Di sebuah ranjang, dengan seprai berwarna putih bercorak bubble berwarna biru dan pink.
Seorang gadis tengah duduk bersila dengan bantal berada dalam pelukannya. Rambutnya yang lurus dan panjang sebahu ia taruh di belakang seluruhnya, dengan menyematkan rambut itu di kedua telinganya. Ia tengah menatap lurus kedepan, dengan bulir bening terus menetes melalui netranya.
'Faqih Al Malik, putra dari ustadz Rahmat, adalah pria yang akan mengkhitbah Nuha.' kata-kata Abi saat tengah makan malam tadi benar-benar membuat gadis itu merasa kesal.
Bagaimana bisa Abi Irsyad menerima pinangan mendadak itu, belum lagi A' Faqih meminta pernikahan di gelar selepas terawih pertama.
Bukankah itu sangat terburu-buru, mengingat ia sendiri belum memiliki kesiapan apapun untuk melakoni sebuah pernikahan.
Nuha masih meremas bantal tersebut, akibat belum menerima semua keputusan sang ayah. Hingga getaran ponsel membuatnya menoleh sejenak.
Sebuah pesan singkat dari saudara kembarnya yang tengah mengambil studi di Bandung membuatnya langsung menyeka air matanya, ia juga langsung meraih ponsel tersebut dan membuka pesannya.
📲(Assalamualaikum, lagi apa dek? Bagaimana kabar keluarga.) Begitulah isi pesannya.
Nuha pun membalas pesan dari kak Rumi.
📱(Walaikumsalam, kabar keluarga baik, kecuali aku.) Jawabnya seraya semakin terisak, hingga tak lama ponselnya pun berdering, nama Rumi tertera di layar ponsel itu. Membuat Nuha menggeser logo hijau dalam panggilannya.
"Assalamualaikum." Sapa kak Rumi dari sebrang.
"Walaikumsalam warahmatullah." Jawab Nuha serak. Rasanya ia ingin mengadukan semuanya, menangis sesenggukan kepada sang kakak.
"Kenapa dek?" Tanya sang kakak yang merasakan bahwa kembarannya itu tengah menangis.
"Abi...hiks, Abi menerima pinangan seorang pria yang akan menikahi Nuha kak." Isaknya mengadu.
"Loh, itu kan kabar baik dek. Kenapa malah nangis?"
"Tapi nikahnya di Ramadhan ini. Selepas terawih pertama. Itu kan beberapa hari lagi. Dan Nuha belum siap." Jawab Nuha merengek. Sementara yang di sebrang terdiam sejenak. Memang itu terlalu cepat sih sebenarnya. "Kak, tolong Dede... Bantu bujuk Abi buat tunda pernikahan itu kak. Dede mohon."
"Apa dede tahu, siapa yang akan menikahi mu?" Rumi sedikit iba mendengar rengekan Nuha.
"Hiks, A' Faqih." Jawabnya. Rumi yang mendengar itu pun langsung tersenyum di sana.
"Alhamdulillah." Gumamnya yang masih di dengar Nuha.
"Kok Alhamdulillah sih?"
"Iya lah, kakak setuju kalau dia yang mau nikahin kamu."
Doeeeng...! Nuha membulatkan bola matanya. Alih-alih mendapatkan dukungan, eh... Dia malah setuju, dan mendukung.
"Hei... Jangan berkomplot untuk menjadi pendukungnya ya. Aku tidak mau kak, Demi Allah aku tidak mau."
"Dek, A' Faqih itu laki-laki salih, Hafizh Qur'an terbaik lagi. Kamu beruntung bisa di nikahi dia."
"Beruntung apanya? Yang ada bisa mati berdiri gara-gara tiap hari tegang di buatnya."
"Lebay banget sih, wah...wah... harus beli Koko baru sepertinya ini. Hahaha."
"Apa maksudmu beli Koko baru?"
"Iya lah, untuk jadi saksi di pernikahan mu."
"Apa? Kakak! Mending nggak usah nelfon sekalian, dasar tidak berguna!"
"Hei... Jangan gitu. Aku ini kembaran paling baik hati. Makanya mendukung mu untuk menikah muda. selain itu Kalau kau nikah? Itu sama saja suatu ketentraman untuk ku."
"Ketentraman kata mu?"
"Iya dong, jadi sosis di kulkas rumah akan menjadi milik ku seutuhnya hahahaha." Tertawa jahat tiba-tiba. "Alhamdulillah, tidak ada lagi yang akan mengubur sosis ku diam-diam dalam nasinya."
"Si jelek ini ya? Bisa-bisanya bicara seperti itu, di saat aku tengah di Landa gundah gulana!!"
"Ckckck. Betapa nikmatnya hidup kalau kau sudah menikah. Ruang TV akan menjadi daerah kekuasaan ku, lauk meja makan pula. Dan lagi kasih sayang Umma dan Abi jadi milik kakak dong."
"Hiks, jahatnya kau kak Rumi!! Aku pikir kau akan iba dan membantu ku, tapi malah seperti ini. Lebih baik ku putus saja sambungan teleponnya." Ancam Nuha geram.
"Hei...hei.... Jangan dek, maaf... Maaf... Kakak hanya bercanda. Gitu saja ngambek." Ucap Rumi masih terkekeh di sana.
"Pokoknya bantu Dede kak, tolonglah."
"Ya sudah nanti kakak telfon Abi, coba bicara baik-baik."
"Beneran ya. Aku mengandalkan mu kakak ku."
"Hemmm. Ya sudah istirahat saja. Assalamualaikum."
