Kembali ke Jakarta...
Faqih meletakkan ponselnya, setelah panggilan telepon itu terputus lalu kembali duduk di dekat Nuha.
Seolah reflek saja gadis itu langsung bergeser.
"Abi?" Tanya Nuha.
"Iya." Jawabnya, seraya mendekatkan bibirnya ke kepala Nuha, menciumi rambutnya.
"Bilang apa?" Sedikit beringsut, karena dia masih agak canggung.
"Abi sama Umma pulang dua hari lagi."
"Oh..." Mulai hilang fokus, karena tangan Faqih yang mulai meraih salah satu tangan Nuha dan menggenggamnya.
'ya Allah... Ngapain sih dia. lupa ya dulu jutek Nauzubillah. Di deketin langsung kabur, dan lagi baru di pegang mainannya aja sudah langsung di minta... Sekarang apa? Deket-deket terus.' batin Nuha yang masih berusaha menghindari, bahkan tubuhnya semakin mencondong ke kanan, di mana dia bahkan hampir menyentuh bantalnya.
Faqih yang menyadari itu pun tersenyum.
"Neng, lupa ya? Kalau A'a mau kasih hukuman?"
"Hukuman? Oh iya... Hehehe." Nyengir. 'kita liat mau berulah apa dia? Maaf zu'udzon ya Allah... Dia memang seperti itu soalnya, setiap saat wajib jaga-jaga.'
"Iya, hukuman. Begini...." Faqih merebahkan tubuhnya dengan kepala di pangkuan Nuha, hal itu memang sedikit membuat Nuha lebih was-was.
"Pijit sini.... Tapi sambil berhitung ya." Sambung Faqih sembari memejamkan matanya.
"Berhitung sampai berapa?" Tanya Nuha.
"Lima.... Setiap lima hitungan kasih kecupan di sini." Menunjuk keningnya sendiri.
'Emmmmm kan? enak dobel di dia dong...?' (Nuha)
"Cepet...! Semakin malam loh ini."
'ya terus kenapa kalau semakin malam?' batin Nuha yang mulai memijat kepala sang suami. 'liat, dia senyum pula... Ya Allah mengejek sekali senyumnya itu.'
"Hitung neng..."
"Lagi di hitung A' dalam hati."
"kamu pikir A'a punya ilmu kebatinan ya? Kalau dalam hati mana A'a dengar sih?"
"Satu...!" Potong Nuha yang sudah benar-benar menahan geram, karena sang suami memang banyak maunya sekali.
"Keraskan pijitnya.... Kau mijit atau mengusap-usap saja sih?"
'niup...! Cuma niup biar jin bikin emosi mu ilang...! Issssshhh... Sumpah demi Allah tengil mu nggak ilang-ilang sih, A?' semakin memperkeras pijatannya.
"Haduh.... Mau bikin kepala pecah atau bagaimana?"
"Empat..! Ya Allah ya Rabb.... Tadi pelan katanya ngusap-usap, di kencangin bilang mau bikin kepala pecah. Yang benar yang kaya gimana sih? Lima..." Walaupun kesal dia tetep menghitung.
"Sudah lima kan?" Tanya A' Faqih yang lebih fokus ke hitungannya ketimbang protes dia. Nuha pun terdiam.
'cepat sekali aku menghitungnya?' (Nuha)
"Sini kasih." Faqih mengetuk-ketuk keningnya sendiri dengan jari telunjuk.
"Hitung lagi saja ya... Kurang sah soalnya." Nuha nyengir.
"Nggak...nggak... Ayo kasih." Titah Faqih.
'aaaa.... Kenapa harus cium hukumannya? Hiks.' batin Nuha yang tengah menangis dalam hati, sementara di luar dia tengah bengong.
"Neng...?" Panggil A' Faqih.
"A' sebentar, gerbang depan belum di gembok sepertinya?" Mengalihkan.
"Sudah... Sudah A'a gembok. Sini..." Masih mengetuk-ketuk keningnya sendiri.
