Eps. 6

“Tio, sebagai lelaki muda kamu harus kuat. Rutinlah berolahraga. Kamu juga harus berlatih beladiri.” Luna berkata  menasihati sambil terus melakukan gerakan gerakan beladiri. Luna memang expert dalam beberapa ilmu beladiri. Di taekwondo dia pemegang sabuk hitam, karate dia juga sudah sabuk hitam, pencak silat tapak suci dia sudah mencapai level pendekar. Bahkan untuk Brazilian jujitsu Luna juga sudah mendapatkan sabuk hitam.

“Iya bi.” Jawabnya dengan gaya cengengesan remaja. Sementara matanya masih mencuri curi kearah tanktop  basah Luna.

Ditempat lain diwaktu yang sama, Haris menemui pengacara Yeni. Dia merundingkan keselamatan Tio.  “Yen, aku mau berbicara tentang Tio.” Kata Haris, lalu menyalakan sebatang rokok dimulutnya. Saat ini mereka duduk dikursi taman tak jauh dari kantor polisi.

“Apa yang akan kau bicarakan?” Yeni bertanya dan menoleh menatap samping wajah Haris. Masih terlihat tampan  seperti dulu.

“Aku telah menempatkan Tio dalam program perlindungan saksi. Saat ini dia kupercayakan pada ponakanku,  Luna.” Haris menjelaskan datar tanpa ekspresi. Kembali rokoknya dihisapnya lalu dilepaskan keluar dengan perlahan. Yeni sangat menikmati pemandangan itu.

“Hmm… terus apa yang bisa kubantu.”

“Aku butuh tempat aman. Diinstansiku sendiri aku tak bisa mempercayai siapapun, karena Maxi Widodo lawan kita. Dia bisa melakukan apa saja, membeli atau memaksa akan dia lakukan.” Harus terdiam sebentar dan  menoleh kearah Yeni yang terus menatapnya dari samping. Dipandangnya dengan tatapan dingin lalu  diteruskannya, “Aku butuh bantuanmu menyediakan tempat aman untuk Tio. Yang tahu hanya kamu, aku, Tio dan Luna.”

“Oke, nanti siang aku kabari. Sepertinya aku sudah tahu harus menghubungi siapa.” Yeni menjawab setelah  berpikir sejenak.

“Hei, kau tak mendengarkan aku.” Protes Haris. “Yang boleh tahu hanya aku, kamu, Tio dan Luna.” Haris kembali

mengulangi kalimatnya.

“Ish, kamu ini. Jangan suka marah marah lah… makin cepet tua kamu.” Kata Yeni sambil tersenyum.

“Cih. Menyebalkan. Masih saja kaya ABG.” Haris mendecak pelan.

“Ayolah Ris… aku ga sebodoh itu. Dan aku juga mendengarkanmu dengan seksama. Aku punya beberapa kerabat dan client yang akan sukarela membantu karena mereka sangat sakit hati pada Maxi.”

“Apa itu bisa aku percaya?” Haris bertanya sambil membuang puntung rokoknya sembarangan. Kemudian dia mengambil lagi sebatang rokok lalu menyalakannya lagi.

“Stop. Jangan merokok lagi. Setidaknya tunggu satu atau dua jam lagi untuk merokok.” Tiba tiba Yeni mencabut rokok yang sudah menyala dari bibir Haris dan membantingnya lalu menginjak dengan heels yang dia pakai. Haris diam tak protes, aku jadi perokok berat karena kamu juga Yen, gerutu Haris dalam hati. “Beres serahkan padaku. Info dan datanya nanti kusampaikan setelah makan siang. Sekarang aku pamit untuk balik kekantorku. Dan kamu, jangan merokok lagi. Minimal dua jam lagi baru boleh. Oke?”

“Ya…ya..ya… terserahlah.” Lalu Haris bangkit dan akan pergi. Tapi tangannya ditahan oleh Yeni. “Apalagi?”

Yeni bangkit dan membisikkan ketelinga Haris. “nothing, I just wanna to say, I miss you Haris.”

“Cih, kamu ini.” Decak Haris jengah. “Aku pergi.” Katanya lagi sambil melangkah menjauh. Yeni melepaskan tangan

Haris sambil tersenyum dan menatap punggung lelaki gagah itu menjauh.

Jam satu lebih, telepon Haris berdering.

“Haris, aku sudah mendapatkannya. Dan kupastikan aman.” [Yeni]

“Oke. Aku percaya kamu.” [Haris]

“Sebaiknya kita bertemu Haris. Aku telah mempersiapkan segalanya. Biar mereka bisa langsung bergerak.” [yeni]

“Baiklah, kutemui kamu dikantormu. Aku berangkat sekarang juga. [Haris] Lalu menutup sambungan.

