Cemburu

Kamis (16.34), 19 Maret 2020

------------------------

Rena menatap Rafka dari balik kaca mobil dengan geram. Lelaki itu sedang berdiri santai di depan gerbang Fly Club, mengobrol dengan nyaman bersama wanita paruh baya yang sesekali menyentuh lengannya dengan genit. Mereka tampak seperti kawan lama yang sedang berbagi lelucon. Tanpa sadar Rena mencengkeram kemudi mobil hingga jemarinya terasa ngilu.

Rena mengerem dengan kasar hingga bannya berdecit di samping pasangan itu. Dadanya terasa panas. Ingin rasanya ia melompat keluar lalu menarik Rafka ke dalam mobil, menjauhkan kekasihnya dari jamahan tidak tahu malu wanita tua itu.

Tapi Rena menahan diri. Toh Rafka tampak menikmati kebersamaan mereka.

Melihat mobil Rena berhenti beberapa meter darinya, Rafka segera pamit pada lawan bicaranya. Lelaki itu berlari kecil lalu segera menyelinap melalui pintu penumpang. Seperti biasa, dadanya terasa membengkak bahagia karena membayangkan akan menghabiskan waktu bersama gadis mungil di sampingnya.

“Mau kugantikan?” tanya Rafka sambil mengedikkan kepala ke arah kemudi mobil yang dicengkeram Rena.

“Tidak.”

Rafka mengangkat alis mendengar nada Rena yang ketus. “Hari yang buruk?”

“Sangat. Kau sebaliknya. Tampak sangat bahagia.”

“Ah, iya.” Rafka menyandarkan punggung. Senyum senangnya berubah menjadi cengiran nakal. “Kau lihat wanita yang tadi berbicara denganku? Dia klienku kemarin malam.” Jelas Rafka dengan bersemangat. “Dia mengajakku ke sebuah hotel. Ternyata suaminya sedang meeting di hotel yang sama. Kami nyaris saja ketahuan ketika sedang melakukan itu di toilet umum hotel. Suaminya nyaris saja menjadi penonton. Hanya karena keberuntungan kami bisa selamat. Padahal suaminya terkenal kejam.”

Rafka terkekeh seolah bangga dengan perbuatannya. Mendadak Rena menginjak gas membuat mobil melonjak dengan kecepatan tinggi.

Rafka terperanjat lalu segera mencengkeram jok mobil. Beruntung dirinya tidak lupa memasang sabuk pengaman. “Wow, Rena! Apa yang kau lakukan? Kau ingin membunuh kita berdua?”

Rena tidak menjawab. Pandangannya fokus ke jalanan. Gadis itu membawa mobil meliuk-liuk di antara ramainya lalu lintas malam minggu.

“Oke, sayang! Kau sudah menunjukkan kehebatanmu mengemudi. Sekarang turunkan gasnya!”

Rena benar-benar mengabaikan Rafka. Dia tetap melaju menantang keramaian lalu lintas.

Rafka mendesah pasrah. Dia menyandarkan tubuh sekali lagi sambil memejamkan mata. “Bangunkan aku kalau kita sudah sampai dengan selamat.” Lalu dia menyilangkan kedua lengan di depan dada. Mencari posisi yang nyaman untuk tidur.

Sekilas Rena melirik ke arah Rafka yang tampak mulai terlelap. Dadanya serasa akan meledak. Tega sekali Rafka, pikir Rena geram. Tega sekali lelaki ini menceritakan petualangannya dengan wanita lain. Tidak bisakah dia merasakan betapa hancur hati Rena mendengar hal itu?

Air mata Rena mulai menggenang. Dia segera membersihkannya dengan punggung tangan. Beberapa menit berlalu dengan kesunyian hingga tiba di depan rumah Rena. Gadis itu menginjak rem kuat-kuat hingga Rafka nyaris terlempar dari tempat duduknya. Rafka terjaga seketika ketika Rena melompat keluar mobil.

