Sepanjang memasak, Felix terus saja bersinggungan dengan Chika. Felix merasa Chika seolah sengaja. Menguji kesabaran dirinya yang tidak akan menyentuhnya.
Felix yang sedang memotong bawang, kembali dikejutkan dengan aksi Chika yang mengambil sayuran di sampingnya. Tunangannya itu tidak berputar, tetapi justru mengambil dengan melawati dirinya.
Tangan Chika meraih sayuran dengan sedikit memiringkan tubuhnya, tepat di hadapan Felix.
Jarak yang terkikis membuat Felix hanya bisa menelan salivanya. Lengannya hanya berjarak beberapa centimeter dari dua gundukan yang menjulang tinggi milik Chika. Membuat Felix berusaha untuk tidak tertarik oleh magnet yang akan membuat pertemuan antara dua kutub itu terjadi.
Jangan menyentuh … jangan menyentuh.
Felix terus melafal doanya, agar lengannya tidak bergerak sendiri dan membuat menyenggol dua gundukan empuk itu.
"Maaf," ucapnya saat setelah mendapatkan sayuran yang dia ambil.
Felix mengangguk. Dia menahan gejolaknya yang teramat besar. Sebagai lelaki normal, wajar saat berdekatan dengan wanita hasratnya mulai timbul. Jika mungkin tidak ada perjanjian, dan dengan tangan terbuka Chika menerima, mungkin dapur ini akan jadi tempat mereka saling berlepas hasrat.
Namun, niatnya untuk mendapatkan Chika dengan baik, membuatnya berusaha kuat. Dia ingin membuktikan jika cintanya tidak hanya sekedar nafsu belaka.
Masak berdua yang sangat berat dirasakan oleh Felix, akhirnya berakhir juga. Kini mereka berdua tinggal menikmati makan malam yang mereka masak.
"Apa konsep pernikahan yang kamu impikan?" Di tengah-tengah makan Felix menanyakan pada Chika.
Pertanyaan Felix langsung tersedak. Tangannya buru-buru meraih gelas berisikan air untuk meredakan sakit di tenggorokannya. "Aku belum terpikir ke sana," jawab Chika lirih. Sejauh ini memang itu yang Chika tidak berpikir jauh ke sana karena bayangannya adalah membatalkan pernikahan bukan melangsungkan pernikahan.
"Masih ada enam bulan, kamu masih bisa memikirkannya. Nanti aku akan mewujudkan semua impianmu tentang pernikahan."
Chika mengangguk. Dia berusaha untuk tetap biasa dan tidak menunjukan rasa tidak sukanya pada Felix.
Selesai makan malam, Chika berpamitan untuk kembali apartemen. Felix pun mengantarkannya tunangannya itu dan memastikan dia aman sampai di apartemen.
"Chika, ini," ucap Felix seraya memberikan kartu ATM pada Chika.
Mata Chika menajam. Dia benar-benar kesal saat Felix memberikan benda itu padanya. Padahal sudah jelas, jika dirinya tidak menerima uang dari Felix.
"Kita sudah sepakat bukan jika kita akan bagi semua berdua. Di dalam sini ada uang untuk kebutuhan aku." Felix menjelaskan apa maskudnya memberikan benda itu.
Tatapan tajam Chika menyurut. Dia menyesali dirinya yang sempat menuduh Felix akan memberikan uang padanya, dan berakhir dengan pertukaran tubuhnya. "Baiklah, aku akan menghitungnya tiap bulan sebagai laporannya."
"Terserah padamu." Sebenarnya Felix tidak mempermasalahkan berapa uang yang dipakai Chika. Jadi dia membiarkan Chika melakukan apa saja yang dia mau.
"Selamat malam." Kemudian Chika masuk ke dalam apartemen. Tempat yang dia tuju adalah kamarnya. Di kamar, dia langsung menjatuhkan tubuhnya dia atas tempat tidur. Matanya memandangi langit-langit kamarnya. Memikirkan bagaimana cara membatalkan rencana pernikahannya.
"Apa yang harus aku lakukan lagi?" gumamnya.
Bersamaan dengan pikirannya, ponselnya berdering. Matanya beralih melihat di mana dia meletakkan ponselnya. Tadi saat ke apartemen Felix, dia sengaja tidak membawa ponselnya.
Mengambil ponselnya di atas nakas, dia melihat nama Erix yang tertera. Mengusap layar ponselnya, Chika langsung menempelkan di telinganya.
"Kamu kemana saja, aku dari tadi menghubungimu." Suara Erix dari sambungan telepon terdengar.
"Aku tadi sedang makan, dan ponselku tertinggal di kamar." Chika menjelaskan pada Erix.
