Dalam ke hangatkan dua pasangan halal itu, tentu kita tidak boleh melupakan bahwa masih ada sang jomblo fisabilillah di sebelah kamar Nuha.
Ya Rumi Al Fatih. Pria itu tengah merebahkan tubuhnya, setelah berkutat dengan laptopnya beberapa menit yang lalu.
Dan baru saja dia hendak memejamkan mata sebuah dering ponsel membuatnya terjaga. Rumi pun menoleh, serta meraih ponsel tersebut.
Ada nama Shafa tertera di layar ponsel itu ia pun menerimanya.
"Hallo Assalamualaikum." Sapa Rumi. Sementara yang di sebrang menjadi lebih gugup lagi setelah sekian menit berfikir untuk memberanikan diri menelfon Rumi.
"Wa... walaikumsalam, anu. Maaf kamu belum tidur kan? aku mengganggu tidak?" Tanya Shafa. Rumi pun tersenyum.
"Tidak kok. Aku belum tidur, Kenapa?"
"Itu, madrasah tempat ku mengajar kan mau mengadakan studi banding di Bandung saat pertengahan puasa nanti. Dan kebetulan aku di pilih, ada beberapa guru lain juga sih. Cuman karena yang lainnya laki-laki hanya aku yang perempuan kamu bisa membantu ku tidak? Kali saja ada teman wanita yang bisa aku tumpangi." Ucap Shafa.
"Oh, kenapa tadi tidak bicara langsung dengan ku?"
"Iya maaf, soalnya baru kepikiran sekarang."
"Begitu ya, emmm insyaAllah ada sih nanti ku coba bilang ke teman ya."
"Benarkah?"
"Iya." Jawab Rumi lembut.
"Terimakasih Rumi kalau begitu, ku tunggu jawabnya ya."
"Iya Shafa sama-sama. Ya sudah tidur gih, selamat menjalankan ibadah puasa untuk mu dan keluarga ya." Ucap Rumi. Shafa pun tersenyum.
'ya Allah, kenapa jantungku berdebar sekali. Padahal hanya mengobrol seperti ini saja.'
"Shafa, masih di sana kan?"
"Ahh... Iya... Iya Rumi. Emmmm sama-sama selamat menunaikan ibadah puasa juga untuk mu dan keluarga." Ucap Shafa.
Sementara itu, di saat Rumi tengah menerima panggilan telepon dari shafa. Seorang gadis lain bernama Debora/Deby yang sering orang kenal turut menghubungi Rumi.
Niat hati ia hanya ingin menanyakan bacaan niat berpuasa. Karena besok dia ingin mencoba menjalani ibadah puasa untuk yang pertama kali selama hidupnya.
Walaupun dia masih mengalungi salib di dadanya namun keinginan itu sudah sangat kuat ingin dia lakoni.
Sudah beberapa kali dia menekan tombol call namun nomor Rumi selalu sibuk. Membuatnya mendesah.
"Kak Rumi itu sedang menelfon siapa sih di jam dua belas ini? Tidak mungkin kak Rumi punya pacar kan? Tidak...tidak... Tidak mungkin sih, mungkin saja pria yang tengah menelfonnya, karena selama ini telfon dari ku saja tidak pernah di angkat." Gumam Debby masih berusaha menghubungi Rumi namun tetap sibuk di sana.
"Duh... Bagaimana ini? Baiklah ku kirim. Pesan chat saja, mudah-mudahan sih di balas." Debby mengetik-ketik sesuatu di layar ponselnya. Lalu mengirim pesan itu kepada Rumi.
"Semoga di balas.... Semoga di balas." Berharap sekali dia bahkan ponselnya pun ia letakkan di atas ranjang tepat di hadapannya yang tengah duduk bersila di ranjang itu, dengan kedua tangan mengatup kedua pipinya menunggu pesan itu di buka oleh ustadz pujaan hatinya.
Hingga tak lama centang abu-abu itu berubah biru. Mata Debby pun berbinar.
"Ya ampun... di baca hahahaha.... Utututu ustadz cinta ku. Balas.... Ku mohon balas kak Rumi." Debby bersemangat. Namun ia tak melihat tulisan mengetik di sana. Hingga membuatnya lesu.