Rafka hanya bisa menatap kepergian Rena dengan bibir terbuka. Apa yang terjadi dengan gadis itu? Bahkan ini bukan kebiasaan Rena meninggalkan dirinya di dalam mobil di luar pagar rumahnya.

Rafka bergeser ke kursi pengemudi lalu memarkir mobil di garasi. Setelah memastikan pintu mobil dan pagar terkunci, Rafka segera masuk ke dalam rumah. Dia bertekad mencari tahu apa yang sedang menimpa gadis kecilnya. Dan tentu saja, menghibur semampunya.

Rafka menemukan Rena sedang duduk tegak di sisi tempat tidur membelakangi pintu. Jendela tinggi di hadapan Rena terbuka lebar, membuat tirainya melambai liar ditiup angin dingin dari luar.

Rafka mendesah lalu menuju jendela untuk menutupnya. “Rena, apa kau membiarkan jendela ini terbuka selama kau pergi?” tegur Rafka sambil menoleh ke arah Rena, lalu dia tertegun.

Gadis itu sedang menangis.

Suatu perasaan deja vu mengaliri Rafka hingga membuatnya merinding. Dirinya seperti kembali ke masa lalu. Amarah yang menyakitkan. Khawatir, takut dan perasaan kalah karena dirinya terlambat, menggumpal menjadi satu.

Rafka kehabisan nafas. Buru-buru ia menghampiri Rena lalu berlutut di hadapannya. “Rena, ada apa? Apa ada hal buruk yang terjadi?” Rafka tidak bisa menyembunyikan kepanikan dalam suaranya yang bergetar.

“Masih haruskah kau bertanya?” Rena menghapus dengan kasar pipinya yang basah. “Rafka, apa kau tidak sadar akan kesalahanmu?”

“Aku? Apa salahku?”

“Berapa kali aku harus mengatakannya padamu? Aku kekasihmu. Bagaimana bisa kau menceritakan petualanganmu dengan wanita lain kepadaku? Tidak bisakah kau melihat betapa hancur hatiku mendengarnya?”

Rafka tampak kebingungan. Dia sama sekali tidak mengerti situasi ini. “Itu... yah, seperti yang kau katakan. Aku kekasihmu. Bukankah sepasang kekasih selalu melakukannya. Berbagi cerita, maksudku. Termasuk tentang pekerjaan masing-masing.”

Rena mengerang. “Tentu saja. Tapi tidak dengan kehidupan seksualnya. Aku sudah berusaha menerima hanya bisa memilikimu selama akhir pekan.”

Mata Rafka meredup. Segelintir kekecewaan mencengkeram hatinya. “Itulah pekerjaanku, Rena. Kau sudah tahu itu sejak pertama kita bertemu. Inilah aku. Kalau kau tidak bisa menerima hal itu, kenapa kau ingin menjadi kekasihku? Seharusnya hubungan ini tidak terjadi.”

Rena meletakkan telapak tangannya di kedua sisi wajah Rafka. Ia menunduk menatap mata kekasihnya itu yang nampak terluka. “Aku ingin menjadi kekasihmu karena aku mencintaimu. Dan karena cinta itu juga, aku terluka jika kau bersama wanita lain.”

Mata Rafka terbelalak tidak percaya. Mendadak dia bangkit lalu mundur menjauhi Rena dan sentuhannya. Selama beberapa saat lelaki itu hanya mematung menatap Rena. Berbagai emosi melintas di matanya. Tiba-tiba Rafka tertawa. Bukan tawa bahagia, melainkan tawa histeris yang seolah akan menghancurkan dirinya. Dunianya yang hitam pekat seolah dijungkir balikkan hingga dirinya tidak tahu sedang berpijak dimana.

Benarkah ada seseorang yang mencintainya?

Atau ini hanya salah satu mimpi yang akan membuatnya sesak nafas ketika terjaga?

