Gadis mungil Rafka

Senin (10.59), 23 Maret 2020

--------------------------

Sedan hitam itu berhenti di bawah pohon besar di seberang rumah dua lantai. Rumahnya tidak terlalu besar dan dikelilingi pagar biru setinggi pinggang orang dewasa. Taman indah yang didominasi mawar memenuhi halamannya.

Dari dalam mobil, Rafka dan Maya bisa melihat dengan jelas aktifitas di depan rumah. Seorang wanita cantik tertawa mendengar celoteh lelaki tampan di depannya yang hendak berangkat bekerja. Bocah kecil dalam gendongan wanita itu merengek ingin ikut masuk ke dalam mobil. Lelaki itu tersenyum sambil menjanjikan sesuatu kepada si bocah lalu mencium keningnya. Lelaki itu beralih ke wanita cantik di depannya dan langsung mencium bibir si wanita.

Rafka memperhatikan keluarga kecil itu dengan senyum bahagia. Hatinya terasa sejuk melihat betapa bahagia gadis mungilnya sekarang.

Beberapa menit kemudian, mobil yang dikendarai lelaki itu keluar dari halaman.

“Kebetulan sekarang mereka cuma berdua. Bagaimana kalau kita turun dan menyapa?” tanya Maya.

“Coba saja kau turun dari mobil ini sekarang, aku akan langsung mematahkan kedua kakimu.” Ucap Rafka dingin.

Maya terkekeh. “Kau masih belum berubah, Rafka. Overprotektif terhadap wanita pembawa sial itu.”

“Dan yang kau bilang wanita pembawa sial itu adalah putri kandungmu sendiri.”

“Itu tidak mengubah kenyataan bahwa wanita itu pembawa sial. Apa kau lupa, ketika aku mengandung dirinya suamiku meninggal. Begitu dia lahir aku menjadi wanita penghibur. Dan lihat dirimu sekarang. Hidupmu juga hancur karena berusaha melindunginya.”

Rafka menoleh menatap Maya tajam. “Kau yang menghancurkan hidupmu sendiri. Dan kau juga yang telah menghancurkan hidupku. Kenapa kau selalu menyalahkannya yang tidak tahu apa-apa?”

Maya terkekeh. “Kau selalu saja membelanya.” Maya menepuk bahu sopirnya. “Ikuti mobil yang baru keluar tadi.”

Rafka mengernyit bingung. “Apa yang mau kau lakukan?”

“Aku tahu jalan pikiranmu, Rafka. Karena wanita itu sudah menikah, kau merasa tidak harus melindunginya lagi. Itu sebabnya akhir-akhir ini kau berani berbuat ulah. Aku hanya ingin menunjukkan padamu bahwa aku masih memiliki kuasa. Karena aku selalu selangkah di depanmu.”

Keringat dingin membasahi punggung Rafka. Namun ia tetap memasang ekspresi dingin. Bagaimana kalau Maya nekat dan melakukan hal buruk pada suami Ratna? Tapi tidak mungkin. Maya tidak sebodoh itu. Kalau wanita itu nekat, sama artinya dia menggali kuburannya sendiri.

Kenyataan itu membuat Rafka bisa sedikit bernafas lega. Tapi tetap saja, Rafka sedikit panik karena menebak-nebak rencana Maya.

Mobil silver yang dikendarai suami Ratna mulai terlihat. Selama dua kilometer, sedan hitam milik Maya masih terus membuntuti mobil silver itu.

“Bos, sepertinya pengemudi mobil di depan tahu kalau sedang dibuntuti.”

Rafka mendesah. “Tentu saja dia tahu. Karena orang yang kau buntuti itu seorang komandan polisi.”

“Apa? Bos, sebaiknya kita kembali sekarang.”

Rafka menyeringai melihat kepanikan sopir Maya.

“Apa yang kau lakukan, dasar bodoh? Terus saja mengemudi dan ikuti perintahku!”

“Kali ini kau cari mati, Maya.” Ucap Rafka bosan.

“Jangan senang dulu, sayang. Kau belum tahu apa rencanaku.”

“Eh, bos! Mobil di depan menghilang.”

