Pukul 02:57
Di saat langit masih gelap, serta suara murotal pun masih terdengar. Nuha sudah duduk membelakangi Faqih sembari mengeringkan rambutnya, dengan Handuk.
Baru saja ia merasakan indahnya cinta Faqih tadi malam.
Berjima untuk yang pertama kalinya dalam hidup Nuha, benar-benar membuatnya terus terbayang. Seolah rasa takut untuk menatap sang suami semakin menjadi, mungkin bukan ke takut saat ini akan tetapi lebih ke rasa malu pada Faqih yang sudah melihat lekuk tubuhnya itu, seluruhnya.
Sementara sang suami sesekali melirik. Ia bingung saja, gadis ini sebenarnya kenapa? Saat di ajak untuk mandi besar bersama pun dia hanya diam saja, sama sekali tidak ingin melihat ke arahnya.
'apa dia menyesal sudah melakukan itu dengan ku?' batin Faqih yang merasa tidak tenang dengan sikap Nuha itu. Hingga Nuha mulai beranjak.
"Mau kemana neng?" Tanya Faqih.
"Ma...mau, menyiapkan sahur." Jawabnya berjalan kaku menuju pintu kamar.
"Tunggu, kita buat sama-sama saja."
"A'a mau sholat Sunnah kan? Jadi biar Nuha saja." Nuha sudah menyentuh gagang pintunya. Dan bebarengan dengan itu Faqih menghentikan Nuha.
Perlahan di sentuh lah dagu sang istri seraya mengangkatnya.
"Kamu kenapa?" Tanya Faqih.
"Kenapa apanya? Aku tidak kenapa-kenapa." Jawabnya.
"Ngomong sama A'a."
'bagaimana cara ku berbicara, aku tuh malu.'
"Neng.....?"
"Tidak A', sungguh tidak ada apa-apa."
"Apa A'a menyakiti mu? Sejak selesai berjima kau sama sekali tak bersuara, bahkan bangun tidur tadi pun sama." Ucap Faqih, mengusap-usap pipi Nuha dengan punggung jarinya. Gadis itu pun menggeleng.
"A'a tidak menyakiti ku kok." Semakin malu-malu gadis itu.
"Lalu?" Tanya Faqih, mulai menempelkan bibirnya ke bagian pipi kanan Nuha.
kedua tangan Nuha saling meremas, terlebih saat nafas Faqih berhembus di dekat telinganya.
"Aku malu." Jawab Nuha lirih.
"Malu kenapa?" Tanya A' Faqih setelah Melepaskan.
"Ya malu saja... Masa harus ku jelaskan." Jawab Nuha yang kembali merasa geli saat A' Faqih kembali memberikan kecupan di pipi Nuha berkali-kali, bahkan kini malah berpindah ke dekat telinga. Dan sepertinya Faqih hanya tersenyum mendengar jawaban dari Nuha.
"A'a sudah, aku mau menyiapkan sahur." Sudah sangat ingin dia terlepas dari situasi yang membuatnya gemetaran itu.
Seperti inikah kehidupan pengantin baru? Padahal waktu masih panjang. Apa dia mau melampiaskan hausnya secara sekaligus?
"Jadi maunya bagaimana?" Tanya A' Faqih, Melepaskan kecupannya, lalu menatap Nuha lagi.
"Ba... bagaimana apanya?"
"Agar kau tak seperti ini setiap kali berjima dengan ku." Tanya Faqih.
"Se....sebisa mungkin, jangan terlalu sering."
"Kalau aku mau Setiap hari?"
'apa sih? Dia ini ya... Mau menyiksa ku atau bagaimana?' Nuha berusaha menjauhkan tubuh A' Faqih dengan cara mendorongnya pelan. "Aku... Aku mungkin tidak bisa kalau setiap hari."
Faqih menghela nafas, "Bacakan ayat 223 surah Al-Baqarah." Pinta A' Faqih. Gadis itu pun terdiam, sedang mengingat-ingat, karena dia belum hafal seluruhnya surah tersebut.
"Emmmm, kalau tidak salah... Bismillahirrahmanirrahim, Nisa'ukum harsul lakum fa'tu harsakum anna– syi'tum wa qaddimu li'anfusikum, wattaqullaha wa'lamu– annakum mulaquh, wa basysyiril-mu'minin." Nuha membaca dengan benar. Faqih pun tersenyum.
"Tahu Artinya?" Tanya A' Faqih kemudian. Nuha pun menggeleng pelan.
"A'a kasih tahu.... arti dalam surah yang kamu baca tadi, yaitu 'Istri-istrimu adalah (laksana) tanah tempat bercocok tanam bagimu, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu sebagaimana saja yang engkau kehendaki.' paham maksudnya tidak?"
"Iya."
"Apa?"
"Iya....intinya, A'a boleh Menyentuh ku kapan saja A'a mau. Karena aku istrimu, dan dengan cara mu asal itu baik tidak menyakiti ku." Jawab Nuha yang membuat Faqih tersenyum, lalu membelai lembut rambut Nuha.
"Neng, saat ini kau mungkin masih belum nyaman dengan ku. Namun hubungan biologis seperti ini wajib sesering mungkin kita lakukan. Karena bisa menambah cinta antara aku dan kau."
"Iya, tapi A'…?"
"Coba cium A'a di sini." Menunjuk bagian bibirnya sendiri.
