Di tempat lain, seorang laki-laki masih betah di atas alas sujudnya. Berzikir selepas subuh tadi hingga pukul 06:30 ini.
Sementara itu tidak henti-hentinya Umma Hasna mengecek sang putra guna mengajaknya sarapan pagi, namun pemuda itu seolah masih belum beranjak dari posisinya, sehingga membuatnya kembali menuju ruang makan, menemani sang suami yang sudah mulai menyantap hidangan paginya.
"Bi, kok Faqih tidak keluar-keluar ya? Lama sekali zikirnya?" Umma Hasna kembali duduk di dekat sang suami.
"Biarkan Umma, dia sedang meminta Ridho sang maha kuasa. Karena hari ini, ustadz Irsyad akan memberikan jawabannya langsung." Jawab ustadz Rahmat.
"Sampai segitunya? Sepertinya spesial sekali, Putri dari ustadz Irsyad itu." Menuang air minum ke dalam gelas lalu menyerahkannya kepada sang suami. Ustadz Rahmat pun hanya tersenyum seraya meraihnya.
Sementara itu, sang Hafizh mulai menitikkan air matanya. dengan tangan Menyentuh bagian dada sebelah kiri, meresapi debaran jantung yang benar-benar tak beraturan.
Bibirnya mulai gemetar. Seolah ia tidak bisa lagi menghalau bayang-bayang gadis yang ia kagumi itu.
"Ya Allah, sang maha pencipta alam semesta beserta keindahannya. Hamba benar-benar mencintai salah satu ciptaan mu Ya Allah. Berikan kekuatan hati untuk tidak berlarut-larut dalam kegundahan ini, yang berujung pada pemikiran haram ku. Serta berikanlah kekuatan yang mampu membuat ku tenang, ketika jawaban tak menggembirakan lah yang akan ku terima." Faqih bergumam, lalu mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. Serta menyeka matanya yang basah itu, cinta di relung hatinya benar-benar terasa sekali sepertinya. Sehingga sedikit membuatnya terganggu selama beberapa hari belakangan ini. Dan menikah adalah keputusan yang tepat untuk dia, agar tak berlarut-larut dalam pikiran haramnya.
***
Senja mulai bergulir, memunculkan sinar mentari senja yang masih nampak dari celah-celah awan yang sedikit menutupi. Menemani para ustadz dan ustadzah keluar dari masjid, juga beberapa anak-anak didik yang langsung berhamburan keluar, dan berlarian di sana.
di dalam Faqih masih betah pada posisinya, ia malah berpindah duduk tepat di depan tirai hijau, pembatas antara jamaah pria dan wanita. Sejenak ia menoleh, ia masih melihat bayangan seorang wanita di belakang. Sepertinya dia Nuha, Karena dia merasakan berdebar-debar sedari tadi.
Dan benar saja, gadis itu masih di sana, setelah berzikir cukup lama. Dia pun mengusap wajahnya. Di lihatnya sebuah bayangan pria di balik tirai hijau itu, Nuha pun menghela nafas sejenak.
'Dia A' Faqih bukan ya?' gumam Nuha dalam hati, ia pun menurunkan kepalanya hanya untuk memastikan, mengintip dari celah bawa tirai hijau itu dengan hati-hati tanpa suara.
hingga sebuah dehaman seorang pria yang tak ia ragukan lagi bahwa itu adalah A' Faqih membuatnya langsung terkesiap dan beranjak pada posisi semula.
'benar A' Faqih rupanya, emmmmm.... berbicara pada Abi sama sekali tidak mengubah keputusannya, bagaimana jika aku berbicara langsung padanya ya?' ada sedikit keraguan namun dia putuskan untuk mendekat dua jengkal dari posisi duduknya.
"Emmm... A' Faqih...?" Panggil Nuha ragu, pria di depan pun menoleh sedikit.
'akhirnya membuka suara juga dia.' tersenyum sangat tipis. "Apa?" Jawabnya datar.
"A...anu, aku... Aku mau bicara, boleh?"
"Bukankah kau memang sudah bicara ya? Kenapa mesti izin lagi?" Jawabnya dingin, membuat Nuha semakin ragu untuk membuka suaranya lagi. "Cepat bicara!"
"Iya... Itu... Emmm?" Nuha gelagapan, 'ngomong Nuha, ayo ngomong.' mendorong dirinya sendiri agar mau berbicara.
"Ck, buang-buang waktu saja." Hendak beranjak.
"Anu, jangan dulu pergi. Aku ingin bicara serius. Tolong beri waktu mu, dan dengarkan aku."
"Baik.... Lima menit."
"Iya deh."
"Cepat..! Berjalan loh ini."
"I...ni.... ini juga mau ngomong." mendengus. 'tidak sabaran sekali sih jadi orang.'
"masih mau diam?"
"ini soal, lamaran!" potong Nuha cepat.
Degg..! Faqih bungkam.
"A...apa A' Faqih tidak salah melamar seseorang?"
"Maksud mu?"
"Itu, kakak kenal ustadzah Nafisah kan? Salah satu guru di sini juga? Di...dia Soleha ya, cantik, anak Gus Arfan. Hafalannya apa lagi, sudah lebih banyak dari pada Nuha. Cocok loh sama?"
"Langsung saja, tidak usah berbelit-belit." Potong Faqih, yang sudah tahu inti perbincangan ini. Nuha pun terkesiap.
