Chika menganti pakaiannya dengan pakaian santai. Kemudian dia pergi ke apartemen Felix untuk memasak sesuai rencananya. Menekan bel, dia menuggu sejenak. Sesaat kemudian pintu terbuka dan menampilkan Felix dari balik pintu.
Felix yang membuka pintu terkejut. Mata Felix membulat sempurna saat mendapati Chika dengan kaos oblong dan celana denim pendek. Paha putih yang terekspos dengan jelas membuat naluri lelakinya bergejolak.
Astaga, Tuhan kirim iblis penggoda berbentuk bidadari ini dari mana? Dari surga atau dari neraka?
Felix menelan salivanya melihat paha mulus milik Chika. Rasanya dia ingin menarik wanita yang sudah menjadi tunangannya itu ke atas ranjang. Menikmati tubuh mulus tanpa celah bak porselin itu.
Sepertinya berhasil.
Chika bersorak senang saat idenya untuk menggoda Felix berhasil. Dari ekspresi Felix, jelas terlihat jika dia berhasrat pada dirinya.
"Ayo cepat masuk!" Tangan Felix menarik tubuh Chika masuk ke dalam apartemen.
Perasaan Chika berdebar. Dia sebenarnya takut jika benar-benar Felix menyentuhnya. Namun, dia tidak ada pilihan lain.
"Jangan sampai ada pria lain melihatmu dengan pakaian seperti itu," ucap Felix seraya menutup pintu. Dia berlalu melewati Chika yang masih dia membeku di depan pintu.
Chika masih mencerna ucapan Felix. Padahal jelas-jelas tadi di depan apartemen tidak ada siapapun, batinnya.
"Sebaiknya kamu cepat memasak, sepertinya aku sudah lapar." Felix yang terus melangkah menuju ke dapur dan meninggalkan Chika yang masih diam di depan pintu.
Dahi Chika berkerut dalam. Dia tidak menduga jika reaksi yang tunjukan berubah tiga ratus enam puluh derajat. Chika pikir Felix akan menariknya dan menerkamnya, menciumnya dan mungkin akan menyentuh bagian-bagian tubuh yang lain.
Namun, ternyata perkiraan Chika salah. Tunangannya itu justru mengabaikan seolah biasa saja. Pikirkan Chika menerka, mungkin karena Felix sering melihat wanita-wanita sexi jadi dia tidak tertarik padanya.
"Apa kamu akan diam saja di sana dan tidak jadi memasak?"
Suara Felix yang terdengar membuat Chika yang sedang dalam pikirannya tersadar. Dia melangkah dengan gontai ke dapur dan bersiap untuk memasak. Dia merasa kesal saat aksi pertamanya gagal.
"Aku ada pekerjaan, jadi aku akan menunggu di sini." Felix menarik kursi di meja makan dan mendudukkan tubuhnya di kursi. Tangannya bergerak membuka laptop miliknya.
Chika berlalu melewati Felix. Dia menuju dapur dan membuka belanjaan yang dibelinya tadi. "Apa kamu ada teflon?" tanya Chika menatap ke arah Felix.
Felix menghentikan jemarinya yang menari di atas keyboard. Matanya beralih ke Chika yang sedang bertanya padanya. "Ada di rak bawah di belakangmu. Rak pertama dari kiri," jawabnya.
Chika berbalik dan mencari rak yang dimaksud oleh Felix. Karena rak berada di paling bawah, jadi dia membungkukkan tubuhnya untuk mengambil. "Apa tidak ada yang lebih kecil?" Tangannya terus mencari siapa tahu terselip teflon yang lebih kecil lagi ukurannya.
Felix yang sudah kembali menatap layar laptopnya lagi, harus beralih kembali pada Chika. Namun, matanya membulat sempurna melihat pemandangan indah di hadapannya. Tubuh Chika yang membungkuk, membuat celana pendeknya terangkat ke atas dan membuat paha paha indah Chika terekspos lebih banyak.
Felix memijat kepalanya yang mulai berdenyut seraya mengalihkan pandangannya agar tidak terfokus pada paha mulus yang menjadi tontonan gratisnya.
Ya Tuhan … jika ini godaan untuk mencapai kebaikan, semoga Hamba bisa melewati semua ini. Dia melafalkan doa dalam hatinya, berusaha menguatkan dirinya untuk tidak tergoda.
"Felix apa kamu dengar aku bertanya?" Chika yang kesal kembali bertanya pada Feli.
"Tidak ada, hanya ada itu. Jadi pakai saja yang ada." Felix berbicara pada Chika tanpa memandang tunangannya itu. Matanya dia alihkan pada laptop di hadapannya.
