Eps. 14

Haris dan Yeni masuk kembali kekamar VVIP. Tak berapa lama dr. Johan datang untuk visit.

“Besok kalian sudah diijinkan untuk keluar dari rumah sakit.” Kata dokter dan kemudian pamit meninggalkan kamar.

“Hmm.. untuk sementara Tio sembunyi dipondok saja. Luna kamu tetap bertugas.” Haris berkata pada Luna dan Tio.

“Paman aku lelah sembunyi.” Kata Tio membantah perintah Haris. “Aku tak mau kejadian seperti di villa terjadi lagi.”

“Tio, yang kamu hadapi itu memang iblis. Membunuh bagi mereka adalah pekerjaan dan kesenangan.” Haris mencoba meyakinkan Tio untuk menuruti perintahnya.

“Tidak paman, aku akan kembali ke mansion papa saja.” Jawab Tio tegas.

Haris berjalan mondar mandir, dia bingung. Kalau menuruti permintaan Tio, maka Tio akan semakin mudah ditemukan pembunuh itu. Jika tak dituruti pasti Tio memberontak dengan tetap tak mengindahkan perintahnya.

“Oke. Tapi jangan besok. Paman dan aunti mu akan coba mengontak orang-orang yang setia pada papamu. Paman tak mau pembunuh pembunuh itu bisa dengan mudah menemukanmu. Paman butuh tiga hari untuk mempersiapkan. Bagaimana?” Haris mencoba untuk negosiasi dengan Tio.

“Baiklah, tapi dalam tiga hari ada kabar atau tidak ada kabar dari paman aku akan tetap balik ke mansion papa.” Tio mengulurkan tangannya pada Haris.

“Deal.” Haris menjabat tangan Tio. Setidaknya dia bisa mempersiapkan system keamanan dan penjagaan terlebih

dulu.

Keesokan harinya Luna dan Tio sudah bisa meninggalkan rumah sakit. Yeni sudah mengirim SUV baru untuk membawa Luna dan Tio beserta segala keperluan selama tiga hari di pondok.

Tio keluar dari kamar VVIP dengan memakai jeans hitam dan sepatu ketz putih, berjaket hoodie tanpa lengan dan topi hitam. Supaya tak mudah dikenali dia juga menggunakan masker scuba hitam dan kacamata hitam. Terkesan sangat misterius. Begitu juga Luna yang masih mendapat perintah untuk terus mengawal dan menjag Tio. Dia berpenampilan hampir sama dengan Tio, hanya jaket hoodienya dia memilih yang belengan dipadu dengan jeans warna biru muda.

“Bibi Luna, kali ini aku yang menyetir ya?” Pinta Tio sambil melangkah menuju lift.

“Bibi aja lah Tio. Biasanya kan juga bibi yang menyetir.” Jawab Luna.

“Tapi bi, kalo semua bibi yang handle. Kemampuanku ga akan berkembang. Plis kali ini aja ya bi.”

“Oke. Oke. You got it.”

Mata Tio berbinar. Meski tak terlihat karena kacamata hitam menyembunyikannya.

Dalam perjalanan Luna terus waspada. Dia tak ingin ada yang mengikuti.

“Bi, aku mau tanya boleh ga?”

“Hmmm…” Luna menjawab sambil matanya terus memperhatikan waspada.

“Ehmm… maksud kak Gita kemarin apa ya ?” Tio bertanya tanpa menoleh karena jalanan kota yang cukup padat.

“Yang mana?”

“aa eh.. itu loh bi.. yang bibi tiba tiba mengatakan ga seperti yang ada dalam otak mesum atau apalah itu loh bi.” Tio menjelaskan dan memasang wajah polosnya.

Muka Luna semburat merah. Ini anak memang polos apa sekarang ini niat mau mancing mancing ya? batin Luna. Spontan dia memukul lengan kiri Tio yang masih diperban.

“Auww!! Sakit!”

“Bodo. Sekali lagi kamu tanya seperti tadi. Jawabannya adalah pukulan untuk mu.” Ketus Luna.

“Tapi ini beneran sakit bi.” Tio sambil menggoyang goyang lengan kirinya

Dan Luna melirik kearah lengan kiri Tio. Perban itu terlihat basah dengan warna merah. Darah kembali keluar. “Ugh, terlalu keras ya pukulanku?” Tanya Luna kuatir. “Makanya jangan nanya seperti itu.” Kembali berkata dengan nada ketus.

Tio hanya meringis menahan sakit, tapi pikirannya bingung sendiri. Salahku dimana? Gerutu Tio dalam hati.

Keesokan paginya dipondok

“Ayo bi.. Katanya mau jogging.” Teriak Tio dari depan pondok. Dengan memakai singlet merah dan training hitam

dan sepatu jogging putih. Tio terlihat sangat fresh, tampah dan gagah.

