Senin (10.48), 23 Maret 2020
--------------------------
Rafka duduk santai sambil menenggak vodka langsung dari botolnya. Punggungnya disandarkan di sandaran sofa. Kakinya berselonjor dan ditumpangkan di atas meja. Seorang wanita sedang mencumbu telinga dan sisi leher Rafka. Tangan wanita itu meraba-raba ke balik kemeja Rafka.
Rafka membiarkan saja ulah wanita di sampingnya. Gairahnya sama sekali tidak bangkit. Pikirannya terus melayang ke wajah Rena dan empat hari yang mereka habiskan bersama. Rasanya seperti di surga. Kesehariannya diliputi canda tawa dan kemesraan yang luar biasa.
Setiap Rafka selesai melayani kliennya, yang dirasakan Rafka hanya kehampaan. Tiap dia selesai berhubungan badan dengan Maya, Rafka merasa sangat kotor dan hina. Ingin sekali dia mencincang dirinya sendiri saat itu. Jauh berbeda ketika bersama Rena. Dia merasa menjadi lelaki yang sempurna. Perasaan bahagia yang membuncah memenuhi dadanya.
Tapi mulai sekarang Rafka harus mengunci semua perasaan itu sebagai kenangan. Hubungan mereka sudah berakhir kemarin. Rafka tidak akan melihat senyum Rena lagi. Rafka tidak akan bisa menyentuhnya lagi.
Sekali lagi Rafka meneguk vodkanya. Rafka berharap cairan yang seperti membakar kerongkongannya itu bisa membantu meredakan hatinya yang sakit.
Sekelebatan bayangan orang yang dirindukannya mengganggu pandangan Rafka. Lelaki itu terkekeh. Sepertinya dia mulai mabuk. Otaknya mulai berhalusinasi. Dia seolah melihat Rena dimana-mana. Tadi dia seperti melihat Rena berjalan tergesa menuju bagian belakang Fly Club.
Wanita di samping Rafka merengek manja. “Kenapa kau belum bergairah juga, sayang? Sudah lebih dari satu jam kita seperti ini.”
“Itu artinya permainanmu payah.” Desis Rafka.
Rafka sama sekali tidak tertarik meladeni siapapun saat ini. Rasanya dia ingin menendang wanita ini menjauh. Tapi dia sudah cukup membuat Maya kesal.
Seseorang menghempaskan tubuhnya dengan keras di samping Rafka. Rafka menoleh sedikit dan melihat Alan menyeringai ke arahnya.
“Kau bilang sudah putus dengan wanita itu. Lalu apa yang sedang dia lakukan disini?”
Rafka menatap bingung ke arah Alan. “Siapa yang kau maksud?”
Alan mengangkat sebelah alis. “Siapa lagi? Tentu saja gadismu?”
Mata Rafka menerawang. Mungkinkah wanita yang dilihatnya tadi...
“Sial!” umpat Rafka. “Itu benar-benar dia.”
Rafka langsung bangkit berdiri. Wanita di sampingnya memekik kaget. Rafka bergegas mengikuti arah hilangnya wanita yang terlihat seperti Rena tadi.
Jantung Rafka mendadak berdegup kencang. Dia jadi ingat, Rena dengan begitu mudahnya menerima keputusan Rafka untuk mengakhiri hubungan mereka. Tidak seperti Rena yang biasa. Gadis itu pasti memiliki rencana yang tidak diketahui Rafka.
Rafka bergegas menuju lorong ke ruang kerja Maya. Perasaannya mengatakan Rena pasti menemui Maya. Entah apa yang akan dikatakan gadis itu. Tapi yang Rafka khawatirkan, Maya akan buka mulut dan menceritakan hubungan mereka sebenarnya.
Rafka mengingat kembali saat dimana ia meminta gadis itu untuk mengakhiri hubungan mereka. Kalau dipikir lagi, Rena tidak pernah dengan tegas menyetujui hubungan mereka berakhir. Rafka hanya berasumsi Rena setuju.
Lelaki itu menaiki tangga dengan tergesa. Dadanya berdebar ketika melihat pintu ruang kerja Maya terbuka. Setengah berlari Rafka mencapai ambang pintu dengan nafas memburu.
