Chika merasakan berdebar saat melihat Felix yang keluar hanya dengan mengenakan boxer saja. Perut kotak-kotak Felix yang bak roti sobek terpampang nyata, menodai mata suci Chika.
"Mimpi apa aku semalam," gumam Chika. Wajahnya masih menghangat dan menyembulkan rona merah di pipi putihnya.
Felix yang di dalam kamar juga tak kalak kaget. Dia yang melihat Chika berteriak merasa kaget dan justru berteriak juga. Sudah seperti anak perawan yang lari karena melihat pria yang telanjang.
"Kenapa aku yang lari," gumamnya. Dia menertawakan dirinya sendiri karena dialah yang justru lari dan bukan Chika. "Mungkin karena aku kaget." Masih bergumam menjelaskan pada dirinya sendiri.
Niatnya yang ingin menaruh baju kotor akhirnya membuatnya urung melakukannya. Dia memilih membawanya saja nanti saat keluar. Menuju ke lemari pakaian, dia mengganti pakaiannya.
Melihat pantulan dirinya di cermin, Felix memastikan jika penampilannya sudah sempurna. Kemudian dia keluar dari kamar dan menemui Chika dengan membawa baju kotor yang tadi dia ingin taruh.
Matanya melihat ke sekeliling, tetapi dia tidak menemukan Chika. Tunangannya itu tidak berada di meja makan ataupun di dapur. Berlalu, dia menaruh bajunya ke tempat baju kotor.
Suara pintu terbuka membuat Felix menoleh dan ternyata Chika yang masuk ke dalam apartemen. "Kamu dari mana?" tanyanya penasaran.
Chika menundukan pandangannya. Walaupun kejadian sudah sekitar sepuluh menit yang lalu, tetapi pipinya masih saja menghangat. "Dari apartemen."
"Kamu cari apa di bawah?" tanya Felix sambil melihat ke arah mana mata Chika melihat.
Chika yang tadinya malu-malu merasa sangat kesal. Wajahnya seketika berubah. Wajah malu-malunya menguap entah kemana dan berganti dengan wajah kesal. "Cari uang koin," ucapnya ketus. Dia menarik kursi dan mendudukkan tubuhnya.
Senyum tipis di ujung bibir Felix tertarik membuat garis lengkung. Sebenarnya dia hanya menggoda tunangannya itu karena tahu jika tunangannya itu sedang sangat malu.
Dengan santai Felix menarik kursi, dan mendudukkan tubuhnya di kursi. Memulai makan makanan yang disediakan oleh Chika.
"Kamu bangun jam berapa?" tanya Felix seraya memasukan potongan omelette ke dalam mulutnya.
"Jam lima."
"Oh pantas jam enam kamu sudah di sini." Felix mengangguk-anggukan kepalanya mengerti kenapa pagi-pagi Chika ada di apartemennya.
"Aku akan sering masak pagi hari, jadi aku harap kamu jangan asal keluar dengan hanya memakai …." Chika tidak enak melanjutkan ucapannya.
"Boxer." Felix melanjutkan ucapan Chika.
"Iya itu," jawab Chika malu.
"Bukannya aku tidak menyalahi persyaratanmu?" Felix menatap untuk memastikan pada Chika.
Mulut Chika tertutup rapat. Dia mengingat memang tidak ada di dalam persyaratannya jika tidak boleh membuka baju di hadapannya. "Tetap saja itu norma kesopanan," elaknya.
"Aku belum terbiasa saja ada dirimu di apartemen, dan hal itu sudah biasa aku lakukan." Terbiasa tinggal sendiri membuat Felix memang melenggang tanpa beban dengan mengunakan boxer.
"Iya, tetapi sekarang aku ada, jadi ubahlah kebiasaanmu itu." Chika memutar bola mata malas mengingat jika matanya ternoda.
"Apa kamu baru pertama kali melihat?" Felix mendekatkan tubuhnya dan bersuara dengan suara menggoda.
Wajah Chika kembali menghangat dan menyembulkan rona merah. Dia teramat malu mendengar pertanyaan Felix. "Sering, aku sering melihat," elaknya agar tidak terlalu ketahuan jika dia pertama kali melihat.
"Di mana dan punya siapa ?" Felix begitu penasaran.
"Em …." Chika tampak berpikir di mana dirinya menemukan pemandangan itu. "Kolam renang." Satu tempat yang terlintas dipikiran Chika saat memikirkan di mana dia akan menemukan pria dengan roti sobek yang terekspos. "Di sana aku melihat pria-pria dengan tubuh lebih kekar dari kamu." Suara Chika penuh dengan nada sindiran.