'A'a tidak tahu aku malu atau bagaimana sih?'
"Allahu Rabbi... Nuha, mau membuat A'a menunggu berapa lama lagi sih?" Beranjak duduk.
"Nuha mau keluar dulu saja ya, ambil Air." Beranjak dari ranjang itu.
"Neng!" Panggil A' Faqih, gadis itu pun menghentikan langkahnya. "Berani keluar dari kamar? Laknatullah...!" Ancam A' Faqih.
"Astagfirullah al'azim, A'a kenapa ngomong Laknatullah terus sih? timbang ambil air saja loh ini?" Ucapnya seraya menoleh, dan berusaha selembut mungkin. Faqih tersenyum tipis lalu menjentikkan jari telunjuknya.
"Sini..."
Gleekkk.... 'salah apa lagi aku ini?' (Nuha)
"Sini neng." Titah Faqih sekali lagi. Gadis itu pun mendekati Faqih lalu duduk di sebelahnya.
"Tadi hitungannya sudah berapa?"
"Lima."
"Kalau sudah lima Brati apa?" Faqih mengeluarkan rotan yang ternyata terselip di dekat ranjang mereka.
'astagfirullah al'azim.... Ya Allah Gusti nih orang? Ternyata dia menyembunyikan rotan di situ? Kirain rotan hanya ada di rumah Tafiz... Ckckck saking sayangnya sama tuh rotan ya? Sampai di bawa tidur.' batin Nuha yang mulai pias.
"Kalau sudah lima Berati apa Neng? Di tanya itu jawab."
"Cium kening A' Faqih."
"Terus kenapa tadi mau keluar?"
"A...ambil air."
"Liat ke atas meja, ada apa?" Titah Faqih. Nuha menoleh dan di tangkap lah segelas air yang sudah ia bawa sebelum masuk ke kamar Faqih.
"Hehe, lupa A' maaf." Menunduk malu.
"Mau kabur kamu?"
"maaf... Bukan begitu."
"Ya sudah mana? Sini kasih... Eh tidak, ku ralat tidak jadi di kening. Tapi di sini." Mengetuk-ketuk pipinya dengan jari telunjuk.
"Kok...? kok jadi pindah?"
"Kenapa? Nggak suka di situ? Ya sudah di sini deh." Menunjuk bibirnya sendiri.
'idih... Lebih ekstrim mintanya, dia ini ya? Pintar sekali memang.'
"Neng..!"
"Iya A' iya... Ini lagi mau maju kok, tapi di pipi saja." Bergeser sedikit. Sementara Faqih sudah menutup matanya, dengan mencondongkan sedikit tubuhnya mendekati Nuha.
"Cepet!"
"Iya." Nuha mendekati namun ragu, berkali-kali, dia menarik lagi tubuhnya saat sudah hampir dekat, mendekati lagi namun dia menjauh lagi. Seolah tidak tahan dengan kelakuan Nuha, Faqih yang sudah gemas pun meraih kepala bagian belakang Nuha dan membantunya untuk cepat mendekat lalu menempel lah bibir Nuha di pipi A' Faqih. Gadis itu seketika terkejut seraya melebarkan bola matanya.
Dan setelah kecupan itu terlepas Nuha sempatkan melirik A' Faqih, namun seketika langsung memalingkan wajahnya, betapa tidak? Nuha langsung berwajah merah padam. Terlebih saat A' Faqih membalas menatap mata itu dengan senyum secerah mentari.
Hingga kedua tangan A' Faqih mulai mengatup kedua pipi Nuha.
"Lihat A'a, neng." Ucap Faqih lembut, Nuha pun menatap dengan gugup.
"A'a ingin bicara, tapi kau harus dengar dan pahami ya?" Ucap Faqih, sementara Nuha hanya mengangguk-angguk. Faqih pun mendaratkan kecupan di kening Nuha.
"Neng.... Abdi lain jalmi anu sempurna pikeun anjeun." (Neng.... Aku bukan orang yang sempurna untukmu).