Haris meluncur ke kantor Yeni. Setelah bertemu, Yeni menjelaskan segalanya. Kemudian diputuskan saat itu juga

untuk menjemput Tio dan Luna.

Yeni memaksa untuk ikut dalam menjemput dan mengantar Tio ketempat persembunyian. Dengan terpaksa Haris

menyetujuinya. Sebuah mobil pickup double cabin telah disiapkan Yeni. Mereka pun berangkat. Pickup dikendarai orang kepercayaan Yeni. Sementara Haris dan Yeni mengendarai mobil lainnya untuk menunjukkan jalan menuju pondok.

Dua jam kemudian sampailah mereka dipondok. Yeni segera turun disusul oleh Haris. Luna mengetahui yang  datang adalah Haris langsung keluar disusul oleh Tio.

“Bagaimana keadaan kalian?” Tanya Haris.

“Baik Kapt.” Jawab Luna singkat.

“Tio… sini sayang. Aunty pengen peluk kamu.” Yeni menghampiri Tio. Dan Tio pun langsung memeluk sahabat mamanya itu. “Kamu baik baik saja sayang?”

“Iya aunty, tapi papa dan mama udah meninggal.” Jawab Tio dan air matanya menetes lagi.

“Kamu harus tabah ya. Jadilah lelaki yang kuat dan tangguh.” Yeni berkata untuk menenangkan putra sahabatnya.

Tangannya mengelus punggung Tio. Haris yang mendengar itu ikut menepuk nepuk pundak Tio.

Haris dan Yeni menceritakan rencana mereka. Mau tak mau Tio menyetujuinya.

Haris dan Yeni melajukan mobilnya keluar dari hutan. Diikuti pickup double cabin yang sekarang berganti Luna  sebagai driver dan Tio penumpangnya. Orang kepercayaan Yeni bertugas membawa mobil sport milik Haris untuk dibawa kembali kekantor.

Dua mobil itu terus melaju sangat jauh. Sekitar hampir tengah malam mereka berhenti pada halaman rumah besar

diujung sebuah desa di kaki gunung. Mereka turun dan memasuki rumah tersebut. Yeni membagi kamar untuk mereka.

Keesokan paginya.

“Ini salah satu villa bibiku. Sejak paman mengalami kecelakaan yang mengakibatkan kaki kanannya harus  diamputasi. Kecelakaan itu adalah hasil dari usaha pembatalan penanda tanganan kontrak perusahaan paman atas sebuah megaproyek. Yang menurut rumor didalangi oleh Maxi Widodo. Tapi sampai saat ini kasus itu tak kunjung terpecahkan dan condong jalan ditempat.” Yeni menjeda sejenak. “Paman dan bibi tak pernah lagi

kesini. Dulu mereka kesini pada waktu panen raya kebun apel disana.” Yeni sambil menunjuk area yang penuh ditumbuh pohon apel. “Perkebunan itu juga milik bibi. Dibelakang juga ada istal kuda dan beberapa stallion kesayangan paman.”

Haris kemudian mendekati Luna dan Tio. “Kalian akan tinggal disini untuk sementara waktu. Doakan kami bisa cepat menemukan bukti yang terkait kasusmu Tio.” Luna dan Tio mengangguk.

“Oh ya, di pickup ada kebutuhan kalian dan sejumlah uang cash.” Luna dan Tio hanya mengangguk tanpa bertanya. Mereka sudah paham dengan situasinya.

“Kalian jangan bertransaksi elektronik dalam bentuk apapun. Mengerti? No medsos, no calling. Termasuk ke kami. Kecuali darurat. Paham?” Harus menjelaskan penuh penekanan. “Memang didesa terpencil ini kalian akan sedikit kesulitan untuk bertransaksi secara digital. Tapi paman tetap menekankan hal itu. Karena musuh kita kali ini bukan sembarangan. Mereka punya tim cyber yang mumpuni, mereka juga didukung dana finansial tak terbatas.”

Setelah penjelasan panjang lebar. Haris dan Yeni memutuskan untuk langsung balik.

Dirumah itu ada beberapa pelayan. Tetapi pelayan yang juga penduduk asli desa itu, mereka akan pulang setelah

gelap. Dan akan kembali bekerja saat pagi menjelang.

Bersambung...

===o0o===

To dearest readers,

please Vote, Like & comment

Your comment are author's spirits

thanks all

Terpopuler

Comments

Yuna

Yuna

sampe sini makin suka

2022-01-05

0

Djoni Ayung

Djoni Ayung

asyik bacanya

2021-11-21

0

Rahayu Fuji Lestari

Rahayu Fuji Lestari

keren Thor......semangat

2021-10-31

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!