Sejak membeli cincin pertunangan, Felix selalu menjemput dan mengantarkan Chika. Felix berusaha untuk mendekati dan memahami wanita yang kelak akan menjadi istrinya itu.
Sebenarnya Chika benar-benar malas melihat wajah pria yang akan segera menjadi tunangannya itu. Karena, dia tidak mau membuat Felix curiga jika dia sedang merencanakan beberapa hal, akhirnya dia menerima ajakan Felix untuk pulang dan pergi bekerja bersama.
Namun, dalam seminggu ini tidak ada perkembangan dalam hubungan mereka. Chika lebih banyak memilih diam saat bertemu Felix. Padahal Felix sudah bersusah payah berceloteh, tetapi tetap saja tidak membangkitkan gairah Chika untuk bercerita.
Setiap pagi, saat berangkat bekerja, Chika akan memilih mendengarkan musik melalui handsfree miliknya dan saat pulang kerja dia akan memilih tidur, demi menghindari Felix.
"Kapan kamu mau membuka pintu untuk aku masuk, jika saat aku ketuk saja kamu tidak membukakannya?"
Kalimat dari Felix itu seolah menampar Chika. Dia sendiri yang mengatakan jika dia akan mengunakan waktu enam bulan dekat, tetapi memulai saja dia tidak mau.
"Iya, maaf," jawab Chika malas.
Mobil sampai di rumah. Chika membuka pintu mobil bersiap untuk keluar mobil, tetapi langkahnya terhenti saat dia mengingat sesuatu.
"Ayo ikut turun, kemarin aku sudah meminta izin papa kalau aku akan tinggal di apartemen untuk sementara waktu karena pekerjaanku sekarang lebih banyak dan agar kamu tidak terlalu jauh mengantar jemput aku." Alasan itulah yang Chika pakai untuk diberikan pada papanya saat meminta izin tinggal di apartemen.
Mau tidak mau akhirnya Felix turun dari mobil untuk menemui papa Chika. Saat turun, dia melihat lalu lalang orang yang sedang memasang beberapa dekor untuk acara pertunangannya besok. Tirai putih menghiasi rumah Chika. Bunga-bunga yang bertebaran menambah keindahan dekor.
Masuk ke dalam rumah, Chika memanggil papanya, sedangkan Felix menunggu di ruang tamu. Sesaat kemudian, Chika bersama papanya datang dan bergabung dengan Felix di ruang tamu.
"Pa, Felix mau bicara," ucap Chika pada Aland sesaat setelah duduk.
Felix terkesiap mendengar ucapan Chika. Di mobil Chika tidak menjelaskan jika dirinya sendiri yang akan berbicara.
Melihat Felix yang justru terdiam, Chika memberikan isyarat. Dia menaikan dagu dan mengatakan 'ayo bilang' dengan gerakan mulut tanpa suara.
"Begini Paman, karena tugas Chika sekarang sebagai sekertaris semakin banyak dan jarak kantor cukup jauh, rencananya dia akan tinggal di apartemen di dekat saya."
Aland melirik ke arah Chika dan Felix, dia melisik kebohongan dari mata keduanya. "Apa kamu bisa jamin Chika aman?" tanyanya memastikan.
"Saya jamin Paman, Chika akan aman."
Mendengar janji Felix, Aland percaya dan menyetujui. Dia hanya menitipkan pesan pada Felix untuk menjaga Chika.
Aland masuk ke dalam dan meninggalkan Chika dan Felix. Sebelum pergi, dia berpesan untuk acara besok jangan sampai terlambat.
Aland yang masuk ke dalam kamar, tiba-tiba disusul oleh Ella. Istrinya itu terkejut mendengar suaminya mengizinkan anak gadisnya tinggal dekat dengan pria seperti Felix.
"Apa waktu kamu kos dulu, kamu tidak takut aku datangi?" tanya Aland.
Ella menutup mulutnya rapat-rapat. Dia mengingat jika suaminya memang mirip dengan Felix. Oleh karena itulah suaminya menerima Felix. Dia berpikir, pria itu bisa berubah seperti dirinya.
"Mereka akan hati-hati seperti kita," ucap Aland menepuk bahu Ella.
Sebagai seorang ibu wajar jika dia sangat khawatir. Namun, saat suaminya begitu yakin, kini dia hanya bisa pasrah. Berharap anaknya akan baik-baik saja.
Chika mengantarkan Felix sampai ke mobilnya. Terlihat seperti sepasang kekasih yang tampak romantis saat beberapa orang melihat.
"Terima kasih," ucap Chika.
"Tidak gratis," ucap Felix tersenyum penuh arti.