"Iya deh, aku boleh jujur? Kalau aku shock saat tahu, A'a melamar ku?" Gumam Nuha lirih, jari telunjuknya mengusap-usap karpet mengikuti bentuk lingkaran kecil di sana.
'lebih shock lagi, nikahnya sebelum ramadhan.' batin Nuha, Sementara pria itu pun hanya diam saja, di balik tirai. "Aku bukannya wanita yang tidak kau sukai ya?"
"Kesimpulan dari mana itu?" Tanya Faqih tiba-tiba.
'lah, apa maksudnya dia suka pada ku?' (Nuha)
"Begini loh A', aku kan selama ini selalu menjadi bahan Bully-an mu. Ehhh... Tidak, maksudnya sebagai wanita yang selalu kena masalah, kenapa bisa A'a memutuskan untuk menikah dengan ku. Tiba-tiba lagi, kan aneh."
"Aneh bagaimana? Mengajak nikah itu bukan hal yang buruk kan? Karena bisa memberikan ketenangan hati."
'masalahnya diri mu itu ustadz bikin emosi dengan segala ke tengilan mu tahu! Bagaimana bisa memberikan ku ketenangan hati?' mengelus dada pelan, seraya beristighfar dalam hati.
"Kau tidak bermaksud menolak kan?"
Ehh...? Nuha terdiam.
"Aku serius melamar mu. Jadi tolong terima saya." Nada bicara Faqih berubah serius walaupun masih terdengar datar. Ia pun beranjak setelah mengibas-kibaskan Koko di bagian dadanya, lalu pergi dari sana.
'astagfirullah al'azim, aku tidak tahan di dalam.' gumam Faqih dalam hati seraya memakai alas kakinya dan melenggang pergi menjauh dari masjid itu.
Sementara Nuha yang masih berada di dalam termenung. Pria itu benar-benar serius rupanya? Namun mau bagaimana pun menikah secara terburu-buru seperti ini tidak baik kan, Bahkan dia belum mempunyai kesiapan secara mental.
Dan di tempat lain juga, dua orang bapak tengah saling berpelukan haru, saat Ustadz Irsyad sudah memberikan jawaban menerima Faqih juga kesetujuannya untuk menikahi putrinya saat malam selepas terawih pertama.
Ustadz Rahmat pun langsung menyampaikan kabar bahagia itu pada sang putra melalui telfon genggamnya. Sehingga langsung membuat Faqih tersenyum haru. Ia mendongakkan kepalanya menatap langit-langit, serta menghela nafas berkali-kali. matanya yang mulai memerah itu pun basah.
"Alhamdulillah ya Allah." Gumam Faqih mengucap syukur.
Kini persiapan pun segera di urus ustadz Irsyad, dan ustadz Rahmat. Mendaftar anak-anak mereka, di kantor urusan agama, serta meminta izin pada pengurus masjid di dekat kompleks perumahan tempat tinggal ustadz Irsyad untuk menggelar prosesi ijab Qabul di sana.
––––
H-1 sebelum pernikahan, Nuha benar-benar gugup, hal wajar bukan?
sebagai calon pengantin wanita. mungkin juga di rasakan sama oleh calon pengantin pria.
ada rasa gugup bercampur takut seolah masih saja berkecamuk di hati Nuha, dia bahkan masih saja mengurung diri di kamar, sementara di bawah sanak saudara sudah mulai berdatangan, membantu Rahma dan ustadz Irsyad membuat persiapan pernikahan Nuha besok.
Sebuah ketukan di kamarnya membuat Nuha menoleh.
"Assalamualaikum." Kak Rumi baru saja pulang, dengan jaket dan tas Ransel masih di gendongan. ia tersenyum menyapa sang saudara perempuannya. Nuha pun beranjak, lalu menghampiri Rumi seraya memeluk tubuh sang kakak.
"Semangat dek, kan mau nikah." Mengusap-usap kepalanya.
"Iya." Jawabnya lirih, seolah tidak perlu lagi dia mengutarakan apapun. Semuanya bahagia, semuanya bersemangat.
Mungkin hanya dirinya lah yang merasakan sedih sebagai seorang calon pengantin yang sebenarnya belum ingin menjalaninya.
Walaupun saat ini dia menolak. sebagai seorang insan, ia tetap akan menikah bukan?
Iya... Itu benar, namun tidak sekarang. Tidak secepat ini juga. Nuha kembali menitikkan air mata, dia ingin menunda ini. Sungguh dia ingin menundanya.
Rumi pun Melepaskan pelukannya, lalu mengusap air mata sang adik.
"Jalan-jalan yuk," ajak Rumi.
"Kemana?" Tanya Nuha seraya merengek.
"Kemana saja, kamu boleh beli apapun. Kakak traktir," jawab Rumi. Nuha pun mengangguk mau. "Ya sudah, pakai hijab mu. Kakak kekamar dulu meletakkan tas ini."
"Iya," jawab Nuha mengiyakan.
Rumi pun berjalan keluar sembari menarik handel pintu itu, menutupnya.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Wenda Junia Apriani
semangt nuha
2023-07-29
0
𝐀⃝🥀𝐑𝐚𝐧 ℘ṧ㊍㊍👏
koq jadi sedih rasanya sewaktu Rumi ngajak jalan, serasa jalan terakhir sm saudara sebelum jadi milik orang lain,,, 🥺
2023-01-02
0
Susi Herawati
namanya nuha... tertarik juga...
2022-05-09
0