Dua pasang mata menatapnya tajam. Maya berdiri sambil menyandarkan bokongnya di sisi meja. Tangannya dilipat di depan dada untuk menunjukkan sikap angkuh. Rena berdiri sekitar empat langkah dari Maya. Sorot mata gadis itu yang kini menatap Rafka menunjukkan kebulatan tekad.
Rafka segera menghampiri Rena dan berdiri di sisinya. “Apa yang kau lakukan disini? Ayo pergi!”
Jemari Rafka melingkari lengan atas Rena dan sedikit menariknya. Rena menyentak lengannya hingga terlepas dari genggaman Rafka. Lelaki itu sedikit kaget atas penolakan Rena. Biasanya Rena sangat penurut dan nyaris tidak pernah membantahnya.
“Tidak mau.” Ucap gadis itu tegas. Kini mata Rena beralih menatap tajam Maya.
“Rena...”
“Hentikan, Rafka!” Maya berkata sambil tersenyum sinis. “Dia bilang ingin mengatakan sesuatu padaku. Aku penasaran apa yang ingin dikatakannya.”
Rafka menggaruk kepalanya yang tidak gatal dengan frustasi.
“Silahkan, nona Rena. Aku memberimu waktu untuk mengatakan apapun itu yang mengganggumu.”
“Aku dan Rafka adalah sepasang kekasih.” Ucap Rena tegas.
Hening.
Rafka menahan nafasnya menunggu reaksi Maya.
Tidak seperti yang diharapkan Rafka dan Rena, mendadak Maya tertawa keras.
“Maafkan aku karena mengecewakanmu, nona Rena. Tapi semua wanita yang menyewa Rafka adalah kekasihnya. Kau hanya salah satu dari puluhan wanita lainnya.”
Rena mengangkat dagu untuk menegaskan maksudnya. “Kami sepasang kekasih yang sebenarnya. Kami saling mencintai.”
Maya mendesah sambil tersenyum sinis. “Kukira kau akan mengatakan sesuatu yang menarik. Ternyata kau hanya membuang waktuku.”
Rafka kembali mendekati Rena. “Kau sudah puas sekarang? Ayo kita pergi!”
Rena menepis tangan Rafka yang hendak memegangnya. Pandangannya masih fokus pada wanita di hadapannya. “Aku serius dengan ucapanku. Kami benar-benar saling mencintai.”
“Kapan aku mengatakan bahwa aku mencintaimu?” desis Rafka pelan agar tidak didengar Maya.
Maya terkekeh. “Anggap saja situasinya memang seperti itu. Lalu kau mau apa?”
“Aku akan membawa Rafka pergi dari sini.”
“Kau pikir siapa dirimu hingga kau merasa berhak melakukan itu?”
“Aku tidak ingin berdebat terlalu lama denganmu. Aku ke sini bukan untuk meminta izin. Aku hanya ingin memberitahumu bahwa Rafka tidak akan lagi bekerja di sini.”
Selesai dengan ucapannya, Rena mundur sambil meraih tangan Rafka. “Sekarang kita pergi!”
Rafka menatap Rena frustasi. Semua wanita di sekitarnya membuat kepalanya sakit.
“Kau sungguh menyedihkan, nona Rena.”
Rena kembali menatap tajam Maya. “Apa maksudmu?”
Maya tersenyum merendahkan. “Kau mengumbar-umbar kata cinta. Tapi kenyataannya kau harus membayar mahal hanya agar bisa bersama Rafka selama akhir pekan. Bukankah kau sangat berlebihan dengan mengatas-namakan cinta dalam hubungan kalian?”
Rena tersenyum sinis. “Aku tidak mengeluarkan uang sesen pun untuk bersama Rafka. Rafka mengganti semua uangku.”
Sial, umpat Rafka dalam hati.
Rafka menoleh menatap Maya. Senyum merendahkan di bibir Maya perlahan menghilang. Mata wanita itu berkilat marah. Maya tampak amat murka.
“Hei, kalian!” bentak Rafka. “Kalian membicarakanku seolah aku tidak ada disini. Cukup sudah bicaranya.” Dengan tegas Rafka membalikkan tubuh Rena.
“Rafka. Benarkah yang wanita itu katakan?” tanya Maya dengan dingin.
Rafka mengabaikan pertanyaan Maya. Dia terus berusaha menggiring Rena keluar.
“Tidakkah kau penasaran seperti apa sebenarnya hubungan kami?”
