Senin (13.42), 23 Maret 2020
-----------------------
Rafka mengerang saat merasakan kecupan di bibirnya.
Apa itu mimpi?
Perlahan Rafka membuka mata. Yang dilihatnya pertama kali adalah langit-langit berwarna perak yang diukir indah. Dia ingin menggerakkan kepala tapi rasa sakit yang menyengat menusuk bagian belakang kepalanya. Lagi-lagi Rafka mengerang.
“Ada apa? Apa kepalamu sakit?”
Suara yang sangat familiar itu begitu dekat. Rafka memaksa dirinya menoleh ke arah sumber suara. Seseorang menatapnya dari tepi ranjang. Wajahnya tampak khawatir.
“Rena?” bisik Rafka ragu.
Orang itu memegang erat tangan Rafka. “Iya.”
Rafka meringis merasakan belakang kepalanya yang berdenyut. “Kalau aku sudah mati, kenapa aku masih bisa merasakan sakit?”
“Kau keterlaluan, Rafka!” bentak Rena. “Aku sedang mengandung anakmu tapi kau malah berpikir untuk mati.”
Rafka berusaha duduk. Rena segera menopang tubuh Rafka. Gadis itu menata bantal di punggung Rafka lalu membantunya bersandar. Rena memperhatikan wajah Rafka lekat-lekat ketika lelaki itu meringis.
“Bagian mana yang sakit?” tanya Rena panik.
“Rasanya kepalaku mau pecah.”
Rena mendesis. “Awas kalau dia pulang nanti. Aku akan mencincangnya karena telah membuat kekasihku kesakitan.”
“Siapa yang kau maksud?”
“Pria sok jagoan yang telah memukul belakang kepalamu. Aku tidak akan memaafkannya.” Ucap Rena kesal.
Rafka menatap Rena heran. “Jadi, aku benar-benar belum mati?”
“Kalau kau berbicara tentang kematian sekali lagi, aku tidak mau berbicara denganmu.”
Mendadak mata Rafka berkaca-kaca. Dengan kasar direnggutnya lengan Rena hingga tubuh gadis itu jatuh ke pelukannya. Rafka memeluk Rena kuat-kuat.
“Aku takut. Ku pikir aku sudah terlambat. Aku takut tidak bisa memelukmu lagi. Aku takut tidak bisa melihat wajahmu lagi.”
Rena mendongak dan melihat air mata telah membasahi wajah Rafka. Gadis itu menjauhkan diri dari pelukan Rafka. Dengan lembut dia membersihkan air mata di wajah lelaki itu dengan bibirnya.
“Kaulah yang memberiku kehidupan. Aku masih bisa bernafas hingga detik ini karena ada bagian dirimu dalam diriku. Karena itu selama kau hidup, aku akan terus ada di sisimu.”
Rafka mengerutkan kening heran. “Aku tidak mengerti maksudmu.”
Rena tersenyum. Tangannya menggenggam erat tangan Rafka. “Enam tahun yang lalu, aku sudah tidak memiliki harapan untuk hidup lagi. Aku sudah pasrah jika Tuhan mau mengambil nyawaku. Aku juga berusaha meyakinkan mama dan papa untuk merelakanku pergi.” Rena terdiam sejenak. “Lalu kau datang. Tadinya kukira kau adalah dokter. Tapi kau sama sekali tidak terlihat seperti dokter. Lalu kupikir, ‘inilah waktunya. Malaikat mautku sudah datang.’ Perlahan kau mendekat, lalu membungkuk di atasku. Menatap lembut sambil membelai rambutku. Kau bilang, ‘Jangan takut. Kau pasti sembuh.’ Dan saat itulah, untuk pertama kali dalam hidupku, aku jatuh cinta.”
Bibir Rafka terbuka seperti ingin mengatakan sesuatu namun tidak ada suara yang keluar.
Rena mengangkat tangan Rafka lalu menempelkan di dadanya. “Meskipun aku berpikir kau malaikat mautku, aku tidak bisa menahan diri untuk jatuh cinta padamu. Aku sangat bahagia. Setidaknya sebelum aku mati, aku bisa merasakan indahnya mencintai seseorang selain orang tuaku.” Senyum Rena semakin lebar. “Dan waktu itu aku berkata pada diri sendiri, ‘jika Tuhan memberiku ksempatan untuk hidup, aku akan mencari pria yang kucintai itu, lalu aku akan memaksanya untuk mencintaiku juga.”
