Cukup lama mereka dalam posisi seperti itu, hingga Nuha pun mulai merasakan sedikit ketenangan.
Samar-samar terdengar suara imsakiyah dari toa masjid. Membuat Faqih mengecup pangkal kepala Nuha terlebih dahulu lalu melepaskan pelukannya.
Setelah itu menggandeng tangan Nuha dan membawanya untuk duduk di atas ranjang.
Gadis itu menoleh ke arah sang suami yang tengah meraih segelas air di atas meja. Ia pun tahu sekarang apa yang di lakukan Faqih dari saat di meja makan hingga tadi cukup membuatnya yakin bahwa masih ada sisi lembut di balik sikap dinginnya A' Faqih. Sehingga membuat Nuha merasa bersalah karena telah menolaknya tadi, dan berharap apa yang ia lakukan itu tak berdosa.
"Minum dulu." Menyodorkan gelas itu kepada Nuha.
"A'a dulu saja."
"Minum...!" Titah A' Faqih tegas. Nuha meraih gelas itu namun di tepis oleh Faqih. Membuat Nuha hanya mendekati bibir gelas itu. Setelah meminum setengahnya ia pun berhenti.
"Sudah?" Tanya Faqih. Nuha mengangguk. Kini giliran Faqih meminum gelas itu tepat di bekas bibir sang istri. Hal yang selalu Rosulullah lakukan pada istrinya. Namun jaman sekarang suami mana yang mau seperti itu? isssshh issshhh issshhhh. Tetep ada sih semoga hehehehe
Nuha mengulum bibirnya sendiri, entah kenapa dia jadi bergetar lagi saat mengingat kecupan di bibirnya tadi. Tangan Faqih tiba-tiba mengusap bibir Nuha dengan ibu jarinya.
"siap-siap, kita ke masjid." Ajak A' Faqih datar.
Nuha pun tercengang, sepertinya pria itu mulai kembali pada habitatnya yang dingin dan datar itu. Padahal pas dia memeluk tubuhnya sudah mulai kelihatan lembut sekali.
"Hei...!! Jangan bengong, ayo."
"Tapi kan belum adzan subuh."
"Ya siap-siap saja ayo keluar sambil nunggu adzan subuh. Kali saja kamu mau bersihin karpet masjid dulu pakai lap."
"A' Faqih kenapa mengingatkan itu sih?"
"Apa? Lagian siapa suruh, ada kemonceng malah ngebersihin buku ensiklopedi pakai lap." Tersenyum mengejek, Sementara Nuha hanya mendengus. Ia tengah malas saja meladeni suaminya itu, apalagi status sudah berubah. Tidak mungkin lagi dia membalas ejekannya.
"Peci A'a sini." Pinta Faqih yang tengah menata rambutnya.
'ya Allah, padahal diranggai sendiri saja sudah kena tuh peci. Kenapa nyuruh sih. Manja banget jadi suami.' runtuk Nuha yang langsung beristighfar karena telah mengeluh, ia lantas meraih peci itu.
"Ini A' Faqih." Menyodorkan pecinya. Dengan perangai sehalus mungkin, selayaknya seorang istri Soleha.
"Kok di kasihin?"
"Lah terus?"
"Pakaikan lah." Mengibas rambutnya dari bawah poni ke atas sampai kebelakang kepalanya. Sungguh seolah ketampanan A' Faqih naik jadi beberapa level.
'ya Kareem... Kenapa suami menyebalkan seperti dia ini harus tampan sih, hati ku kan jadi plin plan.' batin gadis itu yang mulai berjinjit karena tinggi badan suaminya benar-benar membuatnya kesulitan memasangkan peci hingga akhirnya Faqih pun sedikit membungkuk.
Tangan Nuha mulai memasangkan peci itu di kepala A' Faqih, dengan perasaan sedikit gugup.
Terlebih saat pandangan sang suami masih tertuju kepadanya seraya tersenyum sangat tipis.