Chika menautkan kedua alisnya, tidak menyangka ternyata ada harga yang harus dia bayar. "Apa maksudmu?" tanyanya penuh curiga.
"Makan malam di hari pertama kepindahan." Felix menjawab dengan menyelipkan senyuman di wajahnya. Memanfaatkan waktu yang akan mendekatkannya kelak.
Mendengar permintaan Felix, Chika memutar bola mata malas, menimbang apakah dia harus menerimanya atau tidak. "Iya." Akhirnya dia menerima permintaan Felix.
"Baiklah, sampai bertemu besok." Felix berlalu masuk ke dalam mobil, dan melajukan mobilnya sesaat kemudian.
Chika melihat mobil Felix yang semakin jauh dari pandangan. Dia menghela napasnya berat, memikirkan kenapa cerita cintanya tak sesuai keinginan.
Berbalik, matanya melihat dekor indah yang menghiasi rumahnya. Matanya memejam sejenak, berharap ini adalah mimpi. Namun, sayangnya saat membuka mata, ini semua bukan mimpi.
Melangkah masuk ke dalam rumah, Chika melewati orang-orang yang sedang sibuk mendekor rumahnya. Tak mau berlama-lama melihat semuanya, dia memilih buru-buru masuk ke dalam kamarnya.
Meraih handuk, Chika berpikir jika dia akan menenangkan kepalanya yang terasa panas memikirkan hidupnya, dengan guyuran air. Langkahnya yang akan sampai di kamar mandi terhenti, mana kala dia mendengar suara dering ponselnya.
Berbalik buru-buru, dia meraih ponsel untuk melihat siapa yang menghubungi. Di layar ponselnya hanya tertera nomer saja. Karena penasaran dia mengangkat sambungan telepon.
"Chika, akhirnya aku bisa menghubungimu." Terdengar suara kelegaan dari Erix saat bisa menghubungi Chika.
Mendengar suara Erik, Chika merasa senang. Pria itu sudah seminggu tidak menghubunginya. "Aku pikir kamu lupa denganku," jawab Chika ketus.
"Ponselku raib diambil orang saat aku sampai di sini, dan akhirnya aku baru membeli ponsel," jelas Erix.
"Kenapa bisa?" tanya Chika yang penasaran.
"Saat sampai, aku berniat menghubungimu, tetapi tiba-tiba ada orang yang meraih ponselku dan alhasil ponselku raib." Seminggu ini, Erik terpaksa harus melupakan niatnya menghubungi Chika, karena nomer Chika dia tidak ingat. Dia hanya bisa menghubungi kedua orang tuanya lewat telepon rumah sakit, karena nomer mereka saja yang Erix ingat.
Bisa saja Erik meminta Regan, tetapi dia tidak enak pada Regan saat harus meminta nomer telepon sekretarisnya.
Chika tampa bersalah. Seminggu ini dia berpikir jika Erix melupakannya, tetapi ternyata tidak. "Lalu bagaimana keadaanmu di sana?" tanyanya.
Erik menjelaskan jika dia sekarang tinggal di salah satu kos di dekat rumah sakit. Dia menceritakan apa saja yan terjadi selama seminggu dan bagaimana dia beradaptasi selama seminggu ini.
"Bagaimana keadaanmu selama seminggu aku tidak menghubungimu?" tanya Erik.
Chika terdiam. Seminggu ini sudah banyak yang terjadi, dan tidak mungkin Chika ceritakan, karena pasti Erik akan menjauh darinya. "Aku baik, kegiatanku seperti biasa." Terpaksa dia berbohong. Dia berpikir sebelum Erik kembali dia akan menyelesaikan urusannya dengan Felix.
Erik bersyukur. Mereka melanjutkan menceritakan beberapa hal. Sampai akhirnya, Erik mengatakan jika dia akan menghubungi Chika nanti lagi saat jam kerjanya kosong.
Chika menutup sambungan telepon. Ada sedikit penyesalan yang Chika rasakan saat tidak menceritakan semua pada Erik.
"Enam bulan," gumamnya, "aku harus bisa mengakhiri ini sebelum enam bulan," lanjutnya.
.
.
.
.
...Jangan lupa berikan like dan komentar...
...Biar akunya semangat...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
gia nasgia
Mom Cika yg pasti"aja apalagi Erix msh mengejar mimpi nya untuk jadi dokter
2024-02-22
0
Roseanne
Mnding yg pasti ngelamar aja sih drpd pertahanin hub gk jelas ma Erik 😪
2023-06-30
0
LENY
6 bulan kamu bucin nnt sama Felix Chika
2023-02-24
0