Rafka masih mematung dengan bibir terbuka.
Rena mendesah kesal setelah satu menit berlalu Rafka masih tetap diam. Gadis itu mendekatkan wajahnya lalu mencium bibir Rafka dengan amat lembut.
Rafka tersentak dan refleks memegang bahu Rena lalu menjauhkan wajah mereka. “Maksudmu, kau gadis yang menerima ginjalku?”
Rena mengangguk.
“Jadi, tengkorak hidup yang ada di rumah sakit enam tahun yang lalu adalah kau?”
Kini Rena yang membuka bibirnya sambil menatap Rafka tidak percaya. “Hah, apa kau bilang? Tengkorak hidup?”
Rafka mengangguk serius. “Waktu itu kupikir aku salah masuk kamar mayat. Nyaris saja aku berteriak ketakutan ketika kau menoleh menatapku. Tapi ternyata bukan mayat melainkan tengkorak hidup.”
“Kau bilang aku tengkorak hidup?” pekik Rena sambil memukul bahu dan dada Rafka.
Rafka berusaha menghindar. “Seharusnya waktu itu kau lihat dirimu sendiri di cermin. Kau benar-benar terlihat seperti tengkorak hidup. Buktinya aku tidak bisa mengenalimu sampai sekarang.”
“Ingatanmu saja yang buruk!”
“Rena, hentikan!” Rafka mencengkeram pergelangan tangan Rena lalu menghempaskan tubuh Rena ke atas ranjang. Sebelum Rena sempat melawan, Rafka segera menindih tubuhnya. “Seharusnya aku yang marah. Kau merahasiakan hal sepenting ini dariku begitu lama. Kenapa kau tidak langsung memberitahuku ketika kita pertama bertemu?”
“Karena aku berharap kau mengenaliku. Tapi ternyata tidak.” Rena merengut.
“Sudah kubilang waktu itu kau seperti tengkorak hidup.”
“Itu artinya kau sudah bercinta dengan tengkorak hidup.”
Rafka terbahak. “Tentu saja tidak.”
“Bagaimana bisa?”
“Karena gadis yang telah bercinta denganku, mencuri hatiku, yang bersedia mengandung anakku, dan sekarang ada di bawahku, adalah seorang bidadari cantik yang dikirim Tuhan untukku. Itu sebabnya aku tidak bisa mengaitkan antara gadis yang sekarang dengan gadis enam tahun lalu.”
Rena menyeringai. “Kata-katamu manis sekali. Aku menyukainya.”
“Tunggu dulu!” kening Rafka berkerut. “Itu artinya kau hamil dalam kondisi tubuh yang lemah?”
Mendadak Rafka bangkit dari atas tubuh Rena lalu duduk bersila di ranjang. Rena juga bangkit dan duduk di hadapan Rafka.
“Orang sehat dengan organ tubuh lengkap saja masih bisa mengalami banyak kesulitan ketika hamil. Apalagi gadis muda yang hanya memiliki satu ginjal hasil transplantasi. Jangan coba-coba mengambil resiko. Cepat gugurkan bayi itu!”
Rena menatap Rafka dengan menantang. Tangannya menutupi perutnya. “Kau cerewet sekali seperti nenek-nenek. Dokter bilang aku akan baik-baik saja. Hanya perlu rutin mengkonsumsi vitamin tambahan dan rutin mengecek kehamilan. Bahkan aku diberi daftar apa yang boleh dan tidak boleh dimakan selama kehamilanku.”
“Apa buktinya kalau semua yang kau katakan berasal dari dokter?”
Rena mendesah. “Lain kali kalau aku pergi ke dokter, kau harus menemaniku supaya kau tahu apa yang dokter katakan.” Mendadak wajah Rena berubah lesu. “Tapi sejujurnya dokter memang mengatakan akan ada masalah yang serius dengan kehamilanku.”
Kepanikan melintas di wajah Rafka. “Masalah apa?”
“Dokter bilang wanita hamil perlu dijaga dua puluh empat jam setiap hari. Itu sebabnya harus selalu ada suami di sampingnya. Tapi aku...” lagi-lagi Rena mendesah. “Aku tidak memiliki suami dan tinggal sendirian. Kalau terjadi sesuatu padaku di malam hari, tidak ada yang bisa menolongku.”
“Apa kau sedang memintaku untuk menikahimu?”