"Sudah ku duga, dia itu ya... Issssshhh!" Bersungut namun alangkah terkejutnya saat sebuah panggilan telepon masuk ke ponselnya. Bahkan matanya saja sampai terbelalak.
"Woy...demi apa? Dia nelfon? Ya Tuhan... Sejarah nih... Kak Rumi nelfon..! Astaga...! Astaga...!" Tiba-tiba saja gadis itu kelabakan, saking gugupnya saat ada panggilan masuk dari Rumi.
"Wokeeehhh.... Tarik nafas Deb, buang...huuuuufff. jangan gugup, tenang. Dan terima okay... Kuy... Semangat, calon imam sudah memanggil." Debby pun menekan tombol terima.
"Assalamualaikum." Sapa Debby ceria seperti biasanya.
"A... Alaikum." Jawab Rumi lirih, entah apa yang ada di pikirannya. Bisa-bisanya dia malah menelfon Debora saat dia sendiri saja tidak bisa berbicara dengan tenang dengannya. "Tadi kau mengirimkan ku pesan tentang bacaan Niat puasa?"
"Iya...iya kak. Aku cuma mau tahu, bacaannya apa? Aku belum hafal."
"U...untuk apa? Bukankah kau tidak menjalankan?"
"Emmm, aku berniat ingin menjalankan kak. Boleh kan?" Tanya Debby, Rumi pun terdiam.
"Deb?"
"Iya?"
"Aku ingin tanya, apa alasan mu selama ini mengikuti pengajian ku, bahkan sampai sekarang mau menjalani ibadah puasa?"
"Karena aku cinta agama mu itu." Jawab Debby jujur. Rumi pun tersentuh mendengar jawabannya.
"Se-cinta apa?"
"Hanya hati ku yang tahu, bahkan aku pun tidak bisa mengungkapkannya. Kau tahu? Andai aku mampu, aku ingin menjadi seorang mualaf." Jawab Debby tulus, dalam tatapan sendunya yang terarah pada sebuah kitab suci Al-Qur'an kecil yang ia sembunyikan di dalam kantong keresek Hitam di dalam laci meja belajarnya.
Rumi tersenyum.
"Ku doakan kau mampu." Rumi mengamini.
"Tapi aku tak yakin, karena ayah ku sendiri saja seorang pendeta yang Taat. Mungkin aku akan di kucilkan oleh keluarga ku, kalau sampai aku pindah agama." Terdengar dari sebrang suara Debby yang tak seceria pertama.
'gadis ini sebenarnya gadis baik-baik, namun karena sikapnya yang ceria malah membuat ku takut. Apa perlu aku bantu dia ya? Tapi, pasti akan berat sekali tantangannya.' gumam Rumi dalam hati.
"Deb? Dalam setiap jalan yang kita pilih pasti akan ada sesuatu yang harus kita bayar sesudahnya. Sebagaimana para sahabat saat mereka hendak masuk Islam, saat Rosulullah Saw hendak berdakwah. Namun demi cinta mu kepada agama dan Tuhan yang sudah kau bela. insyaAllah akan ada hal manis yang akan kau terima karena keteguhan hati mu itu. Aku mendukungmu jika kau ingin mempelajari ilmu Islam lebih dalam lagi." Ucap Rumi tulus. Debby pun tersentuh.
"Kakak serius? Apa aku boleh menjadikan kak Rumi guru spiritual ku?"
Degg...!
"Aku?" Tanya Rumi.
"Iya... Kak ustadz Rumi Al Fatih."
"Tapi, aku tidak bisa mengajari mu secara detail. Karena kita bukan muhrim."
"Kalau begitu jadikan aku muhrim mu lah hahahaha." Jawab Debby, yang langsung membuat Rumi bungkam. "Hei... Aku hanya bercanda kak," sambung Debby masih tertawa.
"Kau lebih membutuhkan sosok Ustadzah Deb."
"Aku tidak mau. maunya sama kak Rumi saja."
Rumi pun garuk-garuk kepala merasa bingung. "Hmmmm, oh iya Kau sungguh-sungguh ingin belajar berpuasa?" Rumi segera mengalikan ke topik awal.
"Iya, sungguh."
"Baik, ikuti aku ya? Akan ku ajarkan bacaan niatnya."