"Syukurlah, aku pikir kamu kenapa-kenapa." Erik merasa lega. Karena mendengar Chika yang baik-baik saja.
"Bagaimana harimu hari ini?"
Pertanyaan Erix membuatnya bertanya pada dirinya dalam hati, apa sudah dia kerjakan hari ini.
Makan siang dengan Felix, memasak dengan Felix, dan makan malam dengan Felix.
Chika menjawab semua pertanyaan Erix dalam hati. Namun, sejenak kemudian kesadarannya kembali. Dia kembali fokus pada pertanyaan Erix. "Seperti biasa bekerja dan kegiatan rumah biasa," jawabnya.
"Sama, aku juga menjalani rutinitas biasa dan itu sangat membosankan."
Entah kenapa Chika kali ini tidak dalam suasana baik untuk menanggapi ucapan Erix. "Erix sepertinya aku sangat lelah hari ini, bagaimana jika kita sambung besok?" Dengan ragu-ragu Chika mengatakan pada Erix.
"Tentu saja boleh. Tadi niatku juga hanya ingi tahu jika keadaanmu baik-baik saja."
"Terima kasih." Chika merasa lega, karena Erix mau mengerti dirinya. Itulah yang disukai oleh Chika, kenyamanan yang Erik beri membuatnya benar-benar terpesona. Kemudian Chika mematikan sambungan teleponnya. Pikirannya benar-benar tidak karuan. Dia terus memikirkan bagaimana bisa lepas dari Felix.
Suara ponsel kembali berdering dan membuat Chika mendengus kesal siapa lagi yang menghubunginya. Saat tahu jika Felix yang menghubunginya, Chika merasa sangat heran, untuk apa pria itu menghubunginya lagi.
"Iya, kenapa?" tanya Chika yang tanpa basa-basi.
"Aku hanya ingin memastikan jika kamu bisa tidur dan tidak akan bangun kesiangan lagi," jawab Felix dari sambungan telepon.
Chika menarik napasnya yang terasa berat. Rasa bersalah menyelimuti hatinya karena dengan tega sudah membohongi Felix tadi pagi, tetapi buru-buru dia membuang perasaan itu. "Iya, setelah ini aku akan tidur."
Chika mematikan sambungan teleponnya setelah mendengar jawab Felix. Kali ini dia akan segera tidur karena tidak mau sampai besok pagi akan bangun kesiangan gara-gara kurang tidur. Akhirnya dia memejamkan matanya dan menikmati menuju ke dalam alam mimpi.
***
Alarm alam yang membangunkan Chika membuatnya buru-buru membuka mata. Menyibak selimutnya, dia berjalan menuju ke kamar mandi. Kandung kemih yang sudah penuh, harus segera dia buang.
Karena sudah di dalam kamar mandi, akhirnya dia melanjutkan kegiatannya untuk membersihkan diri. Paling tidak kali nanti dia tidak akan kesiangan lagi seperti kemarin.
Waktu menunjukan jam enam saat Chika selesai mandi. Waktu yang masih cukup banyak akhirnya dia manfaatkan untuk menyiapkan sarapan.
Sedikit repot saat harus menyiapkan makanan di apartemen Felix. Namun, bagaimana lagi karena di apartemennya tidak ada perlengkapan memasak.
Berbekal access card yang dia miliki, Chika masuk ke dalam apartemen Felix. Tempat yang ditujunya adalah dapur. Dia berniat membuat sarapan untuknya dan Felix.
"Tenyata enak jika aku bangun lebih awal." Chika yang sibuk membuat omelette merasa senang karena waktu yang cukup banyak membuatnya bisa menyiapkan sarapan.
Dia meletakkan omelette di atas meja. Aroma gurih telur menyeruak mengisi ruang makan. Membuat perutnya ikut berdemo untuk segera memakannya.
"Ach … " teriak Chika tiba-tiba saat melihat Felix yang keluar dari kamar hanya mengenakan boxer.
Felix yang panik buru-buru masuk ke dalam kamar kembali. Dia benar-benar terkejut dengan teriakan Chika.
.
.
.
.
...Aku lagi sibuk real life beberapa hari ini, jadi aku up satu. Semoga sore bisa nambah ya. Aku akan infoin di Instagram. Follow IG: Myafa16...
...Jangan lupa like dan koment...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
sakura🇵🇸
😅😅 chika lagian ngawur banget asal masuk aja ke apartemen cowok...benar2 menguji mental
2024-09-29
0
gia nasgia
Chika latihan jadi calon istrinya bang Felix 😂😍
2024-02-26
0
Zuliet
blom nikah sdh loyar mn ad lelaki seperti felix 😂
2023-05-22
0