'Allahuakbar... sumpah! Paling males kalau dia pakai bahasa Sunda, Nuha tidak paham A' Faqih... ih di kira semua orang bisa bahasa Sunda apa?' batin Nuha yang kesal namun herannya dia tetep terpaku, dan lebih terdiam lagi saat Faqih mengecup kening Nuha.
"jeung lain oge anu paling alus pikeun anjeun." (dan juga bukan yang terbaik untukmu.) Mengecup ke dua pipi Nuha.
"Tapi anu pasti, abdi nyaeta jalmi hiji-hijina anu terus inget ka anjeun." (Tapi yang pasti, aku satu-satunya orang yang selalu mengingatmu.) Ucapnya lagi. kali ini A' Faqih berhenti sejenak, tatapannya tertuju pada bibir sang istri.
Ia pun menunduk saat tiba-tiba teringat hal tadi pagi.
"A'a..."
"hemmm?!"
"anu, tadi...? artinya apa?" tanya Nuha polos, Faqih pun mengangkat kepalanya. melihat gadis itu sudah menunjukkan giginya nyengir.
'sepertinya Nuha sudah tidak begitu takut lagi.' (Faqih)
"PR untuk mu... silahkan cari tahu sendiri." jawab Faqih seraya memeluk tubuh Nuha. gadis itu pun membeku, padahal dia tadi hendak bersungut gara-gara jawaban A' Faqih tadi.
"Neng, Maaf A'a harus tanya ini... Sudah siapkah diri mu, menerima nafkah batin ku?" Tanya A' Faqih lembut. Nuha semakin terdiam. Dan hanya mengangkat tangannya membalas pelukan sang suami dengan kedua tangan yang melingkar di lingkar pinggang Faqih.
"Nuha masih ragu dan takut." Gumamnya lirih.
"Walaupun itu kewajiban mu melayani ku? Apa kau tak takut dosa?" Tanya Faqih masih memeluk Nuha. Gadis itu kembali terdiam. "Lagi pula apa yang di takuti dari A'a? A'a tuh sayang sama kamu, Neng."
Degg...! Dia tidak salah dengar kan? Saat Faqih berucap sayang kepadanya.
Sementara Faqih masih diam saja menunggu jawaban Nuha.
"Emmm? Iya sudah." Jawab Nuha, Faqih pun melepas pelukannya.
"Iya sudah? apanya?" Tanya Faqih memegang kedua pundak Nuha.
"I...iya, itu... Nuha? Nuha bersedia melayani A'a?" Jawabnya ragu. Hingga Faqih pun tersenyum, dan di berikan nya sebuah kecupan di kening, lalu turun ke bagian bibirnya.
Faqih sempatkan untuk diam sesaat, menunggu respon Nuha. barulah dia mulai merebahkan kepala Nuha ke atas bantal dengan posisi yang sama, hingga kecupan itu terbuka.
Nuha membuka matanya.
dilihat sang suami sudah menatapnya dengan senyuman tersungging kepadanya.
sejenak A' Faqih beranjak hanya sekedar mematikan lampu dan menyisakan penerangan dari lampu tidur saja, lalu kembali mendekati Nuha yang semakin gugup. hingga A' Faqih kembali memberikan kecupan di bibir.
cukup lama Faqih pada posisi mengecup bagian itu. karena dia sendiri saja sedang melawan rasa bimbangnya, Antara masih merasa canggung namun dia juga harus memberikan hak itu kepada istrinya sebagai nafkah batin pertama.
hingga perlahan pakaian Keduanyan mulai tertanggalkan seluruhnya, dan menyatu lah mereka di bawah selimut untuk yang pertama kalinya.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Retnomaulida
akhirnya
2023-09-18
0
𝐀⃝🥀𝐑𝐚𝐧 ℘ṧ㊍㊍👏
Faqih sm Abi Irsyad sm an ya suka jailin pasangan dengan bahasa yg g mereka mengerti, 🤭
2023-01-03
0
Ekawati Hani
Faqih romantis juga ya😁
2022-06-19
0