Pertanyaan Maya yang tiba-tiba dan terasa aneh membuat Rena penasaran. Rena berusaha berhenti namun Rafka terus menariknya menjauh.
Maya mendekati mereka. Kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya. “Apa kau tidak ingin tahu rahasia yang disembunyikan Rafka?”
Rena menggeliat melepaskan diri dari Rafka. Dia berbalik menatap Maya penasaran. “Rahasia apa?” mendadak jantung Rena berdegup kencang. Ini dia, pikirnya. Salah satu rahasia gelap Rafka yang harus siap ditanggungnya.
“Rafka adalah putraku. Aku yang melahirkannya.” Maya terkekeh menatap wajah Rena yang mendadak pucat pasi. “Sedekat apapun hubunganmu dengan Rafka, tidak akan pernah bisa mengalahkan hubungan pertalian darah.”
Rena meremas dada dimana jantungnya seolah berhenti. Dia mundur selangkah dan nyaris terjatuh. Rafka bergerak hendak meraih gadis itu, namun Rena mundur beberapa langkah menjauhi sentuhan Rafka.
Rena menatap Rafka dan Maya bergantian dengan ngeri. “Kalian ibu dan anak?” mata gadis itu membelalak tidak percaya. “Tapi, kalian, waktu itu...” Rena bertanya dengan tersendat. Air mata bergulir membasahi wajahnya.
“Ya, kami memang biasa melakukannya.” Ucap Maya puas.
“Hentikan ocehanmu, Maya!” bentak Rafka.
Rena mulai terisak. Dadanya begitu nyeri. Gadis itu mundur semakin jauh, berbalik lalu berlari meninggalkan Rafka dan Maya.
Rafka menatap sedih Rena yang berlari menjauh. Jantungnya seperti diremas. Selesai sudah, pikirnya. Kini Rena akan selalu memandangnya dengan ngeri dan jijik.
Tapi jauh di lubuk hatinya, Rafka merasa lega. Akhirnya dia tidak perlu lagi memakai topeng di depan Rena. Mungkin itu sebabnya Rafka tidak terlalu memaksa membawa Rena pergi. Dia ingin Rena tahu seperti apa dirinya sebenarnya.
“Apa kubilang. Seharusnya kau yang meninggalkannya sebelum dia yang meninggalkanmu dengan tatapan jijik.”
Dengan santai Maya berjalan mengitari meja kerjanya lalu duduk nyaman sambil menyandarkan tubuh.
Rafka menatap penuh kebencian pada Maya. “Apa kau bilang? Aku adalah putramu?” mendadak Rafka tertawa yang tidak mencapai matanya. “Ternyata kau masih ingat. Tapi kenapa kau tidak mengingat itu ketika memaksaku untuk berhubungan intim denganmu?”
“Aku selalu mengingatnya.” Ucap Maya dingin.
“Benarkah?”
“Tentu saja. Itu sebabnya rasanya jadi jauh lebih nikmat jika bersamamu karena ini hubungan terlarang.”
“Aku tidak percaya kau bisa mengatakan hal semacam itu dengan begitu mudahnya.”
Tanpa menunggu jawaban, Rafka berbalik meninggalkan Maya.
Maya menatap punggung Rafka yang menjauh. Tidak peduli apapun ikatan antara dirinya dan Rafka, lelaki itu miliknya.
Tapi wanita bernama Rena itu sungguh merepotkan. Maya pikir sudah berhasil menyingkirkannya. Ternyata wanita itu tidak mengerti peringatannya. Namun kali ini Maya yakin Rena sedang menangis darah dan tidak akan berani kembali.
Sekarang yang harus dipikirkan Maya adalah Rafka. Rafka pasti amat marah padanya. Maya tidak akan membiarkan Rafka menjauh. Sepertinya Maya harus melakukan sesuatu agar Rafka kembali padanya.
-----------------------
♥ Aya Emily ♥
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Maria Magdalena Indarti
apa ya ada ibu kandung sm anaknya. wong edan tenay
2023-08-19
0
Ariezta Anty
hanya satu kata
"*_EDANNNNNNN_*
2022-10-22
0
Aba Bidol
Busyeeeetttttt...., walaupun ini cerita dunia halu....tapi kok kayak esmosiiii liat emak2 kayak Maya .....omaigattt
2022-01-14
0