"I...itu? Itu tidak mungkin."
"Belajar saja... Agar neng terbiasa, karena apa yang ada di tubuh A'a ini milik mu. Begitu pula sebaliknya." Faqih sudah memasang diri. Gadis itu pun hanya menatap wajah Suaminya dalam-dalam.
"Ayo..." Titah Faqih. Nuha pun menggeleng pelan.
"Maaf A', Nuha belum bisa."
"Haha." Faqih tertawa tiba-tiba, ini kali pertamanya ia melihat Faqih tertawa seperti tadi, karena dia benar-benar gemas dengan Nuha. "Ya sudah A'a saja yang memberikannya."
Faqih memberikan kecupan itu dengan lembut. Membuat Nuha reflek memejamkan matanya, lalu kedua tangannya melingkar di pinggang Faqih.
'cinta memang mungkin belum hadir untuk mu duhai suami ku, namun aku akan berusaha untuk bisa menjadi wanita yang paling mencintai mu setelah ini.' Batin Nuha yang mulai menitikkan air matanya, saat mendapatkan kecupan cinta di bibirnya dari sang suami.
***
Langit di luar mulai terang, setelah melakukan solat subuh berjamaah di ruang sholat.
Faqih pun membersihkan kebun di luar, seperti mencabuti rumput, menyirami tanaman hias milik Ummanya.
Dan terakhir, ia mengeluarkan selang air dari garasi mobil, setelah mengeluarkan mobil itu lebih dulu.
Nuha pun keluar dari dalam rumah, karena pekerjaan rumah dia sudah selesai. Ia mengamati punggung sang suami yang sedang berjongkok sembari membersihkan bagian ban mobilnya.
Betapa ia merasakan bahwa Faqih adalah pria yang rajin. Dia bahkan menyiapkan sahur tadi dan membiarkan Nuha duduk saja. Belum lagi saat Nuha hendak mencuci piring.
'biar A'a saja, pokoknya neng jadi ratu di rumah A'a ini.' begitu katanya tadi, Nuha pun tersenyum. Di lihat sang suami tengah menyeka peluhnya yang mulai keluar. Hingga Nuha masuk kembali kedalam rumah, dan keluar lagi dengan handuk kecil di tangannya.
Lalu berjalan pelan mendekati Faqih yang sudah mulai menyirami lagi mobilnya dengan air yang keluar dari selang di tangannya.
'bismillahirrahmanirrahim.' batin Nuha lalu semakin mendekat lah dia, dan setelah itu mengusap kening Faqih dengan handuk di tangannya. Faqih sempat terkejut namun ia kembali tersenyum.
'A Faqih ternyata tak segalak yang ku bayangkan. Aku lebih sering melihat senyumnya yang indah itu sekarang.' Nuha membalas senyumnya.
"Rehat dulu A," titah Nuha.
"Tanggung neng, tinggal ngeringin kok. Kamu duduk sana. Nanti basah."
"Nuha ganggu A'a ya?"
"Tidak sayang." Jawab Faqih yang tiba-tiba menyebut kata sayang untuk yang pertama kali, entah dia sadar atau tidak. Namun Nuha malah jadi berdebar gara-gara ucapan sayang itu. Sehingga membuatnya menurunkan tangannya.
Dan di raih lagi tangan Nuha yang mengira Nuha sedikit jengkel.
"Lap lagi... Lap lagi... A'a rehat deh." Ucap Faqih yang masih memegangi tangan Nuha, lalu membantu tangan itu kembali menekan-nekan keningnya sendiri.
Nuha tersenyum. "Lelah?"
"Iya... Nanti pijitin kaki A'a mau?" Tanya Faqih.
"Mau." Jawab Nuha bernada imut.
"MashaAllah... Makasih ya. Sekarang A'a selesaikan dulu, setelah ini mandi lagi baru minta pijit istri A'a ini." Mengusap-usap pangkal kepala Nuha.
"Hehehe... Iya."
"Ya Allah, kabogoh abdi." Menarik pipi Nuha gemas.
"A'a jangan pakai bahasa Sunda."
"Kenapa? A'a tuh sengaja tahu." Terkekeh.
"Yo wes karep mu wae. Aku Yo iso kok." Jawab Nuha dengan bahasa Jawa yang kaku. Kata-kata itu sering Abinya sebut sehingga membuat dia hafal dan tahu artinya. Faqih terdiam.
'nah loh bengong kan tuh, sukurin.' batin Nuha tertawa jahat.
"Kok pakai bahasa Jawa? Apa itu artinya?"
"PR buat A'a, dan lagi Nuha itu sengaja tahu, memang A'a saja yang tahu bahasa daerah A'a sendiri. Nuha juga bisa." Tertawa. Faqih pun merasa senang karena Nuha mulai bisa lepas lagi.
"Ckckck, nantang jeung abdi, maneh mah. Puasa...! Puasa Faqih! Duh Gusti." Faqih geleng-geleng kepala menahan gemasnya yang hendak mencium kekasih halalnya itu. sedangkan Nuha semakin tertawa melihat ekspresi A' Faqih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Herlina Lina
hehehe
2024-03-02
0
Herlina Lina
mau lah d bucinin gini hehehe
2024-03-02
0
Wenda Junia Apriani
jd seneng dehh klo kya gt
2023-07-29
0