Di waktu yang sama, Rahma masuk kedalam kamarnya membawa segelas air itu untuk ustadz Irsyad.
Pria paruh baya yang tengah membaca buku tafsir Qur'an di atas ranjangnya pun langsung tersenyum seraya menutup bukunya.
"Alhamdulillah, istri ku ini baik sekali ya." Meraih gelas berisi air yang tengah terulur ke arahnya, lalu meminumnya setelah membaca basmalah terlebih dahulu.
Sementara Rahma langsung duduk di sebelah sang suami.
"Mas, besok Nuha pergi jam berapa?" Tanya Rahma. Irsyad pun menyodorkan gelas itu ke arah bibir Rahma kemudian, yang langsung di dekati pula dan di minum isinya oleh Rahma.
"Entah lah dek, terserah Faqih dan Nuha." Jawab Ustadz yang masih memegangi gelas itu. Lalu meletakkannya kembali ke atas meja setelah sang istri selesai minum.
"Kalau mereka di sini selama puasa bagaimana?" Tanya Rahma, Irsyad pun hanya terkekeh seraya menarik lengan Rahma dan merebahkan kepala sang istri di dadanya. "Bagaimana mas? Di tanya malah ketawa."
"Apa sih dek? nih ya mas kan sudah bilang. Mereka mau di sana atau di sini berapa lama itu hak Faqih, dan kewajiban Nuha sebagai istrinya hanya mengikuti. Kalau Faqih betah di sini agak lama ya Alhamdulillah, kalau maunya besok pagi selepas subuh ya biarkan. Tidak mungkin mas menahannya dan menyuruh mereka di sini beberapa hari apalagi berbulan-bulan, Kamu ini ya." Menarik hidung Rahma.
"Tapi jujur Rahma tuh kaya masih belum rela mas."
"Belum rela kenapa sih Umma? Dulu saja kamu langsung ku bawa pindah malam itu juga kan?"
"Iya tapi kan kita langsung ada di rumah ini. Langsung berdua, sedangkan Nuha? Bukan kah mas pernah bilang? Sebaik-baiknya pasangan yang sudah menikah itu harusnya punya hunian sendiri? Karena kita tidak akan pernah bisa menghindari cekcok antara mertua dan menantu jika kita hidup satu rumah kan."
Ustadz Irsyad menggaruk keningnya. "Ya tapi mau bagaimana dek? Faqih kan belum semapan Abi dulu. Dia masih belum memiliki pekerjaan tetap selain menjadi guru Tafiz."
"Ya bantu dong mas, kita masih ada tabungan kan? Buat DP rumah untuk mereka? Nanti sisanya kita pikir sama-sama bagaimana cara mencicilnya. Cari saja yang di dekat komplek sini." Ucap Rahma menyarankan. Irsyad pun terdiam, dia hanya sedang berfikir bagaimana caranya untuk berbicara. Salah-salah nanti malah justru menyinggung Faqih karena merasa meragukan kemampuan dia sebagai imam Nuha.
"Abi?" Panggil Rahma, Irsyad pun hanya memeluk tubuh sang istri seraya mengecup pipinya.
"Nanti coba Abi bicara hati-hati ya. Nggak enak juga langsung menawarkan itu karena mereka baru menikah sayang."
"Iya tapi kan?"
"Sudah tidur saja tidur ya... Sudah jam dua belas loh ini. Mas juga lelah sekali rasanya, Belum lagi besok sahur pertama. kita harus lebih semangat lagi. Karena selayaknya tamu agung yang datang setahun sekali kita harus menyambutnya dengan baik kan? Jadi kita harus tidur cepat, supaya tidak telat bangun besok."
"Iya mas." Rahma mengecup pipi Suaminya. "Selamat istirahat ya mas, maafkan Rahma atas segala kesalahan Rahma selama satu hari ini. Terimakasih juga sudah mau menjadi wali Nuha hari ini." Ucap Rahma.
"MashaAllah makin pintar istri ku. Iya sayang sama-sama. Maaf juga karena suami mu ini sudah banyak mengatur mu seharian ini, kamu jadi di bikin jengkel ya?"
"Banget hehehe tapi tidak apa lah, yang penting suami ku sehat terus. Huhuhu sayang mas Irsyad." Rahma memeluk lingkar perut sang suami yang sedikit buncit itu dan di balas dengan kecupan di kening oleh ustadz Irsyad sembari membacakan doa untuk istri tercintanya.
Sementara ustadz tengah membacakannya doa. Rahma malah justru mengusap-usap perut sang suami dan menepuk-nepuk pelan Kemudian,
"Heran kapan lahirannya sih ini." Gumam Rahma lirih.
Irsyad pun membuka matanya cepat setelah selesai membacakan doa, karena mendengar ucapan Rahma tadi.
"bilang apa kamu tadi? Baru maaf-maafan sudah cari perkara kamu ya?" Irsyad menarik telinga Rahma.
"Apa? Apa? Enggak kok, mas salah denger kali."
"Apa salah denger, mas memang sudah tua usianya ya. Tapi telinga mas itu masih sangat tajam pendengarannya, enak saja."
"Hehehe, maaf... Maaf... Habis perutnya makin berisi saja."
"Itu kan salah mu,"
"Kok salah Rahma?"
"Iya, masaknya enak terus."
"Apa sih mas ya Allah... Nggak juga kali." Tersipu malu.
"Makanya jangan mengejek perut buncit mas, itu karena diri mu juga yang sudah menyumbangkan banyak lemak dari setiap masakan mu yang kebanyakan minyak itu." Irsyad pun memutar tubuhnya sembari menutup kepalanya dengan bantal.
"Maksudnya apa itu? Jadi yang bener yang mana? Gara-gara kebanyakan minyak apa enak? Hah." Rahma menggoyang-goyangkan tubuh ustadz Irsyad yang tengah bergetar karena tertawa.
"Jadi seperti itu ya? Baiklah, besok ku masakin rebusan daun kelor saja ya untuk mas. Biar sekalian jin jail di hati mas itu ilang seluruhnya!" Rahma memukul bahu ustadz Irsyad yang semakin tertawa terpingkal-pingkal karena kesalnya Rahma itu.
Hingga membuat Irsyad beranjak lalu memeluk sang istri.
"Jangan dong... Nanti tau-tau susuk mas ilang bagaimana? Nanti ketampanan ku hilang lagi hahaha."
"Masa bodoh, rese lagian jadi suami."
"Iya maaf sayang. Utututu nenek nenek kalo lagi ngambek minta jatah ini pasti."
"Hei...!!! Nggak mas! Nggak... Nggak... Nggak ada ya." Rahma bergeser.
"Ayo... Yuk, mas masih ada tenaga kok. Sini... Sini." Mendekati Rahma.
"Nggak... Nggak mas jangan." Terkekeh. Sembari meraih bantal guna menutupi wajah sang suami segera, menangkis serangan kecupan yang akan di luncurkan sang ustadz tercintanya.
Hingga tawa pun menghiasi keduanya di atas ranjang itu. Walaupun hanya tertawa saja tanpa melakukan apapun namun justru karena hal sesederhana itulah, yang membuat cinta Rahma kepada ustadz Irsyad justru semakin tertanam lebih dalam di lubuk hatinya begitu juga sebaliknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Riskiya ahmad
oohh soswiiit
2023-07-16
0
adning iza
rindu umma rahma dn abi irsyad
2023-04-21
0
Alivaaaa
😍😍😍🥰🥰
2023-03-24
0