Di tempat lain.
Tepatnya saat waktu sudah menunjukkan pukul satu siang.
Rahma dan Ustadz Irsyad tengah bersantai di ruang tamu berdua, karena Rumi sudah berangkat lagi ke Bandung pagi tadi selepas subuh.
Hingga di rumah itu hanya ada Umma dan Abi Irsyad saja.
Dengan kedua kaki Ustadz berada di pangkuannya, Rahma mulai memotongi satu persatu kuku ustadz Irsyad.
Seperti menjadi kebiasaan, pria paruh baya itu lebih suka jika kuku-kukunya di potongi oleh sang istri.
"Haaaaahhh...." Rahma menghela nafas sembari melirik kearah Ustadz Irsyad. Dan itu adalah yang kesekian kalinya, dengan intonasi lebih kencang. Setelah sedari tadi tidak di respon oleh beliau.
"Kenapa sih Umma, mas perhatikan dari tadi tuh menghela nafas terus?"
"Sepi." Jawab Rahma. Berharap suaminya mau di ajak berbicara tentang Nuha. Karena beliau pasti selalu mengalihkan itu ataupun tidak menjawabnya sama sekali.
"Kalo sepi ya, setel saja lagu kosidahan yang kenceng, kan rame tuh."
"Apa sih Bi....? Biasanya tuh ya, jam segini Umma dan Nuha lagi pergi ke fresh market. Belanja sayur terus buah, masakin makanan kesukaan Nuha juga untuk buka puasa nanti. Sambil tanya? 'buka pakai apa nanti ya dek?' huhuhu sekarang tidak bisa, Umma tidak punya teman belanja lagi, tahun ini juga tidak bisa ke tahan Abang bersama Nuha buat beli baju lebaran, hiks Nuha."
Irsyad menggoyang-goyangkan kakinya supaya Rahma kembali menyelesaikan pekerjaannya itu. Tanpa menjawab sedikit pun ucapan Rahma.
"Abi, Umma tuh ngajak ngobrol loh ya. Bukan ngendongeng, di respon dong!Menyebalkan sekali sih." Kembali meraih kaki sang suami lalu lanjut memotong lagi kukunya. Ustadz Irsyad pun terkekeh.
"Khumaira... Khumaira... Kamu ini ya? Terus Abi harus jawab apa?"
"Ya apa gitu, yang penting ngerespon. Bikin kesal saja."
"Ya iya sayang mas Respon deh. Respoooooon..!" Tutur ustadz Irsyad, sehingga membuat Rahma mendesah.
"Lucu ya aki-aki satu ini."
"Lucu mana sama Doraemon?" Ledek ustadz Irsyad.
"Bisa serius sedikit? Ahhh, potong saja kuku mas sendiri sana lah..." Rahma mendorong kaki ustadz Irsyad kesal. Namun alih-alih menyingkir. Irsyad malah justru sedikit menekannya agar Rahma tidak bisa beranjak dari sofa panjang itu.
"Awas mas. Ihh berat banget sih." Memukul kaki Suaminya. Sementara Irsyad hanya tertawa.
"Ayo kalo bisa bangun tak kasih hadiah nanti." Tantang ustadz Irsyad.
"Ck...! Apa hadiahnya."
"Tubuh ku ini."
"Issssshhh puasa ya...! Inget puasa....! Lagian seapa-apanya kenapa harus tubuh mu yang di buat Hadiah sih." Masih mendorong kaki Ustadz Irsyad Sekuat tenaga. "Astagfirullah al'azim!"
"Hehehe... Kan nanti malam dek...! Kalau nggak ada anak kan leluasa mau selepas magrib main dulu boleh... Habis trawih boleh... Sebelum imshak pun hayuuuu..!" Tuturnya seraya terkekeh.
"Main? Apa sih mas? Puasa-puasa juga...!"
"Main congklak kek, bola bekel kek...! Memang kamu mikirnya main apa sayang?" Terkekeh lagi. Wajah Rahma pun memerah.
"Rese...! Sudah awas ah... Di ajak ngobrol serius tentang anak pasti seperti itu jawabnya." Rahma semakin bete.
"hehehehe iya...iya.... nih ya sayang, yang namanya anak sudah menikah mau bagaimana lagi. Tidak usah di sesali dong, lagi pula masih ada Abi kan?"
"Ck...!" Rahma mengecak. "Tapi Umma khawatir sama Dede... Dia betah tidak ya? Sedang apa ya dia sekarang? Sahur tadi bagaimana?" Bertanya-tanya... Sedangkan anak itu tengah tidur siang dengan sangat nyaman karena di peluk Suaminya saat ini hehehe.
Irsyad pun kembali menggoyang-goyangkan kakinya itu. Membuat Rahma kembali fokus memotong kuku kaki sang suami.
"Kenapa mesti khawatir sih? Sudah pasti dia betah, tidur dengan nyenyak di ranjang yang nyaman bersama suaminya, makan dengan teratur. Percaya Abi mah sama Faqih... Dulu kamu saja bagaimana?"
"Iya sih." Kuku terakhir telah terpotong. Rahma pun meletakkan gunting kuku itu di atas meja, sementara sang suami mulai beranjak duduk.