Mendadak sepasang tangan mungil menyentuh wajahnya. Kehangatan tangan itu memberi Rafka kekuatan untuk keluar dari kabut emosi yang melingkupi dirinya.

“Rafka, kau baik-baik saja?” Mata yang masih memerah karena tangis itu kini menatap Rafka khawatir.

“Tentu.” tegas Rafka. Nadanya terlalu tenang. “Aku hanya teringat sesuatu. Apa yang tadi kau katakan?”

“Aku sangat mencintaimu.”

Sekali lagi Rafka mundur dari sentuhan Rena. Kedua tangan Rafka mengacak rambutnya karena frustasi. “Astaga, ternyata aku masih belum bangun.”

“Rafka...”

“Tidak, cukup!” Rafka berkacak pinggang sambil menatap tajam pada Rena. “Kau tidak sadar apa yang kau katakan. Kau masih terlalu muda hingga bisa menganggap hal ini sebagai permainan. Tapi kali ini aku tidak punya waktu untuk meladenimu.” Rafka mendengus. “Cinta. Dengan mudahnya kau bisa mengatakan cinta padahal kita tidak saling mengenal. Aku bahkan tidak tahu apa pekerjaanmu dan mustahil kau tahu seperti apa kehidupanku sebenarnya. Entah percobaan macam apa yang sedang kau lakukan. Yang jelas aku sudah muak dengan semua ini. Waktu yang kita habiskan memang sangat menyenangkan terutama minggu lalu. Namun ini sudah berakhir. Hubungan kita berakhir saat ini juga.”

Tanpa menunggu jawaban, Rafka melewati Rena menuju pintu kamar yang terbuka. Namun langkahnya terhenti ketika dia mendengar gadis itu memanggilnya dengan suara lirih yang lembut.

“Rafka, maukah kau bercinta denganku sebelum pergi?”

Seketika hantaman gairah menerpa Rafka. Nafasnya mulai memburu. Dirinya sendiri kaget dengan perubahan tubuhnya dan dengan atmosfer ruangan yang juga mendadak berubah. Permohonan Rena seperti membangkitkan aura sensual di sekeliling mereka. Tidak akan ada yang mengira bahwa mereka baru saja melalui pertengkaran yang menguras emosi.

Rafka memejamkan mata sejenak untuk menikmati gelombang gairah yang bangkit menggantikan semua perasaan buruknya. Setelah membuka mata kembali, lelaki itu langsung berbalik menghampiri Rena yang sedang menatapnya penuh harap.

“Aku masih marah padamu.” Desis Rafka ketika menggenggam kedua bahu Rena.

“Karena aku mengatakan bahwa aku mencintaimu?”

Rafka menggeram kesal lalu menunduk ke arah bibir Rena yang telah terbuka menunggunya. Dengan cepat ciuman mereka berubah menjadi liar.

***

Rafka menerima roti berlapis selai nanas yang diulurkan Rena. Dia tidak bisa menahan senyum gembiranya. Rafka tidak pernah menikmati sarapan sehat di pagi hari. Kalau bukan makan mie instan, biasanya perutnya hanya diisi minuman beralkohol.

“Kenapa kau tersenyum seperti itu?”

Senyum Rafka semakin lebar mendengar pertanyaan Rena. “Apa kau sadar? Kita seperti pasangan yang sudah menikah.”

“Kau benar. Yang kurang hanya cincin kawin dan janji suci.”

Rafka mendengus. “Kedengarannya seperti kau memintaku untuk menikahimu.”

“Aku memang berharap begitu.” Rena menjawab serius.

Seketika Rafka menegang. Rena bisa melihat perubahan sikap lelaki itu dengan jelas. Ingatannya melayang pada kejadian semalam. Betapa bodoh dirinya. Rafka bahkan tidak bisa menerima kata cinta, apalagi pernikahan. Rena penasaran apa yang membuat Rafka seperti itu.

Cepat-cepat Rena berkata sebelum Rafka membalas perkataannya. “Tapi kau tidak bisa menikahiku sebelum kita saling mengenal, kan?”

