika Nuha belum bisa membalas Budi mu Abi." Gumam Nuha yang turut menangis. Abi Irsyad semakin terisak seraya mengusap-usap punggung sang anak.
"Cukuplah menjadi istri yang berbakti, yang tak pernah membangkang. Menjaga diri mu dari fitnah saat suami tak di samping mu. Maka kau sudah memberikan surga untuk Abi dan Umma. Itu sudah lebih dari cukup sayang." Ustadz Irsyad mengecup kedua pipi Nuha.
Setelahnya beliau pun memeluk Faqih.
"Ku serahkan Putri ku kepada mu nak... Tolong sayangi dia, bimbing dia. Kau lah yang bertanggung jawab atas Nuha sekarang."
"Iya Bi... Terimakasih, insyaAllah Faqih akan menjaganya dengan baik." Membalasnya yang sama-sama tengah memeluk ustadz Irsyad.
Suasana haru, masih tercipta. Umma Rahma dan Umma Hasna pun saling memeluk karena mereka telah sah menjadi satu keluarga. Dan berharap hubungan kekeluargaan ini menjadi lebih erat lagi.
–––
setelah prosesi ijab Qabul itu usai, Abi Rahmat dan Umma Hasna pulang kekediaman mereka.
Sementara Nuha dan Faqih masih berada di rumah ustadz Irsyad. Dan memutuskan untuk ke rumah Faqih esok harinya.
Malam itu, ke-duanya menjalankan ibadah solat sunah di kamar Nuha.
Gadis itu masih canggung bahkan saat Faqih sudah selesai berzikir, dan kini memutar tubuhnya menatap Nuha dengan waktu yang cukup lama, semakin di buat gugup pula gadis itu.
'ya Allah, habis ini ngapain ya? Ya ampun... Semoga belum sekarang... Jangan sekarang ya Allah.' menunduk. Sembari bergumam dalam hati.
"sekarang aku akan membuka mukena mu, Nuha." Ucap Faqih, kedua tangan Nuha pun saling meremas.
Dan perlahan Faqih menyentuh tali mukena Nuha dengan ekspresinya yang datar itu. dimana pada saat itu Nuha masih saja menunduk, ia bahkan belum berani menatap wajah Suaminya lagi.
Hingga mukena itu pun di tanggalkan oleh Faqih. Dilihatnya Nuha dengan rambut sebatas punggung. Yang langsung membuatnya terpukau.
'cantik.' Faqih tersenyum tipis lalu mendekati sang istri guna memberikan kecupan di kening. Hal itu reflek membuat Nuha sedikit beringsut.
'Aaaaaaa.... dia nyium? dia nyium? tapi kok rasanya seperti hendak di terkam harimau gini?' memejamkan matanya.
"Nuha?" Panggilnya lembut. Kalian perlu tahu betapa berdebarnya jantung Faqih, setelah memberikan sebuah kecupan pertama itu.
"I...iya... Iya?" Masih memejamkan matanya.
"A.. Aku? Aku?" Tersendat, Faqih pun menggeleng sejenak.
"Abdi bogoh ka anjeun." (Aku mencintai mu) Ucap Faqih lirih. Gadis itu pun membuka matanya masih dalam posisi menunduk, ia tidak mengerti apa arti kata-kata Faqih tadi. "Dengar tidak?"
"Emmmm, dengar, tapi artinya apa?" Mengangkat kepalanya menatap ke arah Faqih.
Faqih menghela nafas, bagaimana tidak? Untuk mengutarakan itu sungguh sangat sulit, makanya dia lebih memilih menggunakan bahasa sunda.
"artinya Itu air, tolong ambilkan, saya mau minum." ucap A' Faqih dengan nadanya yang menyebalkan, seraya beranjak.
"Kok kayanya artinya bukan itu?"
"Memang apa lagi, cepat sini ambilkan itu airnya." Titah Faqih yang sudah duduk di atas ranjang Nuha. Gadis itu pun mendengus, ia langsung beranjak dan meraih gelas berisi air di meja.
'padahal dekat, kenapa mesti nyuruh sih.' bersungut.
"Nih" Nuha mengulurkan, Faqih tersenyum sekilas memandangi wajah Nuha yang terlihat jengkel itu, seraya menengguk air mineral dalam gelas itu.
"Alhamdulillah." Menyodorkan lagi gelasnya, Nuha pun menerimanya dan meletakkan gelas itu ke atas meja.
berbarengan dengan itu Faqih menggeser posisi duduknya lebih mendekat ke Nuha. ia pun meraih rambut Nuha.
"sekarang bagaimana?" tanya Faqih pada sang istri yang semakin merasa gugup.
"ba....bagaimana? a...apanya?"
Faqih Tersenyum. lebih mendekatkan wajahnya. "mau langsung atau bagaimana?"
gleeeekk. Nuha langsung memalingkan wajahnya, setelah menelan ludah terlebih dahulu gara-gara ucapan A' Faqih tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Herlina Lina
whatt???😂
2024-03-01
0
Herlina Lina
wkwkwkk
2024-03-01
0
Ahmad Anshori
baru mampir thor.di episod ini pengen nangis juga ketawa
2024-01-16
0