Setelah selesai, Faqih pun kembali duduk di atas ranjangnya.
"Sana ganti baju dulu, A'a tunggu." Titah sang suami yang di balas dengan anggukan mengiyakan Nuha.
Gadis itu pun berjalan mendekati lemari mengambil pakaiannya, lalu membawanya kedalam kamar mandi.
Faqih menghela nafas, ia pun Menyentuh bagian dadanya yang sedari tadi berdebar-debar lalu tersenyum, seraya meresapi perasaan itu.
***
Subuh itu Abi Irsyad dan Rahma jalan lebih dulu bersama Rumi di depan, sedangkan Faqih dan Nuha di belakang cukup jauh dari tiga orang di depannya itu.
Nuha yang bingung ingin mengatakan apa hanya diam saja. Karena memang Faqih pun hanya diam saja di sebelahnya. Bahkan hingga rombongan keluarga Irsyad sampai di masjid tak ada sepatah kata pun keluar dari bibir sang Hafizh. Benar-benar seperti berjalan dengan pria tak di kenal begitu pikir Nuha.
Sebenarnya ada keinginan Faqih untuk menggandeng tangan sang istri, namun setiap kali di susul jamaah lain ia langsung urung. Rasa tidak enak mengalahkan niatannya untuk berlaku romantis. Sehingga menggendong tangan kebelakang lah yang menjadi pilihan dia, atau mungkin hendak meraih namun di alihkan lagi dengan pura-pura menggaruk kepala. sesekali Faqih melirik ke arah Nuha dan membodoh-bodohkan dirinya sendiri.
Hingga sampailah mereka di depan pelataran masjid, A' Faqih pun memberanikan diri meraih tangan Nuha memeganginya, karena tiga anak tangga itu sedikit basah dan licin mungkin karena habis hujan gerimis tadi malam. Membuat Nuha sedikit tersentuh.
'benar, dia itu sebenarnya perhatian ya? Cuma karena wajahnya datar aja, jadi keliatan galak.' batin Nuha seraya tersenyum tipis.
"Hati-hati, kalau kepleset. A'a juga yang malu." Ucap Faqih. Nuha menoleh cepat.
'dih...! Orang ini ya? Ku tarik kata-kata ku yang bilang dia itu perhatian. Apaan? Yang dia khawatirkan rasa malunya?' batin Nuha seraya mendengus. Seperti suatu barang yang tengah di umbulkan pemiliknya namun di jatuhkan Kemudian.
Ia pun Melepaskan tangannya sendiri lalu berjalan lebih Dulu meninggal Faqih yang tengah senyum jail saat melihat Nuha kesal.
Lalu menyusul berjalan masuk ke dalam masjid itu.
–––
Di dalam, semua jamaah sudah berkumpul hingga Rumi pun mulai mengumandangkan komat pertanda sholat subuh akan segera di mulai. Ustadz Irsyad mendekati menantunya.
"Faqih, pagi ini kamu saja ya yang menjadi imam." Pinta ustadz Irsyad.
"Sa...saya Bi?"
"Iya. Tidak apa kan?"
"Iya Bi." Faqih pun maju ke tempat imam. Sementara Ustadz Irsyad mundur dan berdiri di sebelah Rumi.
Hingga Faqih mulai menyerukan takbiratul ihram, yang di ikuti oleh para jama'ahnya.
Nuha yang berada di shafnya pun sedikit tersenyum, ia senang karena Suaminya menjadi imam di masjid ini. Hingga tangannya pun terangkan mengucap takbiratul ihram.
Dua rakaat dengan khunut pun sudah di jalankan. Dan diakhiri dengan salam ke kanan lebih dulu lalu kiri.
Di pagi yang masih temaram itu, masjid masih riuh dengan suara zikir para jamaah yang di pimpin oleh Faqih. Dan Berakhir dengan kuliah subuh ustadz Irsyad.