Maya tersenyum. “Kurangi kecepatan dan terus jalan!”

Lima menit berlalu mendadak sopir itu bersuara, bahkan nyaris berteriak. “Bos, polisi itu ada di belakang kita sekarang!”

Maya menyeringai. “Begitu sampai di jalanan yang lebih sepi, cegat mobil itu!”

Si sopir mengumpat-umpat dengan suara pelan. Rafka langsung menoleh menatap Maya bingung. Apa lagi sekarang?

Di jalanan yang lebih sepi, sedan hitam itu mengerem mendadak dengan posisi sedikit melintang di jalan, menghalangi mobil silver itu. Otomatis pengemudi mobil silver menginjak rem kuat-kuat.”

“Brengsek!” Pengemudi mobil silver segera turun dan dengan kesal menghampiri sedan hitam itu. Lelaki itu berkacak pinggang sambil menunggu pemilik sedan hitam keluar.

Maya menyeringai ke arah Rafka. “Kau tidak mau turun dan bertemu adik iparmu?”

Ingin sekali Rafka menghancurkan wajah Maya. “Sebenarnya apa maumu?”

“Sederhana saja. Berhenti melakukan sesuatu yang tidak kusukai, dan keluarga kecil adik kesayanganmu itu akan bahagia selamanya. Terutama jauhi wanita bernama Rena itu!” Maya langsung turun dari mobil.

Buru-buru Rafka juga turun. Dia hafal betul watak Maya. Jangan sampai wanita itu berkata aneh pada suami Ratna yang bisa merusak keluarga adiknya.

Lelaki yang sedang berkacak pinggang itu tertegun selama beberapa detik ketika melihat Maya, lalu perlahan dia tersenyum.

“Astaga, Maya! Kupikir kau siapa?”

Maya menyeringai. “Hai, Freddy.” sapa Maya sambil menyentuhkan pipinya ke pipi Freddy.

“Hai, Maya.”

“Kenapa kau begitu terkejut? Siapa yang kau harapkan sedang membuntutimu?”

Freddy mendesah. “Aku sedang menangani sebuah kasus saat ini. Kukira salah satu buronanku yang memata-mataiku.”

“Pekerjaanmu sangat menegangkan.”

Freddy terkekeh. “Kau sendiri, apa yang kau lakukan? Kau bisa celaka jika tiba-tiba mencegat orang seperti itu.”

“Terima kasih karena mengkhawatirkan diriku.”

“Aku tidak butuh ucapan terima kasih. Yang kubutuhkan adalah penjelasan.”

Maya tersenyum. “Tidak sengaja aku melihat mobilmu dan mendadak aku merindukanmu.”

Freddy mengangkat sebelah alis tanda tidak percaya pada penjelasan Maya. Namun Freddy sudah cukup hafal sifat Maya. Wanita itu selalu memiliki motif di balik tingkah lakunya. Pasti ia memiliki rencana tapi tidak mau memberitahukannya pada Freddy. Jadi Freddy tidak memaksa.

Freddy menoleh dan pandangannya terpaku pada Rafka yang berdiri di samping pintu belakang mobil.

“Siapa dia?” tanya Freddy.

“Dia kekasihku.” sahut Maya enteng.

Freddy menatap Maya tidak percaya. “Kau bercanda.”

“Memangnya kenapa?”

Freddy tampak salah tingkah. “Um, tidak. Maksudku, dia tampak seumuran denganku.”

“Lalu, kenapa? Apa aku tidak boleh memiliki kekasih lelaki sepertimu?” sebelah tangan Maya terangkat lalu membelai pipi Freddy.

Rafka mengepalkan kedua tangannya. Berani sekali wanita itu merayu suami adiknya!

“Maya!” geram Rafka.

Mendadak Maya menarik tangannya. “Ups. Sepertinya aku telah membuat kekasihku cemburu.” Maya terkikik seperti remaja.

Freddy terkekeh. “Aku ingin berkenalan dengan kekasihmu. Bolehkah?”

Maya mengangguk.

Freddy mendekati Rafka lalu berdiri di depan lelaki itu sambil mengulurkan tangan. “Aku Freddy, teman Maya.”

Rafka menerima uluran tangan Freddy. “Rafka.”