Selama beberapa detik mereka hanya saling menatap.

Rafka mendesah dan mengalihkan pandangan. Sejenak ia menyesap kopi hangat yang dibuatkan Rena untuknya. “Rena, kau terlihat lelah. Apa kau baik-baik saja?”

Rena terkekeh. “Mana mungkin aku tidak lelah. Kita nyaris tidak tidur semalaman.”

Rafka menyeringai. “Aku serius, sayang. Kau tampak sangat lesu. Itu tidak akan terjadi hanya karena satu malam.”

“Ah, iya. Kantor tempatku bekerja sangat sibuk minggu ini. Mungkin minggu depan lebih sibuk lagi. Semua pegawai harus bekerja lembur.”

“Apa pekerjaanmu?”

Rena tersenyum. Dia senang Rafka mau lebih mengenal dirinya. “Aku asisten CEO di perusahaan properti. Bisa dibilang akulah orang tersibuk di perusahaan itu.” Dia ingin sekali Rafka merasa bangga pada dirinya. “Di saat karyawan yang lain pulang jam sembilan malam, aku masih harus melanjutkan pekerjaan bersama pak Gun. Kadang sampai jam sebelas malam.”

Rafka terbelalak. “Pak Gun? Apa dia bosmu?”

Rena mengangguk lemah. Dia tidak mengerti apa yang salah ketika melihat mata Rafka berkilat marah.

“Astaga, Rena. Kau hanya berdua bersama bosmu disaat karyawan yang lain sudah pulang? Apa yang sebenarnya kalian kerjakan? Aku jadi ragu apa kalian benar-benar bekerja.” Rafka tidak mengerti mengapa dadanya terasa panas.

Rena merengut. “Jangan berpikir macam-macam! Pak Gun pria yang baik. Dia sudah banyak membantuku.”

“Jadi apa imbalannya? Dia tidak mungkin membantumu secara cuma-cuma, kan?”

Rena berdiri dengan marah. Tanpa berkata lagi dia mengitari meja makan lalu berderap menuju pintu belakang. Baru satu inci pintu berhasil dibuka, Rafka mengulurkan tangan dari balik punggung Rena, menutup kembali pintu itu. Rena terengah. Dirinya terjebak di antara lengan Rafka.

“Kenapa kau lari, Rena? Apa karena jawabannya sesuai dugaanku?”

Seketika Rena berbalik menatap sepasang mata hitam Rafka. Jarak mereka sangat dekat. “Hentikan tuduhanmu, Rafka! Pak Gun sudah seperti keluarga bagiku. Aku tidak suka mendengar tuduhanmu padanya.”

“Baiklah. Tapi satu hal lagi yang membuatku penasaran. Kau bilang baru lulus beberapa bulan yang lalu. Bagaimana caranya kau bisa langsung mendapat posisi sebagai asisten CEO-nya. Apa itu sebuah keajaiban? Takdir Tuhan?”

“Kalau sikapmu seperti ini, aku tidak mau menjawabnya.”

“Dengar, Rena!” Rafka semakin mendekatkan wajah mereka. “Kau sendiri yang mengatakan bahwa kau adalah kekasihku. Jadi bersikaplah layaknya seorang kekasih. Aku tidak rela kalau ada lelaki lain yang menyentuhmu.”

“Memang tidak...”

Rena tidak bisa melanjutkan ucapannya karena mendadak Rafka ******* bibirnya dengan ganas.

------------------------------

♥ Aya Emily ♥

Terpopuler

Comments

Zaitun

Zaitun

hah. cewek nya gak boleh disentuh laki lain tapi dia celap celup

2021-02-18

4

Widi Nuhgraeni

Widi Nuhgraeni

pak Gun itu ayah Rena..Rafka

2021-01-30

0

Nya♌

Nya♌

mang ga bs cari pekerjaan lain rafka

2020-11-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!