Barulah keluaga itu pulang ke rumah mereka.
"Ayo." Ajak Irsyad pada Semua.
"Bentar Bi, Nuha masih di dalam masjid. Dia ke toilet dulu tadi." Ucap Umma Rahma.
"Emmm, Abi, Umma sama Rumi pulang dulu saja. Nuha biar Faqih yang menunggu."
"Oh, ya sudah. Kita jalan pelan ya... Assalamualaikum." Irsyad mengusap punggung Faqih.
"Iya Bi....Walaikumsalam warahmatullah." Faqih tersenyum.
"Duluan A'...." Ucap Rumi seraya meraih sandalnya.
"Ya..." Jawab Faqih kemudian, dia pun menyandar ke tiang masjid menunggu Nuha serta menjawab salam beberapa jama'ah yang masih tersisa dengan senyum tipisnya.
Hingga dari kejauhan Nuha pun berjalan cepat.
"Maaf A' lama ya? Tadi cincin Nuha jatuh di kamar mandi, jadi Nuha mencari dulu untungnya ketemu. mungkin masih agak longgar." Ucap Nuha sembari memegangi cincin yang melingkar di jari manisnya. Iya cincin dari Faqih.
"Coba ku lihat." Faqih meraih tangan Nuha. Melihat sekilas, lalu menautkan jari-jari Nuha dengan jari-jarinya. "Biar nggak longgar." Tuturnya kemudian sembari mulai melangkah dengan tangan masih saling bertaut.
Nuha pun tersenyum. Lalu mengikuti langkahnya menuruni anak tangga, karena fokus Nuha tertuju pada Wajah Faqih yang sama sekali tak menoleh ke arahnya. Karena mungkin dia tidak ingin menunjukkan wajahnya yang merona itu.
Hingga kaki Nuha tiba-tiba tidak sengaja menendang salah satu sandal A' Faqih yang saat itu hendak di masukan kaki Faqih itu sendiri.
'astagfirullah... Mati aku.' Mata Nuha membulat, terlebih saat Faqih hanya bengong mengamati sandal itu terpental sedikit karena mungkin tendangan Nuha lumayan keras.
Pria itu menoleh. "Neng? Kok di tendang sendal A'a? sengaja ya?"
'neng lagi? Kok dia jadi demen manggil neng?' batin Nuha yang masih sempat canggung dengan panggilan neng itu padahal dia sedang dalam situasi bahaya.
"A...anu... Nggak A'... Demi Allah, Nuha nggak sengaja."
"Balas dendam ya kamu, karena A'a pernah nendang sepatu kamu?"
"Nggak A' serius..." Nuha Melepaskan tangan A' Faqih lalu berlari kecil meraih sendal Suaminya dan mendekatkan lagi ke dekat kaki Suaminya itu, hal itu membuat Faqih tersenyum terlebih saat Nuha berjongkok memakaikan sendalnya. Faqih pun langsung meraih tangan Nuha agar gadis itu bangun.
"Maaf A'a... Demi Allah, Nuha tidak sengaja."
"Ck, ku maafkan. Tapi tetap ku hukum kamu nanti." Ucap Faqih kembali meraih tangan Nuha, gadis itu menoleh.
"Hukum?"
"Iya..."
"Tunggu saja." Tersenyum seringai. Lalu kembali menautkan tangan Nuha sembari melanjutkan langkahnya.
Dari kata-kata hukuman itu sukses membuat Nuha menelan selavinya, berharap hidupnya akan baik-baik saja setelah ini. Apalagi nanti dia akan di bawa ke daerah kekuasaan sang yang mulia pangeran Faqih Al Malik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Herlina Lina
agak kepiye ngunu yes d panggil neng😁
2024-03-02
0
Herlina Lina
alasan a'...a'..
2024-03-02
0
Herlina Lina
kedubraAaAk....twewewewww 😂😂😂
2024-03-02
0