Luna keluar dari pondok. Memakai sport bra ditutup dengan kaos lengan panjang warna hitam berstrip putih  disepanjang lengan dan training abu abu dipadu sepatu jogging putih. Rambut sebahunya diikat satu semakin menonjolkan wajah cantiknya.

Mereka lalu lari pagi. Luna menunjukkan jalan yang harus dilalui. Karena Luna sangat hafal area disana. Masing masing membawa sebotol air mineral. Lumayan jauh mereka lari pagi, sekitar hampir satu jam mereka kembali kearah pondok.

“Stop dulu bi.” Tio berkata sambil berhenti lalu meminum air mineralnya hingga habis.

Luna berhenti dan menoleh kebelakang. Dengan napas sedikt tersengal dia bertanya “Kenapa?”

“Kita balapan sampai kepondok bi.” Tio menantang.

“Oke, kalo menang aku dapat apa?” Luna mengajak taruhan.

“Suka suka bibi Luna deh minta apa. Tapi kalo aku yang menang aku juga bebas mintanya. Gimana? Deal?” Jawab Tio.

“Oke. Sekarang persiapan.” Tukas Luna menyetujui. Kemudian mereka berdiri berjajar. “Kita mulai setelah botol yang kulempar ini menyentuh tanah.” Tanpa aba aba Luna melempar botol keatas.

Dan mereka pun berlari dengan cepat, setelah botol menyentuh tanah. Salip menyalip terus terjadi, karena medan yang cukup unik, tak hanya menuntut kecepatan tapi juga kelincahan kaki mengatasi akar pohon, licinnya batu karena tumbuh lumut dan lain lain.

Pondok sudah terlihat jelas. Jarak tinggal lima puluh meter lagi. Luna menyalip Tio yang sedikit oleng karena menginjak tanah licin. Begitu menyalip Luna bermaksud langsung sprint meninggalkan. Tiba-tiba seekor kobra melintas didepan Luna. Luna terkesiap melompati kobra. Kobra yang kaget dengan gerakan tiba tiba Luna langsung menyerang Luna. Satu patukan binatang berbisa itu mengenainya. Kobra itu langsung kabur menghilang dilebatnya semak semak.

“Aargh…” Luna langsung duduk. Pangkal paha kanan sebelah belakangnya yang terpatuk kobra. Dia mencoba menekan belakang pahanya tepat diatas luka akibat patukan ular agar bisa kobra tak bergerak cepat menuju jantungnya.

Tio yang tahu langsung melepas singletnya dan mengikatkan pada pangkal paha Luna. Setelah dirasa sudah cukup kuat ikatannya, dia kemudian menggendong Luna ala pengantin baru. Luna tertegun diam sambil memandangi wajah Tio.

Tubuh Tio sedikit oleng karena tersandung akar. Dengan cepat dia berusaha menyeimbangkan badan agar tidak

terjatuh. Luna kaget dan refleks mengalungkan lengannya keleher Tio. Jarak mereka semakin rapat.

Baik Tio maupun Luna sama sama merasakan desiran halus direlung hati. Entah rasa apa itu, tapi cukup membuat

nafas semakin berat. Tapi mereka berdiam tanpa suara.

Akhirnya mereka telah sampai didepan pondok. Tio membawa masuk Luna dan meletakkan Luna dikamarnya. Tio lalu pergi mengambil gunting dan kotak P3K.

“Maaf bi, aku terpaksa menggunting celana bibi.” Tio dengan canggung minta ijin pada Luna.

Karena posisi gigitan dipaha bagian belakang. Mau tak mau celana itu harus digunting untuk memberikan pertolongan pertama pada korban gigitan binatang berbisa. Luna mengangguk pasrah. Kenapa juga si kobra gigitnya disitu, kenapa ga ditangan aja sih. Gerutu Lina karena jengkel hatinya.

Dengan sigap Tio menggunting celana Luna dari ujung kaki sampai pangkal paha. Luna yang duduk lalu diberi isyarat oleh Tio untuk duduk miring, tujuannya agar jantung tetap berada diatas. Kalau tengkurap maka jantung dan paha akan sejajar. Takut berakibat fatal. Tio melihat bengkak dengan tanda dua titik bekas patukan kobra  ipaha Luna yang putih mulus.

Luna menurut. Kakinya mulai mati rasa akibat bebatan singlet Tio menghalangi jalan darahnya. Tio membasuh pisau lipat dengan alcohol untuk sterilisasi.

 

Bersambung....

=================

Tolong dukungannya readers

Terpopuler

Comments

Nurlaela Ella

Nurlaela Ella

bisa2 mereka berdua ada rasa

2022-11-04

0

Djoni Ayung

Djoni Ayung

hebat tio

2021-11-21

0

Styaningsih Danik

Styaningsih Danik

itu si ular kobra jadi mak comblang tio sm luna 😁😁😁biar paham isi hati mrk

2021-10-31

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!