“Tidak. Aku hanya menceritakan yang dokter sampaikan padaku.” Rena mempertahankan tampang polosnya.
Mendadak Rafka menarik pergelangan kaki Rena. Gadis itu memekik kaget ketika tubuhnya terhempas ke ranjang lalu Rafka membungkuk di atasnya.
Rena berdecak. “Kebiasaan buruk yang menyenangkan.”
“Gadis nakal. Kau terus menerus menggodaku.” Geram Rafka.
Rena mengalungkan kedua tangannya di leher Rafka. “Jadi, apa yang akan kau lakukan?”
“Aku akan memenuhi permintaanmu.” Rafka menunduk lalu mencium bibir Rena. Awalnya hanya cium penuh kerinduan yang berubah semakin dalam.
Beberapa saat kemudian setelah mereka kehabisan nafas, Rafka mengangkat kepalanya. “Aku mencintaimu.” Bisik Rafka sambil membelai wajah Rena.
Rena tersenyum lebar. “Aku juga sangat mencintaimu.”
***
Rena menopang tubuhnya dengan satu siku. Pandangannya menelusuri wajah Rafka yang sedang terpejam. “Apa kepalamu masih sakit?”
Rafka membuka matanya menatap Rena. “Tidak. Apa bayi kita baik-baik saja di dalam sini?” tangan Rafka membelai perut Rena.
“Dia amat sangat baik.” Rena menyeringai.
Rafka hanya menggelengkan kepala melihat antusiasme Rena setelah percintaan mereka tadi. Mendadak lelaki itu duduk lalu menatap seluruh penjuru kamar.
“Dari tadi aku ingin menanyakan ini, tapi perhatianku terus menerus teralihkan. Kita ada dimana? Rumah siapa ini? Dan apa yang terjadi padamu semalam?”
“Ini rumah temanku.” Jelas Rena hati-hati. “Begitu aku pulang dari tempatmu, seseorang telah menungguku di rumah. Dia memaksa agar aku menginap disini untuk menghindari hal buruk yang akan terjadi.”
“Lalu apa yang terjadi di rumahmu?” tanya Rafka bingung. Bayangan garis kuning polisi yang mengelilingi rumah Rena melintas di benaknya.
“Aku tidak tahu karena aku ada disini.” Mendadak Rena memukul keningnya. “Astaga, Rafka. Aku belum memberimu makan. Tunggu di sini dan benahi pakaianmu. Aku akan membawa makanan.” Ucap Rena sambil merapikan pakaiannya sendiri.”
“Rena, tidak perlu membawakanku makanan ke kamar seperti aku ini penderita penyakit kronis yang tidak bisa bangun.”
Rafka mendesah ketika Rena mengabaikannya. Gadis itu bergegas keluar kamar lalu menutup pintu.
Rafka bangun untuk merapikan pakaiannya sambil memperhatikan sekeliling kamar yang indah.
Lelaki itu bergerak menuju jendela besar yang sepertinya menghadap halaman belakang. Ada kebun sayur kecil disana. Berbagai mainan anak tergeletak sembarangan. Tapi itu membuat kesan keluarga bahagia terlihat jelas. Jika benar-benar ada kesempatan membangun keluarga baginya bersama Rena, kira-kira tempat seperti inilah yang akan dipilihnya.
Rafka tetap memandang keluar jendela ketika suara pintu kamar dibuka.
“Rena, kau benar-benar memperlakukanku seperti orang berpenyakitan.”
Hampir satu menit berlalu namun tidak ada tanggapan. Rafka berbalik perlahan untuk melihat kali ini apa yang dilakukan gadisnya itu. Namun dia tertegun menatap orang yang berdiri sambil membawa nampan dengan senyum lembut di bibirnya. Lidah Rafka menjadi kelu.
“Hai, kak.”
--------------------------
♥ Aya Emily ♥
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Maria Magdalena Indarti
kukira Rena mati ternyata di rmh Freddy
2023-08-21
0
Sulaiman Efendy
TERNYATA RENA MSH HIDUP, JDI ITU MAYAT WANITA SIAPA. ??
2023-03-08
0
Ulif Yuhanna
dikiranya pas baca judul bab tengkorak hidup itu Maya yang depresi seperti tengkorak hidup, eh ternyata Rena 6 tahun yang lalu. ternyata kamu masih ingat Rafka 🥺🤣😅
2022-11-08
0