"Iya kak." Debby kembali bersemangat.
"Baca dulu basmalah kau hafal kan?"
"Hafal dong... Bismillahirrahmanirrahim." Debby, Rumi pun tersenyum.
"Baiklah bismillahirrahmanirrahim Nawaitu..." Ucap Rumi.
"Nawaitu..."
"shauma ghadin..."
"Sauma?"
"ghadin... shauma ghadin."
"shauma ghadin."
"an'adai.."
Debby pun terus mengikuti hingga bacaan niat itu selesai di bacakan oleh Rumi.
Dan gadis itu mencoba membacanya berulang-ulang. Yang kembali di tuntun dengan sabar oleh pria yang ia kagumi itu.
"Nawaitu shauma ghadin an'adai fardi syahri ramadhani hadzihisanati lillahita'ala" Debby pun hafal. Sehingga membuatnya tertawa senang. Rumi yang di sebrang pun turut tertawa.
"Alhamdulillah sudah bisa ya, besok kalau Debby harus bangun sahur sebelum menjelang imsyak tiba ya. Antara pukul tiga sampai jam empat pagi intinya sebelum masuk waktu subuh." Titah Rumi lembut.
"Iya. tapi kakak mau bangunin Debby tidak?"
"insyaAllah, aku usahakan."
"Senangnya... Makasih kak Rumi sudah mengajarkan ku niat berpuasa."
"Sama-sama. Oh iya, sudah hampir jam satu malam, sebaiknya panggilan ini kita sudahi ya. Supaya besok mudah bangun sahurnya."
"Iya kak Rumi. Selamat malam. Selamat istirahat. Assalamualaikum."
"Alaikum. Deb." Jawab Rumi yang jauh lebih tenang lagi sekarang. Dia pun mematikan panggilan telefonnya. Hingga sebuah helaan nafas ia keluarkan.
"Semoga Allah memudahkan jalan mu Debora." Gumam Rumi seraya tersenyum. Lalu meletakkan telfon genggamnya lagi ke atas meja.
Sementara yang di sebrang tengah terkekeh girang sembari mencium layar ponselnya berkali-kali. Dan merebahkan tubuhnya seraya memeluk ponselnya itu.
"Pokoknya ponsel ku harus ada di dekat ku agar aku bisa menerima ucapan selamat paginya dengan cepat hehehe."
Dan di tempat yang lainnya lagi, tepat beberapa waktu yang lalu sebelum Rumi menerima panggilan telepon dari Debby. Gadis Soleha bernama Shafa tengah tersenyum senang.
"Ya Allah, kuatkan lah keimanan ku. Agar rasa ini tak membuat ku semakin berdosa karena terlalu meresapi. Dan jika Kau mengizinkan ku untuk bersama pria bernama Rumi? Maka dekatkan ya Allah, namun jika tidak maka berikanlah keikhlasan dan berikan lah aku penggantinya." Shafa mengusap wajahnya hingga Bulir bening itu mulai keluar dari netranya.
Entah sejak kapan dia jadi mengagumi sosok Rumi. Namun karena dia menyadari status ibunya yang sudah di anggap adik oleh ustadz Irsyad membuatnya merasa tidak memiliki harapan untuk bisa lebih dekat lagi dengan hubungannya yang sekarang. Terlebih dia adalah seorang wanita, tidak mungkin juga dia menyampaikan perasaannya dan meminta Rumi untuk mengkhitbahnya. Belum lagi dengan usia Rumi yang jauh lebih muda satu tahun dari usianya membuatnya sangat berusaha sekali menyembunyikan rasa kagumnya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Alivaaaa
wah wah Rumi dapet dua perempuan sekaligus yg diam² mengaguminya 🤭 tapi kemungkinan Debora nih yg bisa meluluhkan hati Rumi 😁 sama² berjuang agar Debora menjadi muallaf 😁
2023-03-24
1
𝐀⃝🥀𝐑𝐚𝐧 ℘ṧ㊍㊍👏
Apakah Debora atw Shafa yg jadi jodoh nya Rumi 🤔🤭
2023-01-02
0
ga kenal
sama kayak saya itu kalau crush saya liatin+senyumin saya😆👆
2022-11-07
0