Sakit

Senin (10.46), 23 Maret 2020

---------------------------

Rafka menatap kesal sekaligus bersyukur karena pintu pagar rumah Rena tidak terkunci. Gadis itu terlalu menyepelekan masalah keamanan. Rafka terus masuk menuju pintu depan, melewati mobil Rena yang diparkir sembarangan di halaman. Pintu depannya juga tidak terkunci. Lebih parahnya lagi, kuncinya dibiarkan tergantung di lubang kunci di luar pintu.

Rafka tidak bisa menyalahkan gadis itu jika mengingat bagaimana Rena berlari pergi sambil menangis. Seharusnya dirinya bersyukur karena Rena pulang dengan selamat.

Rafka langsung menuju kamar yang biasa mereka tempati bersama. Pintunya dibiarkan terbuka. Gadis itu sedang duduk sambil memeluk kedua kakinya, bersandar di sisi ranjang. Posisinya membelakangi pintu dengan pandangan tertuju pada jendela besar yang terbuka. Samar-samar Rafka bisa mendengar suara tangisan tertahan.

Rafka mundur menjauhi kamar Rena lalu menuju ruang tengah. Dengan letih Rafka melepas sepatu, kaos kaki dan jaketnya lalu berbaring di atas kasur lantai. Salah satu tangannya dijadikan bantal. Pandangannya menerawang ke langit-langit rumah.

Sekitar jam enam tadi pagi Maya berangkat. Cepat-cepat Rafka menemui Alan. Dia meminta sahabatnya agar mengarang cerita bahwa dirinya sakit dan tidak boleh diganggu. Semua orang di Fly Club sudah tahu jika Rafka sakit, tidak ada yang boleh menemuinya kecuali Alan. Bahkan Maya sekalipun tidak memaksa untuk bertemu dengannya ketika dirinya sakit. Rafka ingin menghabiskan waktu bersama Rena selama Maya pergi.

Sejujurnya Rafka benci pada dirinya sendiri karena ia begitu lemah. Kelebatan kenangan beberapa tahun yang lalu muncul di benak Rafka. Rafka menatap tangannya yang menjadi saksi insiden berdarah waktu itu.

Rafka masih ingat betapa murka dirinya karena nyaris saja gadis mungilnya diperkosa gerombolan preman suruhan Maya. Alasannya hanya karena Rafka tidak mau diajak berhubungan intim dengan Maya. Saat itu adalah pertama kalinya Maya mengajak dirinya berhubungan intim. Untung Rafka dan Alan berhasil mencegah insiden itu.

Kenangan ketika dirinya datang ke Fly Club dengan amarah bergejolak memenuhi benak Rafka. Sambil berjalan menuju ruangan Maya, Rafka meraih botol whisky yang ada di meja bar. Orang-orang hanya menatapnya tidak peduli. Begitu sampai di ujung lorong, Rafka menghantam susuran tangga dengan botol di tangannya.

Aroma whisky yang kuat menguar di udara. Pecahan botol bertebaran. Rafka mengabaikan semua itu. Dia menggenggam erat leher botol. Bagian tengah botol yang pecah berkilat tajam.

Setengah berlari Rafka menuju ruangan Maya. Ia yakin wanita itu sudah tidur karena saat itu hampir jam empat pagi. Tanpa permisi Rafka langsung menuju kamar wanita itu. Kemarahan Rafka semakin memuncak melihat Maya tidur lelap sementara gadis mungilnya harus mendapat perawatan psikiater karena jiwanya terguncang.

Tidak ada hal lain yang Rafka inginkan saat itu selain melihat wanita yang telah menghancurkan hidupnya tewas di tangannya. Rafka sama sekali tidak peduli kalaupun dirinya harus menghabiskan sisa hidup di penjara.

Rafka berdiri di samping ranjang. Lelaki itu mengangkat tinggi-tinggi benda di tangannya lalu menghunjam ke perut Maya. Darah muncrat kemana-mana. Tubuh Rafka juga bermandikan cairan merah kental itu. Mata Maya membelalak. Bibirnya terbuka namun tidak ada suara yang keluar. Maya menatap Rafka nanar. Awalnya tampak terkejut namun perlahan senyum sayang muncul di bibirnya yang juga basah karena darah dari mulutnya.

Senyum Maya serasa menikam jiwa Rafka. Senyum itu juga membangkitkan kenangan ketika mereka masih hidup bahagia bersama. Betapa dulu mereka saling menyayangi dengan cara yang benar.

Rafka menunduk. Tatapannya terpaku pada darah di tangannya. Pandangan Rafka beralih pada Maya yang mulai kehilangan fokus. Mendadak rasa panik menjalari dada Rafka. Air mata jatuh membasahi wajahnya. Rafka berlari keluar. Dia berteriak histeris di ruang utama Fly Club untuk meminta bantuan.

Rafka masih ingat dengan jelas kepanikan yang terjadi. Untung saja waktu itu bukan jam sibuk di Fly Club. Hanya ada segelintir pelanggan.