Karena tidak ada teflon kecil akhirnya Chika mengunakan teflon yang ada. Dia kemudian memarinasi salmon yang tadi dibelinya. Menyiapkan saus yang akan dipakai untuk teman salon yang akan dimakannya nanti.
Felix yang mengerjakan tugasnya benar-benar tidak fokus. Matanya sesekali melihat ke arah Chika. Gadis itu bergerak ke sana ke mari untuk menyelesaikan masakannya.
Akan tetapi itu membuat Felix benar-benar tidak tahan. Tubuh Chika seolah meliuk sempurna dengan irama yang membuat gairahnya muncul seketika. Belum lagi rambutnya yang tergerai ikut bergerak seirama tubuhnya membuat terlihat begitu sexy.
Sebaiknya aku pindah, sebelum imajinasiku membayangkan Chika yang meliuk-liuk di tiang besi di club.
Mengangkat laptopnya, Felix memilih pindah ke ruang tamu. Itu adalah cara aman dirinya tidak tergoda. Kembali pada laptopnya, dia melanjutkan pekerjaannya.
"Fe … " panggil Chika berbalik. Namun, belum usai dia memanggil pria itu, dia tidak menemukan di meja makan. Matanya melihat ke sekeliling dan mendapati Felix di ruang tamu.
"Felix, piring saji di mana?" tanya Chika sedikit berteriak agar Felix mendengar.
"Rak ke dua," jawab Felix juga ikut berteriak.
Chika mengambil piring saji untuk meletakkan makanannya. Lalu kemudian dia mulai memanggang salmon di teflon. Saat salmon yang sudah dimarinasi berada di atas teflon, suara berdesis terdengar. Aroma bumbu dan ikan yang dipanggang menguap ke udara dan begitu terasa harum.
Setelah tadi dibuat tidak fokus melihat tubuh Chika, kini Felix dibuat tidak fokus dengan aroma yang masuk ke dalam indera penciumannya. Aroma makanan yang masuk ke dalam indera penciumannya seolah mentransfer sinyal pada perutnya yang seketika berbunyi.
"Ayo, makan."
Ajakan makan dari Chika langsung disambut baik oleh Felix. Perutnya yang sudah berdemo minta untuk segera diisi. Mematikan laptopnya, dia menuju ke meja makan setelahnya.
Chika meletakan dua piring bersisi salmon grill dan mashed potato. Tambahan asparagus grill membuat tampilan piring saji begitu sempurna.
"Wah … sepertinya enak," ucap Felix. Dia menarik kursi dan duduk berhadapan dengan Chika.
Mereka berdua mulai menikmati makan malam. Makan malam pertama merayakan kepindahan Chika. Ada terbesit rasa senang di hati Felix. Ini untuk pertama kalinya dia makan malam bersama Chika. Karena sejak dia mencoba mendekati Chika, dia selalu menolak pergi dengan Felix.
"Ternyata kamu pandai memasak juga," puji Felix.
"Shea yang mengajari aku." Chika menjawab seraya memasukan makanan ke dalam mulutnya.
Felix memang tahu jika Shea dan Chika memang dekat. Walaupun sifat mereka berdua berbeda, ada satu atau dua hal yang terkadang mirip.
"Felix, bolehkah aku membawa beberapa peralatan masak milikmu ke apartemenku?" Ragu-ragu Chika mengatakan niatnya pada Felix.
Jika Chika masak di apartemennya, aku tidak akan menikmati makanan.
"Kenapa tidak memasak di sini saja, dari pada susah susah membawa peralatan ke apartemnmu?"
"Aku tidak mau harus menganggu dan bersusah payah membuka pintu," elak Chika.
Felix berdiri dan menuju ke nakas di dekat ruang tamu. Dia membuka laci dan mengambil sesuatu. Kembali lagi ke meja makan, dia menyerahkan sesuatu pada Chika. "Ini access card apartemen ini, kamu bisa masuk tanpa menunggu membuka pintu."
"Ta …."
"Aku tidak menerima penolakan," potong Chika.
Karena Chika harus berhemat dengan memasak sendiri, akhirnya dia mengambil access card yang diberikan oleh Felix.
Felix tersenyum tipis. Dia senang saat Chika merima tawarannya. Mereka melanjutkan makan malam dengan obrolan singkat. Usai makan, Felix mengatakan pada Chika jika dia yang akan membersihkan semuanya. Chika pun memilih untuk pulang.
.
.
.
...Jangan lupa like semua bab ya, scroll lagi...
...Berikan like vote dan hadiah ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
sakura🇵🇸
🤣🤣🤣🤣 baru hari pertama ujian udah berat aja ya
2024-09-29
0
gia nasgia
Akhirnya ujian part 1 terlewati 🤣
2024-02-22
0
Zuliet
amin .....🤲😊
2023-05-22
0