"Walaikumsalam warahmatullah." Pik... Sambungan telepon terputus. Nuha pun sedikit lega, ia bersyukur sekali kakaknya itu memang bisa di andalkan.
Kini hanya tinggal menunggu hasil dari bujukan sang kakak pada Abinya itu.
––––
Hingga tiba waktu pagi, mereka tengah menyantap hidangan sarapan pagi.
Sedikit keraguan di hati Nuha untuk kembali berbicara membahas kembali pembahasan semalam.
Suara gemerincing sendok yang tengah beradu dengan lauk di atas piring keramik, membuat dia semakin tegang, namun lebih dominan ke rasa tidak semangat bercampur sedih. bahkan nasi di atas piringnya pun hanya dia acak-acak, tanpa di makan se-suapun.
Hal itu yang lantas membuat Umma Rahma mengangkat kepalanya, menatap sendu ke arah sang anak yang masih tertunduk. Dia pun meraih tangan Nuha.
"Dede, kok tidak di makan?" Tanya Rahma, membuat Abi Irsyad mengangkat kepalanya. Nuha pun tersenyum kecut.
"Iya Umma, ini juga Dede mau makan." Mengambil sesuap nasi di ujung sendok lalu memakannya, setelah menoleh ke arah sang Abi sejenak lalu menunduk lagi.
Rahma pun menoleh ke arah sang suami. Sudah terlihat sih, Nuha pasti tertekan sekali dengan keputusan ayahnya.
Dan dia juga sudah mencoba berbicara dengan ustadz Irsyad, untuk memikirkannya lagi. Namun semua keputusan itu seperti sudah mantap, karena sang suami hanya diam saja seolah tak ingin menanggapi lagi.
"Nuha?" Panggil Abi Irsyad lembut. gadis itu menoleh namun bulir kristal langsung saja terjatuh berbarengan dengan itu yang membuatnya langsung menyeka cepat. "Nuha percaya Abi sangat menyayangi mu kan?"
Gadis itu mengangguk-angguk, namun dia masih diam saja. Mendengarkan apa saja yang akan keluar dari mulut sang ayah.
"Abi tidak bermaksud membuat mu sedih karena keputusan ini." Meraih tangan Nuha dan menggenggamnya. "Namun yang perlu Dede tahu, Abi itu tidak sembarangan menerima Faqih nak. Semua sudah Abi pikirkan matang-matang, Abi sholat malam, Abi berdoa. Dan semua petunjuk mengarah kepadanya. Jadi tolong dengan keikhlasan hati mu, terima dia ya."
Sudah jelas dari ucapan sang ayah yang menunjukkan bahwa tidak ada lagi perubahan dalam keputusannya, Nuha pun kembali menitikkan air matanya.
"Abi, Nuha boleh berbicara?"
"Boleh," jawabnya lembut Seraya tersenyum.
"Bisakah? A' Faqih menunggu sampai satu tahun lagi, Nuha rasa belum siap saja untuk melakoni peran sebagai seorang istri. Nuha masih ingin hidup selayaknya gadis muda, masih ingin tinggal bersama Abi dan Umma, bertengkar dengan kak Rumi. Nuha masih ingin merasakan itu semua." Kembali terisak, rasanya dia tidak bisa lagi menahan derasnya air mata yang sudah ingin keluar sedari tadi. Rahma yang melihat anak gadisnya merasa tidak tega, sehingga membuatnya berpindah tempat duduk, dan duduk di sebelah Nuha guna memeluk tubuh sang anak, seraya turut menangis di sana.
Ustadz Irsyad pun terdiam, beliau tidak bisa menjawab apapun. Melihat sang anak seperti itu, dia seperti merasakan dirinya sudah berbuat kesalahan pada sang anak.
Irsyad pun meraih gelas berisi air putih di dekatnya, menengguknya, dan meletakkan lagi. Setelahnya beliau meraih secarik tissue guna mengusap bibirnya lalu mengecup kening Nuha sejenak dan beranjak dari meja makan itu meninggalkan keduanya yang masih saling memeluk.
–––
di luar, tepatnya di sebuah gazebo. tempat ustadz Irsyad biasanya termenung sembari memberi makan ikan-ikan koi peliharaannya.
ia pun melamun, dengan pikirannya yang mulai berkelana ke masa lalu. mengingat masa di mana sang putri menangis untuk yang pertama kali saat baru dilahirkan.
serta tingkah aktif Nuha kecil, seolah memberinya kesadaran jika waktu sangat cepat berputar. sebenarnya belum ada keikhlasan juga untuk dirinya Melepas Nuha, namun mau bagaimana pun juga Faqih adalah satu-satunya cahaya dalam mimpinya. seperti sebuah petunjuk jika sang maha kuasa pun merestui Keduanyan.
se-bulir air mata menetes.
'abi...Abi... kakak itu jadi mas nya Nuha ya.' (Nuha kecil)
Irsyad terkekeh tiba-tiba sembari mengusap matanya yang basah. saat mengingat kembali ucapan Nuha kecil. ia pun menghembuskan nafasnya panjang, lalu meneguhkan hati dengan keputusannya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Siti Masruroh
aku jg suka thor blm apa2 sdh mewek maklum aku klo baca cerita sedih lngsung baper smngat thor lnjut👍👍👍
2023-03-30
1
☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀
ya ampun, ternyata Nuha sendiri yang menginginkan Faqih untuk menjadi kakaknya, kakak ketemu gede maksudnya... apalagi kalo bukan jodoh nya..
2023-03-27
0
Alivaaaa
kok nangis ya aku 😥
2023-03-23
0