Tubuh Rafka merosot dan nyaris jatuh tersungkur kalau tidak ada orang yang menyangganya. Seperti malaikat pelindung, Alan sudah disampingnya. Lelaki itu memapah tubuh Rafka yang lunglai ke sofa.

Kejadian itu seperti baru terjadi kemarin. Rafka masih ingat bagaimana hatinya begitu sakit melihat tubuh Maya yang bersimbah darah dibopong ke ambulan yang sudah menunggu. Rafka amat menyesali perbuatannya. Sejahat apapun wanita itu, Rafka tidak sanggup kehilangan dirinya.

Rafka meringkuk semakin dalam. Saat ini dia berharap Rena datang dan memeluknya.

Sekali lagi Maya berbuat seenaknya. Kali ini ada orang lain lagi yang terlibat. Dalam situasi seperti ini Rafka berharap seandainya ketika insiden itu Maya tidak berhasil diselamatkan. Namun Tuhan  masih memberi wanita itu kesempatan. Dokter mengatakan tikaman itu tidak mengenai organ vital. Dan karena Maya segera mendapat pertolongan, dia tidak kehilangan banyak darah.

Hubungan Rafka dan Maya sudah menjadi rahasia umum di Fly Club. Tidak ada yang berani menanyai Rafka tentang insiden itu. Bahkan begitu keluar dari rumah sakit, Maya bersikap seolah insiden itu tidak pernah terjadi.

Pikiran Rafka terus melayang. Dia rindu pada kehidupannya yang dulu. Ketika ia masih bersama kedua orang tuanya. Ia mendapat limpahan cinta dan kasih sayang. Hingga akhirnya kecelakaan itu merenggut kebahagiaannya.

***

Kepala Rena mulai berdenyut. Matanya terasa kering dan bengkak. Rena menoleh melihat jam dinding. Sudah hampir jam sembilan pagi. Dirinya sudah lelah menangis dan dia belum meminum obatnya.

Rena benci harus tergantung pada obat-obatan itu. Tapi tidak ada pilihan lain lagi bagi penderita gagal ginjal seperti dirinya. Yang tidak diketahui orang tuanya, Rena sedikit demi sedikit mengurangi dosisnya. Dia berharap suatu saat nanti tidak tergantung pada obat-obatan itu.

Rena bangkit lalu mengambil beberapa butir pil dari laci. Gadis itu berjalan lunglai menuju dapur. Pikirannya kembali melayang ke kejadian semalam. Rena telah menghabiskan waktunya selama berjam-jam untuk memaki-maki Rafka dan Maya. Lalu kesadaran menghantamnya dengan menyakitkan. Itulah pekerjaan Rafka. Memang seperti itu yang biasa dilakukan Rafka. Bukankah Rafka pernah mengatakan kalau Rena tidak bisa menerima pekerjaannya, maka sebaiknya hubungan mereka diakhiri saja.

Kenyataannya Rena tetap berjuang untuk mempertahankan hubungan itu. Jadi, apa Rena akan menyerah sampai disini? Akal sehatnya mengatakan iya. Namun hati kecilnya tidak mengijinkan. Rena harus mencapai apa yang menjadi tujuannya. Membawa Rafka keluar dari tempat itu.

Nasehat mamanya terngiang di benak Rena ketika sang mama mengetahui niat Rena untuk mengeluarkan Rafka dari tempat itu.

Orang seperti Rafka tinggal di dunia yang berbeda seperti kita. Kalau kau ingin menyelamatkannya, kau harus siap untuk ikut tenggelam dalam kegelapannya, barulah kau bisa menariknya keluar. Mungkin kau tidak harus berbuat apapun. Kau hanya perlu menjadi alasan bagi lelaki itu agar mau membebaskan dirinya sendiri dari dunia gelapnya. Tapi tetap saja, kau harus siap menyelami kegelapan dalam diri lelaki itu.

Rena menuang segelas air lalu meminumnya bersama pil-pil di tangannya. Mamanya benar. Rena harus siap jika ingin membantu lelaki itu. Tapi entah kenapa perasaan Rena sangat tidak enak. Dia merasa tadi malam itu hanya awalnya saja. Ada kenyataan yang lebih menyakitkan yang harus siap ditanggungnya.

Rena berjalan lesu ke ruang tengah. Dia sudah terbiasa dengan kehadiran Rafka setiap akhir pekan. Rena rindu keusilan Rafka, rindu gelak tawanya, rindu senyumannya, pokoknya semua yang berhubungan dengan Rafka. Mungkin menonton TV bisa mengurangi perasaan rindu yang menyesakkan dadanya.

Rena tertegun begitu sampai di depan TV. Lelaki yang dirindukannya sedang meringkuk di atas kasur lantai. Cahaya matahari sudah menerobos dari jendela kaca yang tidak pernah ditutup gorden. Tapi Rafka tampak menggigil.

Setengah berlari Rena menuju kamarnya lalu mengambil selimut tebal. Setelah menutupi tubuh Rafka dengan selimut, Rena menyentuh dahinya. Sangat panas. Tangan Rena menyelinap ke balik selimut untuk memeriksa seluruh tubuh Rafka. Semuanya panas kecuali tangan dan kakinya yang seperti membeku.