"Alhamdulillah, terimakasih zaujatii." Meyolek dagu Rahma.
"Sama-sama mas." Jawab Rahma.
"Umma tahu? Istri jaman sekarang itu hidupnya mulia, semua sebab adanya Rosulullah Saw sebagai Nabi kita yang telah memuliakan kaum Hawa." Tuturnya sembari membelai lembut rambut sang istri.
"Memang sebelum itu kenapa Bi?"
"Kau tahu jaman dulu wanita itu terhina sekali, apalagi saat seorang wanita tengah mengalami fase menstruasi. Maka sebagian besar para anak gadis atau seorang istri akan di letakkan di kandang keledai selama masa menstruasi itu berjalan."
"Kok begitu sih Bi?"
"Iya... Karena bagi orang-orang jaman dulu, wanita itu sangat nista, kotor dan hina. Mereka akan di pakai hanya saat di butuhkan untuk memuaskan hasrat. Walapun tidak semua sih...Dan saat itu karena adanya Rosulullah Saw lah, wanita bisa di muliakan. Tahu tidak kenapa mas selalu bersedia membantu mu mengerjakan pekerjaan rumah?" Tanya Irsyad.
"Tahu, karena mas sayang sama Rahma." Nyengir. Irsyad tersenyum seraya mengusap-usap pipi Rahma.
"Duh cinta halal ku... Semakin tua tapi kau malah justru semakin menggetarkan hati ku." Ucap Irsyad. Rahma pun tersipu lalu mengecup pipi ustadz Irsyad, hingga sang suami membalas mengecup keningnya.
"Begini sayang... Rosulullah Saw itu orang sibuk kan dengan segala kegiatan dakwah dan sebagainya?"
"Iya."
"Beliau itu tak segan-segan membantu istrinya, dengan sikap merendahnya itu. Tidak malu Beliau mencuci piring, bajunya pun selalu beliau cuci sendiri. Karena apa? Ia tidak ingin merepotkan istri-istri beliau yang padahal jika beliau mau menyuruh, dengan senang hati mereka pasti mau melakukannya."
"MashaAllah.... Rosulullah memuliakan sekali istri-istri beliau ya?"
"Iya lah... Karena apa? Seorang istri Soleha memang harus di hadiah, cinta dan kasih sayang, apalagi jika wanita itu sudah memberikannya keturunan." Menari pipi Rahma. "Seperti istri mas ini, walaupun sering bersungut. Tapi kau tidak pernah membantah apa yang mas perintahkan, selalu mau memperbaiki diri, tidak pernah merasa paling benar. Walaupun kamu tidak salah saat mas tegur? Kamu tetap diam saja tanpa membalas sepatah katapun dari kata-kata mas. Itu yang membuat kamu berhak mas sebut sebagai istri Soleha ku... Sebaik-baiknya permata di dunia ini adalah diri mu. Itu bagi mas."
"Huuuu... Masa sih Rahma sampai seperti itu di mata mas?" Mengusap pipi Suaminya dengan ibu jari.
"Iya.... Serius, kamu tahu mas tegas kan? Kalau kamu salah mas pasti tegur. Andai kamu memiliki sikap membangkang? Mas tidak segan-segan loh mengembalikan mu ke orang tua mu. Walau se-cinta apa diri mas terhadap mu."
"Ya Allah kok gitu sih mas?"
"Iya lah... Siti Hapsah saja pernah di kembalikan kepada Umar oleh Rosulullah, padahal kesalahannya tidak begitu berat, walaupun di rujuk kembali oleh beliau. Karena apa? Istri yang baik itu tidak akan pernah berusaha untuk menang dari suaminya. Walaupun sehebat apapun dia." Jawab ustadz Irsyad. Rahma menunduk, ia pun sedikit sedih jadinya mengingat dia sendiri terkadang bertutur kata tidak baik. "Dek?" Mengangkat dagu Rahma.
Rahma pun meraih lengan suaminya. Lalu memeluknya. "Jangan pernah kembalikan Rahma ke orang tua Rahma ya mas?"
"Loh, siapa yang punya niatan seperti itu?" Terkekeh sembari mengusap-usap punggung Rahma.
"Ya nggak tau, pokoknya apapun kesalahan Rahma, mas harus mengampuni."
"Hehehe, tergantung kalau masih bisa di ampuni ya mas ampuni."
"Aaaaa, pokoknya jangan pernah ada fikiran untuk mengembalikan Rahma pada orang tua Rahma. Hiks."
"Iya... Iya Umma sayang." Mengecup pangkal kepala Rahma. "Sudah yuk istirahat, kita tidur siang mas ngantuk." Ajak ustadz Irsyad. Rahma pun mengangguk. Hingga Keduanya berjalan masuk ke dalam setelah mengunci pintu depan itu terlebih dahulu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
𝐀⃝🥀𝐑𝐚𝐧 ℘ṧ㊍㊍👏
🥰🥰🥰
2023-01-03
1
EndRu
subhanallah.. sungguh luar biasa 😭😭😭😭
2022-03-13
0
Marni Yulis Marni
subhanallah saya suka sekali dengan novel ini..dapat menjadi pelajaran dlm kehidupan rmah tangga supaya lebih samawa..trimakasi thor karya mu the best
2021-12-01
4