Eps. 16

“Hei… bangun.” Kata Luna dengan lembut. Tio masih diam tertidur. Haish, kau terlihat sangat lelah Tio. gumam hati Luna. Perlahan dia pindahkan tangan Tio yang masih menempel diperutnya. Baru saja terangkat sedikit, Tio  terbangun. Lalu dengan sigap melepaskan tangan yang dipegang Luna, bangkit dan  hendak meraih handuk yang menempel dikening Luna.

Tio melongo, handuk itu tidak ada dikening Luna. Lalu menatap kewajah Luna. Dia baru menyadari kalau Luna sudah terbangun. Kedua pasang mata itu saling menatap dalam. Beragam pertanyaan tersirat dari dalam sorot kedua pasang mata itu.

Tio lebih dulu menghentikan tatapannya, lalu tangannya bergerak memeriksa kening Luna. Sudah tidak panas lagi, batinnya. Luna pun melempar senyum manis seolah mengatakan terima kasih Tio, kau telah menjagaku. Tio membalas senyuman Luna lalu beranjak pergi untuk mandi.

Luna lalu duduk sedikit miring karena terganjal perban dipahanya. Digerakkan kakinya, sudah sangat nyaman. Tubuhnya hanya sedikit pegal.

Tio selesai mandi.

“Gimana rasanya bi?”

“udah makin baikan kok. Udah bisa bergerak bebas. Aku akan mandi dulu ya.” Katanya seraya mengambil handuk dan perlengkapan mandi lainnya. Lalu bergegas menuju kamar mandi.

Tio mempersiapkan makanan untuk sarapan. Setelah Luna selesai mandi, langsung oleh Tio diajak untuk sarapan.

“Bi, kita ke mansionku hari ini ya?” Pinta Tio mengharap persetujuan Luna.

“Bukankah baru besok, perjanjian kamu dengan kapten seperti itu kan?”

“Iya sih bi, tapi kalau bibi kenapa napa kan bahaya. Rumah sakit jauh. Signal selular ga ada.” Alasan Tio penuh keluhan.

“Sabar ya? Kita tetap sesuai rencana saja.” Luna lalu melanjutkan lagi setelah terlihat Tio akan membantahnya. “Oh ya, maaf ya bibi kemarin merepotkan kamu. Dan terima kasih udah merawat bibi dengan sangat baik.” Katanya mengalihkan pembicaraan.

“Ga usah pake makasih lah. Bibi aja telah menjagaku jauh lebih berat dari yang sudah aku lakukan ke bibi Luna kemarin. Apalagi peristiwa dijurang. Aku yang harusnya merasa sangat senang bibi Luna ada disampingku sekarang.”

Serr… Hati Luna berdesir hebat mendengar Tio mengucapkan ‘merasa senang bibi Luna disampingku sekarang’. Owh kenapa hatiku ini? Mengapa perasaan aneh ini muncul lagi. Lina bertanya dalam hati.

“I-itu sudah bag-bagian dari tugas Tio.” Jawab Luna dengan terbata karena berusaha keras menetralisir perasaan dalam hatinya yang tiba tiba aneh. “Kalo Tio kenapa napa yang repot malah bibi sendiri, harus bikin laporan  beratus halaman.” Luna mengakhiri dengan tawa yang garing.

“Tapi kan…”

“Sudahlah, aku akan tetap berterima kasih padamu karena telah merawatku kemarin.” Luna memotong ucapan Tio.

“Aku juga berterima kasih padamu bi. Empat tahun ini bibi telah menemani, melatih, merawat dan menjagaku. Terima kasih bibi Luna, aku ga bisa membalasnya dengan lebih baik lagi.” Lalu Tio bangkit dan memeluk Luna.

Serr… desiran dalam hati Luna semakin menghebat. Detang jantungnya langsung berdetak kencang. Ugh… perasaan ini semakin menghebat saja, decih Luna dalam hati. Dan Luna sesaat terdiam dalam pelukan Tio.

“Aish, sudah Tio… Sudah. Lepasin. Kau ingin membuatku mati sesak nafas hah?” Luna berusaha jutek untuk menutupi desiran hatinya. Dan Tio terkesiap langsung melepaskan pelukannya.

“Maaf bi.” Dia lalu menundukkan kepala.

“Jadi mau kan tetap pada rencana? Besok pagi tanpa menunggu dijemput Kapten kita langsung pergi menuju mansion peninggalan papa kamu.” Luna berkata kemudian.

“Okay bi.”

Karena seharian tak banyak kesibukan berarti, maka malam itu terasa panjang bagi keduanya. Mata keduanya tak juga mengantuk. Mereka masih duduk diatas rumput depan pondok. Bersandar pada badan SUV yang terparkir. Mereka sama sama memengang segelas kopi. Didepannya ada termos berisi sisa kopi.