Rena panik. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Gadis itu hendak bangkit untuk menelepon tapi mendadak Rafka menggenggam tangannya.

“Hai,” bisik Rafka serak.

“Hai.” balas Rena. Air matanya mulai tumpah. “Kau sakit. Aku akan menghubungi dokter.”

Rafka tersenyum. “Aku baik-baik saja. Apa kau masih marah padaku?”

Rena menggeleng kuat. “Aku tidak marah lagi. Kau harus diperiksa. Tubuhmu sangat panas. Tapi kaki dan tanganmu dingin.”

“Kau sudah makan?”

“Belum. Ayolah, Rafka. Aku akan mencari bantuan. Kau tampak sangat sakit.”

Rafka terkekeh. “Buatkan aku makanan lalu kita makan bersama. Setelah itu aku pasti akan merasa lebih baik.”

“Benarkah?” tanya Rena ragu.

Rafka mengangguk perlahan.

“Kalau begitu, tunggu. Aku akan memasak sesuatu.” Rena bergegas menuju dapur.

Rafka tersenyum. Perlahan matanya kembali menutup.

***

Rena membuat semangkuk besar bubur ayam yang sangat lezat. Rafka tersenyum sayang melihat Rena begitu memanjakannya.

“Ayo, buka mulutmu!” Rena menyodorkan sesendok bubur. Rafka langsung melahapnya. Rena tersenyum senang dan ikut makan dari sendok yang sama. Mereka makan bergantian hingga semangkuk bubur habis.

“Kurang?”

“Ah, tidak. Perutku sudah penuh.” Rafka menyeringai sambil menghabiskan segelas susu putih yang biasanya sangat dibencinya.

“Sekarang, hidangan pencuci mulut.”

Rafka meringis. “Oh, tidak sayang. Aku serius. Perutku sudah tidak sanggup lagi.”

Rena terkekeh geli lalu mendadak ia menyatukan bibirnya dengan bibir Rafka. Rafka yang awalnya kaget langsung menguasai keadaan. Lelaki itu segera membalas. Perlahan tangan Rafka merambat naik menelusuri tubuh Rena. Seketika Rena mundur menjauhkan diri, membuat Rafka merasa kehilangan.

“Aku bilang hidangan pencuci mulut, tidak lebih. Dan bukankah kau sudah kenyang?” Rena terkekeh geli.

“Mendadak aku lapar sekali. Tapi bukan lapar makanan.”

Rena berdecak sambil tersenyum geli. Ia membereskan mangkuk dan gelas mereka yang sudah kosong. “Istirahatlah. Aku akan membereskan dapur dulu.”

“Bisakah kau menemaniku saja? Aku membutuhkanmu.”

Rena menyeringai. “Kau harus bersabar.” Rena berlalu menuju dapur.

Beberapa menit kemudian Rena kembali. Dia tersenyum melihat Rafka mulai terlelap. Rena duduk di sampingnya sambil memperhatikan wajah Rafka yang tampak tenang.

Merasa tidak sendirian, Rafka membuka mata dan pandangannya terpaku pada Rena. Perlahan bibirnya membentuk senyuman.

Rena meraih salah satu tangan Rafka dan menggenggamnya kuat. “Kau tidak tidur?”

“Entahlah. Aku hanya memejamkan mata.”

Mereka terdiam selama beberapa menit. Hanya saling menatap.

Akhirnya Rafka mendesah. “Aku datang kesini untuk mengakhiri hubungan kita. Apa yang kita lakukan merupakan kesalahan. Lihat saja. Sejak kita bertemu, berapa kali kau menangis karena diriku. Dan sekarang Maya sudah tahu tentang hubungan kita. Dia tidak menyukainya. Aku tidak mau kau terluka karena hal ini.”

Rena hanya terdiam. Jauh di lubuk hatinya Rena sudah menduga Rafka akan melakukan ini. Jadi dia sudah mempersiapkan diri.

“Apa Maya yang menyuruhmu datang ke sini?”

Sikap tenang Rena membuat Rafka heran. “Tidak. Maya pergi ke luar kota selama empat hari. Dia berangkat tadi pagi. Aku datang ke sini tanpa diketahui olehnya.”

Mata Rena berbinar. “Jadi, kau bisa libur selama empat hari itu?”

“Bisa. Asalkan kau mau selalu disampingku selama itu.”

“Aku bisa mengambil jatah libur.”

“Tapi setelah itu hubungan kita berakhir?”

Rena menyeringai namun tidak menjawab pertanyaan Rafka. Gadis itu naik ke atas tubuh Rafka lalu menyatukan bibir mereka.

---------------------------

♥ Aya Emily ♥

Terpopuler

Comments

Maria Magdalena Indarti

Maria Magdalena Indarti

ibu edan kok bisa sm anak sendiri

2023-08-19

0

Zaitun

Zaitun

lanjut

2021-02-19

0

Widi Nuhgraeni

Widi Nuhgraeni

Maya ibu angkat Rafka ya Thor?

2021-01-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!