“Senang berkenalan denganmu. Dan setelah ini, kita pasti akan sering bertemu.”

Rafka mengangkat alis tanda tidak suka. Dia tidak mau Maya terlalu dekat dengan keluarga adiknya. “Kuharap kita tidak pernah bertemu lagi.” desis Rafka.

Freddy terkekeh. “Sungguh, Rafka. Aku dan Maya hanya berteman. Jangan menatapku seolah aku ini musuhmu. Lagipula aku sudah menikah.” Freddy memperlihatkan cincin di jari manisnya.

Maya menghampiri mereka lalu merangkul lengan Rafka manja. “Jangan menyombongkan pernikahanmu di depan kami. Kami juga akan segera menikah.”

Rafka menatap Maya dengan mata berkilat marah.

“Jangan lupa undang aku.”

“Tentu. Kau, istri dan putramu harus datang.”

Freddy melihat jam tangannya. “Kau keterlaluan, Maya. Kau membuatku terlambat ke kantor. Aku harus pergi sekarang.” Freddy menyentuhkan pipinya di pipi Maya lalu menepuk bahu Rafka. “Sampai jumpa lagi. Aku tunggu undangannya.”

Maya melambaikan tangan begitu mobil Freddy bergerak menjauh.

Dengan marah Rafka menarik lengannya dari rangkulan Maya. “Menikah? Siapa yang mau menikah denganmu?”

“Tentu saja kau, sayang.” Sahut Maya.

“Kau pikir aku mau menikah denganmu?”

“Tentu saja kau mau. Karena jika kau menolak, bayangkan saja akibatnya.” Lalu Maya masuk ke dalam mobil.

Rafka mengusap wajahnya dengan frustasi. Wanita sialan!

***

Rena berlari dengan panik menuju kamar mandi di kantornya. Dia langsung masuk ke salah satu bilik lalu berjongkok di atas kloset.

Makanan yang dengan paksa ditelannya tadi akhirnya keluar semua. Begitu tidak ada lagi yang bisa dimuntahkannya, Rena duduk berjongkok sambil menyandarkan punggung di bilik toilet. Tubuhnya lemas. Mulutnya terasa asam.

Perlahan Rena bangkit keluar. Dia menuju wastafel di toilet, mencuci tangan sambil membersihkan mulut dan bibirnya. Seseorang berdiri di sebelah Rena, sepertinya membenahi riasan wajah.

“Astaga, Rena. Apa kau sakit? Wajahmu pucat seperti mayat.”

Rena menatap wanita di sampingnya yang ternyata Nike, resepsionis di perusahaan itu. “Apa?”

“Sayang, coba lihat wajahmu di cermin!”

Rena menoleh menatap pantulan dirinya di cermin besar di depannya. Dia seperti melihat dirinya enam tahun yang lalu. “Apa yang salah denganku?”

“Yang muntah-muntah tadi, apa itu kau?” tanya Nike penasaran.

Rena mengangguk.

Nike memperhatikan Rena dengan lebih teliti. “Sudah berapa lama kau muntah-muntah?”

“Sejak beberapa hari terakhir, kak.”

“Apa kau punya pacar?” selidik Nike.

Rena mengangguk lemah, lalu mendadak menatap Nike bingung. “Kenapa, kak?”

Nike tersenyum menenangkan. “Sebaiknya kau segera pergi ke dokter.”

“Mungkin nanti pulang kantor aku akan mengajak pak Gun untuk menemaniku ke dokter.”

Nike meringis. “Sebaiknya jangan ajak pak Gun.”

Bisa-bisa pak Gun kena serangan jantung di tempat kalau dia mendengar vonis dokter, pikir Nike.

-----------------------

♥ Aya Emily ♥

Terpopuler

Comments

Maria Magdalena Indarti

Maria Magdalena Indarti

pasti Rena hamil anak Rafka

2023-08-20

0

Ulif Yuhanna

Ulif Yuhanna

nah kamu aja lah Nike yang temenin 🤭

2022-11-08

0

sunshine

sunshine

ya benar. freddy udah ketemu rafka. habis itu bakal ketemu terus 🤣🤣

2021-07-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!