“Hmm.. langit malam yang cerah.” Kata Luna sambil melihat langit yang penuh dengan taburan bintang. Rembulan paripurna ikut tersenyum menghias langit gelap malam itu. Tio ikut mendongakkan kepala, melihat semua karya besar Sang Pencipta. Burung  burung malam melintasi bulan sambil berteriak teriak.

“Apa yang mereka teriakkan ya bi?” Tanya Tio memecahkan keheningan sambil menunjuk kearah burung malam yang melintas pelan didepan wajah sang bulan.

“Mungkin lagi meneriaki kita, mungkin mereka bilang Hei cepat tidur udah malam.” Jawab Luna sekenanya dengan tertawa kecil.

Tio ikut terkekeh.

“Harusnya bibi ga jawab gitu.” Kata Tio datar.

“Hah… terus jawab gimana?”

“Harusnya tuh bibi Luna bilang, mereka sedang meneriakkan rasa jengkel.”

“Jengkel, kenapa merasa jengkel?” Protes Luna, sambil menatap pemuda disebelahnya yang terus saja asyik melihat langit malam.

“Iya bi, mereka jengkel karena ada wanita yang sangat cantik dihutan ini, tapi mereka ga berani mendekati.”

Seketika wajah Luna blushing, memerah seperti kepiting rebus mendapat gombalan receh dari Tio.

“HEI… berani gombalin bibi ya…” Sebenarnya hati Luna sangat senang tapi dia menutupinya. “Gombalannya garing lagi.” Ejek Luna kemudian.

Tio hanya tertawa kecil. Dia tak menoleh dan tak membalas ejekan Luna.

Kembali mereka dalam diam. Menyesap kopi masing masing. Mendengarkan desahan angin yang menyentuh dedaunan. Menikmati nyanyian serangga. Malam yang semakin larut, membuat dua insan ini mulai merasakan kantuk. Lalu mereka putuskan untuk tidur.

Sebuah pickup double cabin berhenti didepan pondok. Kapten Haris turun masih dengan rokok menyala yang menempel dibibirnya. Tak ada penyambutan, apakah mereka masih tidur semua batin Haris.

Diketuknya pintu pondok, masih belum ada jawaban. Haris membuka pintu pondok. Sepi. Dimasukinya pondok dengan waspada. Dilihatnya kedalam salah satu kamar yang sedikit terbuka. Terlihat Tio meringkuk didalam selimut, tampak sangat pulas.

Aish, jam segini masih pada molor, tidak waspada sama sekali. Gerutu Haris melihat Luna juga tertidur dengan pulasnya. Tampaknya mereka habis begadang, karena dimeja masih tergeletak dua gelas bekas kopi yang belum mongering.

Haris pun memutuskan membiarkan dan menunggu sampai mereka bangun. Dinyalakannya api untuk membuat makanan instant dan kopi. Lima belas menit kemudian semua nya telah matang.

Aroma kopi dan makanan membuat Luna terbangun. Dia terbangun, mengucek matanya kemudian keluar kamar, dan dilihatnya komandan sekaligus pamannya itu sedang duduk sambil menyesap kopi memandang keluar jendela.

“Sudah bangun Lun?” Tanya Haris tanpa menoleh, pandangannya masih memandang keluar jendela.

“Maaf paman, kami baru tidur saat hampir fajar.” Kata Luna dengan wajah yang sangat malu.

“Hmm… udah cepet sana mandi. Lalu bangunkan Tio. Kita bersiap pindah ke mansion. Semua sudah dipersiapkan.”

“Baik paman.” Luna langsung ngeloyor mandi. Setelah mandi dibangunkannya Tio. Sambil menunggu Tio mandi, dia membuat dua gelas kopi.

Setelah Tio selesai mandi mereka semua sarapan, dengan sarapan yang dibuat Haris. Lalu bersiap untuk pindah ke mansion peninggalan orang tua Tio.

Haris menjelaskan bahwa dia bersama sekretaris pribadi Joni Widodo telah memperkerjakan sejumlah pengawal untuk menjaga Tio dua puluh empat jam. Akhirnya mereka semua berangkat menuju mansion.

 

Bersambung...

=======================

Terpopuler

Comments

Djoni Ayung

Djoni Ayung

oke ceritanya

2021-11-21

0

Styaningsih Danik

Styaningsih Danik

semangaaat thor💪

2021-10-31

0

Rita Eny

Rita Eny

Tio jgn n Luna jgn sampe knp2 yh thor,

2021-10-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!