Felix mengangguk dan menyelipkan senyuman. Dia percaya saja dengan ucapan Chika karena kolam renang tempat di mana semua para pria hanya memakai boxer dan dengan dada terbuka.
Chika bersyukur, karena ternyata Felix percaya. Sebenarnya selama ini, dia dan Shea selalu berenang di kolam renang khusus wanita. Jadi dia tidak pernah melihat dada terbuka seperti yang dilihatnya tadi.
"Bicara tentang kolam renang, kamu belum mencoba kolam renang di apartemen ini," ucap Felix pada Chika.
"Memangnya ada kolam renang di apartemen ini?" Chika yang tidak melihat kolam renang di luar apartemen merasa heran dengan ucapan Felix.
"Ada, lantai paling atas," jelas Felix, "jadi nanti kita akan coba untuk berenang di sana," lanjutnya.
Mendengar ide Felix, otak licik Chika mulai bekerja. Kalau dia melihat aku sexy pasti dia akan tergoda dan menyentuhku, batin senang.
"Baiklah, libur nanti kita berenang." Dengan semangat Chika setuju.
Melanjutkan sarapan mereka menikmati dengan membahas sedikit jadwal Bryan dan Regan yang sudah mereka rencanakan.
***
Chika menyiapkan beberapa berkas yang diminta oleh Regan. Rencananya jam sepuluh nanti, dia akan menemani Regan untuk menemui seseorang.
Bersama dengan Regan, Chika menuju ke sebuah restoran yang terletak di tengah kota. Sampai di sana seorang pria paruh baya ternyata sudah menunggu mereka.
" Siang, Paman Theo," sapa Regan pada Regan.
Pria paruh baya itu berdiri dan mengulurkan tangan pada Regan. "Pengusaha muda sudah datang," pujinya dengan selipan senyum.
Chika yang melihat senyum pria paruh baya itu memikirkan seperti pernah melihat. Namun, dia lupa senyum siapa yang tampak mirip dengan pria itu.
"Maafkan kami terlambat."
"Tidak, aku memang yang datang lebih awal, karena ingin menikmati secangkir kopi terlebih dahulu." Pria itu mempersilakan Regan dan Chika untuk duduk.
"Senang sekali kamu mau datang menemuiku," ucap Theo.
"Jangan seperti itu, Paman. Saya senang saat Paman mau mengajak bekerja sama."
"Wah … pengusaha muda hebat sepertimu, bisa saja merendah." Theo tertawa. "Baiklah, kita bahas saja dari pada berlama-lama."
"Silakan." Regan tersenyum dan memberikan ruang untuk
"Aku ingin membangun apartemen di pinggiran ibu kota dan aku ingin mengajakmu bekerja sama," jelasnya, "Adion Company pasti akan mau jika proyek itu ada dirimu," lanjutnya.
"Apa Bryan menolak bekerja sama dengan Anda?" tanya Regan memastikan.
Theo tertawa mendapati pertanyaan dari Regan. "Sepertinya dia terlalu setia kawan."
Regan mengerti apa yang dimaksud oleh Theo. Perlahan dia mengerti juga kenapa pria paruh baya itu mengajak kerja sama dengannya.
"Aku ingin kamu yang meminta adik iparmu itu untuk mengerjakan proyek ini." Theo menjelaskan maksud tujuannya.
"Apa Paman tidak berusaha untuk berbicara dengan Felix saja dan mengerjakan proyek sendiri?" Ragu-ragu Regan menanyakan akan hal itu.
"Aku sudah mencoba menghubungi, tetapi dia menolak."
Regan mengangguk. Dia tidak bisa mencampuri urusan Felix dengan Theo. "Baiklah, jika memang itu yang diinginkan oleh Paman Theo. Kita akan segera membahas rencana kerja sama kita."
Chika yang mendengarkan pembicaraan merasa tidak mengerti. Permasalahan seperti apa antara pria itu dan Bryan, hingga Bryan tidak mau berkerja sama.
Regan langsung berpamitan dan akan menyiapkan berkas-berkas kerja sama, serta akan menghubungi Theo nanti.
Melajukan mobilnya, Regan kembali ke kantor. "Siapkan jadwal bertemu dengan Bryan!" perintah Regan saat di dalam mobilnya.
"Baik, Pak." Chika mengangguk dan menjalankan perintah Regan.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
sakura🇵🇸
dia mau berenang dengan bikini model apa ya🤭
2024-09-29
0
gia nasgia
Dasar Chika lagi"punya seribu cara tapi akhirnya dirinya sendiri yang terjebak 🤣
2024-02-26
0
rista_su
ahahahaha... mimpi indah
2022-06-03
0